signifikan terhadap fertilitas. Semakin tinggi pendidikan akan meningkatkan usia kawin mereka karena pada umumnya pelajar dan mahasiswa berstatus bujangan.
Akan tetapi usia kawin bagi seorang pria tidak berpengaruh terhadap tingkat kesuburannya sebagaimana kalau terjadi pada seorang wanita, dimana usia kawin
pertama berpengaruh terhadap tingkat kesuburan dan reproduksi yang baik. Selain itu ada beberapa hal yang mungkin menyebabkan lama pendidikan suami tidak
berpengaruh terhadap fertilitas karena pendidikan bagi seorang pria lebih diutamakan untuk mempemudah dalam mencari kerja, menunjang karier,
meningkatkan gaji dan status keluarga dalam masyarakat.
4. Pengaruh Lama Pendidikan Istri terhadap Fertilitas
Berdasarkan hasil analisis tabulasi silang, lama pendidikan istri berhubungan negatif terhadap jumlah kelahiran anak rata-rata tiap keluarga.
Berarti semakin lama pendidikan istri semakin sedikit rata-rata jumlah anak lahir hidup yang dimiliki tiap keluarga.
Hasil uji satu sisi uji-F analisis regresi linear berganda secara bersamaan lama pendidikan istri berpengaruh secara signifikan terhadap fertilitas.
Hal ini didukung oleh hasil uji dua sisi uji-t analisis regresi linear berganda didapatkan nilai t-hitung sebesar –3,153 lebih kecil daripada nilai t-tabel yang
sebesar -1,99 sehingga secara parsial lama pendidikan istri berpengaruh secara signifikan terhadap fertilitas.
Selain itu variabel lama pendidikan istri mempunyai koefisien regresi sebesar –0,054168 yang berarti berpengaruh secara negatif terhadap jumlah
kelahiran anak. Apabila tingkat pendidikan bertambah 1 tingkat maka jumlah
kelahiran anak akan menurun sebesar 0,054168 satuan. Pendidikan mempengaruhi usia kawin karena pelajar dan mahasiswi pada umumnya berstatus bujangan.
Dengan semakin tinggi tingkat pendidikan berarti usia kawin pertama menjadi tinggi. Dan akhirnya berpengaruh terhadap semakin pendeknya usia subur dan
reproduksi yang baik. Selain itu semakin tinggi pendidikan akan berpengaruh terhadap sikap dan pandangan tentang keluarga yang sejahtera. Dimana kualitas
sorang anak lebih menjadi prioritas dibandingkan jumlah anak. Selain itu semakin tinggi pendidikan akan memberi kesempatan bekerja yang lebih luas dengan gaji
yang tinggi serta pandangan yang lebih maju dalam segala hal, terutama yang ada hubungannya dengan kehidupan keluarga.
5. Pengaruh Pendapatan Keluarga terhadap Fertilitas
Berdasarkan hasil analisis tabulasi silang, pendapatan keluarga berhubungan positif terhadap jumlah kelahiran anak rata-rata tiap keluarga.
Berarti semakin besar pendapatan suatu keluarag maka semakin tinggi rata-rata jumlah anak lahir hidup.
Berdasarkan hasil uji satu sisi Uji-F analisis regresi linear berganda secara bersamaan pendapatan keluarga berpengaruh secara signifikan terhadap
fertilita s. Hal ini didukung dari hasil uji dua sisi Uji-t analisis regresi linear
berganda dimana diperoleh nilai t-hitung sebesar 8,387 lebih besar daripada nilai t-tabel = 1,99 sehingga secara parsial pendapatan keluarga berpengaruh secara
signifikan terhadap fertilitas. Selain itu variabel pendapatan keluarga mempunyai koefisien regresi sebesar 1,08292E-06 yang berarti berpengaruh positif terhadap
jumalah kelahiran anak. Apabila pendapatan keluarga naik sebesar 1000 rupiah
maka anak lahir hidup akan mengalami kenaikan sebesar 1,08292E-06 satuan. Semakin tinggi status sosial ekonomi keluarga akan berpengaruh terhadap tingkat
kesehatan dan gizi keluarga kearah yang lebih baik yang pada akhirnya akan meningkatkan kesuburan. Dengan demikian tingkat fertilitas menjadi lebih tinggi
dan tingkat kematian bayi menurun. Sehingga dengan tingkat ekonomi yang tinggi akan mampu membiayai anak yang lebih banyak, baik untuk biaya hidup
maupun biaya pendidikan. Teori mikroekonomi mengenai fertilitas menyatakan bahwa semakin tinggi penghasilan keluarga, semakin tinggi pula keinginan untuk
mempunyai anak Todaro,1994:220.
6. Pengaruh Status Pekerjaan terhadap Fertilitas