19 langkah acak yang berbeda pula. Langkah acak pada pergerakan solut terjadi
disebabkan perbedaan karakter struktur dari media berpori.
4.4. Algoritma Pergerakan Partikel
Hal yang perlu dilakukan pertama kali dalam simulasi adalah menentukan batasan-batasan wilayah yang akan dilalui. Setelah itu membuat wilayah dimana
kumpulan partikel solut akan di injeksikan dan bergerak melaluinya. Pada tiap- tiap wilayah setiap partikel diberikan perlakuan kecepatan dan arah yang
berbeda-beda. Akan tetapi kecepatan dan arah dari kumpulan partikel akan tetap di suatu wilayah sebelum masuk ke wilayah berikutnya. Sebagai contoh
ditunjukkan pada Gambar 4. Pada wilayah 1 diberikan perlakuan sebagai berikut :
Gambar 4. Algoritma pergerakan partikel pada simulasi.
1 if_p_particle[i].pos_y = _b_ground _p_particle[i].pos_y = float0xFFFF{ 2
bool inside = false; 3
if_p_particle[i].pos_x = _2_wall _p_particle[i].pos_x = float0xFFFF { 4
bool inside = true; 5
_p_particle[i].direction_x = 0; 6
_p_particle[i].direction_y = rand 13107+ rand 100 0.3float0xFFFF;
7 } if
8 } if
Pada baris pertama menjelaskan tentang bagaimana batasan dari koordinat y-axis dari wilayah 1 sedangkan pada baris kedua menjelaskan tentang batasan
20 dari koordinat x-axis. Kedua batasan tersebut akan membentuk batasan suatu
wilayah yaitu wilayah 1 seperti yang terlihat di Gambar 4. Pada baris 5 dan 6 merupakan algoritma untuk pemberian kecepatan dan arah pada tiap-tiap partikel
sehingga tiap partikel dalam wilayah 1 akan diberikan kecepatan dan arah yang berbeda tetapi konstan.
Setelah partikel diberi perlakuan di wilayah 1 maka kumpulan partikel tersebut akan bergerak ke wilayah dua. Sesaat setelah partikel tersebut masuk ke
wilayah kedua maka partikel-partikel tersebut akan berubah arah dan kecepatannya sesuai dengan algoritma yang diberikan kepada wilayah 2 seperti
berikut :
1 if_p_particle[i].pos_y = _d_ground _p_particle[i].pos_y = _b_ground{ 2
bool inside = false; 3
if_p_particle[i].pos_x = _2_wall _p_particle[i].pos_x = float0xFFFF 4
bool inside = true; 5
_p_particle[i].direction_x = rand 13107 + 0.2float0xFFFF; 6
_p_particle[i].direction_y = rand 13107+ rand 100 0.3float0xFFFF;
7 } if
8 } if
Pada baris 5 dan 6 diperlihatkan algoritma untuk memberikan kecepatan dan arah yang acak pada tiap-tiap partikel yang masuk ke dalam wilayah 2.
Partikel-partikel yang melewati wilayah-wilayah yang lain juga akan diberikan perlakuan yang berbeda tergantung dari wilayah yang dilewatinya
dengan algoritma yang hampir sama dengan yang diatas akan tetapi diberikan perlakuan yang berbeda saja dalam pengacakan kecepatan dan arahnya saja.
Jika dianalogikan dalam pergerakan solut titik-titik tersebut adalah sebagai konsentrasi konsentrasi dari partikel solut yang ketika dilepaskan di wilayah satu
maka partikel-partikel solut tersebut akan bergerak ke arah dan dengan kecepatan yang acak. Namun acak disini bukan berarti solut itu akan bergerak ke arah yang
berlawanan dengan arah dari aliran larutan dasar dan solut tetapi hampir searah dengan aliran dasar dan solut.
Dispersi mekanik yang menyebabkan langkah acak tersebut terjadi dikarenakan oleh mekanisme a perkembangan kecepatan profil di dalam setiap
pori yang sedemikian rupa yang menyebabkan kecepatan tertinggi terjadi di tengah pori sedangkan di dinding pori sangat kecil atau bahkan tidak ada;
21 b perbedaan kecepatan aliran rata-rata di pori yang berbeda ukuran, partikel
bergerak lebih cepat pada pori yang lebih besar dibandingkan yang kecil; c arah aliran air rata-rata dari tiap partikel di media berpori berbeda-beda dan d partikel
solut ada yang berkumpul ke dan meyebar dari pori yang sama. Keempat mekanisme tersebut yang membuat terjadinya pengacakan pada partikel-pertikel
solut.
Gambar 5. Konsep skematik yang berkontribusi terhadap dispersi mekanik Leij dan Martinus, 2002.
Saat kumpulan partikel tersebut melewati wilayah ke dua, maka kumpulan partikel tersebut akan mendapat perlakuan pengacakan lagi terhadap arah dan
kecepatannya karena pada wilayah ke dua terdapat perlakuan atau mempunyai keadaan yang berbeda dengan wilayah pertama. Begitu pula selanjutnya jika
kumpulan partikel tersebut masuk ke wilayah selanjutnya.
22
4.5. Perbandingan dari Model dengan Data