Analisis Determinan Permintaan Rumah Sangat Sederhana (RSS) Di Kota Medan

(1)

ANALISIS DETERMINAN PERMINTAAN RUMAH SANGAT

SEDERHANA (RSS) DI KOTA MEDAN

T E S I S

Oleh

SYAFRI LUBIS

087018062/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S

E K

O L

A

H

P A

S C

A S A R JA N


(2)

ANALISIS DETERMINAN PERMINTAAN RUMAH SANGAT

SEDERHANA (RSS) DI KOTA MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYAFRI LUBIS

087018062/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : ANA LISIS DETERMINAN PERMINTAAN RUMAH SANGAT SEDERHANA (RSS) DI KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Syafri Lubis

Nomor Pokok : 087018062

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec)

Ketua

Ketua Program Studi,

Anggota

Direktur,

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec) (Prof. Dr. Ir A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 10 Februari 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Murni Daulay, M.Si

Anggota : 1. Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec

2. Dr. Rahmanta, M.Si 3. Drs. Rujiman, MA


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

“ANALISIS DETERMINAN PERMINTAAN RUMAH SANGAT SEDERHANA (RSS) DI KOTA MEDAN”.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Februari 2011 Yang membuat pernyataan

Syafri Lubis


(6)

ANALISIS DETERMINAN PERMINTAAN RUMAH SANGAT SEDERHANA (RSS) DI KOTA MEDAN

Syafri Lubis; Dr. Murni Daulay, M.Si dan Prof. Dr. Syaad Afifuddin, M.Ec

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan rumah sangat sederhana (RSS) di Kota Medan.

Penelitian ini menggunakan data panel yaitu penggabungan data time series dan cross section selama periode 1991-2005 yang merupakan data sekunder badan pusat statistik Kota Medan, Perum Perumnas Regional I Medan, dan BTN cabang Medan dengan metode Ordinary Least Squaress (OLS).

Hasil estimasi penelitian menemukan bahwa faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi jumlah permintaan rumah sangat sederhana (RSS) di Kota Medan adalah harga rumah sangat sederhana, jumlah rumah tangga dan tingkat inflasi. Sedangkan pendapatan regional perkapita tidak memberikan pengaruh terhadap permintaan rumah sangat sederhana (RSS) di Kota Medan.


(7)

HOUSING DEMAND ANALYSIS DETERMINANT VERY SIMPLE (RSS) IN MEDAN

Syafri Lubis; Dr. Murni Daulay, M.Si and Prof. Dr. Syaad Afifuddin, M.Ec

ABSTRACT

This research aim to analyse factors influencing request of very simple house (RSS) in Kota Medan.

This research panel data that is merger of data timeseries and cross section during period 1991-2005 is body secondary data center statistic Kota Medan, Perum Perumnas Regional I Medan, and BTN branch Medan with method Ordinary Least Squaress (OLS).

Result of estimation of research finds that factors signifikan influences number of requests of very simple house (RSS) in Kota Medan is the price of very simple house, number of households and inflation rate. While earnings of regional perkapita doesn't give influence to request of very simple house (RSS) in Kota Medan.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik yang berjudul

“ANALISIS DETERMINAN PERMINTAAN RUMAH SANGAT

SEDERHANA (RSS) DI KOTA MEDAN”.

Tulisan ini merupakan hasil penelitian dengan bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini, dengan ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Murni Daulay, MSi, selaku Ketua Komisi Pembimbing atas masukan dan arahan kepada penulis.

4. Bapak Alm. Drs. H. Iskandar Syarif, MA, selaku Anggota Komisi Pembimbing atas arahan dan bimbingannya kepada penulis.

5. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan sekaligus Anggota Komisi Pembimbing tesis atas masukan, saran dan kritik kepada penulis.

6. Bapak Dr. Ir. Rahmanta, MSi, Bapak Drs. Rujiman, MA dan Bapak Drs. Rahmat Sumanjaya, MSi selaku Anggota Penguji tesis.

7. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Kepala BTN Cabang Medan, Bapak Kepala Biro Statistik Medan dan Bapak Kepala Cabang Perumnas Medan yang telah memberikan data kepada penulis.


(9)

9. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan khususnya Angkatan XVI, atas bantuan dan dorongannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Alm. Ayahanda Aminuddin Lubis, Ibunda Halawanun, Istri tercinta Masnun Simangunsong, anak-anak penulis Mhd. Rizqi Utama Lubis, Khairiza Lubis, Am.Keb dan Nurfadilla Lubis, atas segala do’a, perhatian, kasih sayang dan dukungan moril maupun materil yang terus menerus hingga saat ini.

Penulis menyadari kekurangan dan keterbatasan dalam tesis ini, untuk itu masukan dan kritikan yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan demi penelitian selanjutnya.

Medan, Januari 2011


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Syafri Lubis

Tempat/Tanggal Lahir : Sei Kepayang/30 September 1956. Jenis Kelami : Laki-laki

Agama : Islam Warga Negara : Indonesia

Pekerjaan : PNS pada Pemko Tanjung Balai

Alamat : Jalan Gurami No. 03 Kel. Sidomukti Kisaran Nama Orang Tua Laki-laki : Aminuddin Lubis (alm)

Nama Orang Tua Perempuan : Halawanun

Pendidikan Formal

Tahun Sekolah/Universitas Keterangan 1965 - l970 SD Negeri Sei Kepayang Lulus/berijazah 1971 - 1973 SMP Daerah Sei Kepayang Lulus/berijazah 1974 - 1976 SMA Negeri Tanjungbalai Lulus/berijazah 1977 - 1984 Fakultas Ekonomi USU Lulus/berijazah 2009 - 2011 Sekolah Pascasarjana USU


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Pengertian Perumahan dan Pemukiman ... 6

2.1.1 Pengertian Rumah Sangat Sederhana ... 6

2.1.2 Prospek Perumahan dan Pemukiman di Indonesia ... 7

2.1.3 Kebijakan Pemerintah tentang Perumahan ... 8

2.2 Teori Permintaan ... 11

2.2.1 Teori dan Hukum Permintaan ... 11

2.2.2 Hukum Penawaran dan Permintaan ... 12

2.2.3 Elastisitas Permintaan ... 14

2.3 Suku Bunga Kredit ... 15


(12)

2.3.2 Faktor Penentuan Tingkat Bunga ... 16

2.3.3 Pemberian Kredit ... 17

2.4 Inflasi... 19

2.4.1 Penggolongan Inflasi ... 19

2.4.2 Teori Inflasi ... 20

2.5 Konsep Produk Domestik Regional Bruto ... 21

2.5.1 Pendapatan Regional ... 21

2.5.2 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku ... 21

2.5.3 Pendapatan Perkapita ... 21

2.5.4 Metode Penghitungan Pendapatan Regional ... 22

2.6 Konsep Penduduk ... 25

2.7 Peneliti Terdahulu ... 25

2.8 Kerangka Konseptual ... 27

2.9 Hipotesis ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 29

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 29

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.4 Model Analisis Data ... 30

3.5 Test of Goodness of Fit ... 31

3.5.1 Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 31

3.5.2 Uji Signifikasi Simultan (Uji F-Statistik) ... 32

3.5.3 Uji Signifikasi Parsial (Uji t-Statistik) ... 33

3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 34

3.6.1 Multikolineriti ... 34

3.6.2 Autokorelasi ... 34


(13)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1 Hasil Penelitian ... 36

4.1.1 Kondisi Geografis ... 36

4.1.2 Kondisi Demografis ... 38

4.1.3 Kondisi Ekonomi ... 40

4.1.4 Perkembangan Perumahan di Kota Medan... 43

4.1.5 Perkembangan Jumlah Rumah Tangga di Kota Medan ... 46

4.1.6 Perkembangan Harga Rata-rata Rumah Sederhana di Kota Medan ... 48

4.1.7 Perkembangan PDRB dan Pendapatan Perkapita di Kota Medan ... 51

4.2 Pembahasan ... 55

4.2.1 Uji Asumsi Klasik ... 55

4.2.2 Uji Korelasi Serial (Autokorelasi) ... 55

4.2.3 Interpretasi Model ... 56

4.2.4 Analisis Koefisien Determinasi (R-Square) ... 58

4.2.5 Uji t-Statistik ... 59

4.2.6 Uji F-Statistik ... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

5.1 Kesimpulan ... 64

5.2 Saran ... 65


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Medan Periode 1991-2005 ... 39 4.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Inflasi Periode 1991-2005... 42 4.3. Permintaan Total Unit Rumah Sangat Sederhana di Kota Medan

Periode 1991-2005 ... 45 4.4. Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Periode 1991-2005 ... 47 4.5. Perkembangan Harga Rata-rata Rumah Sangat Sederhana Per Unit

Periode 1991-2005 ... 50 4.6. Perkembangan PDRB dan Pendapatan Perkapita Atas Dasar Harga

Berlaku di Kota Medan Periode 1991-2005 ... 53 4.7. Hasil Regresi Parsial untuk Uji Multikolinieritas ... 55 4.8. Hasil Estimasi Uji Korelasi Serial ... 56


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kurva Permintaan... 13

2.2. Kurva Pergeseran Permintaan ... 14

2.3. Kerangka Konseptual Penelitian ... 27

4.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Medan Periode 1991-2005 ... 40

4.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Inflasi Periode 1991-2005 ... 43

4.3. Permintaan Total Unit Rumah Sangat Sederhana di Kota Medan Periode 1991-2005 ... 46

4.4. Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Periode 1991-2005 ... 48

4.5. Perkembangan Harga Rata-rata Rumah Sangat Sederhana Per Unit Periode 1991-2005 ... 51

4.6. Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Kota Medan Periode 1991-2005 ... 54


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data Penelitian ... 68

2. Hasil Regresi ... 69

3. Uji Multikolinieritas ... 70


(17)

ANALISIS DETERMINAN PERMINTAAN RUMAH SANGAT SEDERHANA (RSS) DI KOTA MEDAN

Syafri Lubis; Dr. Murni Daulay, M.Si dan Prof. Dr. Syaad Afifuddin, M.Ec

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan rumah sangat sederhana (RSS) di Kota Medan.

