Pengaruh Diameter Dan Konsentrasi Asam Cuka (C2H4O2) Trehadap Produktivitas Getah Pinus (Pinus merkusii Junghet de Vriese)

36

LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Produktivitas Getah Selama 30 hari (1 bulan) (gram/pohon/bulan)
Perlakuan

1

2

3

Total

Rata-

rata

C1

C2


C3

C4

Total

D1

15,60

10,12

10,72

36,44

12,15

D2


24,30

20,20

21,12

65,62

21,87

D3

24,47

40,60

32,01

97,08


32,36

D4

52,35

67,15

30,12

149,62

49,87

D1

15,60

13,14


18,42

47,16

15,72

D2

25,60

22,30

27,15

75,05

25,01

D3


118,30

65,43

68,18

251,91

83,97

D4

129,60

140,12

90,20

359,92


119,97

D1

27,80

20,90

21,13

69,83

23,27

D2

44,23

43,70


38,00

125,93

41,97

D3

92,40

110,90

72,30

275,6

91,86

D4


133,55

146,37

141,91

421,83

140,61

D1

32,51

40,12

32,00

104,63


34,87

D2

41,70

44,83

52,65

139,18

46,39

D3

103,11

82,78


92,75

278,64

92,88

D4

150,30

176,30

152,75

479,35

159,78

1031,42


1044,96

901,41

2977,79

992,55

37
Lampiran 2. Data Diameter Pohon
Kode Pohon

Keliling (cm)

Diameter (cm)

D1C1a

85

27,07

D1C1b

91

28,98

D1C1c

87

27,70

D1C2a

90

28,66

D1C2b

86

27,38

D1C2c

90

28,66

D1C3a

88

28,02

D1C3b

94

29,93

D1C3c

89

28,34

D1C4a

88

28,02

D1C4b

89

28,34

D1C4c

87

27,70

Kode Pohon

Keliling (cm)

Diameter (cm)

D2C1a

102

32,48

D2C1b

103

32,80

D2C1c

101

32,16

D2C2a

104

33,12

D2C2b

102

32,48

D2C2c

100

31,84

D2C3a

110

35,03

D2C3b

109

34,71

D2C3c

102

32,48

38
D2C4a

109

34,71

D2C4b

107

34,07

D2C4c

105

33,43

Kode Pohon

Keliling (cm)

Diameter (cm)

D3C1a

115

36,62

D3C1b

118

37,57

D3C1c

124

39,49

D3C2a

119

37,89

D3C2b

118

37,57

D3C2c

124

39,49

D3C3a

121

38,53

D3C3b

121

38,53

D3C3c

120

38,21

D3C4a

123

39,17

D3C4b

119

37,89

D3C4c

120

38,21

Kode Pohon

Keliling (cm)

Diameter (cm)

D4C1a

132

42,03

D4C1b

133

42,35

D4C1c

133

42,35

D4C2a

131

41,71

D4C2b

130

41,40

D4C2c

132

42,03

39
D4C3a

133

42,35

D4C3b

140

44,58

D4C3c

139

44,26

D4C4a

140

44,58

D4C4b

130

41,40

D4C4c

140

44,58

40
Lampiran 3. Hasil Pengolahan Data
mber keragamanumlah kuadrat Derajat uadrat Tengah
F
Sig.
bebas
a
ta-rata
98821,918
15
6588,128
37,354
,000
rlakuan
184734,027
1 184734,027 1047,427
,000
20419,296
3
6806,432
38,592
,000
68366,617
3
22788,872 129,211
,000
*B
10036,005
9
1115,112
6,323
,000
ror
5643,821
32
176,369
tal
289199,766
48
Lampiran 4. Hasil Uji Beda Jarak Nyata Duncan
Konsentrasi
Diameter
Stimula

25-30 cm

31-35 cm

36-40 cm

41-45 cm

0%

12,146a

21,873ab

32,360abc

49,873 c

10 %

15,720a

25,016abc

83,970d

119,973e

20 %

23,276ab

41,976bc

91,866d

140,610ef

30 %

34,876abc

46,393bc

92,880d

159,783f

nsia

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata
pada α = 0,05
Lampiran 5. Hasil Perhitungan Uji Kualitas Getah Pinus
1.

Kadar Air (KA)

Berat cawan = 3,0069
Berat sampel = 5,2671
Berat setelah oven = 7,3612
KA(%) =

berat awal −(berat setelah oven −berat cawan )
x 100%
berat awal

KA(%) =

5,2671 −(7,3612 −3,0069)
x 100%
5,2671

41

KA(%) =

KA(%) =

5,2671 −4,3543
5,2671

0,9028
5,2671

x 100%

x 100%

KA(%) =17,14%
2. Kadar Kotoran (KK)
Berat sampel = 10,8136
Berat kertas saring = 1,0227
Berat kertas saring + kotoran = 2,0241
KK(%) =

KK(%) =

(berat kertas saring +kotoran )−(berat kertas saring )
berat sampel

2,0241 −1,0227
10,8136

KK(%) =

1,0014
10,8136

KK(%) =9,26%

x 100%

x 100%

x 100%

34

DAFTAR PUSTAKA
Dahlian, E. dan Hartoyo. 1997. Komponen Kimia Terpentin dari Getah Tusam
(Pinus merkusii) Asal Kalimantan Barat. Info Hasil Hutan. Badan
Pengembangan dan Penelitian Kehutanan. Bogor. 4(1):38-39
Darmawan, S., E. Yusnita, dan N. Hadjib. 2000. Sari Hasil Penelitian Tusam
(Pinus merkusii Jungh. et de Vriese). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Bogor. Hlm. 33-35.
Inhutani IV dan P3HH & SEK. 1996. Laporan Penelitian: Kelayakan Penyadapan
Getah Pinus dengan Sistem Bor di PT. Inhutani IV Sumatera Barat.
Kerjasama Penelitian antara PT Inhutani IV dengan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. Bogor.
Kasmudjo. 1992. Usaha Stimulasi pada Penyadapan Getah Pinus. Duta Rimba.
No. 149-150/XVII Hal 15-20
-----------. 1992. Upaya Peningkatan Produksi Getah Pinus (Tusam). Duta Rimba.
September – Oktober/207 – 208/XXII/1997.
Khaerudiin. 1999. Pembibitan Tanaman HTI. Penebar Swadaya. Jakarta.
Leksono, B. 1996. Analisis Multi Tapak Produksi Getah Pinus merkusii Jungh et
de Vriese di Dua Lokasi Uji Keturunan. Buletin Penelitian Kehutanan.
Pematang Siantar. 12 (2): 160.
Pandit, I. K. N. dan R. Hikmat. 2002. Anatomi Kayu; Pengantar Sifat Kayu
Sebagai Bahan Baku. Yayasan Penerbit Kehutanan Institut Bogor. Bogor
Perum Perhutani dan IPB. 1989. Laporan Penelitian: Penyempurnaan Cara
Penyadapan Getah Pinus untuk Peningkatan Produksi Getah. Perum
Perhutani dengan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Santosa, G. 2010. Pemanenan Hasil Hutan Bukan Kayu : Penyadapan Getah
Pinus. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sasmuko, S. A. dan Totok, K. W. 2001. Optimalisasi Pemanfaatan Hasil Hutan
Bukan Kayu Produk Sadapan. Prosiding Optimalisasi Nilai Sumberdaya
Hutan untuk meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. 12 November
2001. Medan. Hlm. 4 – 5.
Setiasih, I. H., Prahasto dan D. Astuti. 1997. Analisis Sosial Ekonomi Pengelolaan
Gondorukem dan Terpentin. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol. 15: 1p.
(29 – 40). P3HH dan SEK. Bogor.

