Analisis Nilai Tambah Petani

21 2. Business process mapping dan analisis nilai tambah telah dilakukan pada masing-masing stakeholders yang terdapat pada rantai pasok komoditas kentang yaitu petani, petani sekaligus pengumpul, dan eksportir di Kecamatan Berastagi. Dari Business process mapping terlihat bahwa aktifitas terbanyak terdapat pada petani. Sementara dari perhitungan distribusi nilai tambah, nilai tambah terbanyak didapatkan oleh pihak eksportir. Pada perhitungan marjin pemasaran, struktur nomor 3 menghasilkan marjin pemasaran terbesar untuk petani. Struktur 3 terdiri dari petani dan eksportir PT. Alamanda sejati Utama. Hal ini merupakan peluang bagi petani untuk mendapatkan keuntungan yang lebih dengan cara memfokuskan aktifitas pada struktur 3 melalui peningkataan kualitas produk agar lebih banyak kentang dari petani yang lulus tahap penyortiran oleh eksportir. 3. Business process reengineering. Kondisi eksisting business process mapping pada aktifitas rantai pasok kentang menunjukkan kondisi yang tidak efektif dan efisien bagi petani. Aktifitas yang paling banyak terdapat pada petani namun nilai tambah justru paling banyak didapatkan oleh eksportir. oleh karena itu dibutuhkan business process reengineering guna mencapai efektifitas dan efisiensi rantai pasok kentanf melalui : a. Training dan penyuluhan. Petani yang kurang memiliki pengetahuan akan kewirausahaan dan proses bisnis membutuhkan training dan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran petani tentang kewirausahaan dan petani mandiri. Peran pemerintah dan Badan Penyuluhan sangat penting dalam menciptakan program pelatihan untuk petani. Training dan penyuluhan mengenai penciptaan nilai tambah dan penguasaan aktifitas hilir dapat menambah kompetensi petani sehingga petani tidak hanya menjual kentang mentah dan melakukan aktifitas hulu saja. Misalnya saja kentang rindilan yang langsung dibuang oleh petani dapat dimanfaatkan untuk dijual ke rumah makan baik di Sumatera Utara maupun ke Pulau Jawa sebagai kentang untuk masakan rendang. Kentang-kentang tersebut juga dapat dijual ke hotel sebagai bahan untuk membuat mashed potato atau keripik kentang agar produk kentang dapat bertahan lama. Aktifitas di tingkat eksportir juga dapat dilakukan oleh petani seperti sudah mencuci bersih kentang yang akan diantarkan ke eksportir. Bahkan apabila petani mampu meningkatkan kompetensinya, maka aktifitas pengumpul pun dapat digantikan oleh petani. b. Trust building. Kepercayaan yang terbangun diantara anggota rantai pasok mampu mendukung kelancaran aktivitas rantai pasok, seperti kelancaran transaksi, penjualan, distribusi produk, dan distribusi informasi pasar. Proses trust building di dalam rantai pasokan Kentang di Desa Gurusinga sebagian besar terjalin tanpa adanya kesepakatan kontraktual yang mengikat. Namun tetap ada beberapa petani yang memiliki kesepakatan kontraktual dengan perusahaan eksportir. Walaupun telah terdapat kesepakatan kontraktual, petani masih sering melanggar kontrak mengenai kesepakatan kuantitas karena petani akan menjual kentangnya kepada pihak yang menawar lebih tinggi dari harga beli eksportir. oleh karena itu perlu adanya penyuluhan tentang trust building dan proses membangunnya yang dilakukan oleh badan penyuluhan maupun pemerintah. c. Teknologi. Beberapa aktifitas di petani masih belum efektif karena masih menggunakan cara konvensional sehingga membutuhkan waktu yang lama. 22 Keterbatasan modal dan pengetahuan mengenai teknologi budidaya merupakan faktor yang menyebabkan petani tidak dapat menggunakan teknologi yang tepat. Improvement dengan menambahkan teknologi perlu dilakukan guna menciptakan efektifitas dan efisiensi pada aktifitas stakeholders. Penyiraman otomatis dengan sistem irigasi tetes merupakan sistem paling tepat karena petani dapat memberikan nutrisi kepada tanaman sesuai kebutuhannya. Metode ini menghemat air dan pupuk serta mengurangi penyakit dan jamur pada tanaman. Kegiatan menanam umbi kentang bisa dilakukan dengan Automatic Potato Planting Machine yang merupakan mesin modern untuk menanam kentang yang sudah sering digunakan pada pertanian kentang di luar negeri. Kegiatan pemanenan yang biasanya hanya menggunakan cangkul dan garuk dapat dioptimalkan dengan menggunakan Potato Harvest Machine. Apabila hal ini diimplementasikan, maka dibutuhkan training dan penyuluhan untuk petani agar mampu mengoperasikan mesin tersebut. Penambahan teknologi tidak dimaksudkan untuk menghilangkan lapangan pekerjaan. Hal ini justru diharapkan dapat memicu kesadaran petani untuk memiliki kompetensi dan menjadi petani mandiri yang kreatif. Sehingga tidak menutup kemungkinan petani Berastagi bisa membuat perusahaan sendiri. d. Budidaya organik. Kesadaran masyarakat atas pentingnya kesehatan melalui mengkonsumsi segala makanan organik mulai meningkat. Budidaya secara organik juga dapat diterapkan pada kentang di Kecamatan Berastagi. Teknologi budidaya secara organik dapat meningkatkan harga kentang melalui segmen khusus. e. Relationship building. Dikarenakan harga mesin untuk memanen dan menanam kentang yang cukup mahal, Pemerintah melalui Kementrian Pertanian dan Dinas Pertanian harus mengupayakan kerjasama dengan CSR perusahaan-perusahaan besar yang memiliki concern terhadap pertanian. Sebagai negara pertanian, semua pihak terkait harus memberikan support terhadap pertanian. Seperti Pertamina yang menyumbangkan dana kemitraan terbesar untuk bidang pertanian sebesar Rp858 milyar lebih dan untuk bidang perkebunan sebesar Rp178 milyar Ruslan 2012. Apabila kerjasama ini dapat dijalin, maka penyediaan mesin-mesin modern untuk kentang dapat direalisasikan. Dikarenakan mesin-mesin ini merupakan sumbangan dari pihak lain untuk petani, maka harga produk tidak akan meningkat. Harga akhir malah dapat ditekan dan mampu bersaing dengan kentang impor. Selain itu pemerintah diharapkan dapat tegas dalam memberlakukan kebijakan penurunan dan pembatasan harga pupuk. Sehingga harga ke end user yang murah dapat dicapai. Kentang pesaing dari Bangladesh pun dapat dikalahkan oleh kentang lokal dari Kecamatan Berastagi.