II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pulau dan Pulau Kecil Pulau adalah daratan yang dikelilingi oleh lautan dan ukurannya lebih kecil dari
benua. Ukuran pulau bervariasi mulai dari yang kecil sampai ke yang besar Husni,1998.
Pulau-pulau kecil semula didefinisikan sebagai pulau dengan luas 10.000 km
2
atau kurang dan mempunyai penduduk 500.000 orang atau kurang Beler et al, 1990. Pada perkembangannya definisi tersebut berubah menjadi pulau yang luasnya 5.000 km
2
, kemudian turun lagi menjadi pulau yang luasnya kurang dari 2.000 km
2
Tresnadi,1998. Selanjutnya Departemen Kelautan dan Perikanan 2001 mendefinisikan pulau kecil
adalah pulau yang ukuran luasnya kurang atau sama dengan 1000 km
2
, dengan jumlah penduduk kurang atau sama dengan 200.000 orang. Sedangkan pulau sangat kecil adalah
pulau yang memiliki wilayah kurang dari 100 km
2
atau pulau dengan lebar kurang dari 3 km Falkland,1992. Gugusan pulau-pulau kecil adalah kumpulan pulau-pulau yang
secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya, baik secara individual maupun secara sinergis dapat meningkatkan skala ekonomi dan
pengelolaan sumberdayanya. Kepulauan adalah kumpulan dari gugusan pulau-pulau kecil.
Bengen 2002 menyatakan bahwa hampir 7 wilayah daratan bumi terdiri atas pulau-pulau kecil. Di Indonesia banyak terdapat pulau-pulau kecil, sehingga Indonesia
dikenal sebagai negara kepulauan. Dari 17.508 pulau yang dimiliki Indonesia, hanya 5 pulau yang merupakan pulau besar dan menjadi pusat-pusat aktivitas pembangunan,
yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Departemen Kelautan dan Perikanan 2001 mendefinisikan sumberdaya pulau-
pulau kecil adalah bagian dari sumberdaya nasional yang meliputi seluruh sumberdaya alam yang terdiri atas semua jenis sumberdaya alam dapat pulih maupun sumberdaya
tidak dapat pulih serta jasa lingkungan yang membentuk ekosistem pulau-pulau dan gugusan pulau-pulau kecil.
Pulau-pulau kecil memiliki karakteristik biofisik yang menonjol, yaitu : 1 terpisah dari habitat pulau induk, sehingga bersifat insulat, 2 sumber air tawar terbatas,
dimana daerah tangkapan airnya relatif kecil, 3 peka dan rentan terhadap pengaruh
eksternal baik alami maupun akibat kegiatan manusia, 4 memiliki sejumlah endemik yang bernilai ekologis tinggi Bengen, 2001.
Dahuri 2002 menyatakan bahwa pulau-pulau kecil memiliki potensi ekonomi yang tinggi, namun mempunyai karakteristik yang sangat rentan terhadap aktivitas
ekonomi. Aktivitas sosial ekonomi di pulau kecil merupakan interaksi kawasan daratan dengan lingkungan laut, sehingga hampir semua bentuk aktivitas pembangunan akan
berdampak negatif terhadap kualitas lingkungan. Oleh karena itu pengelolaan wilayah pulau-pulau kecil harus mengintegrasikan wilayah daratan dan lautnya menjadi satu
kesatuan dan keterpaduan pengelolaan serta pengintegrasian antara misi konservasi dan misi ekonomi.
Lebih lanjut Dahuri 2003, menyatakan bahwa penduduk dan ekosistem pulau- pulau kecil seringkali menghadapi berbagai tantangan antara lain secara ekologi sangat
rentan terhadap dampak pemanasan global, angin topan, dan gelombang tsunami. Terjadinya abrasi pada garis pantai karena pengaruh kombinasi faktor-faktor ekologis
tersebut mengakibatkan terjadinya pengurangan luas daratan secara berarti dan pergeseran serta penurunan kualitas tempat tinggal baik penduduk maupun habitat
mahluk hidup lainnya. Penataan ruang dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil harus berdasarkan daya dukung ekologis, jaringan sosial budaya, dan integrasi kegiatan sosial
ekonomi. Hopley and O’Brien 1993, dalam penelitiannya merangkum masalah dan
peluang di pulau-pulau Lautan Pasifik menurut bidang pengelolaan seperti dikemukakan pada Tabel 2.1. Disamping permasalahan tersebut, tantangan dan hambatan dalam
pelaksanaan pembangunan pulau-pulau kecil cukup kompleks. Tantangan yang mendasar adalah keterbatasan dalam informasi lokasi dan keadaan kemiskinan penduduk pada
wilayah pulau-pulau kecil. Tantangan berikutnya adalah aspek yang berkaitan dengan karakteristik keterpencilan, yaitu biaya pengembangan yang tinggi sebagai akibat dari
biaya transportasi dan komunikasi yang tinggi.
Tabel 2.1. Masalah dan peluang pulau-pulau Lautan Pasifik
Bidang Masalah Peluang
Penyediaan air
Sangat tergantung pada air hujan dan sumur, yang penyediaannya tidak cukup. Bahaya
kontaminasi bila kelebihan pemakaian. Daur ulang dan penggunaan
air kembali. Melakukan penggalian yang lebih
dalam untuk mendapatkan sumber air baru,
Energi Sangat tergantung pada bahan bakar yang mahal
Temukan sumber-sumber energi yang dapat
diperbarui dan ekonomis. Perikanan
Aktivitas perikanan rakyat yang ekstensif dengan beberapa perikanan pelagis, sehingga pada
beberapa kasus ikan olahan masih didatangkan dari pulau induk.
Pengembangan perikanan laut dalam, seperti
perikanan laut komersial tuna, budidaya laut dan
produk pengolahan ikan lokal.
Pertanian tradisional
Variasi sumber makanan yang sempit, tanah yang kurang subur karena mengandung uap air
laut serta air tawar yang terbatas. Meningkatkan
produktivitas dan memperbaiki kesuburan
tanah.
Pengelolaan pesisir dan
laut Tekanan penduduk dan pantai yang
dikomersialkan menyebabkan peningkatan kerusakan terumbu karang dan kehidupan laut.
Pada beberapa pulau adanya kerusakan ekologis yang ekstensif dihasilkan oleh aktivitas
pertambangan dan kehutanan. Mendistribusikan kembali
penduduk pulau untuk menghilangkan dampak
berbahaya pada daerah pantai.
Kehutanan Tutupan hutan terbatas. Sumber kayu utama
adalah kelapa. Secara keseluruhan ancaman terhadap ketersediaan kayu yang hampir punah.
Menghutankan kembali daerah-daerah yang telah
rusak. Pengelolaan
lahan Sebagian besar pulau karang pengelolaan lahan
masih diolah menurut kebiasaan turun temurun. Dengan kebiasaan seperti ini lahan sering
digunakan untuk tujuan-tujuan yang tidak sesuai. Membuat perencanaan yang
sesuai dengan pariwisata, pertanian, dan
pengembangan lain yang cocok.
Daerah yang dilindungi
Pada beberapa pulau telah ditetapkan sebagai daerah yang dilindungi, tetapi perlu ditentukan
dengan jelas sehingga dapat melindungi sumberdaya yang unik di pulau-pulau tersebut.
Melindungi sumberdaya yang unik dan memiliki
manfaat ekonomi.
Sumber : Hopley and O’Brien 1993.
2.2. Energi Alam mengandung berbagai sumberdaya yang dapat dijadikan sebagai sumber
energi, meliputi bahan bakar minyak dan gas bumi BBM dan energi terbarukan antara lain berupa radiasi matahari, angin, air, panas bumi, dan berbagai jenis tanaman
penghasil minyak nabati.
2.2.1. Bahan Bakar Minyak BBM BBM adalah sumber energi yang tidak dapat diperbaharui unrenewable.
Persediaan minyak bumi Indonesia hanya bisa mencukupi kebutuhan untuk 20-30 tahun lagi. Jika semua kegiatan penyedian energi nasional termasuk listrik dibebankan pada
BBM, maka praktis waktu 20-30 tahun itu akan berkurang dengan semakin menipisnya minyak bumi. Konsumsi BBM Indonesia mencapai 405 juta bareltahun, yang terdiri
atas kebutuhan s olar 148,50 juta bareltahun, minyak tanah 80,10 juta bareltahun,
minyak bakar 39 juta bareltahun, dan premium 135 juta bareltahun Hamdi, Bobo, dan Ishom. 2005. Perkembangan konsumsi BBM persektor seperti pada Tabel 2.2.
