6
Softwood
Agathis loranthifolia
Hardwood
Acacia mangium
- BJ rendah - Dimensi stabil
- Warna kayu pucat - BJ rendah-sedang
- Dimensi kurang stabil
Kayu Cepat Tumbuh
PENELITIAN I
Densifying by Compression
Peningkatan sifat fisis, mekanis, fisikkeragaan kayu
- Dampak pemadatan maksimum dari kayu sehingga terjadi beberapa penurunan sifat-sifat kayu.
- Bagaimana fenomena yang terjadi akibat proses densifikasi kayu
Peningkatan Mutu Kayu melalui
Densifikasi
Densifying by Compression
Densifying by impregnation
1. BAHAN BAKU 2. PROSES
PENELITIAN II
Densifying by Impregnation
Densifikasi parsial dapat meningkatkan sifat fisis, mekanis fisikkeragaan kayu tanpa merusak struktur sel kayu.
Mengetahui fenomena yang terjadi akibat densifikasi kayu Latar Belakang
Permasalahan
Hipotesis
Pemecahan Masalah
Tujuan
Gambar 1
Diagram Kerangka Pemikiran
Peningkatan mutu kayu - Sifat fisis kayu
- Sifat Mekanis kayu - Fisikkeragaan kayu
Teknik Densifikasi Parsial
Pengamatan fenomena yang terjadi melalui analisis :
- Gradasi kerapatan kayu - Gradasi kristalinitas
- Perubahan MFA - Relokasi lignin,
degradasi selulosa, hemiselulosa zat
ektraktif - Perubahan Struktur sel
- Biodeteriorasi kayu
7
TINJAUAN PUSTAKA Densifikasi Kayu
Berbagai cara telah dilakukan untuk meningkatkan mutu kayu dan salah satunya adalah proses pemadatan densification. Tomme et al. 1998
menyatakan bahwa tujuan utama pemadatan kayu adalah untuk meningkatkan sifat-sifat mekanis seperti
Young’s modulus, kekerasan permukaan, kekuatan geser dan stabilitas dimensi, akibat berkurangnya porsi rongga dalam kayu
porositas akibat pengempaan. Kayu dapat dipadatkan dan dimodifikasi sifat-sifatnya. Menurut
Kollmann et al. 1975, ada tiga cara yang dapat dilakukan, yaitu pemadatan dengan impregnasi densifying by impregnation, pemadatan dengan
pengempaan densifying by compression, dan kombinasi antara impregnasi dan pengempaan compregnation. Dengan impregnasi, struktur rongga kayu diisi
dengan berbagai zat seperti resin fenol formaldehida, larutan vinil, resin alam cair, lilin, sulfur, dan logam ringan sehingga kayu menjadi lebih padat.
Tomme et al. 1998 menyebutkan bahwa pemadatan kayu dengan perlakuan thermo hygromechanical densification mendapatkan hasil yang lebih
stabil dan sedikit higroskopis daripada thermomechanical densification. Ada beberapa metode perlakuan yang diberikan kepada kayu untuk memodifikasi sifat
kekuatan, stabilitas dimensi, dan kekakuan kayu. Perlakuan itu adalah pemecahan molekul polimer air dengan PEG dan resin sintetis impreg, pemadatan kayu
dengan pemanasan staypak, dan pemadatan kayu menggunakan resin compreg.
Densifikasi dengan Kompresi Pengempaan
Pemadatan dengan pengempaan juga dapat memodifikasi sifat-sifat kayu dibawah kondisi tanpa merusak struktur sel kayu Stamm 1964. Di Amerika
Serikat produk pemadatan kayu utuh dikenal dengan nama staypak US Forest Products Laboratory 1999. Staypak merupakan hasil pemadatan kayu utuh
dengan memodifikasi kondisi pemadatan sedemikian rupa sehingga menyebabkan terbebasnya tegangan internal dan mengalirnya lignin. Pada
metode kompregnasi, kayu terlebih dahulu diimpregnasi baru kemudian dikempa.
8 Sampai saat ini produk-produk kayu yang dipadatkan dapat digunakan
untuk berbagai macam keperluan seperti bahan untuk furnitur dan bahan interior lainnya Inoue 1996 atau pun untuk keperluan konstruksi Tomme et al. 1998.