Penelitian ini menggunakan data panel yaitu penggabungan data time series dan cross section selama periode 1991-2005 yang merupakan data sekunder badan pusat statistik Kota Medan, Perum Perumnas Regional I Medan, dan BTN cabang Medan dengan metode Ordinary Least Squaress (OLS).

Hasil estimasi penelitian menemukan bahwa faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi jumlah permintaan rumah sangat sederhana (RSS) di Kota Medan adalah harga rumah sangat sederhana, jumlah rumah tangga dan tingkat inflasi. Sedangkan pendapatan regional perkapita tidak memberikan pengaruh terhadap permintaan rumah sangat sederhana (RSS) di Kota Medan.


(18)

HOUSING DEMAND ANALYSIS DETERMINANT VERY SIMPLE (RSS) IN MEDAN

Syafri Lubis; Dr. Murni Daulay, M.Si and Prof. Dr. Syaad Afifuddin, M.Ec

ABSTRACT

This research aim to analyse factors influencing request of very simple house (RSS) in Kota Medan.

This research panel data that is merger of data timeseries and cross section during period 1991-2005 is body secondary data center statistic Kota Medan, Perum Perumnas Regional I Medan, and BTN branch Medan with method Ordinary Least Squaress (OLS).

Result of estimation of research finds that factors signifikan influences number of requests of very simple house (RSS) in Kota Medan is the price of very simple house, number of households and inflation rate. While earnings of regional perkapita doesn't give influence to request of very simple house (RSS) in Kota Medan.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada masa terbentuknya negara-negara modern dan berkembangnya industrialisasi, kemiskinan menjadi menonjol dengan berbagai persoalan yang semakin kompleks. Mengatasi kemiskinan merupakan tantangan terberat bagi setiap negara, terutama bagi negara-negara yang bisa disebut sebagai dunia ketiga atau negara berkembang, di mana Indonesia termasuk salah satunya.

Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak dapat menikmati fasilitas kehidupan, pendidikan, pelayanan kesehatan, sandang, perumahan dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada zaman modern.

Salah satu sektor yang perlu mendapat perhatian khusus adalah perumahan dan pemukiman sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia. Di dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tercantum tentang Perumahan dan Pemukiman juga peran Pemerintah agar menyediakan hunian layak bagi rakyat. Di dalam masyarakat Indonesia, perumahan merupakan pencerminan dari jati diri manusia, baik secara perseorangan maupun


(20)

dalam suatu kesatuan dan kebersamaan dengan lingkungan alamnya. Perumahan dan pemukiman juga mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sehingga perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Dalam hubungannya dengan hukum permintaan dijelaskan sifat hubungan antara permintaan suatu barang dengan tingkat harganya, pendapatan rumah tangga atau pendapatan masyarakat, jumlah penduduk, dan harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut.

Berkaitan dengan hal tersebut maka salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan rumah adalah tingkat harga, sifat hubungan seperti itu disebabkan karena kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang substitusi terhadap barang yang mengalami kenaikan harga dalam hal ini memungkinkan bahwa apabila harga rumah mengalami kenaikan maka masyarakat tidak mampu membeli rumah. Sebaliknya apabila harga rumah turun, maka masyarakat akan terdorong untuk membeli barang yang mengalami penurunan harga, dalam hal ini rumah sederhana dan sangat sederhana sehingga masyarakat berpenghasilan rendah akan tertolong sesuai dengan pendapatan yang mereka miliki. Yang kedua kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil para pembeli berkurang. Pendapatan yang merosot tersebut memaksa para pembeli untuk mengurangi pembeliannya terhadap berbagai jenis dan terutama barang yang mengalami kenaikan harga.

Selain tingkat harga maka faktor yang mempengaruhi adalah jumlah penduduk Kota Medan yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun pada


(21)

akhir tahun 2005 berjumlah 2,03 juta jiwa dengan pertumbuhan 1,8% dengan tingkat kepadatan penduduk 7.681 jiwa/km2. Hal ini menimbulkan permasalahan akan

perumahan yang sehat untuk masyarakat. Untuk tahun 2005 permintaan rumah sederhana dan sangat sederhana mengalami kenaikan dengan pertumbuhan rata-rata per tahun 30,56%. Di mana perumahan rumah sederhana dan sangat sederhana terbesar di lima wilayah Kota Medan yang dibangun oleh Perum Perumnas yaitu Perumnas Helvetia (97 Ha), Martubung (276 Ha), Medan Denai (172 Ha), Rusun Sukaramai (5,69 Ha) dan Simalingkar (152 Ha).

Faktor lainnya adalah pendapatan perkapita Kota Medan Rp. 2,3 juta pada tahun 1989 menjadi Rp. 13,2 juta pada tahun 2006. Bertambah 5,7 kali atau tumbuh 474%, alias meroket. Itu kalau berdasarkan harga konstan. Jika diukur berdasarkan harga berlaku angkanya adalah Rp. 4,2 juta pada tahun 1989 menjadi Rp. 23,7 juta pada tahun 2006 atau naik 5,6 kali. Kedua metode tersebut menempatkan Medan sebagai daerah yang paling menjanjikan kehidupan yang lebih menyenangkan.

Terakhir adalah inflasi, faktor inflasi menjadi penentu dikarenakan oleh setiap kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok lainnya maka akan diikuti oleh perubahan pola konsumsi. Oleh sebab itu perlu dianalisis apakah ada pengaruh yang signifikan inflasi yang fluktuatif dari tahun 1991-2005 terhadap permintaan rumah sangat sederhana yang terjadi krisis moneter antara tahun 1997-1998 yang mencapai 83% sampai dengan tahun 2005 kembali normal dengan tingkat inflasi sebesar antara 11% - 22%, oleh sebab itu maka masyarakat pada umumnya melakukan pembelian rumah secara kredit oleh karena pengaruh inflasi tadi maka adanya peran lembaga


(22)

perbankan dalam pemberian fasilitas kredit perumahan. Kredit yang ditujukan untuk perumahan dikenal dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Dengan demikian untuk memiliki rumah, masyarakat dapat memperoleh dari developer-developer dengan memanfaatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang diberikan oleh Bank yang berkaitan jenisnya dengan berbagai macam tipe; kecil, menengah ataupun rumah yang berukuran besar.

Berdasarkan keterangan dan uraian-uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan tesis dengan judul, “Analisis Determinan Permintaan Rumah Sangat Sederhana (RSS) di Kota Medan”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang dipaparkan di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui:

1. Apakah Harga Rumah Sangat Sederhana memberikan pengaruh terhadap permintaan Rumah Sangat Sederhana di Kota Medan?

2. Apakah Pendapatan Regional Bruto Harga Berlaku (PRBHB) memberikan pengaruh terhadap Permintaan Rumah Sangat Sederhana di Kota Medan? 3. Apakah Jumlah Rumah Tangga memberikan Pengaruh terhadap Permintaan

Rumah Sangat Sederhana di Kota Medan?

4. Apakah tingkat Inflasi memberikan pengaruh terhadap Permintaan Rumah Sangat Sederhana di Kota Medan?


(23)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh harga rumah sangat sederhana, pendapatan regional perkapita, jumlah rumah tangga, tingkat inflasi, terhadap permintaan rumah sangat sederhana di Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam bidang permintaan Rumah Sangat Sederhana di Kota Medan, yang dipengaruhi oleh variabel harga rata-rata rumah sangat sederhana, pendapatan regional, jumlah penduduk, dan tingkat inflasi.

2. Sebagai input bagi Pemerintah Daerah Kota Medan, dalam menentukan kebijakan pembangunan perumahan di Kota Medan.

3. Sebagai informasi tambahan untuk peneliti selanjutnya dalam ruang lingkup yang berbeda.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Perumahan dan Pemukiman

2.1.1. Pengertian Rumah Sangat Sederhana

Program pembangunan rumah sangat sederhana (RSS) adalah program yang ditetapkan untuk memperluas kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan rumah dan mengurangi kesenjangan sosial, karena harganya disesuaikan dengan daya beli sebagian masyarakat golongan berpenghasilan rendah.

Secara garis besar perbedaan Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana dapat dilihat dari segi:

1. Luas lahan bangunan berdasarkan tipe rumah sebagai contoh RS dengan tipe D36 dan RSS dengan tipe D21 yaitu RS D36 memiliki luas lahan bangunan seluas 36 m, sedangkan RSS 21 memiliki luas lahan bangunan seluas 36 m, sedangkan RSS 21 memiliki luas lahan bangunan 21 m.

2. Letak kamar mandi atau wc pada rumah (RS) dengan rumah sangat sederhana (RSS) berbeda di mana pada tipe rumah RS letaknya di dalam bangunan atau berada di dalam rumah dengan kata lain tidak terpisah sedangkan pada tipe rumah RSS letak kamar mandi atau WC adalah di luar atau terpisah dari bangunan.

3. Jumlah kamar pada rumah sederhana (RS) adalah dua kamar sedangkan pada rumah sangat sederhana hanya terdapat satu kamar.


(25)

2.1.2. Prospek Perumahan dan Pemukiman di Indonesia

Realisis pembangunan perumahan dan pemukiman dalam Pelita VI menunjukkan perkembangan yang sangat menggembirakan. Baik Perum Perumnas, para pengembang swasta yang tergabung dalam organisasi Real Estate Indonesia (REI), maupun Koperasi, sama-sama menunjukkan komitmennya dalam mendukung program Pemerintah membangun RS dan RSS sebanyak 500.000 unit. Bahkan dalam perjalanannya, mereka menyanggupi untuk membangun 600.000 unit.

Sejak tahun 1991 hingga tanggal 31 Agustus 1997, realisasi pembangunan RS dan RSS sudah mencapai 669.363 unit. Perum Perumnas membangun 430.921 unit dan Pembangunan Perumahan Bertumpu pada Kelompok (P2BPK) membangun 15.368 unit.

