Studi Pemahaman Masyarakat Tentang Bagi Hasil Menurut Prinsip Ekonomi Syariah Di Kota Medan

(1)

SKIRIPSI

STUDI PEMAHAMAN MASYARAKAT TENTANG BAGI HASIL MENURUT PRINSIP EKONOMI SYARIAH DI KOTA MEDAN

OLEH

MUHAMMAD DARBI

080501021

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat Kota Medan tentang bagi hasil menurut prinsip ekonomi syariah.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskripif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan kuisioner yang disebarkan pada 5 Kecamatan dari 21 Kecamatan yang ada di Kota Medan dengan jumlah sampel sebanyak 100 orang. Setelah data-data dikumpulkan, penulis menganalisis dan menginterpretasikannya sehingga menghasilkan kesimpulan.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat Kota Medan paham tentang bagi hasil menurut prinsip ekonomi Syariah. Tetapi masyarakat pada Kecamatan Medan Helvetia, Medan Tembung dan Medan Denai lebih paham tentang bagi hasil dibandingkan masyarakat pada Kecamatan Medan Johor dan Medan Baru.


(3)

ABSTRACT

This research was conducted aiming to determine the level of public understanding of the city of Medan profit sharing according to Shariah economic principles.

The method used in this study is the method of descriptive analysis. The technique of data collection was done by using interviews and questionnaires which is distributed to 5 Districts from the 21 Districts in the city of Medan with a sample of 100 people. After the data was collected, the authors analyzed and interpreted so as to produce a conclusion.

From the research results, can be concluded that most people in the city of Medan know about profit sharing according to Shariah economic principles. But the people at the District of Medan Helvetia, Medan Tembung, and Medan Denai, have more understanding about the profit sharing than people in the District of Medan Johor and Medan Baru.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan sehingga penulis dapat meyelesaikan penulisan skiripsi yang berjudul Studi Pemahaman Masyarakat Tentang Bagi Hasi Menurut Prinsip Ekonomi

Syariah di Kota Medan” ini dapat terselesaikan dengan baik dan sesuai dengan waktu yang direncanakan, walaupun dalam uraian dan pembahasannya masih sederhana. Shalawat serta salam untuk junjungan Nabi Besar Muhammad SAW berserta Keluarga, Sahabat serta orang orang yang selalu istiqomah di Jalan–Nya.

Penulis menyadari sepenuhnya, tanpa bantuan dan partisipasi dari semua pihak baik Moril maupun Materil, penulisan skiripsi ini tidak mungkin dapat di selesaikan dengan baik. Karena itu sudah sepatutnyalah penulis sampaikan terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak. Ucapan terima Kasih, pertama tama disampaikan kepada:

1. Kedua orang tua, keluarga, serta saudara penulis tercinta yang telah banyak memberikan semangat, bimbingan dan dorongan baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(5)

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi Departamen Ekonomi Pembangunan dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Sumatera Utara

5. Bapak Haroni Doli Hamoraon, SE, M.Si selaku dosen pembimbing penulis

yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skiripsi ini, memberikan

saran, masukan dan petunjuk yang berarti bagi penulis.

6. Ibu Ilyda Sudardjat, S.SI, M.SI selaku dosen pembaca penilai yang telah

memberikan kritik, saran dan masukan dan masukan bagi penulis dalam

penyusunan skiripsi ini.

7. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si Selaku dosen wali yang telah memeberikan

saran dan masukan selama perkuliahan.

8. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi USU khususnya Departemen Ekonomi

Pembangunan, yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada

penulis selama perkuliahan.

9. Seluruh Staf Pegawai Administrasi Ekonomi Pembangunan dan Tata Usaha

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh sahabat-sahabat penulis khususnya jurusan Ekonomi Pembangunan

stambuk 2008 yang telah banyak memberikan motivasi, doa, dan dukungan


(6)

Penulis menyadari bahwa penulisan skiripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu sangat di harapkan kritik dan saran dari semua pihak guna kesempurnaan penulisan ini. Akhirnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya yang tidak dapat disebutkan satu persatu di sini, penulis ucapkan terima kasih. Semoga budi baik dan bantuannya di balas oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan pahala. Amin Ya Rabbal Alamin…..!

Medan, Juli 2012

Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTARAK ... ii

ABSTRACK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekonomi syariah dan Sejarah Perkembangannya ... 8

2.2. Prinsp-Prinsip Ekonomi Syariah ... 13

2.3. Ciri-Ciri Ekonomi Syariah ... 15

2.4. Tujuan Ekonomi Syariah ... 19

2.5. Dasar Hukum Ekonomi Syariah ... 20

2.6. Sistem Bagi Hasil Dalam Ekonomi Syariah ... 21

2.7. Sistem Bunga Dalam Ekonomi Konvensional ... 22

2.8. Perbandingan Antara Sistem Bagi Hasil Dalam Ekonomi Syariah dan Sistem Bunga Dalam Ekonomi Konvensional ... 24

2.9. Bentuk-Bentuk Kegiatan Usaha Kerja Sama Dalam Ekonomi Syariah ... 28

2.10. Akad Pembiayaan Usaha Bagi Hasil Dalam Ekonomi Syariah ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi penelitian ... 36

3.2. Ruang Lingkup Penelitian ... 36

3.3. Populasi dan Sampel ... 36

3.4. Jenis dan Sumber Data ... 40

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.6. Pengolahan Data ... 41

3.7. Metode Analisis Data ... 41

3.8. Defenisi Operasional ... 43

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Statisti Deskriptif ... 45


(8)

4.2. Pembahasan ... 48

4.2.1. Uji Validitas dan Realibilitas ... 48

4.2.1.1. Uji Validitas ... 48

4.2.1.2. Uji Reliabilitas ... 49

4.2.2. Analisis Deskriptif ... 58

4.2.2.1. Deskripsi Jawaban Gambaran Umum Ekonomi Syariah ... 58

4.2.2.2. Deskripsi Jawaban Dasar Hukum Ekonomi Syariah ... 61

4.2.2.3. Deskripsi Jawaban Pengertian Bagi Hasil Dalam Ekonomi Syariah ... 64

4.2.2.4. Deskripsi Jawaban Pembagian Keuntungan Dalam Usaha Kerja Sama Bagi Hasil ... 67

4.2.2.5. Deskripsi Jawaban Modal Yang Disertakan Dalam Usaha Kerja Sama .... 70

4.2.2.6. Deskripsi Jawaban Penentuan Usaha Dalam Usaha Kerja Sama Bagi Hasil .... 73

4.2.2.7. Deskripsi Jawaban Perbedaan Bunga Dengan Bagi Hasil ... 76

4.2.2.8. Deskripsi Jawaban Bentuk-Bentuk Usaha Kerja Sama Bagi Hasil Dalam Ekonomi Syariah ... 79

4.2.2.9. Deskripsi Jawaban Pelaksanaan Sistem Bagi Hasil di Indonesia ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 86

5.2. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

3.1 Populasi Penelitian ... 38

3.2 Sampel Penelitian ... 39

4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin . 45 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 46

4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Kecamatan ... 47

4.4 Item-Total Statistics ... 49

4.5 Reliability Statistics ... 50

4.6 Item-Total Statistics ... 50

4.7 Reliability Statistics ... 51

4.8 Item-Total Statistics ... 51

4.9 Reliability Statistics ... 52

4.10 Item-Total Statistics ... 52

4.11 Reliability Statistics ... 53

4.12 Item-Total Statistics ... 53

4.13 Reliability Statistics ... 54

4.14 Item-Total Statistics ... 54

4.15 Reliability Statistics ... 55

4.16 Item-Total Statistics ... 55

4.17 Reliability Statistics ... 56

4.18 Item-Total Statistics ... 56

4.19 Reliability Statistics ... 57

4.20 Item-Total Statistics ... 57

4.21 Reliability Statistics ... 58

4.22 Jawaban Masyarakat Tentang Gambaran Umum Ekonomi Syariah ... 59

4.23 Deskriptive Statistics ... 60

4.24 Pemahaman Masyarakat Mengenai Gambaran Umum Ekonomi Syariah Per Kecamatan ... 60

4.25 Jawaban Masyarakat Tentang Dasar Hukum Ekonomi Syariah ... 62

4.26 Deskriptive Statistics ... 63

4.27 Pemahaman Masyarakat Mengenai Dasar Hukum Ekonomi Syariah Per Kecamatan ... 63

4.28 Jawaban Masyarakat Tentang Pengertian Bagi hasil Dalam Ekonomi Syariah ... 65

4.29 Deskriptive Statistics ... 66

4.30 Pemahaman Masyarakat Mengenai Pegertian Bagi Hasil Dalam Ekonomi Syariah Per Kecamatan ... 66

4.31 Jawaban Masyarakat Tentang Pembagian Keuntungan Dalam Usaha Kerja Sama Bagi Hasil ... 68


(10)

4.32 Deskriptive Statistics ... 69 4.33 Pemahaman Masyarakat Mengenai Pembagian

Keuntungan Dalam Usaha Kerja Sama

Bagi Hasil Per Kecamatan ... 69 4.34 Jawaban Masyarakat Tentang Modal Yang

Disertakan Dalam Usaha Kerja Sama Bagi Hasil ... 71 4.35 Deskriptive Statistics ... 72 4.36 Peamahaman Masyarakat Mengenai Modal Yang

Disertakan Dalam Usaha Kerja Sama Bagi Hasil

Per Kecamatan ... 72 4.37 Jawaban Masyarakat Tentang Penentuan

Usaha Dalam Usaha Kerja Sama Bagi Hasil ... 74 4.38 Deskriptive Statistics ... 75 4.39 Pemahaman Masyarakat Mengenai Penentuan

Usaha Dalam Usaha Kerja Sama Bagi Hasil

Per Kecamatan ... 75 4.40 Jawaban Masyarakat Tentang Perbedaan Bunga

Dengan Bagi Hasil ... 77 4.41 Deskriptive Statistics ... 78 4.42 Pemahaman Masyarakat Mengenai Perbedaan

Bunga Dengan Bagi Hasil Per Kecamatan ... 78 4.43 Jawaban Masyarakat Tentang Bentuk-Bentuk

Usaha Kerja Sama Bagi Hasil Dalam Ekonomi

Syariah ... 80 4.44 Deskriptive Statistics ... 81 4.45 Pemahaman Masyarakat Mengenai Bentuk-Bentuk ... Kerja Sama Bagi Hasil Dalam Ekonomi Syariah

Per Kecamatan ... 81 4.46 Jawaban Masyarakat Tentang Pelaksanaan Sistem

Bagi Hasil di Indonesia ... 83 4.47 Deskriptive Statistics ... 84 4.48 Pemahaman Masyarakat Mengenai Pelaksanaan

Sistem Bagi Hasil di Indonesia Per Kecamatan ... 84


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat Kota Medan tentang bagi hasil menurut prinsip ekonomi syariah.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskripif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan kuisioner yang disebarkan pada 5 Kecamatan dari 21 Kecamatan yang ada di Kota Medan dengan jumlah sampel sebanyak 100 orang. Setelah data-data dikumpulkan, penulis menganalisis dan menginterpretasikannya sehingga menghasilkan kesimpulan.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat Kota Medan paham tentang bagi hasil menurut prinsip ekonomi Syariah. Tetapi masyarakat pada Kecamatan Medan Helvetia, Medan Tembung dan Medan Denai lebih paham tentang bagi hasil dibandingkan masyarakat pada Kecamatan Medan Johor dan Medan Baru.