Sementara Dwianto 1999 menambahkan bahwa manfaat produk pemadatan juga cocok untuk lantai, furnitur, bahan interior, bahan komposit keteknikan, dan
surface densified wood. Menurut l i d a dan Norimoto 1987, dibawah pengaruh kadar air dan
panas, produk kayu yang dipadatkan diketahui dapat pulih kembali ke bentuk semula. Lebih lanjut Tomme et al. 1998 mengemukakan bahwa pemadatan
bersifat tidak stabil dimana kayu terpadatkan dapat kembali mengembang ketika berada pada kelembaban dan suhu tinggi atau direndam ke dalam air. Bahkan
fiksasi yang telah terjadi dapat kembali bila kayu direbus lagi Dwianto 1999. Agar kayu yang dipadatkan tidak pulih kembali ke bentuk dan ukuran
semula, ada tiga cara yang dapat digunakan. Pertama, dengan mencegah terjadinya pelunakan kembali yaitu dengan memperlakukan kayu dengan bahan-
bahan penolak air Inoue et al. 1992. Kedua, dengan membentuk ikatan silang diantara komponen penyusun kayu misalnya dengan tetraoksan tetramer dari
formaldehida, para formaldehida atau tetraoksana. Hasil penelitian Inoue et al. 1994 menunjukkan bahwa kayu Sugi Cryptomeria japonica yang
dipadatkan dengan tetraoksan mampu menghasilkan ikatan silang antar komponen kayu melalui proses formalisasi. Bahkan dengan para formaldehid
atau tetraoksana, kayu yang dipadatkan tetap stabil meski direbus kembali selama satu jam Inoue et al. 1992. Ketiga, dengan melepaskan tegangan dan
regangan elastis yang tersimpan di dalam mikrofibril dan matriks penyusun dinding sel. Menurut Stamm 1964, tebal produk staypak cenderung tidak
berubah lagi ketika pemadatan berlangsung dibawah kondisi yang menyebabkan lignin mampu mengalir dan membebaskan tegangan dalam internal stress.
Pada cara ini stabilitas optimum diperoleh dengan mengkombinasikan kadar air kayu, suhu dan lamanya pemanasan.
Inoue dan Norimoto 1991 meneliti fiksasi permanen dari pemadatan kayu Sugi dengan pemanasan pada kondisi kering. Hasil yang diperoleh
adalah fiksasi permanen dicapai pada suhu 180ºC selama 20 jam, atau pada suhu
9 200ºC selama 5 jam, atau pada suhu 220
º
C selama 3 jam. Sementara itu berdasarkan hasil penelitian yang juga menggunakan kayu Sugi, Dwianto et al. 1996
menyimpulkan bahwa fiksasi permanen dicapai setelah pemanasan selama 20 jam pada suhu 180
º
C atau setelah pengukusan selama 10 menit pada suhu yang sama. Mekanisme fiksasi terkait dengan adanya perubahan kristalinitas akibat
pemanasan atau pengukusan. Fiksasi permanen pada pemadatan tersebut dipercaya oleh Dwianto et al. 1998 terbentuk akibat pembebasan tegangan
yang tersimpan dalam mikrofibril dan bahan matriks dalam dinding sel yang terdegradasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho dan Ando 2001 dengan perlakuan awal perebusan memperoleh hasil bahwa bambu zephyr menjadi stabil
pada saat suhu pengempaan di atas 150ºC. Menurut Okuma dan Dong 1996, pengempaan pada suhu 180°C selama 3 menit dengan kadar air bahan lebih
dari 18 cukup untuk merubah bentuk chopstik menjadi bentuk yang stabil. Pada suhu 180
o
C komponen kimia utama selulosa dan lignin terpisah-pisah dan menjadi plastis. Keadaan ini menyebabkan bebasnya tegangan dalam internal
stress dan terjadinya fiksasi permanen. Murhofik 2000 melakukan pemadatan kayu Sengon dan Agatis
dengan menggunakan alat up ward skala laboratorium pada kadar air jenuh perendaman dingin dengan suhu kempa 100°C. Pemadatan kayu sampai 50
dicapai selama 6 jam dengan tekanan 22 bar untuk Agatis dan selama 8 jam dengan tekanan 12 bar pada kayu Sengon. Sifat mekanis kayu rata-rata meningkat dari
100 hingga 200. Disamping itu, secara visual warna kayu menjadi lebih atraktif, lebih gelap dan stabil dimensinya.
Pemulihan ke ketebalan semula dari kayu yang dipadatkan menurun dengan meningkatnya persentase pemadatan, suhu pemanasan, dan lamanya
pemanasan. Sedangkan kekerasan, kekuatan lentur, dan kekuatan geser kayu yang dipadatkan meningkat dengan meningkatnya persentase pemadatan. Namun
demikian, kayu yang dipadatkan dengan pemanasan menghasilkan sifat mekanis yang lebih rendah daripada yang tanpa pemanasan, kecuali untuk kekerasan
pada persentase pemadatan 61 Hwang 1997.