Sedangkan i mpor minyak 370.000 barelhari atau sekitar 135 juta bareltahun, dari
jumlah tersebut yang berupa solar sekitar 30,75 juta bareltahun. Tabel 2.2 Pangsa Konsumsi BBM Persektor Tahun 1994-2003
Tahun Industri
Rumah Tangga Komersial
Transportasi Pembangkit
Listrik 1994 23,20 21,60 45,80
9,40 1997 21,10 19,00 47,90 12,00
1998 21,50 20,70 48,80 9,00
2000 21,70 22,20 47,10 9,00
2003 24,00 18,20 47,00 10,70 Sumber:
Hamdi, Bobo, dan Ishom. 2005 .
2.2.2. Energi Terbarukan Renewable Energy Definisi paling umum energi terbarukan adalah sumber energi yang dapat dengan
cepat diisi kembali oleh alam, proses berkelanjutan. Berdasarkan definisi ini, bahan bakar nuklir dan fosil tidak termasuk ke dalamnya. Seluruh energi terbarukan secara
definisi juga merupakan sustainable energy, yang berarti energi yang tersedia dalam waktu jauh ke depan. Meskipun tenaga nuklir bukan energi terbarukan, namun
pendukung nuklir dapat berkelanjutan dengan penggunaan reactor breeder menggunakan uranium-238 atau thorium atau keduanya. Di sisi lain banyak penentang
nuklir menggunakan istilah sustainable energy sebagai sinonim untuk energi terbarukan, dan oleh karena itu tidak memasukkan nuklir ke dalam sustainable energy.
2.2.2.1. Energi Radiasi Matahari Energi yang berasal dari radiasi matahari merupakan potensi energi terbesar dan
terjamin keberadaannya di muka bumi. Berbeda dengan sumber energi lainnya, energi
matahari bisa dijumpai di seluruh permukaan bumi. Menurut Indartono 2007,
pemanfaatan radiasi matahari sama sekali tidak menimbulkan polusi ke atmosfer. Berbagai sumber energi seperti tenaga angin, biofuel, dan tenaga air, sesungguhnya juga
berasal dari energi matahari. Pemanfaatan radiasi matahari umumnya terbagi dalam dua jenis, yakni termal dan fotovoltaik. Pada sistem termal, radiasi matahari digunakan untuk
memanaskan fluida atau zat tertentu yang selanjutnya fluida atau zat tersebut dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik. Sedangkan pada sistem fotovoltaik, radiasi
matahari yang mengenai permukaan semikonduktor akan menyebabkan loncatan elektron yang selanjutnya menimbulkan arus listrik. Karena tidak memerlukan instalasi
yang rumit, sistem fotovoltaik lebih banyak digunakan. Sebagai negara tropis, Indonesia diuntungkan dengan intensitas radiasi matahari yang hampir sama sepanjang tahun,
yakni dengan intensitas harian rata-rata sekitar 4,80 kWhm
2
. Meskipun terbilang memiliki potensi yang sangat besar, namun pemanfaatan energi matahari untuk
menghasilkan listrik masih dihadang oleh dua kendala serius, yaitu rendahnya efisiensi berkisar hanya 10 dan mahalnya biaya per-satuan daya listrik. Untuk pembangkit
listrik dari fotovoltaik, diperlukan biaya US 0,25 – 0,50 kWh, dibandingkan dengan tenaga angin yang US 0,05 – 0,07 kWh, gas US 0,02 – 0,05 kWh, dan batu bara
US 0,01 – 0,02 kWh. Pembangkit lisrik tenaga surya ini sudah diterapkan di berbagai negara maju serta terus mendapat perhatian serius dari kalangan ilmuwan untuk
meminimalkan kendala yang ada. Tenaga matahari dapat digunakan untuk: menghasilkan listrik menggunakan sel
surya, menghasilkan listrik menggunakan pembangkit tenaga panas surya, menghasilkan listrik menggunakan menara surya, memanaskan gedung secara langsung, memanaskan
gedung melalui pompa panas, memanaskan makanan menggunakan oven surya. Yuliarto 2006 menyatakan bahwa energi dari sinar matahari yang diterima oleh permukaan
bumi sangat besar, yaitu mencapai 3 x 10
24
jouleth. Jumlah energi sebesar itu setara dengan 10.000 kali konsumsi energi di seluruh dunia saat ini. Dengan kata lain, dengan
menutup 0,1 saja permukaan bumi dengan divais solar sel yang memiliki efisiensi 10 sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan energi di seluruh dunia saat ini.
Perkembangan yang pesat dari industri sel surya solar sel yang pada tahun 2004 telah
menyentuh level 1.000 MW, membuat banyak kalangan semakin tertarik memanfaatkan sumber energi matahari.
Energi yang dikeluarkan oleh sinar matahari sebenarnya hanya diterima oleh permukaan bumi sebesar 69 dari total energi pancaran matahari West. 2003. Cara
kerja sel surya adalah dengan memanfaatkan teori cahaya sebagai partikel. Sebagaimana diketahui bahwa cahaya baik yang tampak maupun yang tidak tampak memiliki dua
buah sifat yaitu dapat sebagai gelombang dan dapat sebagai partikel yang disebut dengan photon. Penemuan ini pertama kali diungkapkan oleh Einstein pada tahun 1905. Hingga
saat ini terdapat beberapa jenis solar sel yang berhasil dikembangkan oleh para peneliti untuk mendapatkan divais solar sel yang memiliki efisiensi yang tinggi atau untuk
mendapatkan divais solar sel yang murah dan mudah dalam pembuatannya.
2.2.2. 2. Energi Tenaga Angin Pembangkit listrik tenaga angin disinyalir sebagai jenis pembangkitan energi
dengan laju pertumbuhan tercepat di dunia dewasa ini. Saat ini kapasitas total pembangkit listrik yang berasal dari tenaga angin di seluruh dunia berkisar 17,50 GW.
Jerman merupakan negara dengan kapasitas pembangkit listrik tenaga angin terbesar, yakni 6 GW, kemudian disusul oleh Denmark dengan kapasitas 2 GW. Listrik tenaga
angin menyumbang sekitar 12 kebutuhan energi nasional di Denmark; angka ini hendak ditingkatkan hingga 50 pada beberapa tahun yang akan datang. Berdasar
kapasitas pembangkitan listriknya, turbin angin dibagi dua, yakni skala besar orde beberapa ratus kW dan skala kecil dibawah 100 kW. Perbedaan kapasitas tersebut
mempengaruhi kebutuhan kecepatan minimal awal cut-in win speed yang diperlukan: turbin skala besar beroperasi pada cut-in win speed 5 mdt sedangkan turbin skala kecil
bisa bekerja mulai 3 mdt. Untuk Indonesia dengan estimasi kecepatan angin rata-rata sekitar 3 mdt, turbin skala kecil lebih cocok digunakan, meski tidak menutup
kemungkinan bahwa pada daerah yang berkecepatan angin lebih tinggi Sumatera Selatan, Jambi, Riau , dan daeah lainnya bisa dibangun turbin skala besar. Perlu
diketahui bahwa kecepatan angin bersifat fluktuatif, sehingga pada daerah yang memiliki kecepatan angin rata-rata 3 mdt, akan terdapat saat-saat kecepatan anginnya lebih besar
dari 3 mdt. Pada saat inilah turbin angin dengan cut-in win speed 3 mdt akan bekerja. Selain untuk pembangkit listrik, turbin angin sangat cocok untuk mendukung kegiatan
pertanian dan perikanan, seperti untuk keperluan irigasi, dan aerasi tambak ikan Indartono, 2007.