35

Siregar, E.B.M. 2005. Pemuliaan Pinus merkusii. Fakultas Pertanian. Jurusan
Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sugiyono, Y., H. Sutjipto, dan Nyuwito. 2001. Peningkatan Produksi Getah Pinus.
Duta Rimba. Januari/2001. Hlm. 23-27.
Tobing, T. L. 1999. Pengaruh Penyadapan Pohon Pinus Terhadap Pembentukan
Saluran Damar Traumatis. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Fakultas
Kehutanan IPB. Vol. XII. No.2 Hlm 37-43.
Yusnita, E., S. Sumadiwangsa, D. Setyawan dan Erik Dahlan. 2001. Pengaruh
Kadar Stimulan Terhadap Produktivitas Getah Pohon Pinus (Pinus
merkusii Jungh et de Vriese) Pada Berbagai Tingkat Umur Di Daerah
Sumedang, Jawa Barat. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol. 19: pp.
(165-174). P3HH dan SEK. Bogor
Waluyo, S. 1984. Beberapa Aspek Tentang Pengolahan Vinegar. Dewi Ruci
Press. Jakarta
Wibowo, P. 2006. Produktivitas Getah Pinus merkusii Jungh et de Vriese dengan
Sistem Koakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten
Sukabumi Jawa Barat. Fakultas Kehutanan Institut Petanian Bogor.
Bogor

18

METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di areal kerja PT. Inhutani IV Unit Sumatera
Utara-Aceh, tepatnya di Siborong-borong, Tapanuli Utara. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai April 2015.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah P.merkusiidanasamcuka. Adapun alat yang
digunakan adalah pita ukur, mal sadap, kadukul, talang sadap, tempat
penampungan, bark shaver (pembersih kulit), paku, palu, alat tulis, tally sheet,
kalkulator dan timbangan.
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial
dengan dua faktor perlakuan yaitu:
Faktor 1 : Diameter P.merkusii(D)
Dengan 4 taraf : D1 = 25-30 cm
D2 = 31-35 cm
D3 = 36-40 cm
D4 = 41-45 cm
Faktor 2 : Pemberian stimulansi asam cuka (C)
Dengan 4 taraf : C1 = Tanpa pemberian stimulansi asam cuka
C2 = 10%
C3 = 20%
C4 = 30%

19

Sehingga diperoleh kombinasi sebagai berikut :
D1C1

D1C2

D1C3

D1C4

D2C1

D2C2

D2C3

D2C4

D3C1

D3C2

D3C3

D3C4

D4C1

D4C2

D4C3

D4C4

Setiap perlakuan di buat 3 ulangan, maka keseluruhan pohon yang aka di ukur
adala 48 pohon.
Model matematis untuk percobaan ini adalah :

Dimana :
Yijk

�ijk = � + �i + �j + (��)�� + pk + �ijk

= Produksi getah pada diameter ke-i dan,penambahanasamcuka ke-j
danulanganke-k.

µ

= Nilai rataan umum

αi

= Pengaruh diameter ke-i (i = 1,2,3,4)

βj

= Pengaruh pemberianasamcuka ke-j (j = 0, 10%, 20%)

(αβ)ij =

Pengaruh

interaksi

diameter

ke-i

denganpenambahankonsentrasiasamcukake-j
pk

= Pengaruh diameter dan pemberian stimulansi asam cuka terhadap
ulangan ke-k (k=1,2,3)

Ɛijk

= Pengaruh galat percobaan karena adanya pengaruh diameter ke-i,
penambahanasamcukake-jdanulanganke-k.

20

Prosedur Penelitian
Pengumpulan data di lapangan diambil dengan melakukan kegiatan
pelukaan pohon (penyadapan) di lapangan. Penyadapan getah dilakukan dengan
menggunakan sistem V (metode riil), dengan urutan kerja sebagai berikut:
a.

Dilakukan pengukuran diameter batang pohon pinus yang akan disadap
dengan menggunakan pita ukur dan memilih pohon yang jarak antara
pohon yang satu dengan yang lainnya seragam.

b.

Bagian batang yang akan disadap, kulitnya dibersihkan tanpa melukai
kayunya.

c.

Pola sadap dibuat di bagian tengah kulit yang sudah dibersihkan dengan
menggunakan mal sadap. Pola sadap ini dibuat untuk menetapkan letak
saluran tengah dan letak dimana luka sadap harus dibuat.

d.

Kemudian dibuat lukaan dengan menggunakan metode riil dengan
menggunakan alat sadap yang disebut kadukul. Luka sadap dibuat dengan
arah miring keatas, dengan membentuk sudut kemiringan 400.

e.

Pemasangan talang dilakukan setelah pembuatan pola sadap. Talang sadap
dipasang pada pohon, kemudian ditekuk ke atas dan bagian tengahnya
ditekan dengan menggunakan palu agar masuk ke dalam saluran tengah,
dengan demikian getah dapat tertampung melalui talang.

f.

Setelah pohon dilukai maka diletakkan batok penampung getah, diletakkan
dengan baik agar penampungan getah tidak terganggu.

g.

Pemungutan getah tergantung dari produktivitas getah yang dihasilkan
oleh tanaman P.merkusii.

h.

Pengukuran Produktivitas Getah

21

Parameter Penelitian
1. Volume getah pinus
Volume getah pinus yang di perolah dari hasil penyadapan. Menurut Soenarno,
et. al. (2000), perhitungan produksi getah rata-rata dinyatakan dalam satuan
gram/pohon/hari dihitung sebagai berikut:


Dimana : Y = produksi getah (gr/pohon/hari)
Y=

V = volume getah yang dipungut (gr)
I = intensitas pemungutan (hari)
2. Kualitas getah pinus
Sesuai dengan SNI 7837:2012 syarat mutu getah pinus, kualitas getah
pinusdibedakan atas dua kelas yaitu :
a. Mutu A
- Berwarna putih bening
- Tidak ada campuran tanah/lumpur dan kotoran lain (kandungan kotoran
kurang 7%)
- Kadar air kurang dari 7%
b. Mutu B
- Berwarna keruh kecoklatan
- Ada campuran tanah dan lumpur (kandungan kotoran 7 – 9 %)
- Kadar air lebih dari 7-9 %
Untuk pengujian warna getah pinus dilakukan dengan uji visual atau secara
kasat mata, sedangkan untuk kadar kotoran dan kadar air akan di uji dengan uji
laboratorium.

22

a. Uji Kadar Kotoran
1. Ditimbang contoh getah pinus (berat awal).
2. Ditambahkan minyak terpentin 15 ml, dilakukan pengadukan hingga
getah tersebut larut.
3. Ditimbang kertas saring 100 mesh (berat kertas saring).
4. Dilakukan penyaringan dan ditampung cairan filtrasi pada ember lain.
5. Ditimbang kertas saring dan kotoran (berat akhir)
6. Dihitung kadar kotoran dengan rumus :
KK (%) =

(berat akhir) − (berat kertas saring)
x 100%
berat awal

b. Uji Kadar Air
1. Ditimbang berat sampel getah pinus (berat awal).
2. Cawan yang akan digunakan dikeringkan selama 15 menit, diangkat
cawan dengan menggunakan penjepit lalu didinginkan di dalam
desikator selama 15 menit.
3. Ditimbang berat cawan yang telah didinginkan.
4. Kemudian dimasukkan cawan yg telah berisi sampel kedalam oven
1050C selama 2 jam.
5. Setelah 2 jam, diambil cawan dan dimasukkan kedalam desikator
selama 15 menit.
6. Diangkat cawan dari desikator dan ditimbang berat cawan dan sampel
setelah pengeringan.
7. Dihitung kadar air dengan rumus :
KA(%) =