Dengan berpegang pada target Pelita VI, maka jumlah RS dan RSS yang dibangun tersebut telah melampaui sasaran yang ditetapkan Pemerintah. Dari ketiga pelaku pembangunan di atas, hanya Perum Perumnas yang belum melampaui target. BUMN di bawah Departemen Pekerjaan Umum ini baru mencapai 68,09% dari sasaran yang ditetapkan. Kenyataan ini antara lain disebabkan harga jual rumah yang dibangun Perum Perumnas berdasarkan ketentuan dari Pemerintah, dan lebih mengutamakan asas keterjangkauan bagi masyarakat strata bawah. Sementara harga jual tanah di daerah perkotaan terus meningkat, sehingga sulit mendapatkan tanah yang harganya sesuai untuk pembangunan RS dan RSS. Sebagai jalan keluar, Perum Perumnas mencari tanah di lokasi-lokasi yang belum berkembang, tetapi diketahui


(26)

memiliki prospek yang baik di masa-masa yang akan datang. Seperti di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara dan Sulawesi.

Kurangnya pasokan ini berpengaruh pada timbulnya kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan (backlog) rumah. Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) mencatat pada tahun 2005 saja, backlog rumah mencapai 834.174 unit sampai sekarang, backlog perumahan sudah lebih dari 9 juta unit. Tidak hanya itu, ada sekitar 13 juta unit rumah yang dianggap tidak layak huni. Sementara kawasan permukiman perkotaan telah mencapai lebih dari 54.000 Ha. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2001-2005, Pemerintah mematok target pembangunan perumahan sebanyak 1.305.000 unit. Jumlah itu terdiri dari RSS sebanyak 1.265.000 unit, rumah susun sederhana sewa (rusunawa), sebanyak 60.000 satuan rumah susun (sarusun) dan rumah susun sederhana milik (rusunami) sebanyak 25.000 sarusun. Perkiraan kebutuhan perumahan berdasarkan jenis bangunan perumahan mengikuti aturan dasar pembangunan parumahan bagi pengembang yang ditetapkan Pemerintah. Aturan tersebut mengikuti pola 1:3:6.

Artinya pembangunan satu unit rumah mewah harus diikuti tiga rumah sederhana (RS), dan enam rumah sangat sederhana (RSS). Aturan ini sudah dilaksanakan di lapangan dan merupakan kebijakan Pemerintah dalam program pemerataan pembangunan khususnya pemerataan pembangunan perumahan.

2.1.3. Kebijakan Pemerintah tentang Perumahan

Kepada para pengembang yang membangun RS/RSS, Pemerintah telah mengupayakan agar mendapatkan kredit dengan tingkat suku bunga yang relatif


(27)

murah dibandingkan suku bunga pasar untuk membebaskan tanah. Kemudian biaya untuk mengurus sertifikat RSS dikurangi, hingga sekarang hanya Rp. 35.000. bahkan, biaya retribusi izin mendirikan bangunan RSS dihilangkan, setelah Menteri Negara Perumahan Rakyat melakukan koordinasi dengan Menteri Dalam Negeri. Kemudian untuk meningkatkan keterjangkauan masyarakat, Pemerintah juga membarikan subsidi suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Sehingga suku bunga KPR tahun 1991 untuk; RS dan RSS tipe 21 dan tipe 36 menjadi; RS tipe 21 menjadi 11%; dan RS tipe 36 menjadi 14%, sedangkan untuk rata-rata harga rumah sederhana tipe

RS 36 sekitar Rp. 8.500.000,00 dan rumah sangat sederhana tipe 21 sekitar Rp. 6.500.000,00. Pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan program bantuan

perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Secara garis besar masyarakat yang dapat menerima bantuan tersebut adalah masyarakat yang berpenghasilan sampai dengan Rp. 1,3 juta per bulan. Pada masyarakat yang berpenghasilan lebih dari Rp. 1,3 juta per bulan diharapkan dapat mengikuti mekanisme pasar, artinya dapat mengembalikan semua biaya investasi penyelenggaraan rumah sangat sederhana tanpa bantuan subsidi Pemerintah.

Dengan demikian, pada segmen pasar ini sepenuhnya dapat menarik minat kemitraan dari masyarakat dan swasta untuk membiayai pengadaannya.

Bagi masyarakat yang berpenghasilan lebih rendah (Rp. 500.000 – Rp. 850.000) dan (Rp. 850.000 – Rp. 1.3000.000) Pemerintah merencanakan tidak

membebani untuk pengembalian lahan, namun demikian sebagai segmen pasar ini masih menarik kemitraan masyarakat dan swasta. Masalah penyediaan lahan perlu


(28)

diatur melalui kemitraan dengan pemilik lahan sehingga biaya investasinya dapat ditekan, pada akhir masa usia ekonomis, aset tersebut menjadi aset pemilik lahan. Lahan yang dipergunakan milik Pemerintah, masyarakat (kelompok atau individual) maupun milik swasta. Pada kelompok ini tidak mungkin diterapkan tarif seperti kelompok di atasnya, akan tetapi perlu dikembangkan tarif kombinasi yang dapat menampung masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah. Pada segmen pasar ini dimungkinkan pula penerapan tarif murah, bila tanah yang dipergunakan adalah milik Pemerintah dan investasi pembiayaannya menggunakan sumber dana Penyertaan Modal Negara.

Pada kelompok miskin, yang berpenghasilan sampai dengan Rp. 350.000 dan (Rp. 350.000 – Rp. 500.000) setiap bulannya, diterapkan kredit yang relatif sangat murah dengan bantuan subsidi dari Pemerintah atau subsidi silang. Dengan demikian kelompok masyarakat ini yang biasanya tinggal di kawasan-kawasan miskin dapat memperoleh hunian yang layak.

Keberhasilan pembangunan perumahan tersebut tidak lepas dari peran Pemerintah, khususnya Kantor Menteri Perumahan Rakyat yang terus berupaya secara aktif meningkatkan intensitas kegiatan monitoring, rapat koordinasi bersama Pemerintah Daerah dan pelaku pembangunan perumahan dengan semangat kemitraan, yang hasilnya cukup efektif dan dapat memacu aktivitas para pelaku pembangunan perumahan.


(29)

2.2. Teori Permintaan

Teori permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan makin rendah harga suatu barang (cateris paribus) maka makin banyak jumlah barang yang diminta. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang (cateris

paribus) maka makin sedikit jumlah barang yang diminta.

2.2.1. Teori dan Hukum Permintaan

Permintaan seseorang atau suatu masyarakat kepada suatu barang ditentukan oleh banyak faktor. Diantara banyak faktor tersebut yang terpenting adalah seperti yang dinyatakan di bawah ini:

1. Harga barang itu sendiri, (P) berhubungan negatif terhadap permintaan barang tersebut, sesuai dengan hukum permintaan.

2. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut. 3. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat. 4. Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat.

5. Cita rasa masyarakat. 6. Jumlah penduduk.

7. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang.

Hukum permintaan menjelaskan sifat keterikatan diantara permintaan sesuatu barang dengan harganya. Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesa yang menyatakan semakin rendah harga suatu barang, makin banyak barang yang diminta (Sukirno, 2004).


(30)

2.2.2. Hukum Penawaran dan Permintaan

1. Kenaikan permintaan menyebabkan kenaikan baik pada harga ekuilibrium maupun kuantitas ekuilibrium.

2. Penurunan permintaan menyebabkan penurunan baik pada harga ekuilibrium maupun kuantitas ekuilibrium.

3. Kenaikan penawaran menyebabkan penurunan harga ekuilibrium dan mempengaruhi kuantitas ekuilibrium.

4. Penurunan penawaran menyebabkan kenaikan harga ekuilibrium dan menyebabkan penurunan kuantitas ekuilibrium.

Pemilik sumber daya akan menawarkan sumber dayanya kepada alternatif dengan pembayaran tertinggi, hal lain diasumsikan sama. Seperti permintaan dan penawaran untuk barang dan jasa akhir, pengeluaran dan pemasukan sumber daya tergantung pada keinginan dan kemampuan pembeli serta penjual untuk berpartisipasi dalam pertukaran pasar. Pasar akan bergerak menuju tingkat upah ekuilibrium atau harga pasar (Richard G. Lipsey & Peter O. Steiner Douglas, 2000).

Kuantitas yang diminta adalah jumlah produk yang akan dibeli rumah tangga dalam suatu periode tertentu jika rumah tangga tersebut dapat memenuhi semua yang diinginkan dengan harga pasar terkini (William A. Checern, 2002).

Kurva permintaan menggambarkan hubungan antara jumlah yang diminta dan harga, ceteris paribus. Kurva mempunyai lereng (slope) yang negatif, yang menunjukkan bahwa jumlah yang diminta (the quantity demanded) naik dengan turunnya harga. Setiap titik pada kurva permintaan menunjukkan suatu kombinasi


(31)

tunggal antara harga dengan kuantitas hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1, kurva permintaan. Sumbu horizontal dengan tanda Q/t (Quantity permit of time) vertikal adalah sumbu harga (price) dengan tanda P (Karl E Case & Ray C, 2003).

P

Q Gambar 2.1. Kurva Permintaan

Kurva permintaan di atas dibuat dengan asumsi bahwa faktor lainnya tetap, tetapi apa yang terjadi jika faktor lainnya berubah yang sebenarnya memang akan selalu terjadi.

Perubahan setiap variabel yang sebelumnya dipertahankan konstan akan menggeser kurva permintaan itu keposisinya yang baru. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 kurva permintaan akan bergeser ke kanan atau ke kiri, berikut kalau terdapat perubahan-perubahan ke kanan/ke kiri permintaan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor bukan harga. Jika pendapatan konsumen meningkat pada harga tetap, jumlah barang yang diminta naik, di mana P tetap sebesar P1, akibat dari kenaikan pendapatan, kurva D bergeser ke kanan menjadi D1, dan jumlah barang yang diminta naik dari q menjadi q1.