(13)

ABSTRACT

This research was conducted aiming to determine the level of public understanding of the city of Medan profit sharing according to Shariah economic principles.

The method used in this study is the method of descriptive analysis. The technique of data collection was done by using interviews and questionnaires which is distributed to 5 Districts from the 21 Districts in the city of Medan with a sample of 100 people. After the data was collected, the authors analyzed and interpreted so as to produce a conclusion.

From the research results, can be concluded that most people in the city of Medan know about profit sharing according to Shariah economic principles. But the people at the District of Medan Helvetia, Medan Tembung, and Medan Denai, have more understanding about the profit sharing than people in the District of Medan Johor and Medan Baru.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara Islam terbesar di dunia dimana sebagian besar penduduknya beragama Islam, meskipun demikian nilai-nilai Islam belum sepenuhnya diterapkan dalam kehidupan masyarakat sehari hari, baik dari segi sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dilihat dari segi sistem perekonomian, bangsa Indonesia masih menerapkan sistem ekonomi konvensional yang lahir dari pemikiran dunia barat, akan tetapi pada akhir akhir ini sistem ekonomi berdasarkan prisip syariah Islam sudah mulai diterapkan di Indonesia sebagai salah satu realisasi perkembangan pemikiran ajaran Islam terutama dibidang ekonomi. Dalam pelaksanaan sistem ekonomi syariah di Indonesia, pemerintah maupun masyarakat masih sering menggabungkan dengan sistem ekonomi konvensional dimana keberhasilan pembangunan ekonomi masih diukur dengan besarnya pendapatan perkapita masyarakat dan besarnya output barang dan jasa yang dihasilkan suatu bangsa. Tujuan pembangunan sistem ekonomi konvensional yaitu hanya menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, hal ini berbeda dengan sistem ekonomi Islam selain menciptakan pertumbuhan ekonomi, Islam juga mengharap Ridho dari Allah SWT. (Sukri Saleh, 2003 : 88).

Dengan hadirnya sistem ekonomi syariah telah membawa harapan baru bagi ummat manusia, khususnya bagi ummat Islam sebagai sebuah sistem ekonomi yang didasarkan pada prinsip syariah sebagai alternatif dari sistem


(15)

ekonomi kapitalisme dan sosialisme yang merupakan bentuk sistem ekonomi konvensional dan kebanyakan diterapkan oleh sebagian besar negara-negara di dunia ini, terutama sejak berakhirnya Perang Dunia kedua yang memunculkan banyak negara-negara Islam bekas jajahan imperialis. Dalam hal ini, keberadaan ekonomi syariah sebagai sebuah sistem ekonomi alternatif yang memungkinkan bagi banyak pihak, muslim maupun non muslim untuk memahami secara mendalam kembali berbagai ajaran Islam, khususnya yang menyangkut hubungan pemenuhan kebutuhan ummat manusia melalui aktivitas perekonomian maupun aktivitas lainnya dalam sendi sandi kehidupan.

Keinginan ini didasari oleh kesadaran masyarakat untuk menerapkan Islam secara utuh dalam segala aspek kehidupan, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, surah Al-Baqarah ayat 208 yang artinya sebagai berikut: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara kaffah (utuh/menyeluruh). Ayat ini dengan tegas mengingatkan kepada ummat Islam untuk melaksanakan Islam secara kaffah bukan secara parsial, Islam tidak hanya diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan ibadah semata, dan dimarginalkan dari dunia politik, sosial, dan ekonomi, apabila hal ini terjadi, maka ummat Islam telah menjauhkan ajaran Islam dari kehidupannya.

Berdasarkan kenyataan yang terdapat dalam masyarakat dimana dalam kegiatan ekonomi sehari hari masih banyak mengalami permasalahan dalam pelaksanaannya karena tidak adanya system penopang yang tepat dimana kebanyakan kegiatan ekonomi masyarakat masih banyak bertumpu pada system ekonomi konvensioanal yang pada tujuannya adalah hanya menciptakan


(16)

pertumbuhan ekonomi sebesar besarnya tanpa memperhatikan permasalahan utama yang sebenarnya dihadapi oleh setiap individu masyarakat, bukan permasalahan masyarakat suatu bangsa secara keseluruhan yang menjadi objek utama suatu pembangunan, dan juga mengesampingkan keridhoan dari Allah SWT. Oleh karena itu dibutuhkan suatu konsep alternatif sistem perekonomian yang dapat mengatasi tuntutan dan kebutuhan masyarakat.

Sebuah bukti nyata yang perlu kita perhatikan adalah ketika system ekonomi konvensional dengan sistem bunganya mengalami kebangkrutan pada tahun 1998, sehingga bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi dan moneter yang memporak porandakan sendi-sendi kehidupan bangsa, yang pada akhirnya Indonesia sangat terpuruk dalam berbagai bidang kehidupan. Kejadian yang terakhir adalah dimana krisis keuangan global terjadi pada tahun 2008 yang membawa pengaruh yang cukup besar bagi kehidupan ekonomi berbagai negara dan tidak terkecuali bagi bangsa Indonesia, hal ini berawal dari krisis keuangan yang terjadi di Amerika serikat dimana bursa saham Wall Street mengalami kebangktrutan akibat dari kredit macet perumahan oleh masyarakat dan kemudian krisis ini terus merembes ke negara-negara eropa, dengan kejadian ini banyak lembaga-lembaga keuangan yang mengalami kebangkrutan dan membutuhkan pertolongan finansial dari pemerintah untuk menghindari keadaan yang lebih buruk, hal ini semakin memperparah kondisi keuangan negara-negara di Amerika dan negara-negara Eropa.

Penomena kebangkrutan perusahaan dan lembaga keuangan di Amerika dan negara-negara Eropa ini membuktikan bahwa mereka hanya mengejar


(17)

keuntungan dengan menghalalkan segala cara. Bila diperhatikan, ekonomi konvensional ternyata lebih mengutamakan pemilik modal, memperlakukannya sebagai penggerak perekonomian, disisi lain karyawan / pelaksana usaha hanya sebagai pelengkap saja. Ekonomi konvensional mengabaikan aspek moral dan ketuhanan, dasar pemikiran inilah yang menyebabkan ketidak seimbangan yang berdampak pada kerusakan alam, kemiskinan, kerusakan sosial, sehingga menimbulkan berbagai krisis berkelanjutan.

Kondisi ini sangat berbeda dengan sistem ekonomi syariah yang berjalan sesuai dengan prinsip Islam, hal ini disebabkan karena system ekonomi syariah menerapkan system bagi hasil dalam kegiatan usaha sesuai dengan kesepakatan bersama dan melarang penerapan sistem bunga yang merupakan bentuk riba dalam setiap kegiatan ekonomi. Dengan terjadinya krisis moneter pada perekonomia konvensional menjadi langkah awal system ekonomi berdasarkan syariah untuk menunjukkan eksistensinya, kalau perekonomi syariah mampu bertahan dalam keadaan krisis. Perekonomian berdasarkan prinsip syariah bukannya ikut ambruk sebagaimana halnya perekonomian konvensional pada umumnya, malahan krisis ekonomi dan moneter justru telah membawa dampak yang positif bagi perkembangan perekonomian syariah. Para pakar ekonomi mengakui dan menyatakan bahwa ekonomi syariah merupakan system ekonomi yang tahan banting (resistent) dan guncangan terhadap badai krisis ekonomi. Oleh karena itu system perekonomian yang semacam ini perlu dikembangkan pada masa yang akan datang.


(18)

Di balik perkembangan ekonomi syariah yang secara kuantitas semakin berkembang, tetapi dalam pelaksanaan prinsip dasar dalam kegiatan perekonomian syariah yaitu system bagi hasil kurang diminati dalam kegiatan perekonomian masyarakat sehari hari. Hal ini bisa dilihat dari masih sedikitnya masyarakat yang melakukan kerja sama uasaha dalam bentuk bagi hasil dan masih sedikitnya para pemilik modal yang yang mau menyalurkan dananya pada masyarakat untuk dijadikan sebagai modal usaha berdasarkan prinsip bagi hasil. Ini terjadi karena masih kurangnya pemahaman masyarakat terhadap prinsip bagi hasil sebagai akibat dari kurangnya pengetahuan mengenai prinsip-prinsip ekonomi syariah. Disamping itu juga masih kurang terjalinnya rasa keperdulian sosial dan kepercayaan antara pemilik modal dan pelaksana usaha. Peranan system perekonomian yang sangat strategis dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi Indonesia dewasa ini memerlukan pengkajian yang lebih mendalam atas konsep-konsep ekonomi yang selama ini diterapkan dalam sendi-sendi perekonomian, baik secara konseptual maupun dalam pelaksanaanya, sehingga tercipta suatu system perekonomian yang tangguh di era globalisasi pada masa yang akan datang. Keberadaan system ekonomi syariah di Indonesia belum sepenuhnya diterima, masih ada sebagian masyarakat yang menyamakan dengan system ekonomi konvensional.

Prinsip bagi hasil dan pelarangan penerapan riba dalam perekonomian merupakan inti atau karakteristik utama dari ekonomi syariah. Hal ini sangat cocok diterapkan dalam sistem perekonomian masyarakat Indonesia dimana sebagian besar penduduknya beragama Islam. Seharusya masyarakat sebagai


(19)

pemilik modal dalam pelaksanan sebuah kegiatan usaha dengan pihak yang membutuhkan modal sebagai pelaksana usaha harus meningkatkan pengetahuan dan pemahamannya tentang ekonomi syariah guna untuk lebih memahami filosofi pembiayaan kerja sama usaha dengan prinsip bagi hasil. Dalam pelaksanaannya, ekonomi syariah memberikan tata cara yang adil bagi kedua belah pihak dengan prinsip pertanggung jawaban yang jelas, bukan hanya ingin mendapatkan keuntungan sendiri sementara pihak yang lainnya mengalami kerugian. Disinilah pentingnya kita mengkaji dan menemukan konsep yang ideal dari prinsip bagi hasil dalam prinsip ekonomi syariah, agar kedua belah pihak baik pemilik modal dan pihak yang kekurangan modal dapat menjalankan usaha atau bisnisnya dengan aman tanpa ada kekhawatiran atau ketakutan yang berlebihan, sehingga system bagi hasil dalam kerja sama usahaakan tetap menjadi system utama dalam kegiatan ekonomi berdasarkan prinsip ekonomi syariah.

Hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk meneliti lebih jauh tentang pemahaman masyarakat yang berkaitan dengan bagi hasil menurut prinsip ekonomi syariah baik itu dari segi pemberian modal usaha oleh pihak yang mempunyai modal dan pelaksana usaha dengan kegiatan pembiayaan bagi hasildalam kegiatan perekonomian berdasarkan prinsip syariah, sehingga menarik dan perlu untuk mengetahui lebih lanjut dengan memfokuskan pada pemahaman masyarakat tentang bagi hasil menurut prinsip ekonomi syariah dalam melaksanakan kegiatan ekonomi sehari hari, dimana hal ini merupakan titik sentral sebagai sasaran dalam penelitian ini.


(20)

1.2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat pemahaman masyarakat tentang bagi hasil menurut prinsip ekonomi syariah di kota Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat tantang bagi hasil menurut prinsip ekonomi syariah di kota Medan.

2. Untuk membuka wawasan dan menambah pemahaman masyarakat tentang bagi hasil menurut prinsip ekonomi syariah khususnya di kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang positif bagi pengembangan ilmu ekonomi khususnya ekonomi syariah.

2. Diharapkan dapat membantu memberikan sumbangan informasi dan masukan tentang pemahaman masyarakat tentang bagi hasil menurut prinsip ekonomi syariah, khususnya bagi ummat Islam dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

3. Sebagai metode sosialisasi ekonomi syariah dan khususnya bagi hasil menurut ekonomi syariah pada masyarakat.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekonomi Syariah dan Sejarah Perkembangannya

Ekonomi Islam atau sering juga disebut dengan ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahua masyarakat yang dilhami oleh nilai-nila ekonomi kapitalis dan sosialis yang merupakan sistem ekonomi konvensional. Ekonomi syariah berbeda dari sistem ekonomi konvensional karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap masyarakat yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan pada segelintir orang. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran. Krisis ekonomi yang sering terjadi ditengarai oleh ulah sistem ekonomi konvensional yang mengedepankan sistem yang ditawarkan sistem ekonomi syariah, dengan instrumen profitnya, yaitu sistem bagi hasil.

Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan sistem ekonomi konvensional karena ekonomi syariah sangat bertolak belakang dengan ekonomi kapitalis yang lebih bersifat individual dan sosialis yang memberikan hampir semua tanggung jawab kepada warganya, ekonomi syariah menetapkan bentuk perdagangan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan. Ekonomi dalam Islam harus mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, memberikan rasa adil, kebersamaan dan kekeluargaan serta mampu memberikan kesempatan seluas luasnya kepada setiap pelaku usaha.


(22)

Menurut Monzer Kahf dalam bukunya The Islamic Economy menjelaskan bahwa ekonomi Islam adalah bagian dari ilmu ekonomi yang bersifat interdisipliner dalam arti kajian ekonomi syariah tidak dapat berdiri sendiri, tetapi perlu penguasaan yang baik dan mendalam terhadap ilmu syariah dan ilmu-ilmu pendukungnya juga terhadap ilmu-ilmu-ilmu-ilmu yang berfungsi sebagai tool of analysis seperti matematika, statistic, logika dan ushul fiqih. (Rianto dan Amalia, 2010 : 7). Dalam ekonomi syariah terdapat dua hal pokok yang menjadi landasan hukum sistem ekonomi syariah yaitu: Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah, hukum-hukum yang diambil dari kedua landasan pokok tersebut secara konsep dan prinsip adalah tetap (tidak dapat berubah kapanpun dan dimana saja), Sedangkan menurut Hasan Uzzaman, Ekonomi Islam adalah suatu ilmu aplikasi petunjuk dan aturan syariah yang mencegah ketidak adilan dalam meperoleh dan menggunakan sumber daya material agar memenuhi kebutuhan manusia dan dapat menjalankan kewajibannya kepada Allah dan masyarakat. (Rianto dan Amalia, 2010 : 7).

Sistem ekonomi syariah dimaksudkan untuk mengatur kegiatan ekonomi guna mencapai derajat kehidupan yang layak bagi seluruh individu dalam masyarakat. Sistem ekonomi syariah diseluruh kegiatan dan kebiasaan masyarakat bersifat dinamis dan adil dalam pembagian pendapatan dan kekayaan dengan memberikan hak pada setiap individu untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan mulia baik di dunia maupun di akhirat nantinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa para pemikir ekonomi syariah melihat persoalan ekonomi tidak hanya berkaitan dengan faktor produksi, konsumsi, dan distribusi, berupa pengelolaan sumber daya yang ada untuk kepentingan bernilai ekonomis. Akan


(23)

tetapi, lebih dari itu mereka melihat persoalan ekonomi sangat terkait dengan persoalan moral, ketidak adilan, ketauhitan dan sebagainya. Ekonomi syariah menempatkan nilai-nilai Islam sebagai pondasinya. Hal inilah yang membedakan dengan konsep ekonomi barat yang menempatkan kepentingan individu sebagai landasannya.

Dilihat dari sejarah perkembangannya, pemikiran ekonomi Islam telah lama keberadaanya di dunia ini, yaitu selama keberadaan agama Islam itu sendiri mulai dari zaman nabi Muhammad SAW di utus membawa ajaran agama Islam ke bumi hingga sekarang. Pada zaman Rasulullah SAW (571-632 M) perekonomian masih relatif sederhana, tetapi beliau menunjukkan prinsip-prinsip yang mendasar bagi pengelola ekonomi. Karakter umum dari perekonomian pada saat itu adalah komitmennya yang tinggi terhadap etika dan norma, serta perhatiannya yang besar terhadap keadilan dan pemerataan kekayaan. Usaha-usaha ekonomi harus dilakukan secara etis dalam bingkai syariah Islam, sementara sumber daya ekonomi tidak boleh menumpuk pada segelintir orang melainkan harus beredar bagi kesejahteraan ummat. Pada masa Rasulullah SAW kegiataan ekonomi pasar relatif menonjol dimana untuk menjaga mekanisme pasar tetap berada dalam bingkai etika dan moralitas Islam, Rasulullah mendirikan Al-Hisab yang merupakan suatu institusi yang bertugas untuk mengawasi pasar. Rasulullh juga membentuk Baitul Maal yang merupakan suatu institusi yang bertindak srbagai pengelola keuangan negara. Baitul Maal mempunnyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian, termasuk dalam melakukan kebijakan yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. (Pusat Pengkajian dan


(24)

Pengembanagan Ekonomi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta atas Kerja Sama dengan Bank Indonesia, 2011: 98)

Ekonomi syariah telah melalui beberapa periode dalam perjalanannya, baik masa masa kejayaan maupun masa masa kemunduran. Setelah zaman Rasulullah, ekonomi syariah dalam perkembangannya pernah mempunyai pemikir-pemikir yang sangat penting di bidang ekonomi syariah dimana diantara tokoh-tokoh ini juga merupakan sahabat nabi Muhammad SAW yang disebut sebagai Khulafaurrasyidin yang sangat tekenal pada masanya masing masing, diantaraya adalah Abu Bakar As-Sidiq (51 SH-13 H / 537-634 M), Umar bin Khattab (40 SH - 23 H / 584 - 644 M), Ustman Bin Affan (47 SH - 35 H / 577- 656 M) dan terakhir Ali bin Abi Thalib (23 H- 40 H / 600-661 M). (Ibrahim, 1994 : 11). Dalam perkembangan pemikiran ekonomi pasca Rasulullah SAW dan Khulafaurrasyidin telah banyak tokoh-tokoh ekonomi syariah yang baru bermunculan dan menjadikan hasil pmikiran pemikiran ekonomi syariah yang sebelumnya sebagai pondasi pengetahuan dalam melahirkan teori-teori ekonomiya sesuai dengan peradaban agama Islam pada zaman masing-masing, dimana pada masa tokoh tokoh ini dibagi kedalam empat periode yaitu sebagai berikut :

Periode Pertama / Fondasi (Masa awal Islam – 450 H / 1058 M).

Pada periode ini banyak sarjana muslim yang pernah hidup bersama para sahabat Rasulullah dan para tabi’in sehingga dapat memperoleh referensi ajaran Islam yang akurat. Beberapa diatara mereka Seperti Zayd bin Ali (120 H / 798 M), Abu Yusuf (182 H / 798 M), Muhammad Bin Hasan al Shaybani (189 H / 804 M), Abu Ubayd (224 H/838 M) Al Kindi (260 H/873 M ), Junayd Baghdadi (297


(25)

H / 910 M), Ibnu Miskwayh (421 H / 1030 M). Periode ini sebagai pembentukan dasar-dasar ekonomi syariah. ( Azwar Karim, 2004 :10)

Periode Kedua (450 – 850 H / 1058 – 1446 M)

Prideode ini dikenal ssebagai fase yang cemerlang karena meninggalkan warisan intelektual yang sangat kaya. Disisi lain pemikiran ekonomi pada masa ini banyak dilatar belakangi oleh menjamurnya korupsi dan dekradensi moral, serta melebarnya kesenjangan antara golongan miskin dan kaya, meskipun secara umum kondisi perekonomian masyarakat Islam berada dalam taraf kemakmuran. Terdapat pemikir-pemikir besar yang karyanya banyak dijadikan rujukan hingga kini, misalnya Al Ghazali (451-505 H / 1055-1111 M), Nasiruddin Tutsi (485 H /1093 M), Ibnu Taimyah (661-728 H / 1263-1328 M), Ibnu Khaldun (732-808 H/ 1332-1404 M), Al Maghrizi (767-846 H / 1364-1442 M), Abu Ishaq Al Shatibi (1388 M), Abdul Qadir Jaelani (1169 M), Ibnul Qayyim (1350 M), dll.

Periode Ketiga (850 – 1350 H / 1446 – 1932 M)

Dalam periode ketiga ini kejayaan pemikiran, dan juga dalam bidang lainnya, dari umat Islam sebenarnya telah mengalami penurunan. Priode ini juga dikenal sebagai fase stagnasi. Namun demikian, terdapat beberapa pemikiran ekonomi yang berkualitas selama dua ratus tahun terakhir, Seperti Shah Waliullah (1114-1176 M / 1703-1762 M), Muhammad bin Abdul Wahab (1206 H / 1787 M), Jamaluddin al Afghani (1294 M / 1897 M), Muhammad Abduh (1320 H / 1905 M), Ibnu Nujaym (1562 M), dll.


(26)

Periode Kontemporer (1930 – sekarang).

Era tahun 1930-an merupakan masa kebangkitan kembali intelektualitas di dunia Islam. Kemerdekaan negara-negara muslim dari kolonialisme Barat turut mendorong semangat para sarjana muslim dalam mengembangkan pemikirannya. Zarqa (1992) mengklasifikasikan kontributor pemikiran ekonomi berasal dari: (1) ahli syariah Islam, (2) ahli ekonomi konvensional, dan (3) ahli syariah Islam sekaligus ekonomi konvensional. ( Azwar Karim, 2004 :10).

