Dari data produksi listrik pada Tabel 7.4. diperoleh kontribusi produksi listrik PLTS dan pengurangan penggunaan solar untuk bahan bakar PLTD unit jaringan Nusa
Penida Tabel 7.5 yang menunjukkan bahwa pengurangan penggunaan solar untuk bahan bakar PLTD unit jaringan Nusa Penida sebagai akibat pengoperasian PLTS
mencapai 0,85. Dengan demikian pemanfaatan radiasi matahari sebagai sumber energi dengan PLTS berkapasitas 32,4 kW dapat mengurangi beban lingkungan sebesar
0,85.
7.5. Dampak Lingkungan Pemanfaatan BBN
Pemanfaatan BBN yang dihasilkan dari pengembangan tanaman jarak pagar di Nusa Penida sebagai substitusi solar untuk bahan bakar PLTD, juga dapat menurunkan
beban lingkungan dari emisi yang ditimbulkan dalam proses pembangkitan energi listrik. Hasil pengukuran emisi gas buang penggunaan minyak jarak menunjukkan
bahwa konsentrasi gas CO, SO
2
, NO
2
, dan partikel debu dalam emisi gas buang lebih rendah dibandingkan konsentrasi kontaminan tersebut pada penggunaan solar Tabel
7.6.. Penurunan konsentrasi tertinggi terjadi pada gas NO
2
70,65 dan terendah pada gas CO 25. Hasil pengukuran emisi gas buang selengkapnya disajikan pada
Lampiran 9. Tabel 7.6 Hasil pengukuran emisi gas buang penggunaan bahan bakar solar dan minyak
jarak Emisi Bahan Bakar
Parameter Solar BBN
Selisih Nitrogen dioksida, NO
2
mgm
3
34,72 10,19
70,65 Sulfur dioksida, SO
2
mgm
3
0,02 0,01
50,00 Karbon monoksida, CO ppm
800 600
25,00 Partikel debu mgm
3
7,50 4,82
35,73 Sumber : Data primer, 2008
Pengembangan tanaman jarak pagar seluas 1000 ha dengan potensi produksi minyak jarak 600.000 lth akan mampu mensubstitusi penggunaan solar 28,16. Jadi sebagai
akibat pemanfaatan bahan bakar nabati secara aktual berdampak kepada penurunan emisi gas NO
2
, SO
2
, CO, dan partikel debu masing-masing sebesar 19,90, 14,08, 7,04, dan 10,06. Namun demikian emisi akibat penggunaan bahan bakar nabati
dapat diabaikan, karena bahan bakar nabati dihasilkan oleh tanaman melalui proses fotosintesa yang didalamnya terjadi penyerapan unsur-unsur nitrogen N, sulfur S,
dan karbon C. Tanaman juga berperan dalam siklus ketiga unsur tersebut yang berjalan secara seimbang di alam. Berdasarkan 2006 IPCC Guidelines maka
penggunaan BBN tidak dihitung emisi CO
2
tetapi dicantumkan dalam bagian sendiri karena biomasa yang digunakan untuk BBN ini sudah dihitung emisinya dalam sektor
Agriculture, Forestry and Other Land Use AFOLU. Emisi gas rumah kaca GRK dari
penggunaan BBN dianggap nol bila berasal dari perkebunan yang dikelola secara
berkesinambungan.
Menurut Hanafiah 2007, siklus N dimulai dari fiksasi N
2
-atmosfir secara fisikkimiawi yang menyuplai tanah bersama presipitasi hujan, dan oleh mikrobia baik
secara simbiotik maupun nonsimbiotik yang menyuplai tanah baik lewat tanaman inangnya maupun setelah mati. Fiksasi N terjadi secara fisik melalui pelepasan energi
listrik pada saat terjadinya kilat dan secara kimia melalui proses ionisasi di atmosfir paling atas, kemudian turun ke tanah lewat presipitasi. Fiksasi N juga terjaddi secara
biologis lewat simbiosis mutualistik tanaman legum dan nonsimbiotik oleh mikrobia tanah. Sumber N dalam proses fiksasi N secara biologis meliputi N
2
, NH
4
, NO
3
, NO
2
, dan Urea serta N-organik. Di dalam tanah, 99 N terdapat dalam bentuk organik, hanya
2-4 yang dimineralisasikan menjadi N-anorganik NH
3
oleh berbagai mikrobia heterotrof, kemudian sebagian mengalami nitrifikasi. Sebagian besar NH3 tersebut di
dalam tanah segera berubah menjadi NH
4 +
ion amonium akibat adanya proses ikatan elektron yang kuat dengan ion-ion H+. Ion NH4
+
tersedia bagi tanaman dan dapat terikat pada permukaan koloidal tanah yang bermuatan negatif atau bertukar kedudukan
dengan ion K
+
. Ion amonium dan amoniak NH
3
dihasilkan dalam sel tanaman melalui proses fotorespirasi dalam siklus oksidasi karbon atau proses degradasi metabolik
terhadap cadangan protein selama perkecambahan biji. Asimilasi amonia ini terjadi dengan cepat dan hasilnya segera digunakan untuk proses metabolisme lain. Setelah
proses fiksasi, siklus N dilanjutkan dengan proses denitrifikasi yang merupakan reaksi reduksi nitrat menjadi gas N yang kemudian mengalami volatilisasi penguapan ke
atmosfer. Proses ini pada ekosistem alami berlangsung secara berkesinambungan dan selaras dengan proses fiksasi N, sehingga jumlah N dalam tanah tetap stabil.
Hanafiah 2007 juga menyatakan bahwa sulfur merupakan unsur hara makro esensial yang diserap tanaman dalam jumlah yang hampir sama dengan unsur P 0,1-
0,3 dalam bentuk SO
4 2-
dan gas belerang SO
2
melalui daun dari atmosfir. Di dalam
tanah sulfur berasal dari pelapukan mineral tanah dan dekomposisi bahan organik. Sulfur berperan penting sebagai komponen asam-asam amino esensial penyusun protein
tanaman dan dalam pembentukan polipeptida. Dengan asumsi bahwa siklus unsur-unsur tersebut berjalan secara seimbang,
maka jumlah unsur yang diemisikan dalam penggunaan BBN sebagai bahan bakar PLTD sama dengan jumlah yang diserap oleh tanaman dari alam melalui proses
metabolisme tanaman. Jadi pengurangan beban lingkungan sebagai akibat penggunaan BBN didekati berdasarkan substitusi BBN terhadap solar sebagai bahan bakar PLTD,
dalam kasus ini mencapai 28,16. Selain memberi manfaat dalam penurunan beban lingkungan dari pengurangan
emisi, pengusahaan tanaman jarak pagar juga memberikan manfaat dari hasil samping pengolahan minyaknya. Kulit buah jarak pagar dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
organik dan ampas pengolahan minyak jarak dapat dibuat biogas dan briket. Proporsi bagian tanaman jarak pagar yang dapat dimanfaatkan disajikan pada Gambar 7.1
Pranowo, 2008: komunikasi pribadi. Buah Jarak
Biji Basah 30
Kulit Buah 70
Biji Kering 55
Ampas 68-70
Briket Crude Oil
30-32
Biodiesel 80-90
Biogas Pupuk Organik
Pupuk Cair Pupuk Padat
Gas Metan Gambar 7.1 Pohon industri buah jarak pagar.
VIII. KELEMBAGAAN PENGELOLAAN ENERGI