Sekiranya harga barang lain, pendapatan konsumen dan faktor bukan harga lainnya mengalami perubahan, kenaikan ini akan menaikkan permintaan, yaitu; pada setiap tingkat harga, jumlah yang diminta menjadi bertambah banyak.


(32)

Gambar 2.2. Kurva Pergeseran Permintaan

Pergeseran kurva D menjadi D1. Titik Q menggambarkan bahwa pada harga P jumlah yang diminta adalah q sedangkan titik Q1 menggambarkan bahwa pada harga P jumlah yang diminta adalah q1. Dapat dilihat bahwa q1>q dan berarti kenaikan pendapatan menyebabkan pada harga P, permintaan pertambahan sebesar qq1. Ini menunjukkan bahwa apabila kurva permintaan bergeser ke sebelah kanan maka pergeseran itu menunjukkan pertambahan dalam permintaan, atau sebaliknya pergeseran kurva permintaan ke sebelah kiri berarti bahwa permintaan telah berkurang.

Permintaaan Pasar suatu barang dapat dilihat dari dua sudut, permintaan yang dilakukan oleh seorang individu tertentu, dan permintaan yang dilakukan oleh semua orang di dalam pasar. Oleh karena di dalam analisis perlulah dibedakan antara permintaan perseorangan dan kurva permintaan pasar.

D1

D D2

q1

q q2

p1


(33)

2.2.3. Elastisitas Permintaan

Yang dimaksudkan dalam istilah elastisitas permintaan adalah perbandingan diantara persentasi perubahan jumlah barang yang diminta dengan persentase perubahan harga yang dinamakan koefisien elastisitas permintaan. Koefisien tersebut adalah suatu angka penunjuk yang menggambarkan sampai berapa besar perubahan jumlah barang yang diminta apabila dibandingkan dengan perubahan harga.

Secara matematis hubungan tersebut dapat dijadikan sebagai fungsi berikut: Qd =F (P). Namun di dalam bertingkah laku, permintaan tidaklah sesederhana itu, karena jumlah permintaan selagi tergantung dari harga tersebut, juga dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, selera konsumen, harga barang substitusi dan pengaruh non konsumen lainnya. Dengan demikian hubungan tersebut dapat dibuat secara matematis: Qdx = F (X1,X2,X3,X4,...Xn)

2.3. Suku Bunga Kredit

2.3.1. Pengertian dan Teori tentang Bunga Kredit

Yang dimaksud dengan bunga kredit adalah suatu jumlah ganti rugi atau balas jasa atas penggunaan uang oleh nasabah Bank, bagi pengusaha kredit berarti si nasabah memerlukan suatu likuiditas untuk kegiatan usahanya.

Suku Bunga Kredit Perumahan (KPR) adalah tingkat Suku Bunga Kredit yang ditentukan oleh pihak Bank berdasarkan Tingkat Suku Bunga Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) yaitu dihitung dalam satuan persen.


(34)

Menurut Keynes, bunga itu adalah pengganti dari pengorbanan likuiditas. Menurut Keynes bunga uang ditentukan oleh preferensi likuiditas (liquidity

preference) atau jumlah uang. Likuiditas uang disebabkan 3 hal:

1. Transaction motive, di mana orang membutuhkan uang untuk melakukan

transaksi pembayaran sehari-hari.

2. Precautionary motive, di mana orang ingin mempunyai persediaan uang untuk

menghadapi peristiwa yang tidak terduga.

3. Speculative motive, di mana orang ingin mempunyai uang mencari

keuntungan dengan cara spekulasi.

2.3.2. Faktor Penentuan Tingkat Bunga

Faktor-faktor yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan tingkat suku bunga adalah:

1. Keadaan pasar uang, jika jumlah uang yang beredar terus meningkat maka tingkat bunga perlu dinaikkan.

2. Degree of risk, kredit mengandung resiko tertentu sehingga perlu

dipertimbangkan. Dalam pertimbangan resiko perlu diperhatikan mengenai jangka waktu, nilai jaminan yang disediakan dan prospek usaha nasabah. 3. Kebutuhan dana, faktor kebutuhan dana dikhususkan untuk dana simpanan,

yaitu seberapa besar kebutuhan dana yang diinginkan. Apabila Bank kekurangan dana, sementara permohonan peminjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh Bank untuk memenuhi hal tersebut adalah dengan meningkatkan suku bunga.


(35)

4. Target laba yang diinginkan, hal ini disebabkan target laba merupakan salah satu komponen dalam menentukan besar kecilnya suku bunga.

5. Kualitas jaminan, semakin liquid jaminan yang diberikan, maka semakin besar kredit yang diberikan.

6. Persaingan dalam merebut kredit yang diberikan untuk masyarakat selain memperhatikan faktor promosi, Bank juga harus memperhatikan pesaing.

2.3.3. Pemberian Kredit

Pemberian kredit oleh Bank khususnya Bank milik Pemerintah dilaksanakan sesuai kebijakan Pemerintah yang telah ditentukan. Secara teknis sebelum dilakukan pemberian kredit, Bank terlebih dahulu akan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Keadaan dalam Bank sendiri.

2. Posisi likuiditas merupakan momentum yang secara minimal didasarkan atas ketentuan Bank Sentral (cash ratio). Hal ini dapat dilihat dari cadangan wajib minimum yakni perbandingan antara alat liquid yang dikuasai dengan kewajiban yang harus segera dibayar atau sering juga disebut dengan Reserve

Requiremen (RR).

3. Keadaan di luar Bank (calon nasabah).

4. Setelah penilaian keadaan intern Bank tersebut di atas memungkinkan Bank untuk memberikan kredit, maka diadakan penilaian atas calon nasabah. Penilaian ini sangat penting untuk dilakukan karena pihak Bank sendiri tidak mau menderita kerugian.


(36)

Pada tahap penelitian ada lima hal yang lazim digunakan oleh perbankan yang dikenal dengan istilah 5 C diantaranya:

1. Character (kepribadian/watak)

Karakter lebih banyak menyangkut tanggung jawab moral calon debitur dalam upaya untuk membayar kembali jumlah pokok pinjamannya.

2. Capital (modal/keyakinan)

Modal menyangkut kondisi keuangan nasabah secara riil di dalam hal ini modal adalah kemampuan dari nasabah, secara nyata yaitu memiliki alat pengukur yaitu uang.

3. Capacity (kemampuan/kesanggupan)

Merupakan gambaran kesanggupan pemohon kredit pemimpin dan mengendalikan perusahaannya dengan baik menunjukkan kemungkinan untuk dapat ditetapkan oleh Bank.

4. Collateral (harta/kekayaan)

Harta kekayaan merupakan jaminan yang dapat diberikan oleh pemohon kredit. Harta benda meminjam menjadi kepastian dari Bank untuk menerima kembali uang yang dipinjamkan, berhubung Bank dapat menjualnya kembali untuk memperoleh kembali uangnya apabila penerima kredit tidak mampu melunasi kreditnya.


(37)

5. Condition (kondisi ekonomi)

Faktor kondisi merupakan faktor yang ekstren yang secara tidak langsung mempengaruhi usaha calon denitur, terutama dari pasangan bisnis yang semakin tajam.

2.4. Inflasi

Definisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik atau meningkat secara umum dan terus-menerus.

2.4.1. Penggolongan Inflasi

Ada berbagai cara untuk menggolongkan inflasi, dan penggolongan yang dipilih adalah tergantung pada tujuan kita. Penggolongan pertama didasarkan atas parah tidaknya inflasi tersebut. Ada beberapa macam inflasi:

1. Inflasi ringan (di bawah 10%) dalam setahun. 2. Inflasi sedang (antara 11% - 30%) dalam setahun. 3. Inflasi berat (antara 31% - 100%) dalam setahun. 4. Hiperinflasi (di atas 100%) dalam setahun.

Penentuan parah tidaknya inflasi tentu saja sangat relatif dan tergantung pada selera kita untuk menamakannya. Kita tidak bisa menentukan parah tidaknya suatu inflasi hanya dari sudut inflasi saja, tanpa mempertimbangkan siapa yang menanggung beban atau yang memperoleh keuntungan dari inflasi tersebut.

Penggolongan yang kedua adalah atas dasar sebab awal inflasi. Atas dasar ini kita bedakan 2 macam inflasi:


(38)

1. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat yang disebut dengan demand inflation.

2. Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi yang disebut dengan cost

inflation.

2.4.2. Teori Inflasi

Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi di mana masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi dan masing-masing-masing-masing bukan merupakan teori inflasi yang lengkap yang mencakup semua aspek penting dari proses kenaikan harga. Teori Inflasi tersebut adalah:

1. Teori Kuantitas

Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari jumlah uang yang beredar dan psikologi atau harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations).

2. Teori Keyness

Menurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya.

3. Penggolongan yang ketiga adalah berdasarkan asal dari inflasi, dibedakan menjadi:

a. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation)

Inflasi ini timbul karena adanya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan percetakan uang baru, gagal panen, dan sebagainya.


(39)

b. Teori strukturalis

Teori ini memberikan tekanan pada keterangan (rigidities) dari struktur perekonomian negara-negara yang sedang berkembang. Karena inflasi dikaitkan dari faktor-faktor struktural dari perekonomian (faktor-faktor yang hanya bisa berubah secara gradural dan dalam jangka waktu panjang), maka teori ini dapat disebut teori inflasi jangka panjang.

2.5. Konsep Produk Domestik Regional Bruto

2.5.1. Pendapatan Regional

Pendapatan regional netto adalah produk domestic regional netto atas dasar biaya faktor dikurangi aliran dana yang keluar ditambah aliran dana yang masuk dan jumlah pendapatan yang benar-benar diterima (income recipt) oleh seluruh penduduk daerah tersebut.

2.5.2. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Produk domestik regional bruto merupakan jumlah seluruh nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang beroperasi pada suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. PDRB yang masih ada unsur inflasi dinamakan PDRB atas dasar harga berlaku.

Dengan kata lain PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh nilai barang-barang jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam suatu yang bersangkutan.