2.2. Prinsp-Prinsip Ekonomi Syariah

Islam berbeda dengan agama-agama lainnya, setiap orang boleh berusaha dan menikmati hasil usahanya dan memberikan sebagian kecil hasil usahanya kepada orang yang kurang mampu, dalam bentuk harta yang halal. Allah SWT menciptakan alam semesta ini untuk kemaslahatan umat manusia. Tetapi Allah menyediakan itu semua bukanlah untuk dipergunakan dengan sesuka hati kita. Allah SWT menyediakan apa yang ada di bumi dan langit untuk kepentingan umat manusia. Tapi ada batas-batasnya agar umat manusia tidak mengalami kesulitan pada masa yang akan datang. Dalam ajaran Islam, perilaku individu dan masyarakat ditujukan ke arah bagaimana cara pemenuhan kebutuhan mereka dilaksanakan dan bagaimana menggunakan sumber daya yang ada sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini menjadi perbedaan mendasar antara ekonomi syariah dengan ekonomi konvensional. Meski demikian, hanya orang yang berimanlah yang benar-benar dapat menerapkan prisip ekonomi syariah dalam kehdupannya. Dalam ekonomi syariah terdapat prinsip-prinsip khusus dalam kegiatan manusai dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Menurut Metwally dalam buku (Suprayitno.


(27)

2005 : 2), prinsip-prinsip ekonomi syariah secara garis besar dapat dijabarkan sebagai berikut :

1) Dalam ekonomi syariah, berbagai jenis sumber daya alam dipandang sebagai pemberian atau titipan Allah SWT kepada manusia, sehingga pemanpaatannya haruslah bisa dipertanggung jawabkan di akhirat kelak. 2) Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu yang

berhubungan dengan kepentingan masyarakat dan tidak mengakui pendapatan yang diperoleh secara tidak sah.

3) Bekerja adalah kekuatan penggerak utama kegatan ekonomi syariah. Islam mendorong manusia untuk bekrja untuk mendapatkan materi / harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti aturan yang telah ditetapkan. 4) Kepemilikan kekayaan tidak boleh hanya dimiliki oleh segelintir orang

orang kaya, dan harus berperan sebagai capital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

5) Islam menjamin kepemilikan masyarakat, dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari Sunah Rasulullah yang menyatakan bahwa, “Masyarakat punya hak yang sama atas air, padang rumput dan api.”

6) Seorang Muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat. Kondisi ini akan mendorong seorang muslim menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang oleh Allah dalm kegiatan ekonomi.


(28)

7) Seorang Muslim diwajibkan membayar zakat apabila hartanya sudah mencapai batas ukuran tertentu (nisab). Zakat merupakan alat distribusi kekayaan yang ditujukan untuk orang miskin dan mereka yang membutuhkan.

8) Islam melarang setiap penerapan riba atas berbagai bentuk pinjaman, maupun berbagai aspek kegiatan ekonomi lainnya dalam kehidupan sehari hari.

Islam bukanlah satu-satunya agama yang melarang penerapan bunga. Banyak pemikir zaman dahulu yang berpendapat bahwa pembayaran bunga / riba adalah tidak adil. Bahkan meminjamkan uang dengan bunga dilarang pada zaman Yunani kuno. Aris toteles adalah orang yang amat menentang dan melarang bunga, sedang Plato juga mengutuk praktek bunga.

2.3. Ciri-Ciri Ekonomi Syariah

Ekonomi syariah mempunyai ciri-ciri khusus yang membedakannya dari system ekonomi lainnya. Ciri-ciri yang dimaksud dalam buku (Al-Assal dan Abdul Karim, 1999 : 24) adalah sebagai berikut:

A. Ekonomi Syariah merupakan bagian dari system Islam yang universal.

Ekonomi syariah mempunyai hubungan yang sempurna dengan agama Islam, baik sebagai akidah maupun syariat. Oleh karena itu kalau kita mempelajari ekonomi syariah tidak boleh lepas dari akidah dan syariat Islam, karena sistem ekonomi syariah merupakan bagian dari syariat dan erat hubungannya dengan


(29)

akidah sebagai dasar. Hubungan ekonomi syariah dengan akidah ini akan tampak misalnya dalam pandangan Islam kepada seluruh alam yang diperintahkan untuk patuh dan mengabdi kepada Tuhan, dan tampak pula dalam masalah halal dan haram yang menjiwai orang Islam tatkala ia melangkah pada satu diantara sekian banyak cara bermuamalat, dan akhirnya akan tampak pada kepercayaan adanya unsur pengawasan yang dirasakan orang Islam dari alam Gaib.

Dalam keyakinan, kita memandang ekonomi syariah merupakan satu bagian saja dari sistem Islam yang menyeluruh dan merupakan hal yang paling nyata dari hal-hal yang membedakan ekonomi syariah dengan ekonomi lainnya. Hubungan ekonomi syariah dengan akidah itulah yang menyebabkan kegiatan ekonomi dalam Islam berbeda dengan kegiatan ekonomi menurut sistem-sistem hasil penemuan manusia, menyebabkan memiliki sifat pengabdian dan cita-cita yang luhur, dan menyebabkannya memiliki pengawasan atas pelaksanaan kegiatan ini dengan pengawasan sebenarnya. Uraiannya adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan ekonomi dalam Islam bersifat pengabdian.

Dalam Islam dikenal kaidah umum, yang menyatakan bahwa pekerjaan apapun yang dilakukan oleh orang Islam, baik pekerjaan ekonomi atau bukan, bisa berubah dari pekerjaan material biasa menjadi ibadah yang berpahala apabila orang Islam tadi dalam pekerjaannya bermaksud mengubah niatnya untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT. Peranan niat sangatlah penting dalam mengubah pekerjaan biasa menjadi ibadah yang berpahala. (Al-Assal dan Abdul Karim, 1999 : 24).


(30)

2. Kegiatan ekonomi dalam Islam bercita-cita luhur.

Kegiatan ekonomi syariah bertujuan tidak hanya mengejar materi semata, tetapi yang menjadi tujuan luhur ekonomi syariah adalah bagaimana memakmurkan bumi untuk mendapatkan kehidupan yang insani sebagai tanda pengabdian kepada Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi.

3. Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan ekonomi dalam Islam adalah pengawasan yang sebenarnya yang mendapat kedudukan utama.

Sistem ekonomi hasil penemuan manusia terpisah dari agama dan mengesampingkan pengaruhnya dari perekonomian, bahkan sebagian dari sistem ini ada yang mengingkari agama secara keseluruhan seperti sistem ekonomi sosialis yang di cetus oleh Karl Marx. Sistem pengawasan sistem ini diserahkan sepenuhnya kepada penguasa untuk melaksanakan pengawasan tersebut sesuai dengan peraturan yang tidak menjamin terealisasikannya cita-cita, hal ini berbeda dengan Pengawasan kegiatan ekonomi pada lingkungan ekonomi syariah, disamping adanya pengawasan syariat yang dilaksanakan oleh kekuasaan umum, ada pula pengawasan yang lebih ketat dan aktif, yaitu pengawasan atas kepercayaan masyarakat terhadap adanya Allah dan adanya hari kiamat.

B. Ekonomi syariah merealisasikan keseimbangan antara kepentingan

individu dan kepentingan masyarakat.

Tujuan kegiatan ekonomi syariah tidak hanya untuk mendapatkan keuntungan semata, keuntungan material hanya sebagai perantara untuk tujuan yang lebih besar dan cita-cita yang lebih luhur yaitu memakmurkan


(31)

bumi dan mempersiapkannya untuk kehidupan insani, sebagai kepatuhan terhadap perintah Allah dan khalifah di muka bumi. Kita percaya bahwa manusia pasti akan mempertanggung jawabkan perbuatannya kepada Allah SWT suatu hari kemudian. Perbedaan mendasar terlihat jelas antara cita-cita ekonomi konvensional dengan ekonomi syariah dimana dalam konvensional dapat menciptakan persaingan, monopoli, ataupun sikap mementingkan diri sendiri dengan usaha mengumpulkan harta kekayaan sebanyak banyaknya dan mencegahnya dari orang lain sehingga dapat menyebabkan peperangan dan kehancuran, hal ini berbeda dengan sistem ekonomi syariah yang cita-citanya adalah meralisasikan kekayaan, kesejahteraan hidup, dan keuntungan umum bagi seluruh masyarakat disertai niat melaksanakan dan mematuhi perintah Allah SWT. (Al-Assal dan Abdul Karim, 1999 : 21)

Dalam Islam mengakui kepentingan individu dan kepentingan orang banyak selama tidak ada pertentangan antara keduanya atau selama masih mungkin menyatukan keduanya. Buktinya dalam soal hak milik, Islam masih mengakui hak milik individu, dan pada saat yang sama masih mengakui hak milik orang banyak. Akan tetapi dalam ajaran agama Islam masyarakat lebih dianjurkan untuk mendahulukan kepentingan masyarakat banyak dari pada kepentingan pribadi.


(32)

2.4. Tujuan Ekonomi Syariah.

Tujuan ekonomi syariah berbeda dengan ekonomi konvensional. Tujuan ekonomi yang membedakan suatu sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya. Dalam ekonomi syariah terdapat beberapa tujuan utama dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi diantaranya adalah (dalam buku Ibrahim, 1994 : 232)

1. Mengutamakan Ibadah Kepada Allah SWT.

Tujuan utama dari ekonomi syariah adalah mengabdi kepada Allah SWT, mencari tempat di akhirat, untuk memperingati bahwa masih ada tempat yang abadi selain di dunia ini yaitu akhirat. Di akhirat semua perbuatan manusia akan dipertanggug jawabkan, dengan demikian manusia wajib bertakwa kepada allah dengan cara mengerjakan perintahnya dan menjauhi larangannya. 2. Memperjuangkan kebutuhan hidup di akhirat tanpa melupakan kehidupannya

di dunia.

Ekonomi haruslah ditujukan kepada perjuangan nasib. Kita harus memperjuangkan nasib di dunia ini tanpa harus melupakan akhirat. Untuk memperjuangkan ekonomi ini harus di jaga jangan sampai serakah, egois dan individualis.

3. Menyukseskan ekonomi yang diperintahkan Allah SWT, berbuatlah kebajikan sebagaimana Allah berbuat kebajikan kepada kamu.

Dalam hal ini tujuan ekonomi ialah berbuat kebaikan sebanyak banyaknya kepada masyarakat. Dari situlah ekonomi syariah sosiais religius, sosialis yang


(33)

beragama. Sosialis ini berbeda dengan sosialis Eropa. Dasar dasar sosialis Islam itu lebih mudah dan sudah berakar dalam syari’at Islam itu sendiri. 4. Negara melarang membuat kekacauan dan kehancuran.