Wikipedia 2007, mengemukakan bahwa pada tahun 2005 telah ada ribuan turbin angin yang beroperasi di beberapa bagian dunia, dengan perusahaan utilitas
memiliki kapasitas total lebih dari 47.317 MW. Kapasitas merupakan output maksimum yang memungkinkan dan tidak menghitung load factor. Ladang angin baru dan taman
angin lepas pantai telah direncanakan dan dibuat di seluruh dunia. Ini merupakan cara penyediaan listrik yang tumbuh dengan cepat di abad 21 dan menyediakan tambahan
bagi stasiun pembangkit listrik utama. Kebanyakan turbin yang digunakan menghasilkan listrik sekitar 25 dari waktu load factor 25, tetapi beberapa mencapai 35. Load
factor biasanya lebih tinggi pada musim dingin. Ini berarti bahwa turbin 5 MW dapat
menghasilkan listrik rata-rata 1,7 MW dalam kasus terbaik.
2.2.2.3. Bahan Bakar Nabati BBN. BBN dikenal juga sebagai biofuel. Pemanfaatan minyak nabati sebagai sumber
energi alternatif yang sudah dilakukan di beberapa negara antara lain dalam bentuk biodisel, bioetanol, minyak mentah nabati pure plant oil, dan minyak lemak mentah
Refined fatty oil atau straight vegetable oil. BBN memenuhi dua syarat utama sebagai sumber energi baru: 1 tidak
menciptakan ketergantungan; karena bahan baku BBN dapat dibudidayakan di bumi Indonesia, dan 2 ramah lingkungan. Emisi pembakaran BBN yang juga merupakan gas
rumah kaca, yakni CO
2
, pada prinsipnya akan diserap kembali oleh tanaman penghasil BBN. Hasil penelitian di Brazil menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan emisi CO
2
sebesar 12 setelah negara ini menggunakan bioetanol dalam skala besar Indartono, 2006. Kontinuitas penggunaan BBN memerlukan kontinuitas ketersediaan bahan baku
dalam jumlah besar. Hal ini memerlukan keterlibatan masyarakat yang sekaligus berpotensi meningkatkan taraf hidup mereka.
Indonesia memiliki beraneka macam tanaman, 49 macam diantaranya mempunyai potensi menghasilkan minyak nabati dan pati yang dapat digunakan sebagai
bahan baku energi terbarukan, antara lain kelapa sawit, kelapa, kapok, jarak pagar, tebu, sagu, dan tanaman palma lainnya. Berdasarkan kajian Ditjen Perkebunan 2006,
tanaman penghasil biodiesel yang potensial dikembangkan adalah kelapa sawit dan jarak pagar, sedangkan tanaman penghasil bioetanol potensial adalah ubi kayu, sorgum dan
tebu. Namun dengan pertimbangan untuk menjaga kestabilan ketersediaan pangan, maka kebijakan pemenuhan kebutuhan energi diupayakan terutama melalui pengembangan
jarak pagar, sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden No. 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati biofuel sebagai bahan bakar lain dan
Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Tumbuhan biasanya menggunakan fotosintesis untuk menyimpan tenaga surya,
air, dan CO
2
. Biasanya bahan bakar bio dibakar untuk melepas energi kimia yang tersimpan di dalamnya. Riset untuk mengubah bahan bakar bio menjadi listrik
menggunakan sel bahan bakar adalah bidang penelitian yang sangat aktif. Biomasa dapat digunakan langsung sebagai bahan bakar atau untuk memproduksi bahan bakar bio cair.
Biomasa yang diproduksi dengan teknik pertanian, seperti biodiesel, etanol, dan bagasse produk sampingan dari pengkultivasian tebu dapat dibakar dalam mesin pembakaran
atau pendidih. BBN yang sedang digalakkan pengembangannya terkait dengan upaya substitusi solar sebagai bahan bakar mesin diesel adalah biodiesel.
Hasil pertanian yang dapat dijadikan biodisel diantaranya adalah minyak kedelai, minyak kanola, minyak bunga matahari, minyak jarak, minyak kelapa, dan minyak sawit.
Biofuel dapat diproduksi dari minyak nabati seperti minyak kelapa sawit atau CPO Crude Palm Oil dan minyak jarak pagar atau CJCO Crude Jatropha Curcas Oil, dibuat
dengan proses transesterifikasi. Proses ini pada dasarnya merupakan proses yang mereaksikan minyak nabati CPO atau CJCO dengan metanol dan etanol dengan
katalisator NaOH atau KOH. Dari hasil proses transesterifikasi CPOCJCO dihasilkan metil ester asam lemak murni Fatty Acid Methyl Ester, disingkat FAME. Proses
transesterifikasi disajikan pada Gambar 2.1. sedangkan reaksi kimia proses transesterifikasi pembuatan biodisel disajikan pada Gambar 2.2. FAME tersebut
dicampur dengan solar murni selama sekitar sepuluh menit untuk menghasilkan bahan bakar biosolar yang siap pakai. Biosolar memiliki keunggulan komparatif dibandingkan
dengan bentuk energi lain, yaitu: lebih mudah ditransportasikan; memiliki kerapatan energi per volume yang lebih tinggi; memiliki karakter pembakaran yang relatif bersih;
dan ramah lingkungan.
Lemak + Metanol Katalis Ester metil asam-asam lemak + Gliserin
Minyak lemak etanol 25-70
o
C biodiesel
Keterangan : o
Metanol atau etanol bisa diperoleh dari gas bumi atau biomassa o
Katalis yang digunakan adalah katalis alkalis KOH atau NaOH o
Gliserin merupakan produk samping dapat digunakan pada industri sabun, kosmetik, dan farmasi. Sumber : Prihandana dan Hendroko, 2007
Gambar 2.1 Proses transesterifikasi biodiesel Gambar 2.1 Proses transesterifikasi biodiesel
O O
O O
║ ║
║ ║
CH
2
-O-C-R
1
CH
3
-O-C- R
1
CH
2
-O-C-R
1
CH
3
-O-C- R
1
O O
CH
2
-OH O
O CH
║ ║
║ ║
CH -O-C-R
2
+ 3 CH
3
OH CH
3
–O-C- R
2
+ CH-OH
CH -O-C-R
O O
CH
2
-OH O
O CH
║ ║
║ ║
CH
2
-O-C-R
3
CH
3
-O-C-R
3
Keterangan : Keterangan :
Jumlah metanol 40 dan katalis 1 dari total volume CJCO yang dicampur pada suhu 60
O
C. Jumlah metanol 40 dan katalis 1 dari total volume CJCO yang dicampur pada suhu 60
Sumber : Prihandana dan Hendroko, 2007 Sumber : Prihandana dan Hendroko, 2007
Gambar 2.2 Proses kimia transesterifikasi biodiesel Gambar 2.2 Proses kimia transesterifikasi biodiesel
Azam et al. 2005 mengkompilasi berbagai hasil riset di India tentang biodiesel dan menemukan 75 spesies tanaman yang bisa menghasilkan biodiesel; 26 spesies
diantaranya, termasuk jarak pagar Jatropha curcas, yang memenuhi standar kualitas USA dan Eropa. Soeradjaja 2005a menyebut adanya 50 spesies tanaman di Indonesia
yang bisa menghasilkan biodiesel, contoh yang populer adalah sawit, kelapa, jarak pagar, kapok atau randu.
Azam et al. 2005 mengkompilasi berbagai hasil riset di India tentang biodiesel dan menemukan 75 spesies tanaman yang bisa menghasilkan biodiesel; 26 spesies
diantaranya, termasuk jarak pagar Jatropha curcas, yang memenuhi standar kualitas USA dan Eropa. Soeradjaja 2005a menyebut adanya 50 spesies tanaman di Indonesia
yang bisa menghasilkan biodiesel, contoh yang populer adalah sawit, kelapa, jarak pagar, kapok atau randu.
2
-OH
2
+ 3 CH
3
OH CH
3
–O-C- R
2
+ CH-OH
Katalis
2
-OH
CH
2
-O-C-R
3
CH
3
-O-C-R
3
O
C.