(40)

2.5.3. Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita adalah total pendapatan suatu daerah dibagi jumlah penduduk di daerah tersebut untuk tahun yang sama. Angka yang digunakan semestinya adalah pendapatan regional dibagi jumlah penduduk. Angka pendapatan perkapita dinyatakan dengan harga berlaku dibagi dengan jumlah penduduk. Angka pendapatan perkapita dinyatakan dengan harga berlaku maupun harga konstan tergantung pada kebutuhan. Dalam perhitungan PDRB jumlah penduduk yang dibagi adalah jumlah penduduk akhir tahun sebelumnya ditambah dengan jumlah penduduk awal tahun dibagi dua.

2.5.4. Metode Penghitungan Pendapatan Regional

Metode tahap pertama dapat dibagi dalam dua metode yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung adalah perhitungan dengan menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan gali dari sumber data yang ada di daerah itu sendiri. Metode langsung dapat dilakukan dengan mempergunakan tiga macam cara yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendapatan pengeluaran.

Metode tidak langsung adalah penghitungan dengan mengalokasikan pendapatan nasional menjadi pendapatan regional memakai berbagai macam indikator antara lain jumlah produksi, luas areal, sebagai alokatornya.


(41)

A. Metode Langsung

1. Pendekatan Produksi

Pendekatan produksi merupakan cara penghitungan nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan atau sektor ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara dari total produk bruto sektor atau subsektor.

Pendekatan ini banyak digunakan untuk mamperkirakan nilai Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan.

a. Pertambangan dan penggalian. b. Industri pengolahan.

c. Listrik, gas dan air bersih. d. Bangunan.

e. Perdagangan, hotel dan restoran. f. Pengangkutan dan komunikasi.

g. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. h. Jasa-jasa.

Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi (output) dan nilai biaya antara (intermediate cost), yaitu bahan baku/penolong dari luar yang dipakai dalam proses produksi. Nilai tambah itu sama dengan balas jasa atas ikut sertanya berbagai faktor produksi dalam proses produksi.

2. Pendapatan

Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dari semua menjumlahkan semua balas jasa yang


(42)

diterima oleh faktor produksi, yaitu upah dan gaji serta surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung netto.

3. Pendekatan Pengeluaran

Pendekatan dengan segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan akhir dari suatu barang dan jasa yang diproduksi dari dalam negeri. Kalau dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan atau produksi barang dan jasa digunakan untuk:

a. Konsumsi rumah tangga.

b. Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung. c. Konsumsi pemerintahan.

d. Pembentukan modal tetap bruto atau investasi. e. Perubahan stok.

f. Ekspor netto.

Ekspor netto adalah total ekspor dikurang impor. Perubahan stok adalah selisih antar awal tahun dengan akhir tahun dari bahan yang ada dalam penyimpanan produsen ataupun dalam proses produksi. Pendekatan pengeluaran juga menghitung apa yang diproduksi di wilayah tersebut tetapi hanya menjadi konsumsi atau pengguna akhir.

B. Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk domestik bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian wilayah, misalkan


(43)

mengalokasikan PDB Indonesia ke setiap provinsi dengan menggunakan alokator tertentu, yaitu:

a. Nilai produksi bruto/netto setiap sektor/subsektor, pada wilayah yang dialokasikan.

b. Jumlah produksi fisik. c. Penduduk.

d. Tenaga kerja.

e. Alokator tidak langsung lainnya.

Dengan memperhitungkan salah satu kombinasi dari beberapa alokator dapat diperhitungkan persentasenya masing-masing bagian provinsi terhadap nilai tambah setiap sektor atau subsektor.

2.6. Konsep Penduduk

2.6.1. Dinamika Penduduk

Pertumbuhan penduduk adalah merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah dan yang mengurangi jumlah penduduk. Secara terus menerus akan dipengaruhi oleh jumlah bayi yang lahir (menambah jumlah penduduk), tetapi secara bersamaan pula akan dikurangi oleh jumlah kematian yang terjadi pada semua golongan umur. Sementara itu migrasi berperan yaitu “imigran” atau pendatang akan menambah dan “migran” akan mengurangi jumlah penduduk.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh empat komponen yaitu: Kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), migrasi masuk


(44)

(imigration) dan migrasi keluar (migration). Selisih antara kelahiran dan kematian disebut “reproductive change” (perubahan reproduktif) atau “natural increase(pertumbuhan alamiah). Selisih antara imigration dan (migration disebut net-migration”) atau migrasi netto.

2.7. Peneliti Terdahulu

A. Arfis (2004) menulis tentang “Dampak Pembangunan Perumahan terhadap Tingkat Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan di Sumatera Utara”. Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan tujuan penelitian, untuk mengetahui pengaruh pembangunan perumahan terhadap tingkat sosial ekonomi masyarakat di Sumatera Utara.

Nasrah Panjaitan, (2005) dengan judul Penelitian “Analisa Pengaruh Dana

Pihak Ketiga dan Suku Bunga terhadap Permintaan Kredit Kepemilikan Rumah, Studi Kasus pada Bank Tabungan Negara (Persero) Cabang Medan”.

Kredit Pemilikan Rumah merupakan fasilitas untuk membeli rumah dengan cara kredit pada Bank, dan dapat dipengaruhi oleh beberapa variabel ekonomi, antara lain Dana Pihak Ketiga dan Suku Bunga terhadap Kredit Kepemilikan Rumah.

Hasil analisis ini membuktikan bahwa Dana Pihak Ketiga berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Kredit Pemilikan Rumah, sedangkan Suku Bunga berpengaruh negatif terhadap Kredit Kepemilikan Rumah. Zakaria (2005) menulis tentang “Faktor-faktor yang mempengaruhi Permintaan Rumah Susun di Kota Jakarta”.


(45)

Akibat dari keterbatasan lahan di Kota Jakarta, Pemda DKI Jakarta, membantu masyarakat menyediakan rumah susun. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa Pendapatan, Subsidi Pemda, tingkat bunga dan jumlah penduduk sangat berpengaruh (signifikan) terhadap permintaan rumah susun di Kota Jakarta.

2.8. Kerangka Konseptual

Untuk penjelasan lebih lanjut penulis mencoba membuat suatu kerangka pemikiran yang menjelaskan variabel bebas dan variabel terikat dalam suatu skema sebagai berikut:

Gambar 2.3. Kerangka Konseptual Penelitian Pendapatan Regional

(X2)

Jumlah Rumah Tangga (X3)

Tingkat Inflasi (X4)

Permintaan Rumah Sangat Sederhana

(RSS) (Y) Tingkat Harga Rumah

Sangat Sederhana (X1)


(46)

2.9. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian, di mana tingkat kebenarannya masih perlu diuji secara empiris.

Dari perumusan masalah di atas maka penulis memberikan hipotesis sebagai berikut:

1. Tingkat Harga Rumah Sangat Sederhana memberikan pengaruh negatif terhadap permintaan rumah sangat sederhana di Kota Medan, Ceteris Paribus. 2. Pendapatan Regional memberikan pengaruh yang positif terhadap permintaan

rumah sangat sederhana di Kota Medan, Ceteris Paribus.

3. Jumlah Rumah Tangga memberikan pengaruh yang positif terhadap rumah sangat sederhana di Kota Medan, Ceteris Paribus.

4. Tingkat inflasi memberikan pengaruh yang negatif terhadap permintaan rumah sangat sederhana di Kota Medan, Ceteris Paribus.


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesa penelitian. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan cara sebagai berikut:

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, yang dimulai pada awal Mei 2010 s/d akhir Agustus 2010. Untuk kepentingan dalam penulisan penelitian ini, maka penulis mengadakan penelitian yang memfokuskan kajian pada empat variabel bebas yaitu harga rumah, pendapatan perkapitan regional, jumlah rumah tangga di Medan, dan tingkat inflasi yang dianggap mempengaruhi permintaan rumah sangat sederhana di Kota Medan periode (1991-2005).

3.2. Jenis dan sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yaitu jenis data yang diolah oleh pihak pertama, baik data kuantitatif maupun kualitatif. Data ini berbentuk time

series selama periode tahun 1991-2005 (lima belas tahun), sehingga hasil penelitian


(48)

Adapun data tersebut bersumber dari Persatuan Pengusaha Real Estate Indonesia (REI), Dinas Penataan Ruang dan Pemukiman (TARUKIM) Provsu, Badan Pusat Statistik Medan (BPS), Bank Indonesia, Perum Perumnas Regional Medan, dan Bank BTN (Bank Tabungan Negara) Cabang Medan.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data yang diperlukan adalah:

1. Teknik dokumentasi yaitu dengan melakukan pengumpulan data yang berhubungan dengan pokok bahasan.

2. Studi kepustakaan merupakan cara untuk mengumpulkan data dengan cara membaca buku-buku atau bahan-bahan kepustakaan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penulisan (Keraf, 2006). Metode ini digunakan untuk mendapatkan landasan teori dari sumber-sumber yang tersedia.

Prosedur pengambilan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data time series berupa harga rata-rata rumah sangat sederhana per tahun, pendapatan perkapita masyarakat, jumlah penduduk, dan tingkat inflasi terhadap permintaan rumah sangat sederhana di Kota Medan periode 1991-2005.