B. Awal − (B. Akhir − B. Cawan)
x100%
B. Awal

23

HASIL DAN PEMBAHASAN
Produktivitas Getah P. merkusii
Hasil pengumpulan data di lapangan meliputi produktivitas getah
P. merkusii yang diperoleh dengan cara melakukan penyadapan pada
pohon

P. merkusii dengan menggunakan sadapan metode riil. Pohon

yang disadap berumur ± 20 tahun dengan diameter 25-45 cm dan tinggi
luka sadapan yang dibuat yaitu 10 cm di atas permukaan tanah. Menurut
Martawijaya (1989) dalam

Sasmuko et al. (2001), banyaknya getah

yang dihasilkan oleh satu pohon sangat ditentukan oleh faktor umur dan
diameternya. Penambahan umur dan diameter maka akan menyebabkan
produktivitas getah akan semakin bertambah.
Pada penyadapan pohon diperoleh hasil produktivitas getah getah
selama 30 hari yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari hasil penyadapan
tersebut diperoleh produktivitas getah yang terendah selama 30 hari adalah
10,12 gram/pohon dan yang tertinggi 176,30 gram/pohon. Selanjutnya data
tersebut diolah dan dianalisis dengan menggunakan analisis keragaman
dan hasilnya tercantum pada Lampiran 3.

Hasil analisis keragaman

memperlihatkan bahwa besar konsentrasi stimulansia yang digunakan,
diameter pohon pinus serta interaksi dua perlakuan tersebut menunjukkan
adanya pengaruh nyata. Kemudian dilakukan uji wilayah berganda Duncan
(Duncan Multiple Range Test) yang hasil pengujiannya dapat dilihat pada
tabel 1.

24

Tabel 1. Hasil Uji Beda Jarak Nyata Duncan
Konsentrasi
Stimula

Diameter
25-30 cm

31-35 cm

36-40 cm

41-45 cm

0%

12,146a

21,873ab

32,360abc

49,873 c

10 %

15,720a

25,016abc

83,970d

119,973e

20 %

23,276ab

41,976bc

91,866d

140,610ef

30 %

34,876abc

46,393bc

92,880d

159,783f

nsia

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak
berbeda nyata pada α = 0,05
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa interaksi yang memberikan
produktivitas getah rata-rata terbesar adalah konsentrasi stimulansia 30 %
dengan diameter 41-45 cm yaitu sebesar 159,78g/pohon/bulan, walaupun
melalui uji Duncan dapat dilihat bahwa interaksi ini tidak berbeda nyata
pengaruhnya dengan interaksi konsentrasi stimulansia 20 % dengan
diameter 41-45 cm. Untuk perlakuan konsentrasi stimulansia, konsentrasi
sebesar

30 % menempati posisi pertama dalam memberikan hasil

produktivitas getah rata-rata pinus terbesar. Pada perlakuan diameter dapat
dilihat bahwa diameter 41-45 cm menempati posisi pertama dalam
menghasilkan getah yang paling tinggi.
Berdasarkan hasil tersebut, maka diperoleh pilihan perlakuan
dengan perlakuan yang memberikan produktivitas getah rata-rata terbesar
yaitu interaksi perlakuan antara konsentrasi stimulansia 30 % dengan

25

diameter 41-45 cm, sedangkan untuk perlakuan pemberian stimulansia
asam pada penyadapan pinus dipilih konsentrasi 30 %. Mengingat bahwa
stimulansia yang digunakan adalah asam cuka yang merupakan asam
ramah lingkungan dan tidak merusak pohon sesuai dengan pernyataan
(Kasmudjo, 1992), penggunaan stimulansia asam dapat menyebabkan
terbukanya saluran getah yang menyempit atau tersumbat melalui proses
penghangatan oleh asam. Akibatnya, saluran getah dan sel-sel parenkim
terhidrolisi, tekanan menurun, cairan sel keluar sehingga getah menjadi
lebih encer dan lebih lama keluarnya. Oleh karena itu pemilihan
penggunaan konsentrasi stimulansia sebesar 30% merupakan pemilihan
konsentrasi yang tepat dan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas
getah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yusnita et. al (2001) bahwa
pemilihan

konsentrasi

stimulansia

yang

tepat

diharapkan

dapat

meningkatkan produksi getah dan menurunkan biaya stimulansia serta
menurunkan resiko kesehatan pohon, penyadap dan lingkungan.
Berdasarkan pernyataan Kasmudjo (1997) bahwa keluarnya getah
sadapan dari tiap-tiap pohon sangat ditetukan suhu dan kelembapan udara.
Hal ini disebabkan karena suhu yang rendah dan kelembapan udara yang
tinggisangat besar pengaruhnya terhadap kondisi saluran getah. Saluran
getah menyempit bahkan buntu dan apabila masih ada getah yang masih
keluar dengan segera akan mengalami pembekuan di mulut saluran
getahsehingga menyumbat getah yang seharusnya masih bias keluar. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa produktivitas getah rata-rata tertinggi
selama 1 tahun adalah 1,917 kg/pohon/tahun. Dapat dikatakan bahwa

26

produksi getah hasil penelitian ini tergolong rendah, hal ini dikarenakan
faktor lingkungan di sekitar pohon. Lokasi penelitian di Siborong-borong
merupakan daerah yang curah hujan tinggi sehingga akan mempengaruhi
produktivitas getah pinus.Pa da penelitian sebelumnya dilokasi yang sama
diperoleh produksi getah rata-rata tertinggi selama 1 tahun adalah 2,048
kg/pohon/tahun. Perbedaan ini diakibakan oleh penggunaan stimulansi
yang berbeda yaitu asam sulfat yang merupakan asam kuat.

Pengaruh Konsentrasi Stimulansia
Hasil produktivitas getah pada areal PT. Inhutani IV dengan perlakuan
konsentrasi stimulansia dapat dilihat pada Gambar 2.

Produktivitas getah (g/pohon/bulan))

70

62,61

60

55,82
45,9

50
40
30
21,8
20
10
0
0%

10%

20%

30%

Konsentrasi stimulansia

Gambar 2. Hasil Produktivitas Getah dengan Perlakuan Konsentrasi
Stimulansia

27

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa nilai produktivitas getah cenderung
meningkat seiring dengan pertambahan konsentrasi stimulansia. Hal ini
berarti semakin tinggi konsentrasi stimulansia maka nilai produktivitas
getah yang dihasilkan cenderung semakin besar. Kenaikan nilai
produktivitas

getah

berbanding

lurus

dengan

tinggi

konsentrasi

stimulansia. Penggunaan stimulansia asam menyebabkan getah yang
keluar semakin banyak, hal ini sesuai dengan pernyataan Kasmudjo (1992)
bahwa penggunaan stimulansia asam dapat menyebabkan terbukanya
saluran

getah

yang

menyempit

atau

tersumbat

melalui

proses

penghangatan asam. Akibatnya, saluran getah dan sel-sel parenkim
terhidrolisis, tekanan menurun, cairan sel keluar sehingga getah menjadi
lebih encer dan lebih lama keluarnya. Secara umum, perbedaan
konsentrasi stimulansia yang digunakan memberikan pengaruh yang cukup
besar terhadap produktivitas getah rata-rata yang dihasilkan. Penggunaan
stimulansia diperlukan pada areal percobaan di Siborong-borong ini,
dikarenakan suhu di areal ini relatif rendah dan kelembaban tinggi,
sehingga getah akan cepat menggumpal dan menyebabkan saluran menjadi
sempit dan tersumbat maka dari itu aliran getah akan terhambat atau
berhenti. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sugiyoni et al. (2001) yang
menyatakan bahwa agar permukaan luka sadapan selalu terbuka dan getah
tidak membeku dapat digunakan stimulansia.
Penelitian ini menggunakan asam cuka sebagai stimulansia asam
dalam bentuk cairan, sehingga penggunaannya dengan cara disemprotkan

28

ke daerah yang dilukai. Setelah pohon dilukai stimulansia langsung
disemprotkan ke bagian luka (dapat dilihat pada Gambar 3).