Tanaman jarak pagar merupakan tanaman minyak nabati yang bijinya mengandung minyak sekitar 25 - 40 dan kernelnya mengandung minyak sekitar 50 -
60 Lele, 2005. Minyak jarak pagar setelah melalui berbagai proses pengepresan dan proses lainnya dapat digunakan sebagai bahan bakar minyak BBM, baik sebagai
pengganti solar, minyak tanah maupun minyak bakar lainnya. Bahan bakar minyak jarak pagar mempunyai kelebihan dibanding dengan solar minyak bumi karena pembakaran
pada mesin lebih sempurna, sehingga emisi gas buangnya relatif lebih kecil dari pada solar dan ramah lingkungan. Hal ini karena minyak jarak pagar merupakan minyak
nabati yang mengandung oksigen. Biodiesel sendiri merupakan ester metil asam-asam lemak, sehingga baik pengepresan minyaknya Crude Jatropha Curcas Oil bentuk
trigliserida maupun prosesing biodieselnya cukup sederhana Jones dan Miller, 1997. Syarat tumbuh tanaman jarak pagar secara garis besar dapat dikemukakan sebagai
berikut : Informasi kisaran curah hujan daerah penyebarannya bervariasi, antara lain
dilaporkan dari 200 sampai 2000 mmth Heller, 1996, 480 hingga 2.380 mm Jones dan Miller, 1992, minimal 250 mm tetapi pertumbuhan terbaik dengan 900 – 1.200 mm
Becker dan Makkar, 1999 bahkan di Indonesia dijumpai di beberapa daerah dengan curah hujan lebih dari 3.000 mm seperti di Bogor, Sumatera Barat, dan Minahasa.
Dijumpai pada ketinggian 0-1.700 m di atas permukaan laut dpl, dengan suhu 11-38
o
C Heller, 1996; Arivin et al, 2006. Selanjutnya dikemukakan Heller 1996 bahwa jarak
pagar tidak tahan cuaca yang sangat dingin frost dan tidak sensitif terhadap panjang hari day length. Hal ini bisa dipahami karena tanaman ini berasal dari daerah tropis,
sehingga tidak tergolong tanaman ”long day”. Di daerah-daerah Amazon yang basah, sama sekali tidak dijumpai jarak pagar. Sebagai tanaman yang dapat beradaptasi dengan
baik pada kondisi-kondisi arid dan semi-arid xerophytic, jarak pagar dapat bertahan dari kekeringan selama tiga tahun berturut-turut, dengan menggugurkan daunnya untuk
mengurangi transpirasi.
Menurut Henning 2004 jarak pagar membutuhkan curah hujan paling sedikit 600 mmth untuk tumbuh baik dan jika curah hujan kurang dari 600 mmth tidak dapat
tumbuh, kecuali dalam kondisi tertentu seperti di kepulauan Cape Verde meski curah hujan hanya 250 mm tetapi kelembaban udaranya sangat tinggi rain harvesting. Di
daerah-daerah dengan kelengasan tanah tidak menjadi faktor pembatas misalnya irigasi atau curah hujan cukup merata jarak pagar dapat berproduksi sepanjang tahun, tetapi
tidak dapat bertahan dalam kondisi tanah jenuh air. Meskipun iklim kering meningkatkan kadar minyak biji, masa kekeringan yang berkepanjangan akan
menyebabkan jarak menggugurkan daunnya untuk menghemat air yang akan menyebabkan stagnasi pertumbuhannya dan jika tumbuh di daerah sangat kering,
umumnya tidak lebih dari 2 – 3 m tingginya Jones and Miller, 1992. Sebaliknya, pada daerah-daerah basah dengan curah hujan yang terlalu tinggi, maka pertumbuhan vegetatif
tanaman jarak pagar sangat baik tetapi disertai kurangnya pembentukan bunga dan buah., Arivin et al 2006 melaporkan bahwa di Desa Cikeusik Malingping, Banten dengan
curah hujan 2.500-3.000 mmth, umumnya tanaman jarak pagar memiliki bunga, buah muda, buah tua dan buah kering dalam satu cabang. Akan tetapi hal ini masih perlu
diamati dalam jangka waktu satu atau beberapa tahun untuk memastikan apakah pembungaan tersebut berlangsung sepanjang tahun. Walaupun curah hujan daerah ini
cukup tinggi, yang memungkinkan radiasi rendah, pembuahan tampaknya cukup baik. Hal ini diduga merupakan hasil interaksi potensi genetik dengan faktor-faktor
lingkungan seperti suhu yang selalu panas ± 27
o
C karena letaknya di tepi pantai, serta tekstur tanahnya yang berpasir sangat menjamin drainase dan aerasi yang baik.
Tanaman jarak pagar dapat tumbuh pada semua jenis tanah, tetapi pertumbuhan yang lebih baik dijumpai pada tanah-tanah ringan atau lahan-lahan dengan drainase dan
aerasi yang baik terbaik mengandung pasir 60-90. Tanaman ini dapat pula dijumpai pada daerah-daerah berbatu, berlereng pada perbukitan atau sepanjang saluran air dan
batas-batas kebun Heller, 1996; Arivin et al, 2006. Menurut Okabe dan Somabhi
1989 tanaman jarak pagar yang ditanam pada tanah bertekstur lempung berpasir memberikan hasil biji tertinggi daripada tanah bertekstur lainnya. Selanjutnya Jones dan
Miller 1992 mengemukakan bahwa meskipun jarak pagar terkenal dapat tumbuh dengan baik di tanah yang dangkal dan pada umumnya ditemukan tumbuh di tanah
berkerikil, berpasir, dan berliat, tetapi di tanah yang tererosi berat pertumbuhannya mungkin kerdil.
Jarak pagar dapat tumbuh pada tanah-tanah yang ketersediaan air dan unsur- unsur haranya terbatas atau lahan-lahan marginal, tetapi lahan dengan air tidak tergenang
merupakan tempat yang optimal bagi tanaman ini untuk tumbuh dan berproduksi secara optimal. Bila perakarannya sudah cukup berkembang, jarak pagar dapat toleran terhadap
kondisi tanah-tanah masam atau alkalin terbaik pada pH tanah 5.5-6.5 Heller, 1996; Arivin et al, 2006. Jones and Miller 1998 menyatakan untuk mendapatkan produksi
yang baik pada tanah miskin hara dan alkalin, tanaman ini perlu dipupuk dengan pupuk buatan dan pupuk organik atau pupuk kandang, yang mengandung sedikit kalsium,
magnesium dan sulfur. Sedangkan pada daerah-daerah dengan kandungan fosfat yang rendah, penggunaan mikoriza dapat membantu pertumbuhan tanaman jarak.
2.2.3. Energi dan Kelestarian Lingkungan Hidup Segala aktivitas yang dilakukan masyarakat modern sangat tergantung kepada
ketersediaan energi. Hampir di semua sektor kegiatan, energi menjadi kebutuhan pokok yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu, kemajuan suatu negara akan sangat
terkait dengan kecukupan ketersediaan energi di negara tersebut. Sebut saja negara- negara maju seperti Amerika, Jepang, dan negara-negara Eropa, bahkan Korea.
Ketersediaan energi di negara-negara tersebut sangat memadai untuk melakukan kegiatan di berbagai bidang yang bisa diandalkan untuk pembangunan bangsa dan
negaranya. Namun dalam pengadaan energi tentu saja harus memperhatikan faktor kelestarian lingkungan hidup. Karena lingkungan tempat mahluk hidup bernaung tidak
kalah pentingnya dari kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya. Merusak lingkungan hidup, sama saja dengan mencelakakan diri sendiri. Lingkungan hidup suatu negara akan sangat
berkaitan dengan negara lain, karena manusia tinggal di bumi yang sama. Sebab itu pula setiap negara berkewajiban untuk sungguh-sungguh memperhatikan dan mencegah hal-
hal yang bisa menjadi penyebab kerusakan lingkungan hidup Batan, 2007. Lebih lanjut Batan 2007 menjelaskan bahwa dampak kerusakan lingkungan
hidup seperti pemanasan global, saat ini sudah mulai dirasakan di berbagai belahan bumi. Peningkatan suhu udara, permukaan air laut naik, yang bisa menenggelamkan
pulau-pulau kecil, dan daratan di sekitar pantai, terjadinya perubahan iklim, kini sudah terjadi di beberapa tempat termasuk di Indonesia. Kesemua itu karena lingkungan tempat
manusia dan mahluk hidup lainnya sudah tercemar. Bahkan menurut sumber-sumber yang bisa dipercaya, keganasan topan yang akhir-akhir ini sering melanda daratan
Amerika, diprediksi oleh para ahli sebagai efek dari pemanasan global. Ancaman lain yang tidak kalah bahayanya bagi kehidupan manusia, adalah terjadinya hujan asam. Di
Indonesia sendiri, memasuki tahun 2006 telah terjadi angin badai di beberapa perairan yang mengakibatkan banjir di daerah sekitar pantai hingga berhari-hari. Akibatnya para
nelayan tidak bisa turun ke laut untuk mencari ikan, sehingga mereka mengalami masa- masa paceklik. Belum lagi lebatnya curah hujan mengakibatkan banjir dan tanah longsor
di beberapa daerah. Kejadian-kejadian ini tentu masih punya kaitan dengan pemanasan global akibat kerusakan lingkungan. Kalau penyebab-penyebab kerusakan global ini
tidak ditanggulangi untuk ditekan sekecil mungkin, tentu kerusakan lingkungan yang sudah terjadi ini akan semakin parah yang akibatnya juga akan merugikan semua mahluk
hidup termasuk manusia. Penyumbang terbesar kerusakan lingkungan hidup secara menyeluruh, adalah polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil, seperti
batubara, bahan bakar minyak, dan gas alam secara besar-besaran. Dari pembakaran itu berakibat terjadinya emisi rumah kaca sebagai penyebab pemanasan global.