Memetingkan diri sendiri tanpa ada batasnya menimbulkan paham kapitalisme yang akan menimbulkan kekacauan dan kehancuran. Untuk menjaga tujuan ini memerlukan negara untu kmengatur jalannya perekonomian, dan mencegah terjadinya kehancuran di muka bumi. Negara mengatur perekonomian masyarakat untuk menjadikan masyarakat memenuhi kebutuhan materil dan rohani dan menciptakan pemerataan pendapatan dan keadilan sosial. (Ibrahim, 1994 : 232)

2.5. Dasar Hukum Ekonomi Syariah

Sebuah ilmu pengetahuan tentu memiliki landasan hukum agar bisa dinyatakan sebagai sebuah bagian dari konsep pengetahuan, demikian pula dengan ekonomi syariah. Ada beberapa dasar hukum yang menjadi landasan pemikiran dan penentuan konsep ekonomi syariah. Beberapa dasar hukum ekonomi syariah tersebut diantaranya adalah :

1. Al-qur,an merupakan amanah sesungguhnya yang disampaikan secara lanngsung oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW untuk membimbing ummat manusai, dan al-qur,an merupakan sumber hukum Islam yang abadi dan merupakan kitab suci ummat Islami yang berasal dari allah.

2. Hadits adalah sebuah perkataan, perbuatan dan perilaku nabi Muhammad yang tidak wajib dilakukan ummat manusia, namun apabila mengerjakan apa yang di lakukan nabi Muhammad, maka manusia akan mendapatkan pahala.


(34)

3. Ijma adalah sumber hukum ke tiga merupakan pendapat / fatwa baik yang telah disepakati bersama oleh masyarakat maupun cendikiawan agama. dengan berdasar pada al-qur,an sebagai sumber hukum utama.

4. ijtihad dan qiyas merupakan kebiasaan dari para pemuka agama untuk memecahkan masalah yang muncul dalam masyarakat, dimana masalah tersebut tidak dijelaskan secara rinci dalam hukum Islam. Dengan merujuk beberapa ketentuan yang ada, maka ijtihad berperan untuk membuat sebuah hukum yang bersifat aplikatif dengan dasar al-qur,an dann hadits. (Rianto dan Amalia, 2010 : 40)

2.6. Sistem Bagi Hasil Dalam Ekonomi Syariah

Istilah bagi hasil sebenarnya bukan hal baru dalam kegiatan ekonomi di Indonesia. System bagi hasil sudah di kenal sejak dahulu melalui bagi hasil pertanian yang dilakukan oleh penggarap dan pemilik lahan. Bagi hasil sendiri menurut terminologi asing (Inggris) di kenal dengan profit sharing. Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).

Bagi hasil dapat berbentuk suatu bonus uang tahunan yang didasarkan pada laba yang di peroleh pada tahun tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan. Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan


(35)

tersebut. Pada ekonomi syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi atas kesepakatan bersama sejak awal perjanjain antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan modal dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan. Bentuk bentuk pembagian laba yang tidak langsung mencakup alokasi saham-saham (penyertaan) perusahaan pada para pelaku usaha dibayar melalui laba perusahaan dan memberikan pilihan pada para pelaku usaha untuk membeli saham perusahaan sampai pada jumlah tertentu dimasa yang akan datang pada tingkat harga sekarang, sehingga memungkinkan para pelaku usaha memperoleh keuntungan baik dari pembagian keuntungan maupun setiap pertumbuhan dalam nilai saham yang dihasilkan dari peningkatan dalam kemampuan perusahaan memperoleh laba. Pihak-pihak yang terlibat dalam kepentingan dalam kegiatan usaha tadi harus melakukan trasnparansi dan kemitraan secara baik dan ideal. Sebab semua pengeluaran dan pemasukan rutin yang berkaitan dengan bisnis penyertaan, bukan untuk kepentingan pribadi yang menjalankan usaha.

2.7. Sistem Bunga Dalam Ekonomi Konvensional

Sistem ekonomi konvensional yang merupakan suatu sistem ekonomi yang banyak diterapkan oleh negara-negara di muka bumi ini untuk menjalankan dan mengatur perekonomiannya adalah suatu sistem ekonomi yang tujuan utamanya mencari keuntungan sebesar-besarnya. Pendapatan yang diperoleh dalam sistem ekonomi ini adalah dari hasil kegiatan usaha yang yang dijalankan. Dilihat dari segi permodalan, sistem ekonomi konvensional juga menerapkan sistem bunga


(36)

sebagai sumber pendapatan utamanya dengan cara pemberian pinjaman kepada pihak yang membutuhkan modal untuk dijadikan sebagai modal usaha dan pembelian saham-saham perusahaan maupun pembelian surat-surat berharga lainnya dengan harapan mendapat keuntungan yang lebih besar. Sedangakan biaya yang dikeluarkan berupa biaya yang dibutuhkan untuk membayar keperluan dalam rangka menjalankan kegiatan usaha.

Bunga adalah tambahan yang dikenakan untuk transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan atau hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu dan diperhitungkan secara pasti di muka berdasarkan presentase yang ditentukan. Bunga dalam ekonomi konvensional yang dikenakan kepada para peminjam dana merupakan sumber keuntungan yang terbesar.

Dalam hal penanaman modal usaha, pihak yang membutuhkan modal untuk kegiatan usaha dapat memperoleh dana dari pihak yang mempunyai modal dengan cara pinjaman dan pengenaan bunga pinjaman uang sebesar persentase yang telah ditetapkan oleh pemilik modal. Begitu pemilik modal memberikan dana pinjaman kepada peminjam uang dan dijanjikan dengan bunga tertentu, pemberi modal tidak menanggung resiko. Pihak yang membutuhkan modal usaha dalam melaksanakan kegiatan usahanya berhasil atau tidak, mendapatkan keuntungan yang besar atau tidak, pemilik modal akan tetap menerima bunga sesuai yang diperjanjikan.


(37)

Misalnya, pemilik modal menyerahkan uang sebesar Rp.50.000.000 secara tunai kepada peminjam untuk dijadikan sebagai modal usaha sesuai dengan permintaan peminjam / pelaku usaha dengan bunga pinjaman sebesar 13% per bulan. Pada umumnya pelaku usaha sebagai pihak yang membutuhkan modal usaha, menjalankan kegiatan usahanya secara maksimal untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal sebagai tujuan utama dan untuk memajukan usaha yang dijalankan. Berapa pun besarnya pendapatan dan keuntungan yang diterima oleh peminjam uang maka pembayaran imbalan yang diberikan kepada pemilik modal dalam bentuk bunga oleh peminjam tetap sebesar 13% per bulan tanpa memperhatikan pelaku usaha sebagai peminjam modal dalam melaksanakan kegiatan usahanya mendapatkan keuntungan atau mengalami kerugian.

2.8. Perbandingan Antara Sistem Bagi Hasil Dalam Ekonomi Syariah dan

Sistem Bunga Dalam Ekonomi Konvensional

Pembayaran imbalan yang diberikan oleh pelaku usaha dalam ekonomi syariah kepada pemilik modal dalam bentuk bagi hasil sangat tergantung dari pendapatan yang diperoleh oleh pelaku usaha sebagai pihak yang membutuhkan modal atas pengelolaan usaha kerja sama tersebut, apabila pelaku usaha memperoleh hasil usaha atau keuntungan yang besar maka pembagian hasil usaha didasarkan pada jumlah yang besar sesuai dengan keuntungan yang diperoleh, sebaliknya apabila pelaku usaha memperoleh hasil usaha yang sangat kecil atau mengalami kerugian maka keuntungan dan kerugian akan ditanggung bersama-sama sesuai dengan kesepakatan diawal perjanjian. Hal ini berbeda dengan sistem ekonomi konvensional, dimana pembayaran imbalan yang diberikan pelaku usaha


(38)

kepada pemilik modal dalam bentuk bunga dibayarkan dalam jumlah tetap sesuai dengan persentase yang ditetapkan sejak awal perjanjian, tidak terpengaruh pendapatan yang diterima oleh pelaku usaha dalam ekonomi konvensional. Pelaku usaha sebagai peminjam modal dalam ekonomi syariah menjalankan fungsi sebagai pengelola modal usaha yang diberikan oleh pemilik modal usaha karena besar kecilnya pendapatan atau imbalan yang diterima oleh pemilik modal sangat tergantung pada keahlian / keprofesionalan para pengola usaha yang dijalankan dalam sistem ekonomi berdasarkan syariah. Sarana untuk melakukan perhitungan pembagian hasil usaha antara pemilik modal dengan pengelola dana dalam kegiatan usaha ini yang lazimnya disebut dengan “profit sharing” Konsep ini terdapat unsur keadilan, dimana tidak ada suatu pihak yang diuntungkan sementara pihak yang lain dirugikan antara pemilik modal dan pengelola modal sehingga besarnya keuntungan yang diperoleh pemilik modal sangat tergantung kepada kemampuan pengelola usaha dalam mempergunakan dan mengembangkan modal usaha yang diamanahkan kepadanya.

Hal ini jelas sangat berbeda dengan sistem ekonomi konvensional dimana seorang pemberi modal usaha tidak peduli apakah pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya mengalami untung atau rugi, yang penting pemilik modal menerima bunga pinjaman uang sesuai dengan persentase yang telah dijanjikan sejak awal, atau sebaliknya pihak peminjam modal usaha hanya membayar bunga sebesar yang telah diperjanjikan walaupun usaha yang dijalankan oleh pelaksana usaha memperoleh keuntungan yang sangat besar.


(39)

Islam mengharamkan penerapan bunga dan menghalalkan bagi hasil dalam kegiatan ekonomi sehari karena bunga dianggap sebagai bentuk kejahatan dan ketidak adilan dalam ekonomi sehingga tidak sesuai dengan konsep pemikiran ekonomi syariah. Allah SWT melarang dan mencela setiap penerapan bunga dalam kehidupan perekonomian. Bagi hasil dan bunga sama-sama memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat dari adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang. Dalam investasi, usaha yang dilakukan mengandung risiko, dan karenanya mengandung unsur ketidakpastian. Sebaliknya, pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak memiliki risiko, karena adanya presentase suku bunga tertentu yang ditetepakan berdasarkan besarnya modal.

Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang dalam bentuk modal usaha dalam ekonomi syariah termasuk kategori investasi. Besar kecilnya keuntungan yang dibagikan tergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan pelaksana usaha sebagai pengelola modal usaha yang diberikan pemilik modal kepadanya. Dengan demikian, pelaku usaha dalam ekonomi syariah tidak dapat hanya sekedar pengelola usaha kerja sama. Pelaku usaha dalam ekonomi syariah harus terus-menerus berusaha meningkatkan kemajuan usaha yang dijalanka sehingga lebih menarik dan lebih memberikan kepercayaan bagi pemilik modal. Berikut ini ada beberapa perbedaan mendasar antara bagi hasil dalam ekonomi syariah dan sistem bunga dalam ekonomi konvensional antara lain :


(40)

A. Bagi Hasil

1. Penentuan besarnya rasio / nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung atau rugi.

2. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh sesuai dengan kesepakatan bersama.

