Amanat Tema dan Amanat .1 Tema

Raden Wiratmoyo : “Diajeng Sri Huning,dikuatke ya.” “Pun kakang sabda karo kowe.” Raden Wiratmoyo : “Bertahan dulu ya Diajeng sri Huning.” “Kangmas mohon padamu.” Sri Huning : “Kangmas Wiratmoyo, menika tandha tresna kula dhumateng panjenengan.” Sri Huning : “Ini bukti cintaku kepadamu Kangmas Wiratmoyo.” Kemudian datanglah semua keluarga dari Bojonegoro dan Tuban ABL : “Wiratmoyo……Sri Huning….” “Kok nganti ana kedadean kaya ngene kowe sakloron ora matur karo Rama?” ABL : “Wiratmoyo…….Sri Huning…” : “Mengapa sampai ada kejadian seperti ini kalian berdua tidak bilang sama Rama?” Raden Wiratmoyo : “Rama, kula kalihan diajeng Sri Huning sami-sami tresnanipun. Kula sampun kelajeng sumpah menawi kula kalihan diajeng Sri Huning boten kalampahan gesang sesarengan, langkung prayogi kula pejah sesarengan kemawon.” ”Rama, kula sampun boten kiat, kula nyuwun pangapunten. Kula nyuwun pamit, Rama.” Raden Wiratmoyo : “Saya dan diajeng Sri Huning saling mencintai, Rama. Saya sudah bersumpah dengan diajeng Sri Huning kalau tidak bisa hidup bersama, lebih baik saya mati bersama saja.” “Saya sudah tidak kuat lagi, Rama. Saya minta maaf. Saya pamit, Rama.”

4.2.4.2 Amanat

Dewi Sri Huning adalah seorang wanita yang sabar, sederhana, setia, pemberani dan cinta pada tanah air. Salah satu sifat yang paling menonjol dari Sri Huning adalah sifat cinta pada tanah air. Walaupun dia merasa sakit hati Raden Wiratmoyo tidak jadi menjadikannya permaisuri, dia rela mengorbankan nyawanya untuk membela Tuban, tanah airnya. Dewi Sri Huning menjadi Senopati perang ketika Tuban diserang oleh Lamongan yang dipimpin langsung oleh Adipati Hendro Katong. Dewi Sri Huning juga sangat hormat dan nriman. Sifat nriman itu sendiri mempunyai arti menerima segala sesuatu dengan lapang dada. Dewi Sri Huning sangat mencintai Raden Wiratmoyo, begitu juga sebaliknya. Tetapi Adipati Buntar Lawe telah menjodohkan Raden Wiratmoyo dengan Dewi Kumala Retno. Walaupun Dewi Sri Huning sangat sedih mendengar kabar itu, dia tetap berusaha lapang dada dan bahkan tetap ingin menunjukkan rasa hormatnya kepada Raden Wiratmoyo dengan menari pada saat pesta pernikahan Raden Wiratmoyo. Kutipannya adalah sebagai berikut: Sri Huning : “Kangmas Wiratmoyo, kula sampun ngrumaosi kula boten pantes, kula namung anakipun abdi, benten kalihan Dewi Kumala Retno ingkang putranipun Adipati. Nanging kula sampun trima kok, kangmas.” Sri Huning : “Panjenengan boten lepat kangmas, kula ingkang mawas dhiri. Ibarat cebol ingkang kepengin nggayuh lintang. Namung setunggal panyuwun kula, keparenga ing dinten dedhaupan mbenjang, kula badhe mbeksa minangka tandha pakurmatan kula dhateng panjenengan.” Terjemahan dari kutipan di atas sebagai berikut: Sri Huning : “Kangmas Wiratmoyo, saya sudah menyadari kalau saya tidak pantas, saya hanya anak seorang abdi, berbeda dengan Dewi Kumala Retno anak dari Adipati, tetapi saya terima kok Kangmas.” Sri Huning : “Kamu tidak salah Kangmas, saya yang tidak tahu diri. Ibarat cebol ingkang kepengin nggayuh lintang. Hanya satu permintaan saya, ijinkan saya menari di hari pernikahan Kangmas nanti sebagai tanda hormat saya kepada Kangmas.” Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa amanat dalam naskah lakon Sri Huning Mustika Tuban antara lain: sebaiknya kita harus bisa menerima semua yang terjadi pada hidup kita dengan sabar, lapang dada dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Janganlah memaksakan sesuatu yang kita inginkan karena itu akan membawa hasil yang tidak baik.

4.2.5 Hubungan antar Unsur Lakon Sri Huning Mustika Tuban