Gambar 3. Proses Pemberian Stimulansia
Perbedaan jumlah stimulansia yang diberikan untuk setiap luka dapat
mempengaruhi hasil produksi getah, namun dalam penelitian ini tidak ada
ukuran yang pasti untuk setiap penyemprotan luka, akan tetapi
diasumsikan bahwa banyak stimulansia yang dikeluarkan dari wadah
penyemprot (sprayer) untuk sekali semprot adalah sama karena jenis
wadah yang digunakan adalah sama dan besar lubang semprot juga sama.
Jarak semprot dan angin juga mempengaruhi hasil getah sehingga dalam
penelitian ini ketika kegiatan penyemprotan stimulansia berlangsung mata
semprot diusahakan selalu dekat dengan luka dan mata semprot diatur agar
arah semprotan terfokus. Jika semprotan menyebar maka kemampuan
stimulansia untuk menstimulir getah menjadi berkurang atau tidak
seragam dan akan mempengaruhi getah yang diperoleh.

29

Pengaruh Diameter Pohon Pinus
Produktivitas getah hasil penelitan dengan perlakuan diameter tercantum
pada Gambar 4.

Produktivitas getah (g/pohon/bulan)

100
88,170

90
80
70
56,450

60
50
40
25,360

30
16,130

20
10
0

25-30

31-35

36-40

41-45

Diameter pohon pinus

Gambar 4. Hasil Produktivitas Getah dengan Perlakuan Diameter Pohon Pinus
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan diameter memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas getah, dapat dilihat
bahwa untuk setiap diameter, jumlah produksi getah pinus tidak sama.
Secara berturut-turut jumlah produktivitas rata-rata getah pinus selama 30
hari

adalah

16,13

g/pohon/bulan,

25,36

g/pohon/bulan,

56,45

g/pohon/bulan dan 88,17 g/pohon/bulan.
Semakin besar diameter

maka semakin besar produksi getah yang

dihasilkan, sebaliknya semakin kecil diameter maka semakin sedikit
produksi getah yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan Gambar 3 yang
menunjukkan bahwa diameter 41-45 cm memberikan hasil produktivitas
getah tertinggi dibandingkan dengan dengan diameter dibawahnya. Sejalan

30

dengan pernyataan Wibowo (2006), pengaruh diameter terhadap produksi
getah pinus berhubungan dengan pertumbuhan diameter pohon, yang
menyebabkan volume kayu gubal semakin besar. Semakin besar volume
kayu gubal, maka saluran getah saluran getah yang terkandung pada pohon
pinus akan semakin banyak dan produksi getah akan semakin meningkat.
Pengaruh Interaksi Konsentrasi Stimulansia dengan Diameter Pohon
Pinus
Selama satu bulan penelitian, pelukaan dan pemberian stimulansi
dilakukan sebanyak 6 kali. Hasil produktivitas getah yang dihasilkan dari interaksi

Produktivitas getah (g/pohon/bulan))

antara kedua perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5.
180

159,78

160

140,61

140

119,97

120
100

92,88

91,86

83,97

80
49,87

60
40
20

32,36
21,87
12,15

41,97
25,01
15,72
Gambar5.HasilProduktivtasGetahRat -rat denganPerlakuanI teraksi

Gambar5.HasilProduktivtasGetahRat -rat denganPerlakuanInteraksi

23,27

46,39
34,87

Gambr5.HasilProduktivasGethRa-rtdengaPerlkuanIteraksi

Gambr5.HasilProduktivasGetahRta-r denga PerlakunIteraksi

0
0%

10%

20%

30%

Konsentrasi stimulansia

Gambar 5. Hasil Produktivitas Getah Rata-rata dengan Perlakuan Interaksi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perlakuan yang memberikan
produktivitas getah rata-rata tertinggi adalah konsentrasi stimulansia 30 % dan
dengan diameter 41-45 cm yakni sebesar 159,78 g/pohon/bulan, sedangkan yang
terkecil adalah interaksi antara perlakuan tanpa stimulansia dan dengan diamter
25-30 cm yakni sebesar 12,15 g/pohon/bulan. Hal ini berarti bahwa penggunaan

31

konsentrasi stimulansia tertinggi dan diameter yang besar dapat memberikan
produktivitas getah tertinggi, sedangkan yang memberikan produktivitas getah
terendah adalah perlakuan tanpa stimulansia dan diameter 25-30 cm. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin besar diameter maka semakin besar
produksi getah pinus yang dihasilkan. Namun, hasil produksi getah juga
bergantung kepada tingginya konsentrasi stimulansia yang digunakan.
Kualitas Getah Pinus
Uji laboratorium kualitas getah pinus dilakukan di laboratorium Analisis Kimia
Bahan Pangan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Setelah dilakukan
uji laboratorium diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Kualitas Getah Pinus
rakteristik

tuan

arna

ruh Kecoklatan

K

6%

A

14 %

Keterangan : 1. KK = Kadar Kotoran
2. KA = Kadar Air

Dari tabel di atas maka dapat ditentukan getah pinus pada penelitian ini adalah
getah pinus mutu B, hal ini sesuai dengan syarat mutu getah pinus SNI
7837:2012.
Kualitas getah pinus yang diperoleh diatas dipengaruhi oleh beberapa hal
antara lain tempat penampungan getah pinus, lingkungan tempat
penelitian, kondisi pohon pinus dan jenis pinus yang dipilih. Tempat
penampungan yang digunakan adalah tempurung kelapa dan diletakkan di
atas tanah sehingga dapat di pastikan bahwa kotoran dari luar akan masuk
ke dalam penampungan getah tersebut. Pada saat penelitian, curah hujan

32

tinggi sehingga menyebabkan kadar air getah pinus yang diperoleh tinggi
seperti pada tabel diatas. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Dahlian dan
Hartoyo, 1997) yang menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas getah pinus antara lain faktor internal pohon, faktor eksternal
(lingkungan luar pohon), faktor perlakuan manusia dan faktor genetik.