10 Pada teknologi pengempaan dikenal dua mesin kempa yaitu mesin
kempa dingin cold press dan mesin kempa panas hot press. Namun ada juga yang merupakan kombinasi dari keduanya yaitu mesin kempa panas dan
kempa dingin hot and cold press. Mesin kempa terdiri dari pelat dan piston yang berbentuk bundar.
Berdasarkan arah pengempaan dikenal ada dua macam mesin kempa yaitu down ward dan up ward. Arah penekanan pada mesin down ward dari atas
ke bawah, sedangkan jenis up ward dari bawah ke atas. Pada mesin kempa panas, kedua pelatnya dipanaskan bila dioperasikan. Pelat tersebut dipanaskan
oleh pipa panas yang berisi uap air panas atau panas yang berakhir dengan tekanan melalui boiler. Besarnya tekanan uap dari boiler menentukan tingginya
pemanasan pada pelat. Teknologi pengempaan umumnya digunakan dalam proses pembuatan
produk-produk kayu komposit. Pemakaian mesin kempa ditujukan untuk membantu meningkatkan ikatan rekat antara kayu dengan perekat sebagai bahan
penyusunannya Kollmann et al. 1975. Disamping itu mesin kempa juga digunakan untuk tujuan memodifikasi sifat-sifat kayu melalui proses
pemadatan. Produk yang dihasilkan dikenal dengan densified wood. Dalam pengoperasian mesin kempa dalam hal ini mesin kempa panas,
perlu diatur besarnya temperatur, tekanan dan lamanya pengempaan. Ketiga faktor tersebut sangat menentukan baik tidaknya produk yang dihasilkan.
Densifikasi dengan Impregnasi
Impregnasi merupakan pengisian kayu dengan vinil monomer yang diikuti oleh polimerisasi radikal bebas kedalam lumen dan dinding sel. Penambahan bagian
penting vinil polymer pada ruang kosong di dalam kayu akan meningkatkan kekuatan kompresi, kekerasan dan daya tahan terhadap gores Yildiz et al. 2005.
Perlakuan modifikasi kimia dengan cara impregnasi dengan monomer vinil melalui pematanganpengerasan radiasi atau katalis secara signifikan
memperbaiki daya tahan air, kekerasan kayu, dan sebagainya. Jenis impregnasi pada kayu dengan menggunakan campuran polimer terdiri dari makromonomer
dan stirena telah memperbaiki perlindungan terhadap air, kekuatan tekan dan
11 bending. Penggunaan glicidil metakrilat GMA dengan dialil ptalat DAP secara
bersamaan dapat memperbaiki stabilitas dimensi, daya tahan air dan sifat mekanis kayu yang lebih signifikan dibandingkan penggunaan GMA atau DAP secara
terpisah. Impregnasi kayu dengan monomer jenis aklirik atau vinil menunjukkan stabilitas dimensi yang rendah karena adanya kandungan air. Hal ini dikarenakan
keterbatasan monomer yang masuk kedalam rongga sel pada dinding sel Rashmi et al. 2003.
Untuk meningkatkan kualitasnya kayu dapat dimodifikasi sifat- sifatnya. Menurut Kollmann et al. 1975, salah satu cara yang bisa
dilakukan, yaitu impregnasi. Dengan impregnasi, struktur rongga kayu diisi dengan berbagai zat yang akan menyebabkan struktur kayu menjadi lebih padat.
Selain dengan polimerisasi resin fenol formaldehida dan larutan vinil, impregnasi ke dalam struktur rongga kayu juga menggunakan resin alam cair, lilin, sulfur,
dan logam ringan. Kayu yang diimpregnasi dengan bahan plastik mengakibatkan bahan
plastik akan mengisi rongga sel dan membentuk ikatan dengan rantai selulosa dari kayu Ibach et al. 2005. Dikatakan pula bahwa dalam pembuatannya zat
monomer diimpregnasikan ke dalam kayu, kemudian diradiasi dengan sinar gamma dengan dosis tertentu, sehingga terjadi polimerisasi. Kayu yang dihasilkan
dengan proses ini memiliki sifat fisik dan mekanis yang lebih baik dari kayu aslinya, sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan yang memerlukan
persyaratan kekuatan yang tinggi. Pertimbangan pemberian perlakuan modifikasi kimia dengan cara
impregnasi menggunakan polimer tergantung pada tujuan penggunaan akhirnya Rowell 2005.