Batan 2007, juga mengemukakan bahwa masalah lingkungan hidup memang bukan persoalan salah satu negara saja, tetapi sudah menjadi tanggung jawab seluruh
bangsa dan negara. Oleh karena itulah berbagai upaya dilakukan orang untuk mencegah tambah rusaknya lingkungan hidup, seperti dengan diselenggarakannya KTT Bumi,
Protokol Kyoto, dan forum lainnya. Bahkan beberapa negara yang masih memanfaatkan bahan bakar fosil, berusaha mengurangi efek rumah kaca dengan menggunakan bahan
bakar gas alam yang secara ekonomis sangat kompetitif bila dibandingkan dengan penggunaan minyak bumi atau batubara. Hanya sebenarnya gas alam juga tetap
menimbulkan CO
2
, tetapi lebih sedikit bila dibandingkan dengan penggunaan minyak bumi dan batubara. Di samping itu gas alam juga menimbulkan metana selama proses
penyediaannya, yang kesemua itu dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan. Meski akhir-akhir ini muncul teori lain tentang efek rumah kaca, seperti menurut peneliti
Amerika mengatakan bahwa variabel aktivitas matahari bepengaruh pada naik turunya suhu global. Namun mengurangi pembakaran bahan bakar fosil bagi pemenuhan
kebutuhan energi tentu mempunyai manfaat yang besar, paling tidak sebagai langkah penghematan cadangan sumber daya alam yang ada untuk dipergunakan oleh generasi
mendatang. Pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batubara secara besar-besaran, dilakukan orang untuk keperluan pembangkit tenaga listrik,
industrialisasi, dan transportasi. Khusus untuk bahan bakar pembangkit tenaga listrik, sebenarnya penggunaan bahan bakar fosil sudah bisa ditekan sekecil mungkin, karena
ada teknologi modern yang menggunakan bahan bakar non fosil yang lebih hemat, produktif, aman dan tidak menimbulkan polusi. Disamping itu bahan bakar fosil seperti
bahan bakar minyak harganya cenderung terus meningkat, persediaannya juga sangat terbatas. Orang tidak mungkin harus tergantung terus-menerus kepada bahan bakar
minyak, karena suatu saat cadangannya akan habis. Oleh karena itu bagi Indonesia kini
saatnya memanfaatkan bahan bakar non fosil untuk berbagai keperluan seperti untuk pembangkit listrik. Dengan demikian selain turut melakukan upaya pelestarian
lingkungan hidup secara global, juga sebagai langkah penghematan cadangan sumberdaya alam yang sudah semakin menipis.
2.2.4. Kebijakan Energi Nasional Berdasarkan Undang-undang nomor 30 tahun 2007 tentang energi, bahwa dalam
rangka mendukung pembangunan nasional secara berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, tujuan pengelolaan energi adalah:
a. tercapainya kemandirian pengelolaan energi; b. terjaminnya ketersediaan energi dalam negeri, baik dari sumber di dalam negeri
maupun di luar negeri; c. tersedianya sumber energi dari dalam negeri danatau luar negeri sebagaimana
dimaksud pada huruf b untuk: 1 pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri; 2
pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dalam negeri; dan 3 peningkatan devisa
negara; d. terjaminnya pengelolaan sumber daya energi secara optimal, terpadu, dan
berkelanjutan; e. termanfaatkannya energi secara efisien di semua sektor;
f. tercapainya peningkatan akses masyarakat yang tidak mampu danatau yang tinggal di daerah terpencil terhadap energi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat secara adil dan merata decgan cara: 1 menyediakan bantuan untuk meningkatkan ketersediaan energi kepada masyarakat tidak mampu; 2 membangun
infrastruktur energi untuk daerah belum berkembang sehingga dapat mengurangi disparitas antardaerah;
g. tercapainya pengembangan kemampuan industri energi dan jasa energi dalam negeri agar mandiri dan meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia;
h. terciptanya lapangan kerja; dan i. terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidug.
Berdasarkan Perpres no 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional pemerintah harus memfokuskan kebijakannya pada pencapaian sasaran kebijakan energi
nasional yang menyaratkan bahwa pemanfaatan minyak bumi menjadi kurang dari 20, gas bumi menjadi lebih dari 30, batubara menjadi lebih dari 33, bahan bakar nabati
biofuel menjadi lebih dari 5, panas bumi menjadi lebih dari 5, energi baru dan energi terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya, dan
tenaga angin menjadi lebih dari 5, batubara yang dicairkan liquefied coal menjadi lebih dari 2. Implementasi dari Perpres tersebut yaitu pemerintah harus mulai
membangun pembangkit-pembangkit tenaga listrik yang berasal dari non minyak bumi, seperti pembangkit listrik dengan geotermal panas bumi, angin, gas bumi dan lain-lain.
Contoh daerah yang sudah melaksanakan adalah Oeledo, Kupang. Di daerah tersebut digunakan pembangkit listrik tenaga angin dan fotovoltaik, hasilnya pembangkit ini bisa
menyediakan energi untuk 175 KK selama 24 jam dengan biaya Rp 5.000 -Rp 10.000bl, sehingga penyediaan listrik tidak dipengaruhi oleh kenaikan harga BBM.
Kewajiban pemanfaatan sumber energi non minyak bumi lebih lanjut diatur dengan Peraturan Menteri Permen Energi dan Sumberdaya Mineral nomor 29 tahun
2008. Berdasarkan Permen tersebut, pentahapan kewajiban minimal pemanfaatan biodiesel untuk pembangkit listrik 10 pada tahun 2015, menjadi 15 pada tahun 2020
dan 20 pada tahun 2025. Sedangkan pentahapan kewajiban minimal pemanfaatan minyak nabati murni untuk pembangkit listrik 5 pada tahun 2015, menjadi 7 pada
tahun 2020 dan 10 pada tahun 2025. Kebijakan mengenai biaya pokok penyediaan BPP tenaga listrik yang
disediakan oleh PT. PLN Persero diatur dengan Permen Energi dan Sumberdaya Mineral nomor 269-1226600.32008. Berdasarkan Permen tersebut, biaya pokok
penyediaan tenaga listrik tegangan tinggi BPP-TT, tegangan menengah BPP-TM, dan tegangan rendah BPP-TR untuk daerah Bali, masing-masing Rp 783kWh,
Rp859kWh, dan Rp 1.012kWh. BPP tersebut dapat juga dijadikan sebagai acuan dalam penetapan harga jual tenaga listrik Pembangkit Skala Kecil Tersebar sebagaimana
ditetapkan dalam Permen Energi dan Sumberdaya Mineral nomor 1122 K30MEM2002 tahun 2002, yaitu sebesar 80 atau 60 dari BPP pada titik interkoneksi di jaringan
tegangan menengah atau tegangan rendah.