(49)

3.4. Model Analisis Data

Model yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah model analisis regresi berganda, dengan metode OLS mempergunakan program aplikasi komputer E-Views 4.1. Dengan menggunakan model ini penulis dapat mengetahui berapa besar pengaruh variabel bebas (harga rumah, pendapatan perkapita, jumlah rumah tangga, dan tingkat inflasi) terhadap variabel terikat yaitu permintaan terhadap perumahan, dengan metode OLS (Ordinary Least Square) dengan fungsi (Y) = f(X1, X2, X3, X4)...(1)

Secara spesifikasi, model persamaan dirumuskan sebagai berikut:

Log Y=Ü +1 Log X1+2Log X2+3Log X3+4Log X4+...(2)

Di mana:

Y = Permintaan Rumah Sangat Sederhana (dalam unit) Ü = Intercept

1234 = Koefisien regresi, di mana:

X1 = Harga rumah sangat sederhana Kota Medan (dalam rupiah)

X2 = Pendapatan regional (dalam juta rupiah)

X3 = Jumlah rumah tangga (jiwa)

X4 = Inflasi (%)


(50)

3.5. Test of Goodness of Fit

3.5.1. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya menunjukkan besarnya variabel-variabel bebas (independent) dalam menerangkan variabel-variabel terikat (dependent). Nilai R2 berkisar antara O dan 1 (O≤ R2≤ 1). Semakin besar nilai R2, maka semakin besar

variasi variabel-variabel independen. Sebaliknya, makin kecil nilai R2, maka semakin

kecil variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen. Sifat dari koefisien determinasi adalah:

- R2 merupakan besaran yang non negatif.

- Batasnya adalah (0 ≤ R2 ≤1).

Apabila R2 bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel-variabel

independen dengan variabel dependen. Semakin besar nilai R2 maka semakin tepat

garis regresi dalam menggambarkan nilai-nilai observasi. Ada dua ciri-ciri dari R2 yang perlu diperhatikan:

1. Jumlahnya tidak pernah negatif (non negative quantity).

2. Nilai R2 digunakan antara 0 sampai 1 (0<R2<1) semakin mendekati 1 berarti

semakin baik atau sempurna.

3.5.2. Uji Signifikansi Simultan (Uji F-Statistik)

Uji F merupakan pengujian untuk melihat seberapa besar variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Pengujian ini juga dilakukan pada tingkat kepercayaan 95%.


(51)

Nilai F-hitung diperoleh dengan rumus:

F=

R

N k

k R    / 1 1 / 2 2 Di mana:

R2 = Koefisien determinasi.

k = Jumlah variabel bebas ditambah intercept dari suatu model persamaan.

N = Jumlah observasi.

3.5.3. Uji Signifikansi Parsial (Uji t-Statistik)

Uji t merupakan suatu pengkajian untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Pengaruh variabel independen yaitu, dana pihak ketiga dan suku Bunga KPR terhadap permintaan KPR dilakukan pada tingkat kepercayaan 95%.

Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus:

t* = 1 1 ) ( Sb b b  Di mana:

b1 : Koefisien variabel independen ke-i b : Nilai hipotesis nol


(52)

Kriteria pengambilan keputusan: Ho ditetima jika t-hitung<t-tabel Ha ditetima jika t-hitung>t-tabel

1. Ho:  = 0 diterima (t*<t tabel), artinya variabel independen secara

parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

2. Ha:  ≠ 0 ditolak (t*>t tabel), artinya variabel independen secara

parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

3.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Uji penyimpangan klasik yaitu suatu syarat yang ditempuh untuk penyaringan kekeliruan dari dalam model maupun data serta perhitungan. Untuk uji penyimpangan klasik pada penelitian ini digunakan dua pengujian.

3.6.1. Multikolinieriti

Uji Multikolinieriti digunakan untuk mengetahui apakah di dalam model regresi yang digunakan terdapat korelasi sempurna diantara variabel-variabel yang menjelaskan independen variabel. Suatu model regresi linear akan menghasilkan estimasi yang baik apabila model tersebut tidak mengandung multikolinieriti.

Adanya multikolinieriti ditandai dengan: a. Standard error tidak terhingga.

b. Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada


(53)

c. Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori. d. R2 sangat tinggi.

3.6.2. Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu. Dalam konteks regresi, model regresi linier klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam disturbansi. Dengan menggunakan lambang µ secara sederhana dapat dikatakan

model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian ini dilakukan uji Lagrange Multiplier (LM Test). LM Test adalah suatu cara yang dapat digunakan untuk menguji autokorelasi dengan keberadaan variabel dependen yang diperlamban dengan menganalisis seberapa baik residu-residu yang diperlamban menjelaskan residu-residu pada persamaan awal (Sarwoko, 2005). LM Test dilakukan dengan membandingkan nilai X2 hitung dengan

X2tabel dengan kriteria sebagai berikut:

1. Jika nilai X2 hitung > X2 tabel, maka hipotesis yang menyatakan tidak ada

autokorelasi dalam model empiris yang digunakan ditolak.

2. Jika nilai X2 hitung < X2 tabel, maka hipotesis yang menyatakan tidak ada


(54)

3.7. Definisi Operasional

1. Permintaan rumah yaitu jumlah rumah yang dibeli setiap tahun dalam satuan unit. 2. Harga rumah sangat sederhana ialah, harga rata rata rumah sangat sederhana satu

unit rumah yang dinyatakan dalam rupiah/tahun.

3. Pendapatan regional yaitu total pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat Kota Medan dalam satu tahun dalam satuan juta.

4. Jumlah rumah tangga adalah banyaknya masyarakat yang sudah mempunyai keluarga yang pasti membutuhkan tempat tinggal untuk dihuni dalam satuan jiwa. 5. Tingkat inflasi yaitu, tingkat inflasi tahunan yang dihitung dalam %.


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Kondisi Geografis

Kota Medan sebagai kota ketiga terbesar di Indonesia berpenduduk 2.036.185 orang pada tahun 2005 memiliki luas wilayah 26.510 Ha (265,10 km2), atau 3,6%

dari luas keseluruhan Provinsi Sumatera Utara. Dibandingkan dengan kabupaten lain di Sumatera Utara, luas wilayah Medan ini sangat kecil tetapi memiliki penduduk yang sangat besar, dan menurut survei yang dilakukan pada tahun 2003 penduduk siang hari Kota Medan mencapai 2,036,185 yang hampir meliputi sepertiga dari penduduk Provinsi Sumatera Utara dari jumlah tersebut 306,470 bukan penduduk yang tetap sehingga secara resmi yang tercatat sebagai permanen residen adalah sebesar 1,904,273. Kepadatan penduduk adalah sekitar 8,339 orang per-kilometer persegi sehingga diklasifikasikan sebagai kota yang padat penduduk. Kota ini dilintasi berbagai sungai yang berpotensi sebagai saluran pembuangan air hujan untuk mengatasi banjir dan air limbah. Sedikitnya terdapat 10 (sepuluh) sungai yang

melintasinya, antara lain 1. Sungai Belawan, 2. Sungai Deli, 3. Sungai Badra, 4. Sungai Putih, 5. Sungai Babura, 6. Sungai Sikambing, 7. Sungai Saling, 8. Sungai

Kera, 9. Sungai Batuan dan 10. Sungai Percut. Sebagian diantaranya sudah mengalami kekeringan pada musim kemarau. Iklim yang ada sangat dipengaruhi


(56)

udara laut dan pegunungan dengan suhu purata 270C. Letak Kota Medan sangat

strategis dengan letaknya yang bersebelahan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau, serta selat Malaka, mendorong Kota Medan menjadi pusat pengembangan di Sumatera Bagian Utara.

Kota ini juga didukung dan bersempadan langsung dengan daerah Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang serta berada tidak jauh dari Pemerintahan Binjai (± 22 km). Secara relatif Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah

yang kaya dengan ‘natural resources’ (Sumber Daya Alam-SDA), khususnya di bidang perladangan, perhutanan dan pertanian. Keadaan di atas menjadikan Kota

Medan secara ekonomi maupun mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu sebagai daerah yang berada pada pinggir jalur pelayaran Selat Malaka, maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan perkhidmatan baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Kedudukan geografi Kota Medan yang berkembang ke arah Selatan mendekati kawasan perladangan serta keperluan pengangkutan laut dan sungai secara tradisional telah menjadi perkembangan kota dalam 2 (dua) daerah yaitu Belawan dan Pusat Kota Medan saat ini.

Kota Medan merupakan salah satu Daerah Tingkat II yang terletak di Provinsi Sumatera Utara dan sekaligus merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Utara. Kota Medan terletak pada 20,27’ – 20,47’ Lintang Utara dan 90, 35’– 90,44’ Bujur Timur.


(57)

Di sebelah Utara berbatasan dengan selat Malaka, dan bagian Barat, Timur dan Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang.

Kota Medan memiliki luas daerah sekitar 265.10 km2 atau sekitar 0,37 dari

luas Provinsi Sumatera Utara. Potensi alam yang dimiliki Kota Medan sebagian besar dimanfaatkan untuk kegiatan industri dan pertanian, yang terdiri dari 21 kecamatan dan 151 kelurahan.

Sebagian besar wilayah Kota Medan memiliki iklim tropis dengan temperatur rata-rata tahunan adalah 260C.

4.1.2. Kondisi Demografis

Berdasarkan data statistik, penduduk Kota Medan hingga 31 Desember 2005 tercatat berjumlah 2.036.185 jiwa atau meningkat sebanyak 89.329 jiwa dibanding posisi per 31 Desember 2000. Peningkatan jumlah penduduk selama 5 tahun terakhir banyak dipengaruhi atau disebabkan meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan, pendidikan masyarakat dan migrasi.

Laju pertumbuhan penduduk Kota Medan periode 2000-2005 cenderung mengalami peningkatan, di mana tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah 0,09% dan menjadi 1,8% pada tahun 2005. Tingkat kepadatan penduduk mengalami peningkatan dari 7.183 jiwa/km2 pada tahun 2000 menjadi 7.681 jiwa/km2

2005 dengan luas wilayah 265.10 km2. Di bawah dapat kita lihat perkembangan


(58)

Tabel 4.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Medan Periode 1991-2005 Tahun Jumlah Penduduk (Juta Jiwa) Pertumbuhan Per Tahun

1991 1,767,470 -

1992 1,809,700 2.39%

1993 1,842,300 1.80%

1994 1,867,100 1.35%

1995 1,888,305 1.14%

1996 1,895,315 0.37%

1997 1,899,028 0.20%

1998 1,901,007 0.10%

1999 1,902,500 0.08%

2000 1,904,273 0.09%

2001 1,926,520 1.17%

2002 1,963,882 1.94%

2003 1,993,602 1.51%

2004 2,000,142 0.33%

2005 2,036,185 1.80%


(59)

1760000 1800000 1840000 1880000 1920000 1960000 2000000 2040000

1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004

PDD

Gambar 4.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Medan Periode 1991-2005 4.1.3. Kondisi Ekonomi

Letak geografis Kota Medan sangat strategis sehingga melalui pelabuhan laut Belawan dan Bandara Internasional Polonia, Medan berkembang menjadi pintu gerbang bagi kegiatan perdagangan barang dan jasa domestik maupun regional. Adanya dukungan sarana transportasi laut dan udara juga memungkinkan Kota Medan untuk berhubungan secara langsung dengan wilayah-wilayah lain di Sumatera Utara, Pulau Sulawesi, wilayah Nasional Indonesia, bahkan ke negara-negara tetangga.