Ikatan rangkap dan gugus glycidyl terdapat pada GMA. Gugus glicidil dapat bereaksi dengan gugus yang mengandung hydrogen aktif seperti gugus
asam amino, hidroksil dan karbonil. Gugus glicidil dan sambungan ikatan rangkap dalam GMA dapat bereaksi dengan gugus hidroksil dari selulosa
yang terdapat pada kayu dan untuk co-polimerisasi masing-masing dengan monomer jenis vinil atau aklirik Rashmi et al. 2003.
12 Metoda yang digunakan untuk memasukan bahan kimia ke dalam kayu
dibedakan atas metoda tekanan dan tanpa tekanan Sumardi 2000. Metoda tekanan merupakan metoda yang paling berhasil dan digunakan secara luas,
tetapi memerlukan energi yang lebih tinggi. Dibandingkan metoda lain, metoda tekanan mempunyai beberapa keuntungan yaitu: proses relatif
singkat, dapat dikontrol, lebih efisien, penetrasi lebih dalam dan merata. Berdasarkan perbedaan vakum, metoda tekanan dibagi 2 dua
golongan yaitu proses sel penuh full cell process dan proses sel kosong empty cell process. Proses sel penuh bertujuan mempertahankan sebanyak
cairan yang telah didorong masuk ke dalam kayu selama proses tekanan. Proses ini meninggalkan konsentrasi maksimum dari bahan kimia dalam
kayu. Pada proses sel kosong, sebagian bahan kimia yang didorong masuk ke dalam kayu dan dibantu dengan panas akan menghasilkan stabilitas dimensi
yang tinggi Haygreen dan Bowyer 1993.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemadatan Kayu
Proses pemadatan kayu dipengaruhi oleh faktor luar kayu dan faktor dalam kayu seperti proses plastisasi, kadar air, temperatur dan waktu kempa, kerapatan serta
jenis kayu.
Faktor Dalam Kayu
Pengempaan kayu basah atau berkadar air tinggi dapat menyebabkan terjadinya tekanan hidrostatis pada bagian tengah kayu yang berakibat kerusakan
tekan. Sedangkan jika kadar air terlalu rendah, maka diperlukan waktu yang lama untuk proses plastisasi. Proses plastisasi yang dianjurkan adalah pengukusan dan
perebusan kira-kira 15 menitcm tebal kayu dengan kadar air 20-25. Untuk bahan yang lebih tebal dan kadar air yang rendah, maka diperlukan waktu
pengukusan atau perebusan yang lebih lama, yaitu 30 menitcm FPL 1999. Kayu kerapatan rendah lebih mudah dibentuk dan dipadatkan
dibandingkan dengan kayu kerapatan tinggi seperti hasil penelitian Killmann dan Koh 1988 terhadap kayu sawit. Semakin tinggi kerapatan kayu maka semakin
banyak zat kayu pada dinding sel, maka semakin tebal dinding sel semakin sukar kayu tersebut dibentuk.
13 Jenis kayu yang berbeda akan mempunyai struktur dan komposisi
kandungan kimia yang berbeda pula. Dwianto, Inoue dan Norimoto 1997 melakukan pemadatan kayu sugi, pinus dan albizia yang ternyata mempunyai sifat
peregangan kembali yang berbeda satu dengan lainnya. Bardet et al. 2002 mengamati sepuluh jenis kayu yang dipadatkan dan setiap jenis mempunyai
viskoelastis yang berbeda.
Faktor Luar Kayu
Dalam proses seperti pelengkungan atau pemadatan kayu, dinding sel kayu harus lunak atau plastis sehingga lebih mudah dibentuk. Yano 2000 menyatakan
bahwa terdapat dua hal yang harus dipertimbangkan untuk meningkatkan kekuatan kayu yaitu kualitas dan kuantitas material dinding sel. Perubahan bentuk dinding
sel tanpa rusak, merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam proses pemadatan kayu untuk meningkatkan mutu atau kekuatan kayu. Untuk
mendapatkan hasil yang baik tanpa kerusakan pada dinding sel, maka perlu dilakukan plastisasi dinding sel.
Plastisasi dinding sel dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara kimiawi, fisik atau kombinasi keduanya. Secara kimia dapat dilakukan dengan
perendaman dalam bahan kimia seperti larutan amonia Killmann dan Koh 1988 dan secara fisik dengan peningkatan kadar air atau pemberian panas. Berbagai
cara peningkatan kadar air dan pemberian panas yang telah dilakukan antara lain radiasi dengan gelombang mikro Dwianto et al. 1998, penguapan Dwianto
1999, pengukusan Navi et al. 2000, perendaman, perebusan dan pengukusan Sulistyono 2001. Sedangkan kombinasi kimia dan fisik dilakukan oleh
Higashihara et al. 2002 dengan memanaskan kayu jenuh gliserin dan sedikit asam sulfat.