2.3. Pencemaran Udara Kehadiran suatu bahan kimia di suatu tempat yang tidak tepat atau pada
konsentrasi yang tidak tepat, maka bahan kimia tersebut disebut “pencemar”. Jadi ada dimensi ruang atau tempat dan dimensi konsentrasi yang harus diperhatikan untuk
menyatakan adanya pencemaran. Dimensi tempat berhubungan dengan keberadaan
organisme khususnya manusia. Suatu bahan kimia bukan merupakan pencemar apabila terdapat di udara dalam hutan yang jauh dari pemukiman, namun apabila hadir di
pemukiman, maka bahan kimia tersebut disebut pencemar udara. Dimensi kedua untuk menyatakan suatu bahan kimia yang hadir di udara merupakan pencemar adalah
konsentrasinya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa Welburn, 1990: 1 bahan kimia tertentu khususnya gas secara alami sudah terdapat di atmosfir, 2 kegiatan
pembangunan khususnya bidang industri dan transportasi mau tidak mau menghasilkan bahan atau gas pencemar udara, dan 3 kehadiran gas-gas tertentu di atmosfir pada
konsentrasi tertentu justru menguntungkan, sebaliknya melebihi konsentrasi tertentu gas- gas tersebut dapat menjadi pencemar udara karena membahayakan kesehatan.
2.3.1. Jenis dan sumber pencemar udara Pencemar udara dihasilkan oleh alam dan juga terutama oleh kegiatan manusia.
Kejadian atau gejala alam yang dapat menghasilkan pencemar udara diantaranya : letusan gunung berapi, badai pasir, dan penyebaran serbuksari dari tanaman tertentu,
yang dapat menyebabkan penyakit asma. Pencemaran udara yang disebabkan oleh manusia terutama merupakan hasil dari kegiatan transportasi, industrialisasi dan
urbanisasi. Sumber-sumber pencemar udara adalah : proses pemanasan dan industri. Proses pemanasan meliputi loncatan listrik, pembakaran gas alam dan bahan
bakar minyak. Pemanasan berupa loncatan listrik dengan suhu yang tinggi dapat menghasilkan gas NO
2
. Gas alam sebagian besar adalah metana CH
4
dan sebagian kecil berupa etana C
2
H
6
dan propana C
3
H
8
. Pembakaran gas alam dapat menghasilkan gas CO
2
dan CO dan pada suhu tinggi dapat menghasilkan NO
2
. Pembakaran bahan bakar minyak BBM terutama menghasilkan gas SO
2
dan hanya sedikit sebagai SO
3
. Abu juga dihasilkan, tetapi dalam jumlah sangat kecil, kurang dari 0,1. Gas SO
2
yang dihasilkan dari pembakaran BBM, tergantung pada kandungan sulfur dalam tiap jenis BBM.
Kandungan sulfur yang umum dalam tiap jenis BBM disajikan pada Tabel 2.3. Bahan bakar padat terutama batubara memiliki kandungan abu yang tinggi, sulfur sekitar 1
dan kadang-kadang mengandung fluor sekitar 0,01. Pembakaran batubara menghasilkan abu yang sebagian berbentuk abu terbang dan gas SO
2
. Sebagian sulfur tidak keluar sebagai SO
2
tetapi masih terikat dalam abu.
Tabel 2.3 Kandungan sulfur dalam bahan bakar minyak No.
Jenis Bahan Bakar Minyak Kandungan Sulfur
1. Avtur 0,11
2. Premium 0,01
3. Minyak Tanah
0,03 4. Solar
0,14 5.
Industrial Diesel Fuel IDF 0,07
6. Industrial Fuel Oil IFO
1,65 Sumber : Pertamina U.P. IV Cilacap 2003
Jenis pencemar udara yang dihasilkan oleh industri berbeda-beda, tergantung pada jenis industrinya. Biasanya pencemar udara dari industri dibuang melalui cerobong
stack yang tinggi, sehingga pencemar udara dapat terdispersi secara sempurna di udara. Beberapa jenis industri dan pencemar udara yang diemisikan disajikan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Jenis industri dan bahan pencemar udara yang diemisikan Jenis Industri
Pencemar yang dihasilkan Industri besi dan baja
Debu, senyawa fluorida dan SO
2
Kilang minyak bumi Hidrokarbon, senyawa sulfur SO
2
dan H
2
S, NO, NO
2
, debu dan merkaptan Industri kayu lapis
Padatan tersuspensi, fenol dan asam resin Industri rayon dan pulp
Senyawa sulfur bahan basah misalnya CS
2
dan H
2
S, metil merkaptan, dimetil merkaptan dan metil sulfida
Industri semen Debu
Industri kimia HCl, Cl
2
, NO
2
, NH
3
, hidrokarbon aromatik, pestisida dan lai-lain
Industri pengolahan karet NH
3
, H2S dan senyawa bau lainnya Industri logam dan pengecoran
logam SO
2
, sulfida, klor, HCl dan debu Sumber : Hartogenesis, 1977; Winarso, 1991; Straus dan Mainwaring, 1994.
2.3.2. Dampak Pencemaran Udara Pencemaran udara dapat berpengaruh terhadap iklim, vegetasi atau tanaman,
hewan dan manusia. Pengaruh pencemaran udara terhadap iklim antara lain meningkatkan suhu rata-rata bumi, penurunan suhu permukaan bumi, merangsang
terjadinya hujan. Pengaruh pencemaran udara terhadap tanaman adalah terjadinya kerusakan klorofil. Pengaruh pencemaran udara terhadap manusia tergantung pada
pencemar yang ada di udara. Beberapa jenis pencemar udara dan pengaruhnya terhadap manusia disajikan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Pengaruh jenis pencemar udara terhadap manusia
Jenis pencemar udara Pengaruh terhadap manusia
Karbon monoksida CO Menurunkan kemampuan darah membawa oksigen,
melemahkan berfikir, penyakit jantung, pusing, kelelahan, sakit kepala dan kematian
Sulfur dioksida SO
2
Memperberat penyakit saluran pernafasan, melemahkan pernafasan, dan iritasi mata
Nitrogen oksida NO Memperberat penyakit jantung dan pernafasan, dan iritasi
paru-paru Debu
Penyakit kanker, memperberat penyakit jantung dan pernafasan, batuk, iritasi kerongkongan dan saluran
pernafasan.
Sumber : Fardiaz, 1992; Nukman, 1998; Holper dan Noonan, 2000. Menurut Adel 1995 dan Hill 1984, CO merupakan gas tidak berwarna dan
tidak berbau, mempunyai afinitas yang tinggi dengan hemoglobin, yaitu sekitar 240 kali lebih kuat dibandingkan afinitas O
2
terhadap hemoglobin. Dengan demikian apabila CO masuk kedalam paru-paru akan berikatan dengan hemoglobin membentuk karboksi-
hemoglobin CO-Hb. Hill 1984 menyatakan bahwa gas CO sebagai gas mematikan, dampaknya tidak dapat berbalik irreversible. Dengan demikian kemampuan darah
untuk membawa oksigen sangat terhambat. SO
2
berbau tajam, sangat korosif, terbentuk karena ketidakmurnian bahan bakar kendaraan yang mengandung belerang. Menurut Forsdyke 1970, baik batubara maupun
minyak yang merupakan bahan bakar mengandung 1-3 sulfur. Pembakaran 1000 kg bahan bakar tersebut dapat menghasilkan SO
2
sebanyak 60 kg yang dibuang ke atmosfir. Pencemaran udara oleh SO
2
dan NO
2
sebagai pencemar primer, selanjutnya menyebabkan dampak lanjutan berupa adanya deposisi asam baik deposisi basah
maupun kering. Deposisi basah turun sebagai asam yang terlarut dalam air hujan ditandai oleh pH air hujan 5,6 yang dikenal dengan hujan asam. Deposisi kering berupa butiran-
butiran ke permukaan pepohonan, bangunan dan dapat juga masuk ke pernafasan pada keadaan cuaca cerah atau berawan. SO
2
mempunyai kontribusi yang lebih besar terhadap presipitasi asam dibandingkan dengan NO
2
karena SO
2
lebih mudah larut dalam air. SO
2
yang dilepaskan ke udara teroksidasi terlebih dahulu oleh O
2
menjadi SO
3 2-
, kemudian bereaksi dengan uap air yang berada di udara dan akhirnya membentuk
H
2
SO
4
. Reaksi ini dapat dipercepat dengan hadirnya senyawa logam seperti Fe dan Mn yang bersifat katalis dengan tahapan reaksi sebagai berikut Finley, 2001:
2 SO
2
g + O
2
g 2
SO
3
g SO
3
g + H
2
O g
H
2
SO
4
aq
H
2
SO
4
merupakan asam kuat yang mempunyai pH rendah. Adanya H
2
SO
4
dalam air hujan menurunkan pH air hujan.