33

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Konsentrasi stimulansia asam cuka dan diameter pohon pinus memberikan
pengaruh signifikan terhadap produktivitas getah. Produktivitas getah
tertinggi didapat dengan konsentrasi stimulansia sebesar 30 % dan dengan
diameter 41-45 cm dengan kulaitas getah pinus yang dihasilkan adalah
getah pinus mutu B.
Saran
Untuk meningkatkan produksi getah pinus maka pihak PT. Inhutani IV
dapat menggunakan stimulansia sebesar 30% atau lebih, sehingga dapat
membandingkan produktivitas getah yang memberikan hasil yang lebih
baik dan menguntungkan.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Pinus merkusii Jungh et de Vriese
Pinus merkusii Jungh et de vriese pertama kali ditemukan dengan nama
tusam di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan oleh seorang botani dari Jerman yaitu
Dr. F.R. Junghuhn pada tahun 1841. Jenis ini tergolong jenis cepat tumbuh dan
tidak membutuhkan persyaratan khusus. Keistimewaan jenis ini antara lain
merupakan satu-satunya yang menyebar secara alami ke selatan khatulistiwa
sampai 2o Lintang Selatan. Pinus atau tusam dikenal sebagai penghasil kayu, resin
dan gondorukem yang dapat diolah lebih lanjut sehingga mempunyai nilai
ekonomi yang tinggi. Kelemahan P. merkusii adalah peka terhadap kebakaran,
karena menghasilkan serasah daun yang tidak mudah membusuk secara alami
(Siregar, 2005).
Sugiono et al. (2001), menyebutkan tentang susunan taksonomi Pinus
merkusii sebagai berikut :
Diviso

: Spermatophyta

Sub Divisio

: Gymnospermae

Ordo

: Coniferales

Famili

: Pinaceae

Genus

: Pinus

Spesies

: Pinus merkusii Jungh et de Vriese

Tempat Tumbuh
Pinus merkusii dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tanah
berpasir, tanah berbatu dengan curah hujan tipe A-C pada ketinggian 200 - 1.700

4

mdpl. Di hutan alam masih banyak ditemukan pohon besar berukuran tinggi 70 m
dengan diameter 170 m. P. merkusii termasuk famili Pinaceae, tumbuh secara
alami di Aceh, Sumatera Utara, dan Gunung Kerinci. P. merkusii memiliki sifat
pioner yaitu dapat tumbuh baik pada tanah yang kurang subur seperti padang
alang-alang. Di Indonesia, P. merkusii dapat tumbuh pada ketinggian 200–2.000
mdpl. Pertumbuhan optimal dicapai pada ketinggian antara 400–1.500 mdpl
(Khaeruddin, 1999).
CiriUmum
Menurut Pandit dan Hikmat (2002), P. merkusii memiliki ciri umum
sebagai berikut :
Warna

: Terasnya sukar dibedakan dengan gubalnya kecuali pada pohon
berumur tua terasnya berwarna kuning kemerahan sedangkan
gubalnya berwarna putih krem.

Corak

: Permukaan radial dan tangensialnya mempunyai corak yang
disebabkan karena perbedaan struktur kayu awal dan kayu
akhirnya sehingga terkesan ada pola dekoratif.

Riap tumbuh

: Agak jelas terutama pada pohon-pohon yang berumur tua, pada
penampang

lintang

kelihatan

seperti

lingkaran-lingkaran

memusat.
Tekstur

: Agak kasar dan serat lurus tapi tidak rata.

Kekerasan

: Agak keras dan berat agak ringan sampai agak berat.

5

Ciri Anatomi
Menurut Pandit dan Hikmat (2002), P. merkusii memiliki ciri anatomi
sebagai berikut :
Pori

: Tidak berpori tapi mempunyai saluran damar aksial yang
menyerupai pori dan tidak mempunyai dinding sel yang
jelas. Saluran damar aksial menyebar, sangat jarang dan
diameter tangensialnya sekitar 170 – 190 mikron.

Jari-jari

: Sangat halus dan sempit terdiri dari 1 seri, kadang-kadang
ada yang fusifom jumlahnya sekitar 4 -7 per mm arah
tangensialnya, tingginya terdiri dari 4 – 15 sel.

Saluran interseluler : Aksial menyebar dan jarang pada penampang lintang
menyerupai pori namun tidak berdinding.
Sifat dan Kegunaan
Menurut Pandit dan Hikmat (2002), P. merkusii memiliki sifat dan
kegunaan sebagai berikut :
Berat jenis

: Rata-rata 0,55 (0,40 – 0,75)

Kelas Awet

: IV

Kelas Kuat

: III

Kegunaan

: - Korek api, pensil, kotak, dan permainan anak
- Papan Partikel, vinir, pulp dan kertas
- Perabot rumah tangga
- Kerangka pintu dan jendela

Sugiyono et al. (2001), menyatakan bahwa pohon pinus dapat mencapai tinggi 70
m, mempunyai kulit yang sangat tebal, dengan alur-alur vertikal agak dalam,

6

permukaan batang berwarna abu-abu, dan pada bagian bawah berwarna coklat
kemerah-merahan. Pada umumnya orang mengenal kulit pohon pinus atas dasar
ketebalan dan kekerasannya.
Pengertian dan Sifat Getah
Getah yang dihasilkan oleh Pinus merkusii digolongkan sebagai
oleoresinyangmerupakan cairan asam-asam resin dalam terpentin yang menetes
keluar apabila saluranresin pada kayu tersebut tersayat. Oleoresin pinus berbeda
dengan natural resin yangmerupakan getah alami yang keluar dari rongga-rongga
jaringan kayu pada genusdipterocarpaceae. Getah pinus terdapat pada saluran
interseluler sel atau saluran damartraumatis dimana saluran damar tersebut
dibentuk dari oleh suatu mekanisme baik secaralysigenous (sel pada jaringan kayu
hancur dan meninggalkan celah) maupunschizogenous (sel memisahkan diri) atau
schizolysigenous. Saluran resin memanjangbatang diantara sel-sel trakeida atau
melintang radial dalam berkas jaringan jari-jari kayu.Saluran vertikal memanjang
batang biasanya lebih besar dibandingkan saluran ke arahradial dan sering kedua
saluran tersebut berhubungan dan membentuk jaringantransportasi getah didalam
pohon (Santosa, 2010).
Lebih lanjut Tobing (1999), menyatakan bahwa berdasarkan bukti-bukti
biokimia, getah dibentuk secara insitu. Getah ini berfungsi sebagai penutup luka
agar air tidak bisa masuk dan sekaligus sebagai bahan antiseptik untuk menahan
serangan hama dan penyakit. Sifat getah pinus (oleoresin) ini adalah suatu bahan
hydrophobi, larut dalam pelarut netral atau pelarut organik non polar seperti etil
eter, hexan, dan pelarut minyak lainnya. Jenis getah ini mengandung terutama
senyawa-senyawa terpenoid, hidrokarbon dan senyawa netral. Getah pinus yang

7

didestilasi akan menghasilkan gondorukem (gum rosin) dan terpentin (gum
turpentine) dengan perbandingan antara 4:1 dan 6:1. Warna getah pucat, jernih
dan lengket serta apabila diuapkan berubah menjadi rapuh. Sugiyono et al. (2001),
menyatakan getah pinus tersusun atas 66 % asam resin (resin), 25 % terpentin
(monoterpene), 7 % bahan netral yang tidak mudah menguap dan 2 % air.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas getah pinus yaitu; faktor
pasif :kualitas tempat tumbuh, umur, kerapatan, sifat genetis, ketinggian tempat,
sedangkanfaktor aktif adalah kualitas dan kuantitas tenaga sadap serta perlakukan
dan metodesadapan. Faktor-faktor tersebut dapat diperinci bahwa produktivitas
getah dipengaruhijuga oleh faktor; luas areal sadap, kerapatan pohon, jumlah
koakan tiap pohon, arah sadapterhadap matahari, jangka waktu pelukaan, sifat
individu

pohon

dan

keterampilanpenyadap

serta

pemberian

stimulansia

(Santosa, 2010).
Getah yang baik adalah getah yang segar biasanya mengandung banyak
terpentin, bewarna putih bersih, dan bebas dari kotoran (daun, tatal, pasir, debu,
dan sebagainya). Getah pinus merupakan senyawa kompleks yang bersifat asam
dan sangat peka terhadap waktu dan rusak akibat penuaan atau aging
(Perum Perhutani dan IPB, 1989).
Kegunaan Getah Pinus merkusii
Getah (oleoresin) yang diperoleh dari penyadapan pinus dapat diolah
menjadi gondorukem dan terpentin. Gondorukem diketahui merupakan salah satu
bahan yang digunakan untuk campuran produksi ban dengan karet alam, bahan
kosmetik, dan lain-lain. Menurut Darmawan et al. (2000), gondorukem digunakan
untuk campuran batik tulis dan cetak, disamping dapat dimasak lagi untuk