Dinding sel kayu merupakan komposit dengan serat sebagai tulangan yang terdiri dari beberapa lapisan yang heterogen, baik struktur maupun komposisi
kandungan kimianya. Komponen utama penyusun dinding sel adalah rantai selulosa yang bergabung membentuk satu ikatan dan mempunyai arah orientasi
yang sama, disebut mikrofibril. Tiap lapisan dinding sel mempunyai arah mikrofibril yang berbeda, yang diselubungi oleh matrik berupa lignin dan
hemiselulosa Dwianto et al.,1998. Molekul air yang masuk ke kayu tidak dapat
14 masuk ke daerah kristalin mikrofibril tetapi berikatan dengan matrik dan ruang
antara matrik-mikrofibril serta bertindak sebagai agen pengembang dan plasticizer. Ketika kayu dipanaskan dalam kondisi basah maka terjadi pelunakan
komponen matrik. Selulosa berikatan dengan matrik secara kimiawi dan plastisasi dinding sel
akan terjadi bila matrik yang menyelimuti selulosa melunak, sedangkan mikrofibril selulosa tetap dalam keadaan transisi gelas karena mikrofibril hampir
tidak terpengaruh oleh lembab dan panas. Menurut Bodig dan Jayne 1982, plastisasi kayu adalah perubahan
karakteristik kayu sehingga menjadi lebih lunak. Tujuan plastisasi adalah untuk memungkinkan pelengkungan atau pembuatan bentuk kayu dengan energi lebih
rendah dan kerusakan-kerusakan lebih kecil, atau untuk membuat kayu menjadi suatu bentuk yang dipadatkan. Setelah proses plastisasi diharapkan kayu menjadi
plastis sehingga mudah dibentuk dan dipadatkan. Proses plastisasi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara fisik dan
secara kimia. Secara fisik, plastisasi kayu terjadi bila tiga komponen yaitu air dalam kayu, temperatur yang tinggi dan tekanan ada secara bersama-sama. Bila
salah satu komponen di atas tidak ada maka plastisasi kayu tidak akan terjadi. Sedangkan secara kimia proses plastisasi dilakukan dengan menggunakan bahan
kimia. Faktor perlakuan atau pra perlakuan sebelum kayu dipadatkan adalah
proses plastisasi yang terdiri dari perendaman dingin, perendaman panas, perebusan dan pengukusan dengan autoklaf. Menurut Panshin dan de Zeeuw
1980, adanya penyerapan air oleh dinding sel menyebabkan mikrofibril mengembang sesuai dengan jumlah cairan yang ditambahkan. Pada saat itu
kayu secara mudah dapat melakukan deformasi. Plastisasi dicapai pada suhu di atas 120
o
C. Pada saat proses produksi, proses plastisasi bisa dilakukan pada tahap perlakuan pendahuluan sebelum
kayu dikempa dan pada saat proses pengempaan. Pada tahap perlakuan dapat dilakukan dengan cara perebusan dan pengukusan di dalam autoklaf sampai suhu
mencapai lebih dari 120°C. Dan pada saat proses pengempaan dapat dilakukan dengan mengatur suhu kempa pada alat kempa di atas 120°C.
15 Temperatur dan waktu kempa saling berkorelasi: semakin tinggi
temperatur maka waktu kempa akan semakin pendek dan sebaliknya. Temperatur yang tinggi akan merusak struktur anatomi dan kimia kayu dan akan menurunkan
kekakuan kayu. Sebaliknya dengan temperatur yang rendah, memungkinkan tidak tercapainya hasil yang diinginkan Dwianto et al.1999.
Pelunakan kayu terjadi pada dua tahap yaitu pada temperatur sekitar 80 dan 180ºC Takahashi et al. 1998. Tahap pertama terjadi pelunakan lignin saat
tercapai temperatur transisi gelas Tg lignin sebesar 83°C, selanjutnya terjadi dekomposisi hemiselulosa di dinding sel menjadi monomer gula karena
penguapan selama beberapa menit pada temperatur sekitar 180°C. Pencapaian temperatur tersebut akan lebih mudah terjadi pada kayu dengan kadar air tinggi
karena adanya pemanasan molekul air di dalam kayu.