Finley 2001 juga menjelaskan bahwa NO
2
bersifat tidak stabil dan cepat bereaksi dengan uap air di udara menjadi HNO
3
seperti reaksi berikut: 2 NO
2
g + O
2
g 2
NO
2
g NO
2
g + H
2
O g
HNO
3
aq
Lebih lanjut dinyatakan HNO
3
bersifat asam kuat dan mempunyai daya oksidator yang tinggi, sehingga bila terdapat dalam air hujan akan menurunkan pH air hujan dan juga
memberikan sifat oksidator pada air hujan. Peranan H
2
SO
4
dan HNO
3
dalam pembentukan hujan asam tersebut didukung oleh hasil penelitian Singh and Agrawal 1996 tentang respon 2 kultivar Triticum
aestivum L. terhadap simulasi hujan asam. Konsentrasi ion pada larutan simulasi hujan
asam seperti pada Tabel 2.6. Tabel 2.6 Konsentrasi ion pada larutan simulasi hujan asam
Konsentrasi ion mgl pH larutan
hujan asam H
+
NO
3 -
SO
4 2-
5,6 0,002 0,23 1,12 5,0 0,006 0,40 1,60
4,5 0,020 0,52 2,10 4,0 0,080 1,30 5,20
3,0 1,000 9,31 37,00
Dampak selanjutnya dari deposisi asam adalah meningkatnya keasaman tanah dan air yang akan mempengaruhi mahluk hidup seperti tumbuhan dan hewan.
2.4. Peran Serta Masyarakat Berdasarkan kamus Webster 1976, peran serta mengandung arti : 1 kegiatan
atau pernyataan untuk ikut mengambil bagian dalam suatu kegiatan, 2 kerjasama dalam suatu hubungan yang saling menguntungkan. Peran serta dalam pengelolaan lingkungan
berarti peran serta seseorang atau masyarakat dalam proses pemanfaatan, pengendalian, penilaian lingkungan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan
dengan memberikan masukan berupa pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pengelolaan lingkungan
Anwar, 1999. Besarnya manfaat lingkungan yang dapat dinikmati oleh pelaku peran
serta sangat tergantung pada besar dan mutu sumbangannya pada pengelolaan lingkungan, sedangkan besar dan mutu sumbangannya sangat tergantung pada tingkat
kemampuan serta kesempatan yang diperoleh untuk berperan serta dalam pengelolaan lingkungan tersebut Sudibyo, 1994.
Uphoff 1988, menyatakan bahwa paling tidak ada tiga alasan utama pentingnya melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan pengelolaan
lingkungan, yaitu : 1 sebagai langkah awal mempersiapkan masyarakat untuk menumbuhkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab masyarakat setempat terhadap
program pengelolaan lingkungan yang dilaksanakan, 2 sebagai alat untuk memperoleh informasi mengenai kebutuhan, kondisi, dan sikap masyarakat setempat, dan 3
masyarakat mempunyai hak untuk mengeluarkan pendapat dalam menentukan program- program pengelolaan lingkungan yang akan dilaksanakan di wilayah mereka.
2.5. Sistem Sistem berasal dari perkataan systema dalam bahasa Yunani, yang dapat
diartikan sebagai keseluruhan yang terdiri dari macam-macam bagian Winardi, 1999. Setiap fenomena, baik struktural maupun fungsional, yang memiliki sekurangnya dua
komponen yang dapat dipisahkan dan yang saling berinteraksi dapat dianggap sebagai suatu sistem. Definisi lain yang lebih umum adalah keseluruhan interaksi antar unsur dari
sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan Muhammadi et al, 2001. Prahasta 2001, lebih menekankan pada sekumpulan obyek,
ide, yang saling berhubungan dalam mencapai tujuan dan sasaran bersama. Sistem informasi berbasis komputer dibagi menjadi: sistem manajemen data dasar data based
management system , sistem informasi manajemen management information system,
sistem penunjang keputusan decission support system, dan sistem pakar expert system Marimin, 2007. Selain dari sistem informasi sebelumnya beberapa pakar geografis
masih menambahkan sistem informasi geografis SIG, yaitu suatu paradigma baru dalam proses pengambilan keputusan dan penvebaran informasi. Suatu sistem dapat
dinyatakan secara deskriptif dalam bentuk pernyataan statement yang dirumuskan dalam kata-kata atau kalimat. Gejala-gejala alam sehari-hari, atau peristiwa-peristiwa
alam diwaktu yang lalu apabila diamati secara seksama, mengikuti pola-pola alami yang dapat dijelaskan dengan analisis matematika. Dalam membuat pertanyaan, ataupun
pernyataan digunakan nalar atau logika.
Jeffers 1978, mengidentifikasi tujuh langkah dalam aplikasi analisis sistem terhadap suatu masalah ekologi praktis. Langkah-langkah ini dan keterkaitannya satu
sama lain diringkas sebagai berikut : 1. Pengenalan, Pengenalan terhadap keberadaan suatu masalah atau suatu konstelasi
dari masalah-masalah yang saling terkait yang dapat dipertanggungjawabkan dan yang cukup penting untuk dapat diperlihatkan melalui penelitian terinci, bukanlah
suatu langkah yang sepele. Karenanya, tahap pengenalan ini sangatlah penting artinya dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan dari penelitian yang
bersangkutan. 2. Definisi dan pembatasan masalah. Setelah keberadaan suatu masalah diketahui, perlu
dilakukan penyederhanaan, sehingga memungkinkan untuk diselesaikan melalui solusi analitik. Di lain pihak, semua faktor yang akan membuat masalah tersebut
cukup diminati sebagai subyek penelitian praktis sebaiknya dipertahankan. 3. Identifikasi hirarki tujuan. Setelah masalahnya ditentukan dan dibatasi, tujuan-tujuan
penelitian dapat ditetapkan. Biasanya, tujuan-tujuan tersebut akan membentuk suatu hirarki, dengan tujuan-tujuan utamanya dibagi lagi ke dalam serangkaian tujuan yang
skalanya lebih kecil. Dalam hirarki semacam itu, perlu ditentukan prioritas-prioritas pada berbagai tahap dan .juga prioritas yang berkaitan dengan besarnya usaha yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang bersangkutan. 4. Mencari solusi. Sampai tahap ini, biasanya dimungkinkan bagi pihak peneliti untuk
memperoleh serangkaian solusi yang mungkin bagi masalah yang bersangkutan. 5. Pembuatan model. Tahap penting dari pembuatan model, adalah penetapan
keterkaitan dinamik antara berbagai segi dari masalah yang bersangkutan. Pembuatan model harus dilakukan dengan penuh kesadaran akan adanya keraguan-keraguan
dalam berbagai proses yang akan dibuat modelnya, dan akan adanya mekanisme feedback yang dapat menambah kerumitan baik pemahaman maupun pelacakan dari
sistem yang bersangkutan. 6. Evaluasi terhadap arah tindakan yang potensial. Pada evaluasi ini diperlukan adanya
penelitian terhadap sensitivitas dari hasil asumsi-asumsi yang dibuat melalui model tersebut; karena hanya pada saat model tersebut mulai digunakanlah kekurangan-
kekurangannya dalam asumsi-asumsi yang telah dibuat dan dalam perumusan model tersebut mulai tampak.
7. Implementasi hasil. Tahap final dalam analisis sistem adalah implementasi hasil yang diperoleh dari tahap-tahap sebelumnya.