3. Bagi Hasil bergantung pada keuntungan usaha yang dijalankan. Bila usaha rugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

4. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan / keuntungan yang diperoleh.

5. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil. B. Bunga

1. Penentuan bunga di buat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.

2. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang di pinjaman.

3. Pembayaran bunga tetap seperti yang di janjikan tanpa pertimbangan apakah usaha yang di jalankan oleh peminjam untung atau rugi.

4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang meningkat.

5. Keberadaan bunga diraguakan dan dilarang oleh semua agama, termasuk Islam.


(41)

2.9. Bentuk Bentuk Kegiatan Usaha Kerja Sama Dalam Ekonomi Syariah

Kita mungkin mempunyai perusahaan atau tanah pertanian yang dikelola oleh orang lain. Keduanya merupakan bentuk kerja sama ekonomi. Untuk menumbuhkan perekonomian yang sehat, diperlukan suatu kerja sama yang baik. Adapun bentuk bentuk kerja sama usaha dalam ekonomi syariah adalah :

1. Mudharabah

Secara teknis, mudharabah didefinisikan sebagai akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pemilik modal menyediakan 100% modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola usaha. Apabila dalam usahanya diperoleh keuntungan (profit) maka keuntungan tadi kemudian dibagi antara peemilik modal dan pelaku usaha dengan persentase nisbah atau rasio yang telah disepakati sejak awal perjanjian / kontrak. Sedangkan apabila usaha tersebut merugi maka kerugian tersebut akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak pemilik modal sepanjang hal itu disebabkan oleh resiko bisnis dan bukan karena kelalaian pengelola usaha.

2. Musyarakah

Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

3. Al Muzara’ah

Al Muzara’ah adalah kerja sama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si


(42)

penggarap untuk ditanami dan di pelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen. Dalam prinsip ini benih disediakan oleh pemilik lahan. Rasulullah menganjurkan ummatnya untuk melakukan kerja sama dalam pengelolaan tanah pertanian secara muzara’ah dengan rasio bagi hasil, Rasulullah juga menganjurkan untuk menanami tanah pertanian atau menyerahkannya kepada orang lain untuk digarap. Dalam konteks ekonomi syariah dapat memberikan modal dalam bentuk pembiayaan bagi pengelola yang bergerak di bidang pertanian atas dasar prinsip bagi hasil dari hasil panen.

4. Al Musaqah

Al Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen. Dalam hal ini seseorang pemilik kebun memberikan kepercayaan pada penggarap untuk memelihara kebunnya dengan mempergunakan peralatan dan dana mereka, sebagai imbalan mereka memperoleh persentase tertentu dari hasil panen.

2.10. Akad Pembiayaan Usaha Bagi Hasil Dalam Ekonomi Syariah.

Akad adalah merupakan suatu perjanjian atau persetujuan antar dua atau berbagai pihak dalam hukum Islam dinamakan dengan aqad (transaksi). Aqad menurut bahasa berarti ikatan, kaitan atau janji. Dikatakan ikatan maksudnya ialah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali


(43)

yang satu. Perikataan mengacu pada terjadinya dua perjanjian atau lebih, yaitu jika seseorang mengadakan perjanjian kemudian ada orang lain yang menyetujui janji tersebut serta menyatakan pula suatu janji yang berhubungan dengan janji yang pertama, terjadilah perikatan. Ketika kedua buah janji berpadu, disebut aqad. Dalam melaksanakan suatu akad kerja sama antara pemilik modal dengan pelaku usaha terdapat rukun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Hal ini dilakukan agar akad sah menurut hukum. Rukun adalah yang harus di penuhi untuk sahnya suatu perjanjian, sedangkan syarat adalah ketentuan yang harus diindahkan dan dilakukan. Dalam syariah rukun dan syarat ini sama sama menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi. Mengenai rukun dan syarat akad dalam sebuah perjanjian yang menentukan sah atau tidaknya sebuah perikatan bahwa rukun akad hanya sighat al-’aqd, yaitu ijab dan kabul. ijab merupakan suatu perkataan dari si pemilik modal dan qabul adalah ucapan dari peminjam modal berupa penerimaan perikatan, sedangkan syarat akad adalah subjek akad dan objek akad. Dari beberapa akad pembiayaan dalam ekonomi syariah yang merupakan akad pembiayaan dengan menggunakan prinsip bagi hasil adalah Mudharabah, Musyarakah, Al Muzara’ah dan Al musaqah.

1. Qiradh / Mudharabah

Istilah qiradh dikemukakan oleh ulama Hijjaz, sedangkan ulama Iraq menyebutnya mudharabah. Qiradh merupakan kerja sama dalam pemberian modal kepada seseorang (pekerja / pedagang) untuk diperdagangkan yang keuntungannya dan kerugian dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama. (Ibrahim,1995 : 399). Dalam kerja sama ini satu pihak memberikan 100%


(44)

modal kepada pihak lainnya untuk dijadikan sebagai modal usaha. Adapun rukun qiradh adalah orang yang berakad, modal, keuntungan, kerja, dan akad. Adapun syarat-syaratnya, yaitu sebagai berikut :

a. Orang yang bertransaksi harus orang yang cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai wali.

b. Syarat yang berkaitan dengan modal, yaitu : - Berbentuk uang

- Jumlahnya harus jelas. - Tunai.

- Diserahkan sepenuhnya kepada pedagang.

c. Keuntungan harus jelas dan bagian masing-masing diambil dari keuntungan bisnis tersebut.

2. Syirkah / Musyarakah

Syirkah berasal dari bahasa Arab yang artinya “pencampuran” (sehingga sulit dibedakan). Secara terminologis, syirkah bisa diartikan sebagai perserikatan dagang, ikatan kerja sama yang dilakukan dua orang atau lebih dalam perdagangan. Dalam kerja sama usaha ini masing-masing pihak yang bekerja sama memberikan kontribusi dan untung dan rugi ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Syirkah merupakan upaya saling menolong antar sesama manusia. Adapun syarat syarat umum syirkah adalah sebagai berikut :

a. Perserikatan itu merupakan transaksi yang bisa diwakilkan. Artinya, salah satu pihak jika bertindak hukum terhadap objek perserikatan itu, dengan izin pihak lain, dianggap wakil seluruh pihak yang berserikat.


(45)

b. Persentase pembagian keuntungan untuk setiap yang berserikat dijelaskan ketika berlangsungnya akad.

c. Keuntungan diambilkan dari hasil laba harta perserikatan, bukan dari harta lain. Pada masa Rasulullah kerja sama modal ini sangat lazim dilakukan dalam rangka sistem ekonomi syariah. Adapun klasipikasi kerja sama ini dibagi dalam empat kategori yaitu :

1. Syirkah al-inan yaitu kerja sama modal bersama dimana salah satu pihak menyerahkan modal lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan yang lain, sedangkan pembagian keuntungan dan kerugian berdasarkan persentase besarnya modal yang diberikaan atau sesuai kesepakatan bersama.

2. Syirkah al-mufawwadah yaitu perserikatan dua orang atau lebih dalam usaha, dengan syarat setiap pihak memberikan modal dengan yang sama,serta melakukan kerja secara bersama sama. Unsur penting dalam perserikatan ini adalah, baik dalam masalah modal, kerja, maupun keuntungan, setiap pihak yang mengingatkan diri dalam perserikatan ini mempunyai hak dan kewajiban yang sama.

3. Syirkah al-Sanai yaitu kerja sama dalam dalam usaha untuk memproduksi suatu barang, dimana modal yang dibeikan dalam bentuk keterampilan yang berbeda dan saling melengkapi untuk menghasilkan suatu produk komoditas tertentu. Pembagian keuntungan dalam kategori ini dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama.


(46)

4. Syirkah al-wujuh yaitu serikat yang dilakukan dua orang atau lebih dimana masing masing pihak tidak mempunyai modal dan keterampilan, usaha yang dijalankan untuk mendapatkan modal diperoleh dari kredit pihak lain. Pembagian keuntungan harus dilakukan secara bersama, bahkan dilarang membagi keuntungan secara berbeda. Usaha kerja sama jenis ini hanya dapat dilakukan oleh mereka yang telah mempunyai reputasi tinggi dalam masyarakat.

3. Al-Muzara’ah

Kerja sama di bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap disebut muzara’ah. Istilah ini, dalam masyarakat Indonesia dikenal dengan paroan sawah. Dalam muzara’ah bibit yang ditanam berasal dari pemilik lahan. Adapun rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga akad dianggap sah, yaitu:

a. Pemilik lahan. b. Petani penggarap.

c. Objek muzara’ah, yaitu manfaat lahan dan hasil kerja petani.

d. Ijab (ungkapan penyerahan menerima lahan untuk diolah dari petani). Adapun rukun dan syarat-syarat muzara’ah menurut jumhur ulama, yaitu sebagai berikut :

a. Para pihak yang berakad (pemilik tanah dan penggarap), syarat bagi keduanya harus cakap melakukan perbuatan hukum (balig dan berakal sehat).


(47)

b. Objek yang dijadikan tujuan akad (lahan pertanian), disyaratkan agar tempat tersebut layak untuk ditanami dan dapat menghasilkan sesuai kebiasaan serta tempat tersebut sudah ditetapkan secara pasti.

c. Hasil atau sewa yang ditetapkan harus jelas dan pembagiaannya ditentukan saat akad.

d. Sigat ijab qabul, yaitu ungkapan khusus yang menunjukkan akad muzara’ah. Akad muzara’ah berakhir karena beberapa hal berikut:

1. Berakhir masa akad muzara’ah.

2. Salah satu atau kedua belah pihak meninggal dunia.

3. Terjadi pembatalan akad muzara’ah karena alasan tertentu, baik dari pemilik tanah maupun dari pihak petani penggarap.

4. Al-Musaqah

Musaqah adalah transaksi antara pemilik kebun atau tanaman dan pengelola atau penggarap untuk memelihara dan merawat kebun atau tanaman pada masa tertentu sampai tanaman itu berbuah. (Ibrahim,1995 : 416). Tanaman yang ditransaksikan dalam musaqah adalah tanaman yang minimal usianya satu tahun. Disyaratkan juga jenis tanaman yang menjadi objek perjanjian adalah tanaman keras. Adapun rukun musaqah menurut jumhur ulama ada lima, yaitu: a. Ada dua orang / pihak yang melakukan transaksi.

b. Ada lahan yang dijadikan objek dalam perjanjian. c. Menyangkut jenis usaha yang akan dilakukan.

d. Ada ketentuan mengenai bagian masing-masing dan hasilnya. e. Ada perjanjian, baik tertulis maupun lisan (sigath).