Monomer Stirena
Stirena adalah cairan hidrokarbon yang tidak berwarna dengan rumus kimia seperti pada Gambar 2, dengan titik didih 145
o
C 293
o
F dan dapat
membeku pada suhu 30
o
C 23
o
F. Stirena juga dikenal sebagai vinyl benzen yaitu suatu hidrokarbon yang wangi. Stirena adalah suatu cairan berminyak tak
berwarna yang menguap dengan mudah dan berbau manis. Stirena dinamakan getah kemenyan dan dapat disadap dari pohon. Untuk
tingkat rendah stirena terjadi secara alami di dalam tumbuh-tumbuhan seperti halnya berbagai makan seperti buah-buahan, sayur, kacang-kacangan, dan lain
sebagainya. Produksi stirena di Amerika Serikat meningkat secara dramatis sepanjang tahun 1940, ketika dipopulerkan sebagai bahan untuk karet sintetis.
Stirena seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 merupakan suatu jenis monomer yang umum dipakai untuk wood plastic composites. Stirena dapat
dipolimerisasi dalam kayu dengan menggunakan katalis vazo atau peroksida dan panas, atau radiasi. Monomer lain yang biasanya ditambahkan untuk
mengendalikan tingkat polimerisasi, meningkatkan polimerisasi dan ikatan silang stirena untuk memperbaiki sifat fisis dari wood plastic composites Ibach et al.
2005.
16 Kekerasan, keteguhan pukul, keteguhan tekan dan geser, bending dan
keteguhan belah dari kayu yang diberi perlakuan stirena lebih baik dibandingkan dengan kayu tanpa stirena dan hampir sama atau bahkan lebih baik dari sampel
yang diimpregnasi dengan MMA. Kayu yang diberi perlakuan warnanya menjadi lebih kuning dari kayu asal Ibach et al. 2005.
Gambar 2 Struktur Stirena Modifikasi dari beberapa tipe kayu daun jarum dan kayu daun lebar
dengan polistirena dapat memperbaiki daya tahan pemakaian. Komposit kayu polistirena yang terbuat dari kayu daun lebar jenis birch, gray dan black alder,
serta spruce lebih tahan terhadap pengikisan dibandingkan dengan kayu alami Ibach et al. 2005. Flexural strength, kekerasan dan kerapatan kayu alder
meningkat dengan adanya impregnasi stirena dan pemanasan sampai diperoleh kayu jenuh polistirena Ibach et al. 2005. Modifikasi kayu poplar dengan
polistirena telah meningkatkan kekerasan kekuatan statik bending dan keuletan. Peningkatan keuletan tergantung pada kandungan polimer sampai pada batas
tertentu Ibach dan Ellis 2005.
Metil Metakrilat MMA
MMA seperti terlihat pada Gambar 3 merupakan monomer yang paling umum digunakan untuk wood plastic composites. MMA adalah suatu cairan
mudah terbakar yang tidak berwarna. Monomer ini sedikit mahal dan paling tersedia di pasaran serta dapat digunakan sendirian atau di kombinasi dengan
monomer lain sebagai crosslink sistem polimer. MMA mempunyai titik didih yang rendah 101ºC, titik lebur pada
– 48
o
C, dapat larut dalam kebanyakan bahan pelarut organik tetapi tidak dapat larut dalam air dikarenakan adanya esterifikasi
metakrilamida sulfat dengan methanol. MMA diproduksi secara komersial dari C4
17 isobutilena dan teta-butyl alcohol melalui dua proses oksidasi. Proses ini tidak
memerlukan asam sulfat dan hasil sampingannya bersifat asam. MMA adalah monomer untuk membuat polimetil metakrilat PMMA
yang digunakan untuk pengganti gelas agar tahan banting. Polimer dan co-polimer metal methacrylate juga selalu digunakan untuk bahan baku lem, emulsi polimer,
bahan pembungkus, material konstruksi dan lain-lain. MMA menyusut 21 setelah polimerisasi, yang hasilnya ada beberapa ruang kosong diantara
permukaan dinding sel kayu dan polimer. menambahkan crosslinking monomer seperti di- dan tri-methacrylate Ibach et al. 2005.
Penggunaan utama yang mengkonsumsi kira-kira 80 MMA adalah sebagai bahan pembuatan polimetil metakrilat plastik akrilik PMMA. MMA
juga digunakan untuk produksi co-polimer metil metakrilat-butadiena-stirena MBS, yang digunakan sebagai suatu modifikasi untuk PVC.