8

campuran bahan-bahan sabun, cat dan vernis, kertas, fungisida, lacquers,
plasticizers.
Terpentin adalah minyak eteris yang diperoleh sebagai hasil sampingan
dari pembuatan gondorukem. Minyak terpentin digunakan sebagai pelarut atau
sebagai minyak pengering. Selain itu minyak terpentin digunakan untuk ramuan
semir sepatu, logam dan kayu, sebagai bahan substitusi kamper dalam pembuatan
seluloid dan sebagai pelarut bahan organik. Minyak terpentin yang merupakan
salah satu jenis minyak atsiri yang berwarna bening sampai kuning muda, dapat
diperoleh antara lain melalui destilat getah pinus atau menyuling secara fraksinasi
ekstrak tunggul kayu pinus (Darmawan et al., 2000).
Menurut Setiasih et al. (1997), dewasa ini gondorukem telah diekspor ke
beberapa negara di Asia, Amerika, Eropa, Australia, dan Afrika. Ekspor ini
menghasilkan devisa bagi negara. Oleh karena itu industri gondorukem perlu
ditingkatkan mengingat potensi hutan Pinus merkusii dan tenaga kerja di
Indonesia cukup besar.
Data statistik Perum Perhutani tahun 1991 menunjukkan bahwa pada
tahun 1990, dari hutan pinus seluas 480.048,64 ha, telah diekspor 30.788 ton
gondorukem, 8.217 ton terpentin dan 1.232 ton getah dengan pendapatan devisa
sebesar US$15.241.274. Namun, jumlah tersebut baru memenuhi 58,85 %
permintaan konsumen luar negeri seperti : Asia, Australia, dan Eropa
(Leksono, 1996).

9

Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Getah
Produksi getah pinus dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar.
Faktor dalam adalah faktor-faktor yang berasal dari pohon itu sendiri, seperti :
umur, tajuk, diameter batang, kesehatan akar, dan sebagainya. Sedangkan faktor
luar diantaranya kesuburan tanah (bonita), elevasi (ketinggian tempat), kerapatan
tegakan dan cuaca (Kasmudjo, 1997).
Produksi getah Pinus secara keseluruhan dipengaruhi oleh :
1. Luas areal sadapan.
2. Kerapatan (jumlah pohon per Ha).
3. Jumlah koakan tiap pohon dan jangka waktu pelukaan.
4. Sifat individu pohon.
5. Keterampilan tenaga kerja penyadap.
Prinsip keluarnya getah dari luka adalah sebagai berikut : saluran getah pada
semua sisi dikelilingi oleh jaringan parenkim diantara saluran getah dan sel-sel
parenkim terdapat keseimbangan osmotik. Jika dibuat luka pada batang pinus
sehingga saluran getahnya terbuka, maka tekanan dinding berkurang akibatnya
getah keluar (Kasmudjo, 1997).
Produksi getah per pohon per tahun untuk berbagai jenis pinus antara lain :
1. Pinus khaya : 7,0 kg/pohon/tahun
2. Pinus merkusii : 6,0 kg/pohon/tahun
3. Pinus palustris : 4,2 kg/pohon/tahun
4. Pinus maritima : 3,0 kg/pohon/tahun
5. Pinus longifolia : 2,5 kg/pohon/tahun
6. Pinus austriasca : 2,1 kg/pohon/tahun

10

7. Pinus excelsa : 1,2 kg/pohon/tahun
(Kasmudjo, 1997).
Menurut Sugiyono et al. (2001), beberapa faktor yang mempengaruhi
produksi getah adalah sebagai berikut :
a. Umur pohon
Perbedaan umur pohon berpengaruh atas hasil getah. Semakin tua umur
pohon menghasilkan getah semakin banyak sampai pada batas umur tertentu. Ciriciri pohon pinus serta seluruh proses fisiologis yang terjadi di dalamnya akan
berkembang sejalan dengan bertambahnya umur pohon, setiap tahap pertumbuhan
mempunyai proses fisiologis yang berbeda. Peningkatan kelas umur pohon diikuti
oleh kenaikan getah.
b. Tajuk pohon
Hasil getah tiap pohon berhubungan langsung dengan besarnya tajuk,
karena dalam tajuklah terjadi proses fotosintetis. Pohon dengan tajuk lebar akan
menerima cahaya matahari yang lebih banyak, sehingga akan terjadi proses
fotosintetis yang lebih banyak dibandingkan dengan pohon yang bertajuk lebih
kecil. Hasil fotosintetis yang besar akan menambah pertumbuhan diameter pohon.
c. Diameter
Pohon-pohon dengan diameter kurang dari 25 cm pada setinggi dada
menghasilkan getah sedikit. Pohon dengan hasil getah yang banyak dicirikan
dengan lingkaran tahun yang lebar, tajuk rata atau penuh dan bentuk kerucut serta
mempunyai tinggi tajuk sampai setengah dari tinggi pohonnya.

11

d. Kesehatan pohon
Kesehatan pohon berpengaruh langsung terhadap kelancaran proses
fotosintetis, pertumbuhan batang, dan pembentukan kayu gubal. Pohon-pohon
yang sehat menghasilkan getah lebih banyak dibandingkan pohon-pohon yang
terserang penyakit. Pohon pinus yang berdaun kering terbakar dan terserang ulat
menghasilkan getah sedikit.
e. Perbedaan jenis pohon
Pinus yang menghasilkan getah terdapat beberapa jenis dengan produksi
yang berbeda-beda.
f. Bonita tanah
Pohon-pohon

yang

tumbuh

pada

tanah

yang

berbonita

tinggi,

pertumbuhannya lebih baik dan pada gilirannya produksi getahnya lebih banyak,
karena kandungan unsur hara tanahnya lebih besar.
g. Kerapatan tegakan
Kerapatan tegakan mempengaruhi pertumbuhan pohon yang dengan
sendirinya mempengaruhi produksi getah.
h. Cuaca dan iklim
Faktor cuaca berpengaruh terhadap aliran getah dari sadapan. Pada suhu
yang rendah dan kelembaban yang tinggi, getah yang membeku akan menyumbat
saluran getah dan muara akan tertutup akibatnya getah yang mengalir akan
terhenti. Pada musim hujan hasil getah biasanya akan menurun karena curah hujan
akan mempengaruhi kelembaban di sekitar luka sadapan. Suhu yang relatif rendah
menyebabkan getah cepat menggumpal dan menyebabkan saluran menjadi sempit
juga muara tersumbat, sehingga aliran getah menjadi berkurang sampai terhenti.