(48)

Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap rukun, yaitu sebagai berikut.

a. Pihak-pihak yang melakukan transaksi harus orang yang cakap bertindak hukum, yakni balig dan berakal;

b. Benda yang dijadikan objek perjanjian bersifat pasti, dikemukakan sifat dan keadaannya sehingga tidak ada kemungkinan berbeda dengan keadaan yang telah dijelaskan.

c. Hasil panen yang dihasilkan dari kebun tersebut merupakan hak mereka bersama sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat.

d. Bentuk usaha yang dilakukan oleh pengelola harus yang berkaitan dengan usaha untuk merawat dan mengolah kebun agar memberikan hasil yang maksimal.

e. Ada kesediaan setiap pihak untuk melakukan perjanjian musaqah berupa ungkapan lisan atau tertulis.


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi yang empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitan. Dalam mengumpulkan data yang diperlukan untuk menyusun skiripsi ini, maka penulis menggunakan cara sebagai berikut :

3.1. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di kota medan pada 5 Kecamatan yaitu Kecamatan Medan Johor, Kecamatan Medan Denai, Kecamatan Medan Baru, Kecamatan Medaan Helvetia dan Kecamatan Medan Tembung. Daerah-daerah ini dianggap mewakili 21 kecamatan yang ada di Kota Medan.

3.2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian dilakukan di Kota Medan dimana masyarakatnya yang heterogen, beragam budaya, suku dan agama, dengan menganalisa pemahaman masyarakat tentang bagi hasil menurut prinsip ekonomi syariah

3.3. Populasi dan Sampel

Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010, jaumlah penduduk Kota Medan secara keseluruhan dari 21 kecamatan adalah 2.097.610 jiwa yang terdiri dari 1.036.926 jiwa laki-laki dan 1.060.610 jiwa perempuan. Jumlah penduduk paling banyak ada berada di Kecamatan Medan Deli dengan jumlah penduduk 166.793 jiwa, Kecamatan Medan Helvetia dengan jumlah penduduk 144.257 jiwa


(50)

dan Kecamatan Medan Denai dengan jumlah penduduk 141.395. Jumlah penduduk yang paling sedikit terdapat pada Kecamatan Medan Baru dengan jumlah penduduk 39.516 jiwa, Kecamatan Medan Maimun dengan jumlah penduduk 39.581 jiwa dan Kecamatan Medan Polonia 52.794 jiwa.

Mayoritas penduduk kota Medan sekarang adalah suku Jawa dan Batak, tetapi di kota ini banyak tinggal pula orang keturunan India dan Tionghoa. Keanekaragaman etnis di Kota Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota.

Dilihat dari komposisi penduk berdasarkan agama pada tahun 2010, mayoritas penduduk Kota Medan beragama Islam yaitu sebesar 58,45 % (1.226.053 jiwa), disusul dengan Kristen Protestan 23,30 % (488.743 jiwa), Kristen Katolik 4,51 % (94.602 jiwa), Hindu 1,21 % (25.381 jiwa) dan Budha 12,53 % (262.831 jiwa).

a. Populasi

Populasi adalah himpunan yang lengkap dari satuan satuan atau individu-individu yang karakteristiknya ingin kita ketahui (Jalil, 1997 : 4). Populasi dalam penelitian ini yang dipilih oleh penulis adalah masyarakat di Kota Medan pada 5 kecamatan yang ditetapkan dengan jumlah penduduk pada 5 kecamatan tersebut sebanyak 582.598 jiwa pada tahun 2010.


(51)

Tabel 3.1

Populasi Penelitian

No. Kode Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah 1 020 Medan Johor 61.085 62.766 123.851 2 040 Medan Denai 71.181 70.214 141.395 3 090 Medan Baru 17.576 21.940 39.516 4 120 Medan Helvetia 70.705 73.552 144.257 5 170 Medan Tembung 65.391 68.188 133.579

Total Populasi 582.598

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Medan

b. Sampel

Sampel adalah anggota populasi yang memberikan keterangan atau data yang diperlukan dalam suatu penelitian.Dengan kata lain, sampel adalah himpunan bagian dari populasi. (Jalil, 1997 : 4). Pada keadaan ini dibutuhkan sebagian dari populasi yang mewakili keseluruhan objek penelitian tanpa mengurangi mutu penelitian yaitu penelitian sampel. Ukuran sampel duhitung dengan menggunakan rumus Slovin (Umar, 2004 : 108) yaitu :

n = � (1+��2)

Dimana : n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = persen kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan sampel yang masih dapat ditolerir.

Maka jumlah sampel yang diperoleh dari jumlah populasi tersebut dengan tingkat kelonggaran 10% adalah :


(52)

n = 582.598

(1+582.598×0,12) = 99,98~ 100

Berdasarkan hasil perhitungan terrsebut, sampel yang diperoleh berjumlah 100 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan melalui Disproposional Stratified Sampling, yaitu mengambil sampel dengan tidak memperhatikan perbandingan banyaknya populasi pada tiap-tiap kecamatan. Setiap kecamatan diambil sampel dalam jumlah yang sama. Dimana sampel yang diperoleh dibagi sama rata untuk setiap kecamatan, yaitu masing masing 20 orang setiap kecamatan.

Tabel 3.2

Sampel Penelitian

No. Kode Kecamatan Sampel

1 020 Medan Johor 20

2 040 Medan Denai 20

3 090 Medan Baru 20

4 120 Medan Helvetia 20

5 170 Medan Tembung 20

Jumlah 100

Sumber: Data diolah (2012)

Dalam menentukan sampel, penulis menggunakan metode pengambilan cluster sampling (area sampling ). Teknik area sampling digunakan , disebabkan karena objek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas. Dari 21 kecamatan yang ada di kota Medan, penulis mengambil 5 kecamatan sebagai sampel dan dipilih secara random.


(53)

3.4. Jenis dan Sumber Data

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh sendiri oleh perorangan atau suatu organisasi langsung dari objek penelitian. Data ini berwujud tindakan dan kata-kata masyarakat yang diteliti. Pengumpulan data primer dapat diperoleh melalui penyebaran kuesioner, observasi dan wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan. b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi. Data ini berisikan informasi daan teori-teori yang digunakan untuk mendukung penelitian. Penulis mendapatkan data skunder dari berbagai tulisan melalui buku, jurnal, literatur, dan sumber sumber lain yang dapat memperkuat hasil analisa. (Supranto, 1991 : 6).

3.5. Teknik Pengumpulan Data

a. Kuesioner

Kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan cara memberikan daftar pertanyaan tertulis dan tersusun rapi yang akan diberikan kepada responden terpilih.

KETERANGAN :

SP = Sangat Paham Skor = 5 P = Paham Skor = 4 CP = Cukup Paham Skor = 3


(54)

KP = Kurang Paham Skor = 2 TP = Tidak Paham Skor = 1

b. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui tanya jawab secara langsung kepada responden untuk mendapatkan data dan keterangan yang lebih lengkap dan akurat.

c. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan langsung tanpa mengjukan pertanyaan terhadap objek yang diteliti.

d. Studi Kepustakaan

Studi Kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan cara mencatat dan mempelajari berbagai informasi dan data-data yang diperoleh melalui buku, jurnal, situs internet, literatur, artikel dan tulisan tulisan ilmiah yang dijadikan sebagai referensi bagi peneliti.

3.6. Pengolahan Data

Penulis menggunakan program computer SPSS versi 18 untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini.

3.7. Metode Analisis Data

a. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang membuktikan bahwa apa yang diamati peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dalam dunia kenyataan, dan apakah penjelasan yang diberikan memang sesuai dengan


(55)

yang sebenarnya terjadi. Pengukuran ini juga bertujuan untuk mengetahui kebenaran data yang diperoleh dengan instrument, yakni apakah instrument itu sungguh sungguh mengukur variabel yang sesungguhnya. (Nasution, 1996 : 105). Validitas berhubungan dengan keakuratan sebuah kuesioner. Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan nilai r hasil Corrected Item Total Correlation. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Software SPSS 18 (Statistic Package for The Social Science) 18,0 for windows dengan kriteria adalah sebagai berikut:

1. Jika �ℎ�����>������, maka pertanyaan dinyatakan valid.

2. Jika �ℎ�����<������, maka pertanyaan dinyatakan tidak valid.

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah sesuatu instrumen yan merujuk kepada konsistensi hasil perekaman data (pengukuran) kalau instrument itu digunakan orang atau kelompok orang yang sama dalam waktu berlainan atau digunakan oleh kelompok yang berbeda dalam waktu yang sama atau berlainan. (Suryabrata, 2004 : 58). Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran suatu instrumen dan hasil pengujian tersebut merupakan ukuran yang benar dari sesuatu yang diukur. Reliabilitas berhubungan dengan konsistensi


(56)

jawaban kuesioner. Dalam penelitian ini reliabilitas diukur menggunakan metode Alpha Cronbach dengan menggunakan program SPSS 18,0. Nilai alpha yang diperoleh akan dibandingkan dengan������ Apabila nilai alpha lebih besar daripada rtabel, maka instrumen tersebut dapat disebut reliabel. Indikator pengukuran reliabilitas yang dibuat oleh J.P. Gurlford dengan taraf kepercayaan 95% degan kriteria rhitung < rtabeladalah sebagai berikut:

0,00 ≤rhitung< 0,20 : Reliabilitas sangat rendah 0,20 < rhitung< 0,40 : Reliabilitas rendah

0,40 < rhitung< 0,60 : Reliabilitas sedang / cukup 0,60 < rhitung< 0,80 : Reliabilitas tinggi

0,80 < rhitung< 1,00 : Reliabilitas sangat tinggi c. Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif merupakan metode analisis dengan cara mengumpulkan data, menganalisis serta menginterpretasikannya sehingga menghasilkan kesimpulan.

3.8. Defenisi Operasional

1. Bagi hasil adalah suatu sistem pengelolaan dana dalam perekonomian Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal dan pengelola usaha.

2. Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahua masalah-masalah


(57)

3. Pemahaman masyarakat tentang bagi hasil menurut prinsip ekonomi syariah yaitu masyarakat Kota Medan yang tahu dan mengerti tentang bagi hasil menurut prinsip ekonomi syariah.

4. Masyarakat Kota Medan adalah masyarakat yang tercatat sebagai penduduk asli Kota Medan terutama yang beragama Islam.


(58)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Statistik Deskriptif

4.1.1. Analisis Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang dianalisis dalam penelitan ini antara lain, jenis kelamin, umur, dan kecamatan. Karakteritik responden tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, maka responden yang diambil adalah jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Dari hasil kuisioner yang diperoleh data karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin sebagai berikut:

Tabel 4.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentasi (%)

Laki-laki 57 57

Perempuan 43 43

Jumlah 100 100

Sumber : Data diolah (2012)

Dari tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah berjenis kelamin Laki-laki yaitu sebnyak 57 orang atau 57% dan sisanya 43 orang atau atau 43% adalah berjenis kelamin perempuan. Hal ini disebabkan oleh masyarakat yang dijumpai pada saat penelitian lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan.