Kondisi tersebut menjadikan Kota Medan secara ekonomis mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya, terutama dengan berbagai daerah yang berada pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka.

Tahun Penduduk (Jiwa)


(60)

Di samping itu, adanya selat Malaka juga menjadikan Kota Medan memiliki potensi perekonomian yang dapat dikembangkan menjadi lebih baik. Hal ini yang mendorong perkembangan Kota Medan sebagai pusat kegiatan ekonomi.

Salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan di Kota Medan tercermin dari perekonomiannya. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan di Kota Medan khususnya, pada tahun 1998 sempat mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi dengan angka -18,11% dari tahun 1997. Pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 1993 dengan angka 152,25%. Setelah krisis moneter pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi di Kota Medan mulai kembali tumbuh dengan angka 3,52%. Sementara itu pertumbuhan ekonomi rata-rata mulai tahun 2000 sampai dengan 2005 adalah 5,2%. Untuk melihat pertumbuhan ekonomi tersebut secara rinci dari tahun ke tahun disajikan melalui PDRB atas dasar harga konstan, jika pertumbuhan ekonomi bertambah maka adanya peningkatan perekonomian dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Selain itu tingkat inflasi juga mempengaruhi kondisi ekonomi Kota Medan. Jika inflasi tinggi maka daya masyarakat akan berkurang. Dalam periode 2000 sampai dengan 2005 rata-rata tingkat inflasi adalah 10,81%. Berikut tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Kota Medan 1991-2005.


(61)

Tabel 4.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Inflasi Periode 1991-2005 Tahun PDRB ADH Konstan

(Jutaan Rupiah)

Pertumbuhan PDRB Inflasi

1991 1,582,056 - 8.99%

1992 1,737,277 9.81% 8.56%

1993 4,382,251 152.25% 9.75%

1994 4,686,620 6.95% 8.28%

1995 4,992,604 6.53% 7.24%

1996 5,479,426 9.75% 8.70%

1997 5,903,111 7.73% 13.10%

1998 4,833,911 -18.11% 83.56%

1999 5,003,957 3.52% 11.37%

2000 5,274,101 5.40% 15.73%

2001 5,549,453 5.22% 15.50%

2002 5,799,222 4.50% 10.49%

2003 6,095,457 5.11% 9.66%

2004 6,425,041 5.41% 6.81%

2005 6,793,352 5.73% 22.41%


(62)

Gambar 4.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Inflasi Periode 1991-2005 Di bidang sarana dan prasarana, Kota Medan juga secara relatif difasilitasi dengan sistem transportasi jalan tol, pelabuhan internasional dan lapangan internasional, serta berbagai jenis prasarana lainnya seperti air bersih, listrik, telekomunikasi yang relatif baik. Hal ini memberi peluang Kota Medan untuk tumbuh dan berkembang sebagai pusat pertumbuhan, perdagangan dan jasa baik secara regional maupun internasional. Selain itu juga dikembangkan potensi kepariwisataan. 4.1.4. Perkembangan Perumahan di Kota Medan

Pertumbuhan dan perkembangan jumlah rumah yang dibangun di Kota Medan secara garis besar telah menunjukkan hal ini terlihat dari pola perubahan fisik kota yang cenderung tumbuh dan berkembang secara intensif. Rumah merupakan kebutuhan dasar yang struktural yaitu sebagai bagian dari peningkatan kualitas kehidupan, penghidupan dan kesejahteraan.

0 10000000 20000000 30000000 40000000 50000000

1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004

PDRBHB Tahun


(63)

Pertambahan jumlah penduduk akan mendorong permintaan terhadap perumahan dan merupakan potensi sumber daya manusia bagi pembangunan ekonomi karena manusia merupakan subyek dan obyek pembangunan, kesejahteraan dalam pemenuhan kebutuhan pokok harus diperhatikan.

Dengan jumlah penduduk 2.03 juta jiwa dengan luas wilayah 265.10 km2,

harga lahan terus mengalami peningkatan seiring dengan adanya pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Hal ini menyebabkan pembangunan rumah mengarah ke pinggiran, yang mana lahan masih terjangkau oleh golongan menengah ke bawah. Lain halnya dengan golongan ke atas yang cenderung membangun rumah di daerah aksesibilitas tinggi ke pusat kota.

Pemukiman perumahan yang tumbuh dan berkembang di wilayah Kota Medan dilakukan oleh Pemerintah maupun developer-developer swasta bergabung dalam satu grup yang merupakan persatuan perusahaan daerah Sumatera Utara yang bernama Real Estate Indonesia (REI), walaupun tidak semua developer tergabung di dalamnya.

Permintaan rumah sangat sederhana di Kota Medan mulai tahun 1991 terus meningkat hingga akhir tahun 1996 dengan permintaan rumah sederhana sehat yang berjumlah 1180 unit rumah sampai dengan 1997 masih ada permintaan sebanyak 918 unit rumah. Dengan adanya gejolak di tanah air pada tahun 1998 yang menyebabkan krisis moneter yang berkepanjangan yang pada akhirnya menyebabkan kekacauan di berbagai bidang termasuk bidang properti. Permintan rumah sangat sederhana turun secara drastis disebabkan kondisi ekonomi yang tidak stabil, termasuk


(64)

permintaan rumah sangat sederhana 293 unit rumah pada tahun 1998 hingga tahun 1999 pun masih belum ada peningkatan yang signifikan. Kemudian pada tahun 2000 mulai ada pembangunan perumahan yang lebih baik seiring dengan mulai membaiknya perekonomian secara umum di Indonesia dengan angka 423 unit rumah. Permintaan rumah sederhana pada tahun 2005 mengalami kenaikan cukup signifikan dibandingkan dengan tahun 2000 yaitu 423 unit rumah pada tahun 2000 menjadi 1398 unit pada tahun 2005, yang disebabkan oleh kondisi ekonomi yang cenderung stabil walaupun suku bunga terus berfluktuasi. Permintaan rumah sangat sederhana dapat kita lihat dalam bagan di bawah ini periode 1991-2005, yang merupakan total unit rumah sederhana yang realisasi terjual tiap tahunnya.

Tabel 4.3. Permintaan Total Unit Rumah Sangat Sederhana di Kota Medan Periode 1991-2005

Tahun Permintaan Rumah (Unit) Pertumbuhan per Tahun

1991 567 -

1992 623 8.56%

1993 812 26.62%

1994 935 13.68%

1995 705 -22.505%

1996 1180 59.97%

1997 918 -20.68%

1998 293 -62.19%

1999 335 11.05%

2000 423 20.85%

2001 1143 141.18%

2002 1128 -1.22%

2003 1092 -2.96%

2004 1363 22.96%

2005 1398 2.41%


(65)

Gambar 4.3. Permintaan Total Unit Rumah Sangat Sederhana di Kota Medan Periode 1991-2005

4.1.5. Perkembangan Jumlah Rumah Tangga di Kota Medan

Kota Medan sebagai kota ketiga terbesar di Indonesia berpenduduk 2.036.185 orang pada tahun 2005 memiliki luas wilayah yang kecil tetapi memiliki penduduk yang paling besar, dan menurut survei yang dilakukan pada tahun 2000, penduduk siang hari Kota Medan mencapai 2,036,185 yang hampir meliputi sepertiga dari penduduk Provinsi Sumatera Utara dari jumlah tersebut 306,470 bukan penduduk yang tetap sehingga secara resmi yang tercatat sebagai permanen residen adalah sebesar 1,904,273. Kepadatan penduduk adalah sekitar 8,339 orang per-kilometer persegi sehingga diklasifikasikan sebagai kota yang padat penduduk.

200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004

PRM Tahun


(66)

Tabel 4.4. Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Periode 1991-2005 Tahun Jumlah Rumah Tangga

(Jiwa)

1991 368,223

1992 377,021

1993 383,812

1994 388,979

1995 393,397

1996 394,857

1997 395,631

1998 396,043

1999 396,354

2000 396,724

2001 401,358

2002 409,142

2003 411,334

2004 412,024

2005 422,922


(67)

360000

370000

380000

390000

400000

410000

420000

430000

1992

1994

1996

1998

2000

2002

2004

JRT

Gambar 4.4. Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Periode 1991-2005

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka jumlah rumah tangga di Kota Medan juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun ini dapat dilihat dari perkembangan jumlah penduduk di Kota Medan dari tahun 1991-2005 yang menggambarkan pertumbuhan jumlah rumah tangga di Kota Medan.

4.1.6. Perkembangan Harga Rata-rata Rumah Sederhana di Kota Medan Untuk harga rumah secara umum dipengaruhi oleh harga lahan. Makin tinggi harga lahan maka makin tinggi pula harga untuk pembelian satu unit rumah. Para

Tahun JRT (Jiwa)


(68)

developer bekerjasama dengan masing-masing Bank dalam transaksi penjualan

sebuah rumah.

Untuk satu unit harga rumah sederhana bisa berubah setiap waktunya sesuai dengan permintaan masyarakat yang dilakukan oleh para developer. Untuk rumah sederhana pada tahun 2005 Pemerintah menetapkan harga rata-rata rumah sederhana sebesar 50 juta rupiah per satu unit rumahnya dengan luas lahan 72 m2 yang memiliki

type 36, akan tetapi para developer menaikkan harga rumah sederhana tersebut dengan luas lahan yang lebih luas yang memiliki tipe yang sama.