2.6. Penggunaan Sistem Dinamis Secara substansi terdapat 3 alasan yang mendasari penggunaan sistem dinamis
yaitu: 1 pendekatan sistem dengan metode sistem dinamis merupakan proses berpikir menyeluruh dan terpadu yang mampu menyederhanakan kerumitan tanpa kehilangan
esensi atau unsur utama yang menjadi obyek perhatian, 2 metode sistem dinamis sesuai digunakan untuk menganalisis mekanisme interaksi atau melihat pola keterkaitan antar
unsur atau elemen suatu sistem yang rumit, berubah menurut waktu dan mengandung ketidakpastian, 3 dapat merepresentasikan alternatif-alternatif keputusan dengan cepat
melalui simulasi model yang dibangun Coyle, 1996. Secara garis besar tahapan analisis sistem dinamis meliputi : 1 identifikasi
masalah, 2 merumuskan hipotesis sistem dinamis, 3 menyusun kausal sebab akibat atau interface diagram, 4 membangun model simulasi pada komputer, 5 melakukan
pengujian model apakah dapat diterapkan pada dunia nyata, dengan menilai model apakah dapat digunakan untuk pemecahan masalah dan memformulasikan kebijakan
yang diperlukan System Dynamics Society, 2007. Dalam khasanah ilmu sistem, metode sistem dinamis dimasukkan dalam kategori kotak terang atau proses pengolahan
input menjadi output dapat dijelaskan dengan lebih akurat Muhammadi et al., 2001.
2.7. Model Dalam percakapan sehari-hari model untuk menyatakan sesuatu yang patut
dicontoh atau patut dijadikan teladan. Tetapi dalam bidang ilmu pengetahuan suatu model merupakan abstraksi abstraction ataupun penyederhanaan simplification dari
suatu sistem, dan untuk menafsirkannya Jorgensen, 1988; Grant et al, 1997. Dengan kata lain, model dalam arti luas merupakan penggambaran sebagian dari kenyataan.
Model-model dari ekosistem jauh lebih sederhana daripada ekosistem yang sebenarnya. Suatu model harus memiliki atribut-atribut fungsional penting yang terkandung dalam
sistem nyata. Definisi lainnya adalan bahwa model merupakan alat untuk meramalkan perilaku dari suatu kesatuan, yang rumit dan kurang dipahami, dari perilaku bagian-
bagian yang dipahami dengan baik. Model dapat dianggap sebagai suatu formulasi dari pengetahuan mengenai suatu sistem.
Model dapat diklasifikasikan dengan berbagai sudut pandang Jeffers, 1978, Tarumingkeng, 1994; Winardi, 1999, antara lain :
2.7.1. Menurut fungsi : a. Model Deskriptif, yaitu: menggambarkan situasi tertentu. Contohnya: bagan
organisasi. b. Model Prediktif yaitu: persamaan yang bersifat peramalan. Contohnya : grafik curah
hujan dan lain-lain. c. Model Normatif, yaitu: persamaan yang memberikan rekomendasi untuk tindakan
tertentu. Contohnya: jika sebuah komputer tanpa ada aliran energi listrik, tidak akan ada gunanya.
2.7.2. Menurut struktur a. Model Ikonis, yaitu: memiliki beberapa sifat fisik dari hal orisinil yang digambarkan.
Contohnya: maket, miniatur. b. Model Analog, yaitu: antara hal orsinil dan model terjadi substitusi elemen-elemen
dan relasi-relasi. Contoh: grafik, peta. c. Model Simbolis, yaitu: melukiskan kenyataan dengan bantuan simbol-sirnbol.
Contohnya: persamaan, rumus.
2.7.3. Menurut adanya faktor waktu. a. Model Statis, yaitu: terjadinya perubahan tanpa mernperhitungkan waktu. Contohnya :
skema organisasi, model pembelian dan besarnya order. b. Model Dinamis, yaitu: perubahan terjadi dengan memperhatikan fakfor waktu secara
eksplisit dimasukkan sebagai variabel yang menerangkan.
Salah satu penggunaan model yang penting adalah mengoptimasi pembuatan keputusan mengenai lingkungan. Model juga dapat membantu dalam mengoptimasi, atau
memilih cara yang terbaik untuk menghadapi kondisi-kondisi yang rumit di masa datang. Hampir semua interaksi dibidang ekologi bersifat dinamik Jeffers,1978, dalam arti
bahwa interaksi-interaksi tersebut bersifat tergantung-waktu dan senantiasa berubah. Terlebih lagi, interaksi-interaksi tersebut seringkali memiliki fitur yang disebut sebagai
umpan balik, yaitu, membawa kembali efek-efek dari suatu proses tertentu kepada
sumbernya atau kepada tahap terdahulu untuk dapat memperkuat atau memodifikasinya. Umpan balik semacam itu kadang-kadang bersifat positif, dalam arti bahwa efek-efeknya
meningkat, dan kadang-kadang bersifat negatif, dalam arti bahwa efeknya menurun. Umpan balik itu sendiri bersifat kompleks, dengan berbagai hasil yang bergantung pada
serangkaian faktor lingkungan. Dengan berjalannya waktu, suatu model mungkin dapat menggambarkan suatu
sistem yang berubah ataupun tidak. Suatu model statik menggambarkan hubungan atau kumpulan hubungan yang tidak berubah dengan berjalannya waktu, Contoh-contoh
umumnya mencakup model-model regresi yang tidak memiliki waktu sebagai variabel independen. Suatu model dinamik menggambarkan hubungan yang bersifat variasi antar
waktu. Model-model dinamik adalah model-model yang berusaha mencerminkan perubahan-perubahan karena pengaruh waktu, dengan mempertimbangkan bahwa
komponen-komponen model tersebut secara konstan berevolusi sebagai akibat dari tindakan-tindakan sebelumnya, sehingga dapat menyelidiki perilaku sistem apakah
menuju atau menjauh dari posisi ekuilibrium Ruth and Hannon, 1997. Sebuah model sistem dinamik adalah sebuah bentuk matematika, biasanya
persamaan-persamaan yang berbeda, tetapi tidak termasuk perubahan-perubahan logika atau kekuatan stokastik Rord, 2000. Model sistem dinamik dapat dibuat dari sistem
aktual.
2.8. Analisis Finansial Dalam menilai tingkat keberhasilan suatu investasi, pengambil keputusan
memerlukan informasi tentang kinerja keuangan yang tersusun dalam bentuk akuntansi keuangan. Beberapa dasar perhitungan kriteria investasi adalah nilai neto sekarang net
present value -NPV, rasio manfaat terhadap biaya benefit cost ratio-BC, dan tingkat
pengembalian internal internal rate of return-IRR.
2.8.1. Nilai Neto Sekarang Net Present Value-NPV Present value nilai sekarang adalah jumlah uang yang harus dinvestasikan pada
waktu sekarang dengan tingkat bunga tertentu guna mendapatkan penerimaan arus kas tertentu pada akhir periode tertentu di masa datang. Kriteria NPV didasarkan pada
konsep mendiskonto seluruh aliran kas ke nilai sekarang. Dengan mendiskonto semua aliran kas masuk dan keluar selama umur proyek investasi ke nilai sekarang, kemudian
menghitung angka neto maka akan diketahui selisihnya dengan memakai dasar yang sama, yaitu harga pasar saat ini. Hal tersebut berarti sekaligus dua hal telah diperhatikan,
yaitu faktor nilai waktu dari uang dan selisih besar aliran kas masuk dan keluar. Dengan demikian amat membantu pengambil keputusan untuk menentukan pilihan. NPV
menunjukkan berapa besar nilai usaha saat ini pada tingkat diskonto tertentu. Formulasi matematis NPV sebagai berikut Gittinger, 1986 :
∑ +
=
− =
n t
t t
t
i
C B
NPV
1
1
………………………………………………………………2.1 Keterangan : NPV
= nilai neto sekarang Bt
= nilai produksi pada tahun ke i Ct
= biaya produksi tahun ke i n
= umur ekonomis kegiatan investasi i
= tingkat bunga diskonto t
= waktu
2.8.2. Rasio Manfaat terhadap BiayaBC ratio Kriteria BC menunjukkan perbandingan manfaat terhadap biaya. Formulasi
matematis BC sebagai berikut Gittinger, 1986 :
BC =
1 1
1
1
i C
i B
t t
n t
t
t t
n t
t
+ ∑
+ ∑
= =
= =
.......................................................................................2.2
Kriteria pengujian : BC1 investasi dapat dijalankan
BC1 investasi tidak dapat dijalankan
2.8.3. Tingkat Pengembalian Internal Internal Rate of Return-IRR IRR mencerminkan tingkat balikan internal sewaktu nilai sekarang biaya sama
dengan nilai sekarang penerimaan, atau pada saat NPV = 0. Kriteria kelayakan adalah IRR tingkat bunga.
III. METODE PENELITIAN