(59)

b. Umur

Berdasarkan umur responden terbagi dalam 4 kelompok yaitu umur 15-30 tahun, 30-45 tahun, 45-60 tahun, diatas 60 tahun. Data karakteristik responden berdasarkan umur adalan sebagai berikut:

Tabel 4.2

Karakteristik Responden berdasarkan Umur

Umur Frekuensi Persentasi (%)

15-30 Tahun 34 34

30-45 Tahun 38 38

45-60 Tahun 24 24

>60 Tahun 4 4

Jumlah 100 100

Sumber :Data diolah

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa kelompok umur 15-30 tahun yang menjadi responden adalah sebanyak 34 orang (34%), kelompok umur 30-45 tahun sebanyak 38 orang (38%), kelompok umur 45-60 tahun berjumlah 24 orang (24%) dan kelompok umur diatas 60 tahu sebanyak 4 orang (4%).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi sampel untuk dijadikan responden paling banyak adalah masyarakat yang umurnya 30-45 tahun dan 15-30 tahun. Hal ini dikarenakan masyarakat yang berumur 30-45 tahun dan 15-30 tahun lebih mudah dijumpai dan lebih mudah diminta waktunya untuk diajak bicara agar bisa menjadi responden dalam penelitian ini dibandingkan masyarakat dengan kelompok umur yang lainnya.


(60)

c. Kecamatan

Kota Medan terbagi dalam 21 kecamatan, namun yang diteliti dalam penelitian adalah Kecamatan Medan Johor, Kecamatan Medan denai, Kecamatan Medan Baru, Kecamatan Medan Helvetia dan Kecamatan Medan Tembung. Data karakteristik responden berdasarkan kecamatan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3

Karakterstik Responden Berdasarkan Kecamatan

Kecamatan Frekuensi Persentasi (%)

Medan Johor 20 20

Medan Denai 20 20

Medan Baru 20 20

Medan Helvetia 20 20

Medan Tembung 20 20

Jumlah 100 100

Sumber : Data diolah (2012)

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa dari 100 responden, yang dipilih sebagai sampel adalah 20 orang (20%) dari Kecamatan Medan Johor, 20 orang (20%) dari Kecamatan Medan Denai, 20 orang (20%) dari Kecamatan Medan Baru, 20 orang dari Kecamatan Medan Helvetia dan 20 orang dari Kecamatan Medan Tembung.

Responden tersebut dipilih menjadi sampel dengan sebelumnya ditentukan terlebih dahulu dengan menggunakan teknik Disproporsional Stratified Sampling, dimana setiap kecamatan dalam penelitian ini diambil sampel dalam jumlah yang sama.


(61)

4.2 Pembahasan

4.2.1. Uji Validitas dan Realibilitas

Suatu instrumen yang baik harus memiliki tingkat validitas serta tingkat realibilitas yang tinggi. Suatu kuisioner dikatakan valid apabila instrumen penelitian tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan suatu instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen penelitian tersebut bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.

4.2.1.1. Uji Validitas

Pengukuran valid atau tidaknya suatu item atau butir pernyataan yang terdapat pada angket, dilakukan dengan cara membandingkan �ℎ����� dengan

������. Adapun kriteria pengujian validitas sebagai berikut:

a. Jika rhitung bernilai positif dan �ℎ����� >������ maka butir pernyataan dinyatakan valid

b. Jika rhitung bernilai negatif dan �ℎ����� <������, maka butir pernyataan dinyatakan tidak valid

c. Nilai �ℎ����� dapat dilihat pada tabel Item-Total Statistic di kolom Corrected Item-Total Correction.

d. Nilai ������ dapat dilihat pada tabel r dengan menggunakan df = n (jumlah responden) – 2 = 100 – 2 = 98, maka dapat diketahui ������ = 0,1966.


(1)

II. KUESIONER

Cara menjawab pertanyaan dibawah ini adalah dengan memberikan tanda benar (√ ) pada kotak jawaban yang merupakan pendapat anda.

KETERANGAN :

SP = Sangat Paham Skor = 5 P = Paham Skor = 4 CP = Cukup Paham Skor = 3 KP = Kurang Paham Skor = 2 TP = Tidak Paham Skor = 1

1. Gambaran Umum Ekonomi Syariah

No Peernyataan SP P CP KP TP

1 Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam .

2 Ekonomi syariah berbeda dengan sistem ekonomi konvensional yang merupakan hasil pemikiran manusia.

3 Sistam ekonomi syariah lebih mengutamakan sistem bagi hasil dalam kerja sama usaha dibanding sistem ekonomi konvensional yang mengutamakan sistem bunga.

4 Ekonomi syariah dimaksudkan untuk mengatur kegiatan ekonomi guna mencapai derajat kehidupan yang layak bagi seluru individu dan masyarakat.

5 Ekonomi syariah sudah ada sejak keberadaan agama Islam yaitu mulai zaman nabiMuhammad SAW. sampai sekarang.


(2)

2. Dasar Hukum Ekonomi Syariah

No Pernyataan SP P CP KP TP

1 Al-qur,an merupakan amanah sesungguhnya yang disampaikan secara lanngsung oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW untuk membimbing ummat manusai.

2 Hadits adalah sebuah perkataan, perbuatan dan perilaku nabi Muhammad yang tidak wajib dilakukan ummat manusia tetapi apabila dikerjakan berpahala.

3 Ijma adalah sebagai sumber hukum ke tiga merupakan pendapat / fatwa baik yang telah disepakati bersama oleh masyarakat maupun cendikiawan agama.

4 ijtihad dan qiyas merupakan kebiasaan dari para pemuka agama untuk memecahkan masalah yang muncul dalam masyarakat, dimana masalah tersebut tidak dijelaskan secara rinci dalam hukum Islam.

3. Pengertian Bagi Hasil Dalam Ekonomi Syariah

No. Pernyataan SP P CP KP TP

1 Bagi hasil merupakan pembagian keuntungan hasil kerja sama usaha antara pemilik modal dengan pelaku usaha.

2 Bagi hasil dalam kerja sama usaha merupakan pembagian keuntungan sesuai kesepakatan bersama.

3 Bagi hasil merupakan pembagian keuntungan apabila penerimaan usaha lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan secara keseluruhan dalam menjalankan usaha.

4 Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha.

5 Bagi hasil merupakan ciri khusus dalam ekonomi syariah khususnya yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha dalam kerja sama usaha dalam kegiatan ekonomi.


(3)

4. Pembagian Keuntungan Dalam Usaha Kerja Sama Bagi Hasil

No. Pernyataan SP P CP KP TP

1 Bagi hasil didasarkan pada besar kecilnya keuntungan yang diperoleh dari hasil kegiatan usaha kerja sama.

2 Dalam kerja sama usaha antara pemilik modal dan Pelaku usaha, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan.

3 Dalam perjanjian ditentukan keuntunagan yang dibagi berdasarkan persentase tertentu bagi pemilik modal dan pengelola usaha berdasarkan kesepakatan bersama.

4 Bagi hasil tidak hanya pembagian keuntungan secara langsung tetapi juga pemilik modal memperbolehkan pelaku usaha membeli saham perusahaan sebagai bentuk lain pembagian keuntungan.

5 Pembagian keuntungan didasarkan pada besar kecilnya modal yang disertakan dalam kegiatan usaha sesuai kesepakatan.

5. Modal Yang Disertakan Dalam Usaha Kerja Sama Bagi Hasil

No. Pernyataan SP P CP KP TP

1 Bagi hasil dalam kerja sama usaha dapat juga dilakukan dengan sama-sama menyertakan modal antara pihak yang bekerja sama dalam usaha.

2 Bagi hasil dalam kerja sama usaha dapat dilakukan dengan menyertakan modal sama jumlahnya maupun berbeda.

3 Bagi hasil dalam kerja sama usaha tidak hanya berbentuk penyertaan modal tetapi bisa juga dalam bentuk keterampilan

4 Bagi hasil dalam kerja sama usaha dapat juga dilakukan antara pihak yang mempunyai modal dengan pihak yang tidak mempunyai modal maupun keterampilan.

5 Modal yang disertakan dalam kerja sama usaha harus jelas jumlahnya dan bentuknya.


(4)

6. Penentuan Usaha Dalam Usaha Kerja Sama Bagi Hasil

No .

Pernyataan SP P CP KP TP

1 Bagi hasil dalam kerja sama usaha tidak hanya dibidang perdagangan tetapi juga dibidang pertanian.

2 Jenis usaha dalam bagi hasil boleh ditentukan maupun tidak oleh Pemilik modal maupun pelaksana usaha sesuai dengan kemampuan dan kesepakatan bersama.

3 Jenis usaha yang ditentukan untuk dijalankan haruslah usaha yang dianggap baik dan benar agar membawa manfaat bagi pihak-pihak yang melakukan kerja sama usaha

4 Usaha yang dijalankan tidak boleh menyulitkan pelaksana usaha dengan pembatasan pembatasan yang menyulitkan

5 Pihak-pihak yang melakukan bagi hasil dalam pelaksanaan kerja sama usaha harus transparansi dan kemitraan dengan baik dan ideal.

7. Perbedaan Bunga dengan Bagi Hasil

No Pernyataan SP P CP KP TP

1 Penentuan bunga ditentukan pada waktu akad dengan asumsi selalu untung sedangkan bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung atau rugi.

2 Besarnya persentase bunga didasarkan pada jumlah uang yang dipinjam sedangkan bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh sesuai dengan kesepakatan.

3 Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan untung atau rugi sedangkan bagi hasil bergantung pada untung atau rugi kegiatan usaha.

4 Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan meningkat sedangkan bagi hasil meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan / keuntungan. 5 Keberadaan bunga diragukan dan dilarang oleh

semua agama sedangkan bagi hasil tidak ada yang meragukan keabsahannya.


(5)

8. Bentuk Bentuk Usaha Kerja Sama Bagi Hasil Dalam Ekonomi Syariah

No Pernyataan SP P CP KP TP

1 Mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik modal) menyediakan 100% modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (pelaku usaha).

2 Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

3 Al Muzara’ah adalah kerja sama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan di pelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen.

4 Al Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.


(6)

9. Pelaksanaan Sistem Bagi Hasil di Indonesia

No. Pernyataan SP P CP KP TP

1 Bagi hasil di Indonesia dalam kegiatan kerja sama usaha lebih banyak diterapkan dalam perbankan syariah.

2 Bagi hasil di Indonesia belum banyak diterapkan oleh masyarakat dalam kegiatan usaha perdagangan maupun pertanian.

3 Masih banyak masyarakat Indonesia yang menyamakan bagi hasil dalam ekonomi syariah dengan sistem bunga dalam ekonomi konvensional.

4 Masih kurangnya pemahaman masarakat tentang bagi hasil dan kurangnya rasa saling percaya merupakan penyebab kurangnya pelaksanaan sistem bagi hasil dalam kerja sama usaha.

5 Sistem bagi hasil dalam ekonomi syariah lebih baik daripada sistem bunga dalam ekonomi konvensional.