H
2
C = C – CH
3
O = C – CH
3
Gambar 3 Struktur metil metakrilat
Peningkatan penyusutan polimer, dimana hasilnya lebih besar pada ruang kosong diantara polimer dan dinding sel. MMA dapat dipolimerisasi pada kayu
dengan menggunakan bahan katalis vazo atau peroksida dan panas, atau radiasi. Pengasapan MMA menggunakan cobalt-60 dibantu penyinaran gamma
memerlukan waktu yang lebih panjang 8-10 jam tergantung pada keadaan radiasi yang berubah-ubah. Catalyst-heat memulai reaksi lebih cepat minimum
30 atau kurang dari 60ºC. Hubungan yang signifikan diantara kayu yang diberi perlakuan yaitu modulus kekerasan, kerapatan kayu, dan loading. Perbedaan
yang besar nilai modulus kekerasan dari kayu aspen dan maple dihubungkan karena kayu-kayu tersebut berstruktur tata baur. Nilai modulus kekerasan yang
tinggi pada red oak diduga karena pengaruh kerapatan atau polymer loading. Compressive dan bending strengths pada kayu tropis Kapur-
Dryobalanops sp. sangat signifikan dengan impregnasi menggunakan monomer
18 MMA. Penggunaan metode gamma irradiation, beberapa wood
–poly tropis dan polyvinyl acetate composites yang dibuat memperlihatkan pengaruh yang
signifikan dengan compressive strength. Contoh uji dengan rata-rata polymer content 63 dry wood menunjukkan peningkatan pada compressive, strength,
toughness, radial hardness, compressive strength parallel, dan tangential sphere strength Ibach et al. 2005. Kekerasan dan sifat mekanis pada kayu poplar
ditingkatkan dengan impregnasi menggunakan monomer MMA dan polimerisasi dengan sinar gamma. Kekerasan kayu yang diberi perlakuan dapat ditingkatkan
dengan tekanan impregnasi dan berat polimer.
Sifat Fisis, Mekanis dan Komponen Kimia Kayu Sifat Fisis Kayu
Sifat fisis kayu merupakan sifat dasar yang berperan penting dan erat hubungannya dengan struktur kayu itu sendiri Tsoumis 1991. Sifat fisis
kayu yang terpenting diantaranya adalah kadar air, kerapatan, berat jenis dan kembang susut kayu.
Kadar air didefinisikan sebagai banyaknya air yang terdapat di dalam kayu, yang dinyatakan persen terhadap berat kering oven. Kadar air ini bervariasi
antar posisi kayu dalam pohon dan antar pohon sejenis Brown et al. 1952. Fluktuasi jumlah kandungan air di dalam kayu akan berpengaruh terhadap sifat-
sifat kayu Panshin dan de Zeeuw 1980. Perubahan kadar air dibawah titik jenuh serat ± 30 akan diikuti oleh perubahan sifat mekanis dan perubahan
bentuk. Kerapatan didefinisikan sebagai perbandingan massa suatu bahan
terhadap satuan volumenya. Kerapatan kayu ini berhubungan langsung dengan porositasnya, yaitu proporsi volume rongga kosong Haygreen dan Bowyer
1993. Sedangkan Kollmann dan Cote 1968 berasumsi bahwa pada umumnya kualitas kayu sebagai bahan bangunan tergantung pada kerapatannya.
Kenyataannya terdapat sebuah korelasi antara sifat mekanis, kekerasan, ketahanan abrasi, dan nilai kalor kayu dengan kerapatan kayu.
19 Berat jenis biasanya dinyatakan sebagai perbandingan kerapatan suatu
bahan dengan kerapatan benda standar air pada suhu 4°C Brown et al. 1952. Berat jenis kayu merupakan suatu sifat fisis kayu yang paling penting,
sehingga dapat mempelajari lebih banyak mengenal sifat alam contoh uji kayu dengan menentukan berat jenisnya Haygreen dan Bowyer 1993.
Pendekatan hubungan antara kerapatan dan berat jenis tersebut di atas didasarkan pada massa yang diukur sama. Padahal dalam perhitungan
kerapatan kayu ada kemungkinan menggunakan massa yang berbeda, yaitu massa kering udara dan massa kering oven. Jika menggunakan perhitungan
massa yang berbeda maka perhitungan tersebut di atas tidak berlaku, sebab kerapatan kayu dihitung dengan massa kering udara, sedang berat jenis dengan
menggunakan massa kering oven. Kayu bersifat higroskopis yaitu mengikat dan melepaskan air sesuai
dengan keadaan suhu dan kelembaban udara sekitarnya. Kayu juga bersifat anisotropis, yaitu mengembang atau menyusut tidak sama besar dalam tiga arah,
yaitu longitudinal, tangensial dan radial Kollmann dan Cote 1968. Kayu yang terpadatkan mempunyai dimensi yang relatif lebih stabil. Dengan demikian
kembang susut yang terjadi sebagai akibat perubahan suhu dan kelembaban sekitar spring back tidak terlalu besar. Pengembangan dapat dirumuskan sebagai
selisih antara dimensi akhir dengan dimensi awal dibandingkan dengan dimensi awalnya.