Sejak tahun 2000 sampai 2005 harga rata-rata rumah sederhana mulai mengalami kenaikan dari harga 32 juta rupiah pada tahun 2000 dan 44 juta rupiah pada tahun 2005 dan pada tahun 2002 harga sempat turun kembali menjadi 32 juta rupiah setelah mengalami kenaikan harga pada tahun 2001 dengan harga 34 juta rupiah. Harga rata-rata Rumah Sangat Sederhana paling tinggi terjadi pada tahun 2005 pada harga 44 juta rupiah kurun waktu 2000-2005, akan tetapi untuk kurun waktu 1991-1999 harga Rumah Sangat Sederhana di Kota Medan paling tinggi terjadi pada tahun 1998 dikarenakan adanya krisis moneter secara umum di seluruh kawasan Indonesia dengan harga 24 juta rupiah. Di bawah ini harga rata-rata rumah Sangat Sederhana di Kota Medan periode 1991-2005 yang diambil dari Real Estate Indonesia dan Dinas Tarukim Provinsi Sumatera Utara.


(69)

Tabel 4.5. Perkembangan Harga Rata-rata Rumah Sangat Sederhana Per Unit Periode 1991-2005

Tahun Harga Rumah Sangat Sederhana (Rupiah)

1991 4,800,000

1992 4,000,000

1993 7,500,000

1994 6,500,000

1995 9,000,000

1996 5,500,000

1997 8,500,000

1998 24,000,000

1999 22,000,000

2000 32,000,000

2001 34,000,000

2002 32,000,000

2003 38,000,000

2004 41,000,000

2005 44,000,000


(70)

Gambar 4.5. Perkembangan Harga Rata-rata Rumah Sangat Sederhana Per Unit Periode 1991-2005

4.1.7. Perkembangan PDRB dan Pendapatan Perkapita di Kota Medan

Selama periode 2000-2005, perkembangan perekonomian Kota Medan ditandai oleh peningkatan PDRB atas dasar harga berlaku dari 18956 Milyar rupiah pada tahun 2000 menjadi 42.675 Milyar rupiah pada tahun 2005 atau mengalami peningkatan rata-rata 27% per tahun, hal ini berdasarkan tahun dasar perekonomian tahun 2000, akan tetapi berdasarkan tahun dasar perekonomian 1993 PDRB atas dasar harga berlaku ialah 4.382 Milyar rupiah pada tahun 1993 hingga tahun 1999 menjadi 10.922 Milyar rupiah atau mengalami peningkatan rata-rata 18,15% per tahun.

0

10

20

30

40

50

1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004

HR S S Tahun


(71)

Pendapatan perkapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2000, 8,79 juta rupiah dengan pertumbuhan 64,6% hingga tahun 2005 mencapai 18,37 juta rupiah dengan pertumbuhan 27,37% dengan rata-rata pertumbuhan pendapatan perkapita dengan angka 24,1% tiap tahunnya, berdasarkan tahun dasar perekonomian tahun 2000. Pendapatan perkapita selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Mulai periode 1991 pendapatan perkapita tercatat 1,4 juta rupiah hingga mencapai 5,3 juta rupiah pada tahun 1999 dengan pertumbuhan rata-rata 18,8% setiap tahunnya. Pertumbuhan pendapatan perkapita tertinggi terjadi pada tahun 1993 dengan tingkat pertumbuhan 42,76% dan pertumbuhan pendapatan perkapita yang terendah terjadi pada tahun 1992 dengan tingkat pertumbuhan 3,88% PDRB dan pendapatan

perkapita atas dasar harga berlaku di Kota Medan dapat dilihat pada data tabel di bawah ini periode 1991-2005.


(72)

Tabel 4.6. Perkembangan PDRB dan Pendapatan Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku di Kota Medan Periode 1991-2005

Tahun PDRB ADH Berlaku (Jutaan Rupiah)

Pendapatan Regional Per Kapita

(Rupiah)

Pertumbuhan Pendapatan Perkapita

(%)

1991 2,944,341 859096 -

1992 3,447,340 959981 3.88%

1993 4,382,251 2378685 42.76%

1994 5,094,032 2510107 13.58%

1995 5,866,716 2643961 11.45%

1996 6,402,013 2891037 8.50%

1997 7,031,630 3108491 8.27%

1998 9,737,645 2542816 37.10%

1999 10,922,094 2630200 25.29%

2000 18,956,579 2769614 64.60%

2001 22,200,779 2880558 14.87%

2002 25,222,514 2952938 11.80%

2003 28,670,902 3057509 12.25%

2004 33,115,347 3212292 13.85%

2005 42,675,986 3336313 27.37%


(73)

Gambar 4.6. Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Kota Medan Periode 1991-2005

Berdasarkan data Tabel 4.6 di atas, diketahui bahwa penataan kembali perekonomian agar menjadi lebih baik setelah pertengahan tahun 2000 yang sempat mengalami penurunan yang tajam pada tahun 1998-1999 dapat dikatakan cukup berhasil yang ditandai oleh pertumbuhan positif di berbagai sektor/subsektor lapangan usaha. Pendapatan perkapita merupakan indikator makro ekonomi yang penting lainnya yang menggambarkan tingkat kemakmuran penduduk Kota Medan, akan tetapi masih banyak tingkat jumlah penduduk yang miskin sebagai dampak proses pembangunan kota yang dilaksanakan.

0 10000000 20000000 30000000 40000000 50000000

1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004

P D RBHB Tahun


(1)

Maka t-table = -2,228

Berdasarkan hasil estimasi dapat diketahui bahwa pada variabel (X4) -t-statistik < -t-table (-2,239 > -2,228) dengan demikian Ha diterima, artinya variabel inflasi memberikan pengaruh yang signifikan secara statistik terhadap variasi perkembangan permintaan rumah RSS di Kota Medan pada tingkat kepercayaan 95% pada kurun waktu 1991-2005.

4.2.6. Uji F-Statistik Hipotesa: Ho:B1=0 Ha:B1≠0 Kriteria:

Terima Ho jika F-stat < F-table Terima Ha jika F-stat > F-table Dari hasil regresi F-stat = 5,016 á = 5%, n = 15, k = 5

Df = 15-5 = 10

Maka F-table = 3,33

Berdasarkan hasil perhitungan di atas di mana F-stat > F-table (5,016 > 3,33) dengan demikian Ha diterima, artinya semua variabel bebas yakni tingkat Harga RSS, Pendapatan Regional Perkapita, Jumlah Rumah Tangga, dan Inflasi secara bersama-sama mampu menjelaskan


(2)

perkembangan permintaan RSS di Kota Medan secara statistik pada tingkat kepercayaan 95% selama kurun waktu 1991-2005.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya penulis akan mengambil beberapa kesimpulan dari apa yang telah dijelaskan. Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan:

1. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa harga Rumah Sangat Sederhana, Jumlah Rumah Tangga dan Tingkat Inflasi memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap variasi perkembangan permintaan Rumah Sangat Sederhana di Kota Medan, sedangkan Pendapatan Regional Perkapita tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap permintaan Rumah Sangat Sederhana di Kota Medan, karena rumah sangat sederhana merupakan barang inferior.

2. Dari hasil model estimasi dapat disimpulkan bahwa harga Rata-rata Rumah Sangat Sederhana, dan Tingkat Inflasi mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap permintaan rumah sederhana di Kota Medan.

3. Sementara itu Jumlah Rumah Tangga dan Pendapatan Regional mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap permintaan rumah sederhana di Kota Medan.


(4)

5.2. Saran

Adapun saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut:

1. Dari hasil model estimasi penelitian menunjukkan bahwa Jumlah Rumah Tangga dan Pendapatan Regional mempunyai pengaruh yang positif terhadap permintaan rumah Sangat Sederhana di Kota Medan untuk itu Pembangunan Rumah Sangat Sederhana harus diteruskan.

2. Pemerintah tentunya dapat lebih memperhatikan keadaan perumahan untuk masyarakat yang khususnya memiliki kemampuan menengah ke bawah dengan lebih meningkatkan pembangunan rumah sederhana sehat ataupun rumah sederhana dan sangat sederhana dengan mengutamakan pembangunan perumahan untuk masyarakat miskin.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Arfis. 2004. Dampak Pembangnan Perumahan terhadap Tingkat Sosial Ekonomi di Sumatera Utara.

Biro Pusat Statistik. 2005. Sumatera Dalam Angka 1991-2009. Medan: BPS Sumut. Bungin, B. 2001. Metodologi Penelitian Sosial Format-format Kuantitatif dan

Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press. Daulay, Murni. 2010. Metode Penelitian. Medan: USU Press.

Google. Perkembangan Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana di Kota Medan.

Google. Prospek Perumahan di Kota Medan.

Gujarati, Damodar. 2000. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.

Kasmir. 2000. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Salemba Empat. ________. 2002. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mukhlich, M. 2003. Manajemen Keuangan Modern: Analisa Perencanaan dan Kebijaksanaan. Jakarta: PAU-EK-UI.

Nasrah, Panjaitan. 2005. Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga dan Suku Bunga terhadap Permintaan Kredit Kepemilikan Rumah.

Rujiman. 2006. Determinan Fertilitas di Negara-negara Berkembang. Medan: Wahana Hijau.

Sukirno, Sadono. 2005. Pengantar Mikro Ekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

________. 2004. Makro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi Kedua. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sudjana. 2002. Metoda Statistik. Edisi Keenam. Bandung: Penerbit Tarsito. Torado, P. Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Bumi Aksara.


(6)

Torado, P. Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Umar, Husein. 2000. Research Methods In Finance and Banking. Jakarta Business Research Center. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.

Wahyu, A. P. 2007. Pengantar Eviews dalam Ekonometrika. Edisi Pertama. Medan: USU Press.

Zakaria. 2005. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Rumah Susun di Kota Jakarta.