12

Penyadapan Getah
Di Indonesia percobaan penyadapan getah pinus pertama kali dilakukan di
Aceh oleh W. G. Van deen Kloot tahun 1924, di pulau Jawa baru dilakukan di
daerah Lawu Ds. dan Wilis pada tahun 1947 (Sugiyono et al., 2001). Penyadapan
getah pinus dilakukan dengan cara melukai batang pohon dengan bentuk serta
kedalaman luka tertentu sesuai dengan metoda penyadapan yang digunakan.
Pelukaan ini bertujuan untuk dua hal, yaitu : pertama untuk mengaktifkan atau
memicu jaringan epitel agar memproduksi getah (oleoresin) dan kedua untuk
menyingkapkan saluran damar yang berada pada jaringan xylem. Jaringan epitel
adalah jaringan khusus pada tumbuhan yang memproduksi getah apabila terjadi
pelukaan pada pohon. Pada jenis-jenis pinus, jaringan epitel dapat memproduksi
getah secara terus-menerus selama bagian tersebut berada di dalam kayu gubal,
sedangkan pada jenis kayu daun jarum lainnya, jarang yang berfungsi lebih dari
satu musim. Saluran damar adalah ruang kosong antara sel yang berbentuk
saluran. Saluran damar umumnya dibatasi atau dikelilingi oleh jaringan epitel dan
fungsinya adalah untuk menampung getah yang diproduksi oleh jaringan epitel
serta menyalurkannya ke bagian luka. Dengan menyingkapkan saluran damar
maka getah akan mengalir ke permukaan yang kemudian ditampung ke dalam
penampung dan selanjutnya dipungut. Pelukaan pohon dapat memicu terjadinya
pembentukan saluran damar sekunder (saluran damar traumatis), baik yang berupa
saluran damar traumatis aksial maupun yang radial, walaupun kedua-duanya tidak
akan dijumpai secara bersama-sama di dalam batang pohon. Pembentukan saluran
damar traumatis ini mempunyai arti yang penting karena dengan bertambahnya

13

jumlah saluran damar maka produksi getah akan semakin meningkat (Tobing,
1999).
Menurut Sugiyono et al. (2001), pohon pinus akan disadap memenuhi
beberapa ketentuan, yaitu :
1. Diameter minimum 20 cm, yaitu saat riap pohon maksimal.
2. Pemilihan pohon dimana hanya pohon-pohon yang akan ditebang yang
disadap, dimulai pada pohon berumur 11 tahun.
Hadipoernomo (1992) juga mengatakan bahwa pohon pinus dianggap
sudah masak sadap bila pohon tersebut sudah berumur 11 tahun atau masuk kelas
umur III. Jika sesuatu berjalan lancar dan dilakukan menurut petunjuk kerja
dengan seksama, maka jangka waktu sadap dapat berlangsung sampai 20 tahun.
Sistem Penyadapan Getah
Sistem penyadapan getah pinus di Indonesia secara garis besar dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : Koakan, Riil dan Bor. Dalam penentuan
cara penyadapan getah pinus tidak terlepas dari pertimbangan yang berhubungan
dengan faktor teknis, sosial, ekonomi dan ekologi. Secara teknik, cara penyadapan
getah pinus yang dipilih adalah yang dapat dilakukan dengan mudah. Secara
sosial, cara yang dipilih adalah yang mampu memberi lapangan pekerjaan
terhadap masyarakat sekitar. Secara ekonomi, cara penyadapan getah pinus yang
dipilih adalah yang efisien dan efektif sehingga dapat memberi keuntungan yang
optimal. Ditinjau dari segi ekologis, yang dipilih adalah cara penyadapan getah
pinus yang tidak menimbulkan kerusakan yang berarti pada pohon yang disadap
(Inhutani IV et al., 1996).

14

Metode Rill
Sadapan metode rill ialah proses pelukaan pada permukaan kayu dengan
membuat saluran induk arah vertikal dan saluran cabang arah miring yang
membentuk sudut 40°terhadap saluran induk dengan kedalaman 2 cm. Sistem ini
caranya meliputi tahapan:
a. Bagian batang dibersihkan kira-kira 1/3 lingkaran batang pohon.
b. Pelukaan dibuat dengan alat yang disebut hogal.
c. Luka sadap berbentuk “V” dengan kedalaman 2-5 cm dan kemiringan
saluran 20°-40°.
d. Lebar sadapan sekitar 20 cm (Kasmudjo, 1997).
Kelemahan metode rill antara lain bidang sadap yang luas menyebakan luasan
sadapan yang dibutuhkan lebar sehingga untuk satu pohon hanya dapat dilakukan
sadap buka sekali dan memerlukan waktu proses penyadapan yang relatif lama
dan kurang efisien.
30

1

3

7

4

2
10
TA

Gambar 1. Pola Sadapan Metode Riil
Keterangan :
1. Bagian kayu yang tidak dibersihkan
2. Bagian kayu yang dibersihkan
3. Pola sadapan ukuran 20 x 65 cm
4. Letak saluran tengah (central groove).

15

Upaya Meningkatkan Produksi Getah Pinus
Getah pinus dapat diperoleh dengan penyadapan batang pohon. Saluran
getah yang akan menyempit atau buntu dan apabila masih muda, getah yang dapat
keluar dengan segera mengalami pembekuan di mulut saluran getah yang disadap
sehingga menyumbat mulut saluran getah. Agar permukaan luka sadapan selalu
terbuka dan getah tidak membeku, dapat digunakan stimulansia tertentu
(Sugiyono et al., 2001).
Hadipoernomo (1992), menyatakan telah banyak usaha pembaharuan yang
dicoba untuk meningkatkan produksi getah pinus, antara lain dengan
menggunakan bor dan kantung plastik serta penggunaan pasta kimia. Riyanto
pada tahun 1979 pernah mencoba untuk membandingkan pengaruh stimulan asam
sulfat dan asam klorida terhadap getah pinus dengan konsentrasi masing-masing
sebesar 2,5 %. Riyanto dalam penelitiannya juga menyebutkan perlakuan dengan
pasta sulfat mampu meningkatkan produksi getah di India sekitar 40 – 50 %. Di
Amerika Serikat penggunaan pasta sulfat 60 % pada Pinus polustris dan Pinus
etliotii memberikan hasil 25,2 gr/pohon/hari.
Pada kesempatan lain, Sumadiwangsa, et. al., pada tahun 1999 meneliti
penggunaan zat perangsang SOCEPAS 235 As pada kosentrasi 0 %, 20 %, 25 %
dan penutupan luka sadap untuk mengetahui produktivitas getahnya. Hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan stimulansia tersebut pada konsentrasi
20 % dan 25 % menghasilkan getah rata-rata sebesar 51,6 dan 48,2 gr/pohon.
Penyadapan pinus dengan sistem bor dan pemberian zat perangsang asam sulfat +
CEPA pada hutan Sumatera Barat (Darmawan et al., 2000).

16

Stimulansia
Penggunaan stimulansia asam dapat menyebabkan terbukanya saluran
getah yang menyempit atau tersumbat melalui proses penghangatan oleh asam.
Akibatnya, saluran getah dan sel-sel parenkim terhidrolisi, tekanan menurun,
cairan sel keluar sehingga getah menjadi lebih encer dan lebih lama keluarnya
(Kasmudjo, 1992).
Suhu yang relatif rendah dan kelembaban yang tinggi, getah akan cepat
menggumpal dan menyebabkan saluran menjadi sempit dan tersumbat sehingga
aliran getah terhambat atau terhenti. Menurut Sugiyono et al. (2001) agar
permukaan luka sadapan selalu terbuka dan getah tidak membeku dapat
digunakan stimulansia. Yusnita et al. (2001) mengatakan bahwa pemilihan
konsentrasi stimulansia yang tepat diharapkan dapat meningkatkan produksi getah
dan menurunkan biaya stimulansia serta menurunkan resiko kesehatan pohon,
penyadap dan lingkungan.
Menurut Mardikanto dan Tobing (1996) dalamSudrajat (2002), pemakaian
kadar stimulansia yang tinggi belum tentu memberi hasil getah yang lebih besar.
Penyadapan dengan cara rill dan dengan pemakaian kadar stimulansia 10% di
KPH Sumedang memberikan hasil getah yang lebih tinggi daripada pemakaian
kadar stimulansia 30%, demikian juga yang terjadi di Pekalongan, produksi getah
dengan cara koakan dan pemakaian kadar stimulansia sebesar
hasil sadap yang lebih tinggi dibandingkan kadar stimulansia30 %.