Sifat Mekanis Kayu
Sifat mekanis kayu merupakan sifat yang berhubungan dengan kekuatan dan merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan gaya luar yang bekerja
padanya. Ketahanan terhadap perubahan bentuk menentukan banyaknya bahan yang dimanfaatkan, terpuntir, atau terlengkungkan oleh suatu beban yang
mengenainya Haygreen dan Bowyer 1993. Menurut Kollmann dan Cote 1968, sifat mekanis kayu yang dapat
dipakai untuk menilai kekuatan kayu adalah keteguhan lentur statis static bending strength, keteguhan tekan compressive strength, keteguhan tarik tensile
strength, keteguhan geser shearing strength, kekakuan stiffness, keuletan toughness, kekerasan hardness, dan ketahanan belah cleavage resistance.
20 Keteguhan lentur statis static bending strength menurut Haygreen dan
Bowyer 1993, merupakan sifat yang digunakan untuk menentukan beban yang dapat dipikul suatu gelagar. Apabila suatu gelagar dibengkokan, separuh yang atas
mengalami tarikan, sedangkan sumbu netral tidak mengalami tegangan tarik maupun tegangan tekan.
Dari pengujian keteguhan lentur akan diperoleh nilai keteguhan kayu pada batas proporsi dan keteguhan kayu maksimum . Dibawah batas proporsi terdapat
hubungan garis lurus antara besarnya tegangan dengan regangan, dimana nilai perbandingan antara tegangan dan regangan disebut modulus of elasticity MOE.
Modulus of rupture MOR dihitung dari beban maksimum beban pada saat patah dalam uji keteguhan lentur dengan menggunakan pengujian yang sama
untuk menentukan MOE Haygreen dan Bowyer 1987. Kekerasan hardness merupakan ukuran kemampuan kayu untuk
menahan kikisan pada permukaannya. Sifat ini dipengaruhi oleh kerapatan kayu, keuletan kayu, ukuran serat, daya ikat serat dan susunan serat. Nilai yang didapat
dari hasil pengujian merupakan uji pembanding, yaitu besar gaya yang dibutuhkan untuk memasukan bola baja yang berdiameter 0,444 inchi pada kedalaman 0.22
inchi Wangaard 1950.
Komponen Kimia Kayu
Dengan menyimak komponen kimia dan serat kayu, dapat direncanakan tindakan-tindakan teknologi dalam rangka memperbaiki sifat-sifat dan kualitas
produk. Perbedaan umur pohon memberikan pengaruh yang berbeda terhadap komposisi kimia kayu. Kadar selulosa, lignin, kelarutan dalam ethanol-benzena
dan air dingin, secara umum menunjukkan kecenderungan menurun dengan bertambahnya umur pohon sedangkan kadar pentosan cenderung meningkat.
Sel-sel kayu disusun atas matrik polimerik berupa polisakarida dan lignin. Komponen kimia kayu secara umum terdiri dari selulosa. hemiselulosa, lignin, zat
ekstraktif, abu dan mineral. Kayu umumnya mengandung 50 selulosa, 30 lignin, 20 hemiselulosa, pentosa dan beberapa jenis gula. Beberapa jenis kayu
daun lebar di Indonesia mengandung 40-50 selulosa, 15-35 lignin, 20-35 hemiselulosa dan 3-10 zat ekstraktif. Unsur-unsur penyusun kayu tergabung
dalam sejumlah senyawa organik berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin.
21 Proporsi lignin dan hemiselulosa sangat bervariasi diantara spesies-spesies kayu
dan juga diantara hardwood dan softwood Haygren dan Bowyer 1993. Terdapat perbedaan komposisi kimia dalam kayu di beberapa tempat atau
bagian dari pohon. Pada beberapa hardwood jumlah lignin, selulosa dan ekstraktif pada kayu gubal dan kayu teras tidak menunjukkan adanya perbedaan yang
mencolok. Kayu akhir memiliki selulosa yang lebih tinggi dan kadar lignin yang lebih rendah dibandingkan kayu awal.
Haygreen dan Bowyer 1993 menambahkan, disamping komponen- komponen dinding sel yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin terdapat pula
sejumlah zat yang disebut bahan tambahan atau zat ekstraktif kayu yang merupakan zat-zat dengan berat molekul rendah.
Penggolongan komponen utama kimia kayu seperti selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif dimaksudkan untuk menggambarkan komposisi kayu dan
memperkirakan sifat-sifat kayu tersebut dikaitkan dengan penggunaannya.
1. Selulosa