10% memberi

17

Asam Cuka
Asam asetat, asam etanoat atau aam cuka adalah senyawa kimia asam
organic yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.
Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2, tidak berwarna dan memiliki titik
beku 16,70C. Asam cuka merupakan satu asam karboksilat paling sederhana,
setelah asam format. Dalam industri makanan, asam cuka digunakan sebagai
pengatur keasaman dan pelunak air. Asam cuka memiliki konstanta dielekrik yang
sedang yaitu 6,2 sehingga dapat melarutkan baik senyawa polar seperti garam
anorganikndan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur
seperi sulfur dan iodin. Asam cuka bercampur dengan mudah denga pelarut polar
dan non-polar. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini
membuatnya digunakan secara luas dalam industri kimia. Asam cuka dikenal
dengan baunya yang khas, garam-garam dari asam asetat bereaksi dengan besi
klorida yang menghasilkan warna merah pekat yang hilang bila larutan diasamkan
(Waluyo, 1984).

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pinus merkusii merupakan satu-satunya jenis pinus yang tumbuh asli di
Indonesia. P. Merkusiitermasuk dalam jenis pohon serbaguna yang terusmenerus
dikembangkan dan diperluas penanamannya pada masa mendatang untuk
menghasilkan kayu, produksi getah dan konservasi lahan. Hampir semua bagian
pohonnya dapat dimanfaatkan, antara lain bagian batangnya dapat disadap untuk
diambil getahnya. Getah tersebut diproses lebih lanjut menjadi gondorukem dan
terpentin. Gondorukem dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat sabun,
resin dan cat. Terpentin digunakan untuk bahan industri, parfum, obat-obatan dan
desinfektan. Hasil kayunya bermanfaat untuk konstruksi, korek api, pulp, dan
kertas serat panjang. Bagian kulitnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan
abunya dapat digunakan untuk bahan campuran pupuk, karena mengandung
kalium (Dahlian dan Hartoyo, 1997).
Salah satu masalah yang dihadapi dalam produksi getah pinus ini adalah
rendahnya produktivitas yaitu rata-rata 1.50 kg per pohon per tahun, dibanding
dengan produktivitas yang dicapai negara lain seperti China, India, Portugal dan
Spanyol, yaitu berkisar antara 2.50–4,00 kg per pohon per tahun (Perum Perhutani
dan IPB, 1989). Menurut Badan Pusat Statistik Sumatera Utara tahun 2004,
bahwa produksi hasil hutan getah pinus Sumatera Utara sebesar 295.63 kg.
Penurunan produksi getah pinus dari tahun ke tahun disebabkan oleh sadapan
pinus yang semakin berkurang (Sugiyono et. al., 2001).Di lain pihak permintaan
pasar akan gondorukem dan terpentin semakin meluas sehingga hal tersebut
mendorong rimbawan untuk meningkatkan efisiensi dan intensifikasi sadapan

2

tanpa melanggar kaidah-kaidah manajemen hutan yang berlaku. Salah satu usaha
yang sedang dicoba adalah penggunaan stimulansia kimia untuk meningkatkan
hasil getah.
Menurut Wibowo (2006), dalam upaya meningkatkan produksi getah
dengan menggunakan stimulansia asam, hal yangperlu diperhatikan adalah
tentang konsentrasi asam. Jika konsentrasinya terlalu rendah, upaya ini kurang
efektif. Sebaliknya, jika konsentrasinya terlalu tinggi, dapat mengakibatkan kayu
pohon pinus menjadi kering.
Faktor lain yang dapat meningkatkan getah pinus adalah diameter pohon
pinus. Berdasarkan hal diatas dilakukan penelitian

untuk mengukur berapa

besarnya konsentrasi asamcuka sebagai bahan stimulansi dan diameter yang dapat
memberikan hasil sadapan yang terbaik dalam metode riil.
Tujuan Penelitian
Penelitian

ini

bertujuan

untuk

mengetahui

pengaruh

kelasdiameterdanpemberian stimulansi asam cuka terhadap produtivitas getah
pinus

(P. merkusii Jungh et. De vriese).

Hipotesi Penelitian
Interaksi antara diameter dan stimulansi asam cuka dapat meningkatkan
produktivitas getah P. merkusii.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi
mengenai pengaruh kelasdiameterdan stimulansi asam cuka terhadap produtivitas
getah pinus (P. merkusii Jungh et. De vriese)

ABSTRAK
JUKI PIMROI HUTABALIAN : Pengaruh Diameter dan Konsentrasi
Stimulansi Asam Cuka (C2H4O2) Terhadap Produktivitas Getah Pinus (Pinus
merkusii Junghet de Vriese), dibimbing oleh RIDWANTI BATUBARA dan
AFIFUDDIN DALIMUNTHE.
Produksi getah pinus dipengaruhi antara lain oleh penggunaan stimulansia
dan pengaruh diameter. Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh kombinasi
pemberian stimulansiaC2H4O2 dan pengaruh diameter terhadap hasil sadapan
getah P. merkusii dan melihat konsentrasi C2H4O2 dan pengaruh diameter yang
memberikan hasil sadapan terbaik. Penelitian ini dilaksanakan di areal kerja PT.
Inhutani IV, Siborong-borong pada Maret – April 2014 menggunakan rancangan
acak kelompok faktorial 2 faktor yaitu konsentrasi stimulansia (0%, 10%, 20%
dan 30%) dan pengaruh diameter (25-30 cm, 31-35 cm, 36-40 cm dan 41-45 cm).
Parameter yang diamati adalah produksi getah pinus (gram).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan stimulansia
C2H4O2pada penyadapan pohon pinus dapat meningkatkan hasil getah.
Penggunaan C2H4O2 dapat meningkatkan hasil getah 2 – 4 kali lipat dari yang
tidak diberi stimulansia. Konsentrasi stimulansia 30% dan diameter 41-45 cm
memberikan hasil sadapan terbaik.

Kata kunci : P. merkusii, getah, stimulansia, diameter.

i

ABSTRACT
JUKI PIMROI HUTABALIAN : Effect of Diameter and Concentration
Stimulansi Vinegar Acid (C2H4O2) pine sap on Productivity (Pinus merkusii
Junghet de Vriese), supervised by RIDWANTI BATUBARA and
AFIFUDDIN DALIMUNTHE.
The Production of oleoresin is affected by the application of stimulant and
effect of diameter. The purpose of this research were to know the effect of C2H4O2
stimulant and effect of diameter to P. merkusii and to know the C2H4O2
concentration and the best of diameter. This research were carried at working
area of PT. Inhutani IV, Siborong-borong in Maret – April 2014 using factorial
randomized block design with two factors, i.e. the concentration of stimulant (0%,
10%, 20% and 30%) and diameter (25-30 cm, 31-35 cm, 36-40 cm and 41-45
cm). Parameter measured were production of oleoresin (gram).
Result of this research showed that the application of C2H4O2 stimulant on
the tapping of pine trees increase considerably to oleoresin. The application of
C2H4O2 resulted in more than 2 – 4 times the yield of oleoresin from tree without
stimulant. The concentration of C2H4O2 (30%) and the diameter 41-45 cm can
gave the best product of oleoresin.

Key word : P. merkusii, resin, stimulant, diameter.

ii

1

PENGARUHDIAMETERDAN KONSENTRASI
STIMULANSI ASAM CUKA (C2H4O2) TERHADAP
PRODUKTIFITAS GETAH PINUS
(PinusmerkusiiJunghet de Vriese)

SKRIPSI

Oleh:
Juki Pimroi Hutabalian
101201129

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSIT