Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fertilitas Di Indonesia

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

FERTILITAS DI INDONESIA

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Oleh :

M. RADIFAN 060501071

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2010


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI

Hari :

Tanggal :

Nama : M. Radifan

NIM : 060501071

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

FERTILITAS DI INDONESIA

Tanggal

Pembimbing Skripsi,

( Drs. Rujiman, MA NIP. 19510421 198203 1 002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

BERITA ACARA UJIAN

Hari :

Tanggal :

Nama : M. Radifan

Nim : 060501071

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentarsi : Perencanaan

Judul : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

FERTILITAS DI INDONESIA

Ketua Departemen Pembimbing Skripsi

( Wahyu Ario Pratomo,SE,M.Ec ) ( Drs. Rujiman, MA NIP. 19730408 199802 1 001 NIP. 19510421 198203 1 002

)

Penguji I Penguji II

( H.B. Tarmizi, SE, MSi ) ( Paidi Hidayat,SE,MSi

NIP. 19530412 198103 1 006 NIP. 19750920 200501 1 002 )


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK

Nama : M. Radifan

Nim : 060501071

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentarsi : Perencanaan

Judul : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

FERTILITAS DI INDONESIA

Tanggal Ketua Departemen,

( Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec NIP. 19730408 199802 1 001

)

Tanggal Dekan,

( Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec NIP. 19550810 198303 1 004


(5)

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze the factors that affect fertility or Total Fertility Rate (TFR) of 33 provinces in Indonesia in 2007. The independent variables that used in this study are GDP per capita, life expectacy at birth, education index, percentage of women which 15-49 years old are using contraception, and urbanization rate.

Data used in this research is secondary data in the form of a cross section obtained from the Central Statistics Agency (BPS) in 2007. Research method that used in this study is Ordinary Least Squared (OLS), by using Eviews 5.1.

The result of the study shows that simultaneously, all of the independent variables are significant in influencing Total Fertility Rate (TFR) 33 provinces in Indonesia. As partial, regression result shows that education index and percentage of women which 15-49 years old are using contraception have influence on Total Fertility Rate (TFR) 33 provinces in Indonesia in 2007 and both are statistically significant at alpha 5% and 1%.

Demographic components are important in development process of a country. So that, this components can be used as a benchmark of success in the development of that country. Fertility is one of demographic components. The others are mortality and migration.

Keyword : Total Fertility Rate , GDP percapita, life expectacy at birth, education index, urbanization


(6)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat fertilitas atau Angka kelahiran Total pada 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2007. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah PDRB perkapita, angka harapan hidup saat lahir, indeks pendidikan, persentase wanita 15-49 tahun yang berstatus kawin memakai alat kontrasepsi dan tingkat urbanisasi.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

dalam bentuk cross section yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada

tahun 2007. Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini adalah Ordinary

Least Squared (OLS), dengan menggunakan Eviews 5.1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, secara serempak seluruh variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap angka kelahiran total pada 33 provinsi di Indonesia. Secara parsial, hasil regresi menunjukkan bahwa indeks pendidikan dan persentase wanita 15-49 tahun berstatus kawin yang memakai alat kontrasepsi mempunyai pengaruh terhadap angka kelahiran total pada 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2007 dan keduanya signifikansi secara statistik pada 5% dan 1%.

Komponen demografi merupakan hal yang penting dalam proses pembangunan di suatu Negara. Oleh karena itu, komponen ini dapat dipergunakan sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan di Negara tersebut. Fertilitas adalah salah satu komponen demografi, selain itu juga ada komponen demografi yang lain yaitu, mortalitas dan migrasi.

Kata kunci : Angka kelahiran total, PDRB perkapita, angka harapan hidup saat lahir, indeks tingkat pendidikan, penggunaan kontrasepsi, tingkat urbanisasi


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi penulis guna memenuhi

syarat dalam memperoleh gelar sarjana.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun dari

para pembaca demi penulisan yang lebih sempurna di masa mendatang.

Penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan semua

pihak, penulisan skripsi ini tidak akan terwujud. Untuk itu, pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Dengan rasa hormat kepada kedua orang tuaku Khairul, SE dan Rita Sufleni

yang telah mendukung dengan do’a dan kasih sayang yang ternilai.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, Ph.D selaku Sekretaris Departemen Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Penasehat Akademik selama


(8)

6. Bapak Drs. Rujiman, MA selaku dosen pembimbing saya yang telah banyak

membantu dan mengarahkan penulisan dan penyempurnaan skripsi ini.

7. Bapak H.B. Tarmizi, SE, MSi selaku dosen penguji I dan Bapak Paidi

Hidayat,SE, M.Si selaku dosen penguji II yang telah banyak memberi saran

dan kritik dalaam penyusunan skripsi.

8. Staf administrasi FE-USU yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan urusan-urusan administrasi selama perkulian .

9. Kepada saudaraku, uni Rikha Sarah, uda M. Iqsas Fadillah dan adikku Aina

Mardiah atas do’anya dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Kepada sahabat-sahabatku dan juga anak-anak EP’06 terima kasih atas

sarannya dan juga dukungannya kepadaku.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi

para pembaca serta memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu

pengetahuan.

Medan, 27 April 2010

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ...i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesis ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Fertilitas ... 8

2.2 Transisi Demografi ... 14

2.3 Teori-teori Kependudukan ... 17


(10)

2.3.2 Mazhab Fisiologi ... 21

2.3.3 Mazhab Psyco-Sosial ... 24

2.3.4 Teori Evolusi Sosial ... 24

2.3.5 Teori Malthusianisme ... 25

2.4 Konsep Produk Domestik Regional Bruto ... 27

2.4.1 Pendapatan Regional ... 27

2.4.2 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku ... 28

2.4.3 PDRB Atas Dasar Harga Konstan ... 28

2.4.4 Pendapatan perkapita ... 28

2.4.5 Metode Perhitungan Pendapatan Regional ... 29

2.4.6 Kaitan Pendapatan perkapita terhadap Fertilitas ... 32

2.5 Angka Harapan Hidup Saat Lahir ... 34

2.5.1 Kaitan angka harapan hidup terhadap fertilitas ... 34

2.6 Indeks Tingkat Pendidikan ... 35

2.6.1 Indeks angka melek huruf ... 35

2.6.2 Rata-rata lama sekolah ... 36

2.6.3 Kaitan indeks tingkat pendidikan terhadap fertilitas... 36

2.7 Wanita usia 15-49 tahun yang menggunakan alat kontrasepsi .. 38

2.7.1 Kontrasepsi ... 38

2.7.2 Kaitan wanita usia 15-49 tahun yang menggunakan alat kontasepsi terhadap fertilitas ... 39

2.8 Tingkat Urbanisasi ... 40

2.8.1 Dampak Positif urbanisasi ... 42


(11)

2.8.3 Kaitan antara pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat

urbanisasi dan pengaruhnya pada fertilitas ... 47

2.9 Penelitian terdahulu ... 49

2.10 Kerangka konseptual ... 50

BAB III METODE PENELITIAN ... 51

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 51

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 51

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 51

3.4 Pengolahan Data ... 52

3.5 Model Analisis ... 52

3.6 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ... 55

3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Squared) ... 55

3.6.2 Uji t-statistik ... 55

3.6.3 Uji F-statistik ... 57

3.7 Uji Penyimpangan asumsi klasik ... 59

3.7.1 Multikolinearitas ... 59

3.7.2 Autokorelasi (serial correlation) ... 60

3.8 Defenisi Operasional ... 62

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 63

4.1 Gambaran Umum Wilayah Indonesia ... 63

4.1.1 Lokasi dan Letak Geografis Indonesia ... 63

4.1.2 Kondisi Iklim ... 64

4.1.3 Kondisi Demografi Indonesia ... 64


(12)

4.1.5 Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ... 70

4.1.6 Hubungan Variabel Demografi dengan Pembangunan Ekonomi ... 72

4.2 Perkembangan Angka Kelahiran Total di Indonesia ... 73

4.3 Perkembangan PDRB Perkapita ... 75

4.4 Perkembangan Angka Harapan Hidup Saat Lahir ... 78

4.5 Perkembangan Indeks Pendidikan ... 81

4.6 Perkembangan Jumlah Wanita berumur 15-49 tahun yang menggunanakan alat kontrasepsi ... 84

4.7 Perkembangan Tingkat Urbanisasi ... 86

4.8 Pembahasan ... 87

4.9 Interpretasi Model ... 88

4.10 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuain) ... 90

4.10.1 Koefisien Determinasi ... 90

4.10.2 Uji Partial test (Uji t-satistik) ... 90

4.10.3 Uji Keseluruhan (Uji F-satistik) ... 94

4.11 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 95

4.11.1 Multikolinearitas ... 95

4.11.2 Uji Autokorelasi ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

5.1 Kesimpulan ... 98

5.2 Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1.1 Jumlah penduduk dan TFR di Indonesia (2004-2007) ... 4

2.1 Tahap Transisi Demografi ... 15

2.2 Pembatasan pertumbuhan Penduduk ... 19

4.1 Penduduk Menurut Provinsi 2000-2007 ... 68

4.2 Persentase Jumlah Penduduk Indonesia menurut kelompok umur tahun 2007... 69

4.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia per sektor 2003-2007 ... 72

4.4 Total Fertility Rate (TFR) Indonesia tahun 2007 ... 68

4.5 PDRB perkapita atas Harga Konstan Indonesia tahun 2007 ... 77

4.6 Angka Harapan Hidup Indonesia tahun 2007 ... 79

4.7 Indeks Tingkat Pendidikan Indonesia tahun 2007 ... 82

4.8 Wanita 15-49 Tahun yang menggunakan alat kontrasepsi ... 85

4.9 Hasil Regresi ... 87


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Model Transisi Demografi ... 15

2.2 Model Robinson ... 33

2.3 Kerangka Analisa Sosiologis Tentang Fertilitas: Freedman ... 40

2.4 Paradigma Urbanisasi ... 44

2.5 Diminishing Return dalam Fungsi Produksi Sektor Pertanian ... 48

2.6 Kerangka Konseptual ... 50

3.1 Kurva Uji t-statistik ... 58

3.2 Kurva Uji F-statistik ... 60

3.3 Kurva Durbin Watson ... 62

4.1 Hubungan Variabel Demografi dengan Variabel Demografi dan Non Demografi ... 66

4.2 Piramida Penduduk Indonesia ... 70

4.3 TFR Provinsi di Indonesia ... 72

4.4 PDRB perkapita provinsi di Indonesia tahun 2007 ... 78

4.5 Angka Harapan Hidup Saat Lahir di Indonesia Tahun 2007 ... 80

4.6 Indeks Tingkat Pendidikan di Indonesia Tahun 2007 ... 82

4.7 Wanita 15-49 Tahun yang menggunakan alat kontrasepsi ... 84

4.8 Tingkat Urbanisasi di Indonesia Tahun 2007 ... 86

4.9 Kurva t-statistik variabel PDRB perkapita (X1) ... 91

4.10 Kurva t-statistik variabel Angka harapan hidup (X2) ... 91


(15)

4.12 Kurva t-statistik variabel wanita usia 15-49 tahun yang menggunakan

Alat kontrasepsi (X4) ... 93

4.13 Kurva t-statistik variabel tingkat urbanisasi ... 94

4.14 Kurva F-statistik ... 95


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul

1 Total Fertility Rate (TFR) Provinsi Di Indonesia

2 PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Konstan

3 Angka Harapan Hidup

4 Indeks Tingkat Pendidikan

5 Wanita Berumur 15-49 Tahun Yang Menggunakan Alat Kontrasepsi

6 Tingkat Urbanisasi


(17)

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze the factors that affect fertility or Total Fertility Rate (TFR) of 33 provinces in Indonesia in 2007. The independent variables that used in this study are GDP per capita, life expectacy at birth, education index, percentage of women which 15-49 years old are using contraception, and urbanization rate.

Data used in this research is secondary data in the form of a cross section obtained from the Central Statistics Agency (BPS) in 2007. Research method that used in this study is Ordinary Least Squared (OLS), by using Eviews 5.1.

The result of the study shows that simultaneously, all of the independent variables are significant in influencing Total Fertility Rate (TFR) 33 provinces in Indonesia. As partial, regression result shows that education index and percentage of women which 15-49 years old are using contraception have influence on Total Fertility Rate (TFR) 33 provinces in Indonesia in 2007 and both are statistically significant at alpha 5% and 1%.

Demographic components are important in development process of a country. So that, this components can be used as a benchmark of success in the development of that country. Fertility is one of demographic components. The others are mortality and migration.

Keyword : Total Fertility Rate , GDP percapita, life expectacy at birth, education index, urbanization


(18)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat fertilitas atau Angka kelahiran Total pada 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2007. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah PDRB perkapita, angka harapan hidup saat lahir, indeks pendidikan, persentase wanita 15-49 tahun yang berstatus kawin memakai alat kontrasepsi dan tingkat urbanisasi.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

dalam bentuk cross section yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada

tahun 2007. Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini adalah Ordinary

Least Squared (OLS), dengan menggunakan Eviews 5.1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, secara serempak seluruh variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap angka kelahiran total pada 33 provinsi di Indonesia. Secara parsial, hasil regresi menunjukkan bahwa indeks pendidikan dan persentase wanita 15-49 tahun berstatus kawin yang memakai alat kontrasepsi mempunyai pengaruh terhadap angka kelahiran total pada 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2007 dan keduanya signifikansi secara statistik pada 5% dan 1%.

Komponen demografi merupakan hal yang penting dalam proses pembangunan di suatu Negara. Oleh karena itu, komponen ini dapat dipergunakan sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan di Negara tersebut. Fertilitas adalah salah satu komponen demografi, selain itu juga ada komponen demografi yang lain yaitu, mortalitas dan migrasi.

Kata kunci : Angka kelahiran total, PDRB perkapita, angka harapan hidup saat lahir, indeks tingkat pendidikan, penggunaan kontrasepsi, tingkat urbanisasi


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam

pembangunan. Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan sasaran

pembangunan sekaligus yang menikmati hasil pembangunan. Dalam kaitan peran

penduduk tersebut, kualitas mereka perlu ditingkatkan melalui berbagai sumber

daya yang melekat, dan pewujudan keluarga kecil yang berkualitas, serta upaya

untuk menskenario kuantitas penduduk dan persebaran kependudukan.

Menurut Koestur (1995) adapun yang dimaksud dengan kuantitas

penduduk meliputi jumlah, struktur komposisi, dan pertumbuhan penduduk yang

ideal melalui pengendalian angka kelahiran, penurunan angka kematian,dan

persebaran penduduk yang merata.

Jumlah penduduk, komposisi umur, dan laju pertambahan atau

penurunan penduduk dipengaruhi oleh fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian),

dan migrasi (perpindahan tempat) karena ketiga variabel tersebut merupakan

komponen–komponen yang berpengaruh terhadap perubahan penduduk

(Lucas,1982:1).

Jumlah penduduk di Indonesia masih cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat

dari jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 yaitu sebesar 236.400.000 jiwa.

Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 1,5 persen bila dibandingkan dengan

tahun 2007 dengan jumlah penduduk 232.900.000 jiwa. Pada tahun 2007,


(20)

Cina 1.326.526.463 jiwa, India 1.140.455.260 jiwa dan Amerika Serikat

302.711.006 jiwa.

Untuk menunjang keberhasilan pembangunan, juga untuk menangani

permasalahan penduduk antara lain meliputi jumlah, komposisi dan distribusi

penduduk maka diperlukan adanya upaya pengendalian jumlah penduduk.

Pengendalian fertilitas merupakan salah satu cara untuk mengendalikan jumlah

penduduk. Dan pengendalian jumlah penduduk lainnya adalah mortalitas

(kematian) dan migrasi (perpindahan tempat).

Fertilitas diartikan sebagai kemampuan seorang wanita untuk

menghasilkan kelahiran hidup merupakan salah satu faktor penambah jumlah

penduduk disamping migrasi masuk, tingkat kelahiran dimasa lalu mempengaruhi

tingginya tingkat fertilitas masa kini.

Fertilitas merupakan hasil reproduksi nyata dari seorang atau

sekelompok wanita, sedangkan dalam pengertian demografi menyatakan

banyaknya bayi yang lahir hidup. Besar kecilnya jumlah kelahiran dalam suatu

penduduk, tergantung pada beberapa faktor misalnya,struktur umur, tingkat

pendidikan, umur pada waktu kawin pertama,banyaknya perkawinan, status

pekerjaan wanita, penggunaan alat kontrasepsi dan pendapatan/kekayaan.

Dalam melakukan pengukuran terhadap tingkat fertilitas, terdapat

beberapa persoalan yang dihadapi, sehingga pengukuran terhadap fertilitas ini

dilakukan melalui dua macam pendekatan yaitu Yearly Performance dan

Reproductive History yang kemudian dibagi lagi menjadi beberapa teknik


(21)

teknik yang termasuk dalam pendekatan Yearly Performance adalah Total

Fertility Rate (TFR) atau Angka Kelahiran Total.

Total Fertility Rate (TFR) merupakan jumlah rata-rata anak yang

dilahirkan setiap wanita. Kebaikan dari teknik ini adalah merupakan ukuran

untuk seluruh wanita usia 15-49 tahun yang dihitung berdasarkan angka kelahiran

menurut kelompok umur, berbeda dengan teknik yang lain yang perhitungannya

tidak memisahkan antara penduduk laki-laki dan perempuan serta tingkat usia

produktif bagi wanita.

Banyak faktor yang mempengaruhi Angka Kelahiran Total (TFR) yaitu

tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan dan penggunaan alat

kontrasepsi, dan tingkat urbanisasi. Tingkat pendapatan dapat diwakili oleh

pendapatan perkapita. Keterkaitan pada pendapatan terhadap fertilitas adalah

ketika pendapatan seseorang naik akan semakin besar pengaruhnya terhadap

penurunan fertilitas yang terjadi.

Apabila ada kenaikan pendapatan, aspirasi orang tua akan berubah.

Orang tua menginginkan anak dengan kualitas yang baik. Ini berarti biaya (cost)

nya naik. Sedangkan kegunaannya turun sebab walaupun anak masih memberikan

kepuasan akan tetapi balas jasa ekonominya turun. Disamping itu orang tua juga

tidak tergantung dari sumbangan anak. Jadi biaya membesarkan anak lebih besar

daripada kegunaannya. Hal ini mengakibatkan “demand” terhadap anak menurun

atau dengan kata lain fertilitas turun.

Penelitian mengenai kaitan pendidikan wanita dengan kesuburan di

beberapa negara, sudah maupun kurang berkembang, mengungkapkan adanya


(22)

tinggi pendidikan semakin rendah kesuburan. Di beberapa negara, meluasnya

kepandaian baca tulis disertai oleh turunnya kesuburan dengan tajam.

Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi fertilitas adalah tingkat

kesehatan yang dapat diwakili dengan angka harapan hidup dan penggunaan alat

kontrasepsi bagi wanita usia 15-49 yang berstatus kawin. Keduanya berpengaruh

negatif terhadap tingkat fertilitas.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Indonesia merupakan salah

satu negara yang paling banyak penduduknya. Adapun jumlah penduduk dan

Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut:

TABEL 1.1

Jumlah Penduduk dan Angka Kelahiran Total (TFR) di Indonesia ( 2004-2007)

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008

Dari data yang terdapat pada tabel 1.1 di atas maka dapat kita lihat

bahwa jumlah penduduk Indonesia meningkat pada setiap tahunnya, sedangkan

Angka Kelahiran Total (TFR) menurun. Meskipun Angka Kelahiran Total

menurun di tiap tahunnya akan tetapi tidak memberikan pengaruh terhadap

berkurangnya jumlah penduduk Indonesia setiap tahun. Hal ini tentunya juga

tidak lepas dari pengaruh tiap provinsi yang ada di Indonesia. Dimana, setiap

TAHUN JUMLAH

PENDUDUK (RIBUAN)

TFR (TAHUN)

2004 217,072.3 2.29

2005 219,204.7 2.27

2006 222,735.4 2.25


(23)

provinsi pastinya juga memiliki angka kelahiran total yang berbeda-beda sesuai

dengan karakteristik masing-masing provinsi tersebut. Selain itu, perbedaan yang

terjadi antar provinsi ini juga disebabkan oleh faktor urbanisasi. Dengan

meningkatnya urbanisasi dapat menyebabkan penurunan angka kelahiran total.

Oleh karena itu diperlukan suatu analisis yang berkaitan dengan faktor-faktor

yang mempengaruhi angka kelahiran total tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penulisan skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Fertilitas di Indonesia”.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh PDRB perkapita terhadap tingkat fertilitas di

Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh angka harapan hidup saat lahir terhadap tingkat

fertilitas di Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh indeks tingkat pendidikan terhadap tingkat

fertilitas di Indonesia?

4. Bagaimana pengaruh persentase wanita berumur 15-49 tahun yang

menggunakan alat kontrasepsi terhadap tingkat fertilitas di Indonesia?


(24)

1.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap perumusan masalah,

dimana tingkat kebenarannya masih perlu dibuktikan atau di uji secara empiris.

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai

berikut:

1. PDRB perkapita memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat fertilitas di

Indonesia , ceteris paribus.

2. Angka harapan hidup saat lahir memiliki pengaruh negatif terhadap

tingkat fertilitas di Indonesia , ceteris paribus.

3. Indeks tingkat pendidikan memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat

fertilitas di Indonesia , ceteris paribus.

4. Persentase wanita berumur 15-49 tahun yang menggunakan alat

kontrasepsi memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat fertilitas di

Indonesia , ceteris paribus.

5. Tingkat urbanisasi memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat fertilitas

di Indonesia , ceteris paribus.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pendapatan perkapita terhadap

tingkat fertilitas di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh angka harapan hidup saat lahir

terhadap tingkat fertilitas di Indonesia.

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh indeks tingkat pendidikan


(25)

4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh persentase wanita berumur

15-49 tahun yang menggunakan alat kontrasepsi terhadap tingkat fertilitas

di Indonesia.

5. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat urbanisasi terhadap

tingkat fertilitas di Indonesia.

1.5Manfaat penelitian

1. Memberikan wawasan dan pandangan, khususnya bagi peneliti sendiri

untuk memahami secara mendalam akan faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat fertilitas di Indonesia.

2. Memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat fertilitas di Indonesia.

3. Sebagai bahan studi atau tambahan literatur bagi mahasiswa/i fakultas

ekonomi khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan serta sebagai

bahan referensi dan informasi bagi masyarakat dan mahasiswa yang

ingin melakukan penelitian selanjutnya.

4. Sebagai masukan bagi kalangan akademis, dimana hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fertilitas

Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi

yang nyata dari seorang wanita atau kelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas

ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Fertilitas mencakup peranan

kelahiran pada perubahan penduduk.

Istilah fertilitas adalah sama dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu

terlepasnya bayi dari rahim seorang perempuan dengan ada tanda-tanda

kehidupan; misalnya berteriak, bernafas, jantung berdenyut, dan sebagainya

(Mantra, 2003:145).

Seorang perempuan yang secara biologis subur (fecund) tidak selalu

melahirkan anak-anak yang banyak, misalnya dia mengatur fertilitas dengan

abstinensi atau menggunakan alat-alat kontrasepsi. Kemampuan biologis seorang

perempuan unuk melahirkan sangat sulit untuk diukur. Ahli demografi hanya

menggunakan pengukuran terhadap kelahiran hidup (live birth).

Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran

mortalitas, karena seorang perempuan hanya meninggal satu kali, tetapi ia dapat

melahirkan lebih dari seorang bayi. Disamping itu seorang yang meninggal pada

hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang tersebut tidak mempunyai

resiko kematian lagi. Sebaliknya seorang perempuan yang telah melahirkan


(27)

Memperhatikan kompleksnya pengukuran terhadap fertilitas tersebut,

maka memungkinkan pengukuran terhadap fertilitas ini dilakukan dengan dua

macam pendekatan : pertama, Pengukuran Fertilitas Tahunan (Yearly

Performance) dan kedua, Pengukuran Fertilitas Kumulatif (Reproductive History).

1. Yearly Performance (current fertility)

Mencerminkan fertilitas dari suatu kelompok penduduk/berbagai

kelompok penduduk untuk jangka waktu satu tahun. Yearly Performance terdiri

dari :

a. Angka Kelahiran Kasar atau Crude Birth Ratio (CBR)

Angka Kelahiran Kasar dapat diartikan sebagai banyaknya kelahiran

hidup pada suatu tahun tertentu tiap 1000 penduduk pada pertengahan tahun. Atau

dengan rumus dapat ditulis sebagai berikut :

Dimana :

CBR : Crude Birth Rate atau Angka Kelahiran Kasar

Pm : Penduduk pertengahan tahun

k : Bilangan konstan yang biasanya 1.000

B : Jumlah kelahiran pada tahun tertentu

Kebaikan dari perhitungan CBR ini adalah perhitungan ini sederhana,

karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah anak yang dilahirkan dan

jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Sedangkan kelemahan dari perhitungan


(28)

yang masih kanak-kanak dan yang berumur 50 tahun keatas. Jadi angka yang

dihasilkan sangat kasar.

b. Angka Kelahiran Umum atau General Fertility Rate (GFR)

Angka Kelahiran Umum adalah banyaknya kelahiran tiap seribu wanita

yang berumur 15-49 tahun atau 15-44 tahun. Dapat ditulis dengan rumus sebagai

berikut :

Dimana :

GFR : Tingkat Fertilitas Umum

B : Jumlah kelahiran

Pf (15-49) : Jumlah penduduk perempuan umur 15-49 tahun pada pertengahan

Tahun

Kebaikan dari perhitungan GFR ini adalah perhitungan ini lebih cermat

daripada CBR karena hanya memasukkan wanita yang berumur 15-49 tahun atau

sebagai penduduk yang exposed to risk. Kelemahan dari perhitungan GFR ini

adalah tidak membedakan risiko melahirkan dari berbagai kelompok umur,

sehingga wanita yang berumur 40 tahun dianggap mempunyai risiko melahirkan

yang sama besarnya dengan wanita yang berumur 25 tahun.

c. Angka Kelahiran menurut Kelompok Umur atau Age Specific Fertility Rate

(ASFR)

Terdapat variasi mengenai besar kecilnya kelahiran antar kelompok penduduk

tertentu, karena tingkat fertilitas penduduk ini dapat pula dibedakan menurut:

jenis kelamin, umur, status perkawinan, atau kelompok-kelompok penduduk yang


(29)

Diantara kelompok perempuan usia reproduksi (15-49) terdapat variasi

kemampuan melahirkan, karena itu perlu dihitung tingkat fertilitas perempuan

pada tiap-tiap kelompok umur Age Specific Fertility Rate (ASFR). Sehingga,

ASFR dapat diartikan sebagai banyaknya kelahiran tiap seribu wanita pada

kelompok umur tertentu, dengan rumus sebagai berikut:

Dimana:

ASFR : Age Specific Fertility Rate

Bi : Jumlah kelahiran bayi pada kelompok umur i

Pfi : Jumlah perempuan kelompok umur i pada pertengahan tahun

k : Angka konstanta 1.000

Kebaikan dari perhitungan ASFR ini adalah perhitungan ini lebih

cermat dari GFR Karena sudah membagi penduduk yang exposed to risk ke

dalam berbagai kelompok umur. Dengan ASFR dimungkinkan pembuatan analisis

perbedaan fertilitas (current fertility) menurut berbagai karakteristik wanita.

Dengan ASFR dimungkinkan dilakukannya studi fertilitas menurut kohor. ASFR

ini merupakan dasar untuk perhitungan ukuran fertilitas dan reproduksi

selanjutnya (TFR, GRR, dan NRR).

Kelemahan dari perhitungan ASFR ini adalah membutuhkan data yang

terinci yaitu banyaknya kelahiran untuk kelompok umur. Sedangkan data tersebut

belum tentu ada di tiap negara/daerah, terutama di negara yang sedang

berkembang. Jadi pada kenyataannya sukar sekali mendapat ukuran ASFR.

Kemudian pada perhitungan ini tidak menunjukkan ukuran fertilitas untuk


(30)

d. Angka Kelahiran Total atau Total Fertility Rate (TFR)

Tingkat Fertilitas Total didefenisikan sebagai jumlah kelahiran hidup

laki-laki dan perempuan tiap 1.000 penduduk yang hidup hingga akhir masa

reproduksinya dengan catatan:

1. Tidak ada seorang perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri masa

reproduksinya

2. Tingkat fertilitas menurut umur tidak berubah pada periode waktu tertentu.

Tingkat Fertilitas Total menggambarkan riwayat fertilitas dari sejumlah

perempuan hipotesis selama masa reproduksinya. Dalam praktek Tingkat

Fertilitas Total dikerjakan dengan menjumlahkan tingkat fertilitas perempuan

menurut umur, apabila umur tersebut berjenjang lima tahunan, dengan asumsi

bahwa tingkat fertilitas menurut umur tunggal sama dengan rata-rata tingkat

fertilitas kelompok umur lima tahunan. Maka rumus dari Tingkat Fertilitas Total

atau TFR adalah sebagai berikut :

TFR = 5 (i = 1,2,…..)

Dimana:

ASFR = Angka kelahiran menurut kelompok umur.

i = Kelompok umur 5 tahunan, dimulai dari 15-19.

Kebaikan dari perhitungan TFR ini adalah TFR merupakan ukuran untuk

seluruh wanita usia 15-49 tahun, yang dihitung berdasarkan angka kelahiran


(31)

2. Reproductive History (cummulative fertility)

a. Children Ever Born (CEB) atau jumlah anak yang pernah dilahirkan

CEB mencerminkan banyaknya kelahiran sekelompok atau beberapa

wanita selama reproduksinya; dan disebut juga paritas. Kebaikan dari perhitungan

CEB ini adalah mudah didapatkan informasinya (di sensus dan survey) dan tidak

ada referensi waktu.

Kemudian kelemahan dari perhitungan ini adalah angka paritas menurut

kelompok umur akan mengalami kesalahan karena kesalahan pelaporan umur

penduduk, terutama di negara sedang berkembang. Kemudian ada kecenderungan

semakin tua semakin besar kemungkinannya melupakan jumlah anak yang

dilahirkan. Dan kelemahannya fertilitas wanita yang telah meninggal dianggap

sama dengan yang masih hidup.

b. Child Woman Ratio (CWR)

CWR adalah hubungan dalam bentuk ratio antara jumlah anak di bawah

5 tahun dan jumlah penduduk wanita usia reproduksi. Kebaikan dari perhitungan

CWR ini adalah untuk mendapatkan data yang diperlukan tidak usah membuat

pertanyaan khusus dan berguna untuk indikasi fertilitas di daerah kecil sebab di

Negara yang registrasinya cukup baik pun, statistic kelahiran tidak ditabulasikan

untuk daerah yang kecil-kecil.

Kelemahan dari CWR ada tiga, pertama langsung dipengaruhi oleh

kekurangan pelaporan tentang anak, yang sering terjadi di Negara sedang

berkembang. Walaupun kekurangan pelaporan juga terjadi di kelompok ibunya


(32)

Kedua, dipengaruhi oleh tingkat mortalitas, dimana tingkat mortalitas anak, khususnya di bawah satu tahun juga lebih besar dari orang tua, sehingga CWR

selalu lebih kecil daripada tingkat fertilitas yang seharusnya. Ketiga, tidak

memperhitungkan distribusi umur dari penduduk wanita.

Dimana hal inilah yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini,

untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel lainnya seperti

PDRB perkapita, Angka Harapan Hidup, Indeks Tingkat Pendidikan, Wanita

berumur 15-49 tahun yang menggunakan Alat Kontrasepsi dan Tingkat

Urbanisasi dapat mempengaruhi tingkat fertilitas di Indonesia.

2.2.Transisi Demografi

Pada abad ke -20, nampaknya fertilitas telah turun di banyak Negara baik

di Negara maju ataupun di Negara berkembang, termasuk Indonesia. Kemudian

penurunan pada fertilitas juga dibarengi dengan penurunan pada mortalitas, hal ini

mengakibatkan adanya transisi demografi, sehingga disebut dengan teori “ transisi

demografi”.

Pada dasarnya teori ini menjelaskan tentang perubahan dari suatu situasi

stasioner di mana pertumbuhan penduduk nol atau pun sangat rendah sekali

karena, baik tingkat fertilitas maupun mortalitas sama-sama tinggi, menjurus ke

keadaan di mana tingkat fertilitas dan mortalitas sama-sama tinggi, sehingga

pertumbuhan penduduk kembali nol atau sangat rendah.

Dari stasioner pertama (fertilitas dan mortalitas tinggi ) menuju stasioner


(33)

kedua dan ketiga. Dan tahapan-tahapan inilah yang disebut dengan transisi

demografi.

Tabel 2.1

Tahap Transisi Demografi

Sumber : Mantra, Ida Bagoes :42

Tahap Tingkat

kelahiran Tingkat Kematian Pertambahan Alami 1. Stasioner tinggi 2. Awal perkembangan. 3. Akhir perkembangan.

4. Stasioner rendah.

5. Menurun. Tinggi Tinggi Menurun Rendah Rendah Tinggi Lambat menurun Menurun lebih cepat dari tingkat kelahiran Rendah Lebih tinggi dari

pada tingkat kelahiran Nol/ sangat rendah Lambat Cepat Nol/sangat rendah Negatif Tingkat Kelahiran

I II III

Tingkat Kematian A B C D E


(34)

Gambar 2.1

Model Transisi Demografi

Dari gambar 2.1 diatas dapat dilihat bahwa transisi demografi di bagi atas

tiga tahap yaitu I,II dan III. Pada transisi pertama (pre-transitional) yaitu dari A

ke B di mana tingkat kelahiran dan tingkat kematian masih sama-sama tinggi,

sedangkan angka perumbuhan penduduk sangat rendah.dilanjutkan pada transisi

ke dua (transitional) yaitu dari B ke E, dimana tingkat kematian dan kelahiran

menurun, kematian lebih rendah dari kelahiran, mengakibatkan tingkat

pertumbuhan sedang atau tinggi. Pada transisi ke dua ini dibagi lagi menjadi tiga

tahap yaitu :

a. Permulaan transisi (early transitional), yakni dari B ke C , ditandai dengan

tingkat kematian menurun, tetapi tingkat kelahiran semakin meninggi, malah

cenderung meningkat.

b. Pertengahan transisi (mid-transitional), yakni dari C ke D dimana tingkat

kelahiran dan kematian sama–sama menurun, tetapi penurunan kematian lebih

cepat dari tingkat kelahiran.

c. Akhir transisi (late transitional), yakni dari D ke E di mana tingkat kematian

rendah dan tidak berubah atau menurunnya hanya sedikit, sedangkan angka

kelahiran cenderung menurun, hal ini dapat diakibatkan karena sudah

banyaknya masyarakat yang mengetahui bagaimana cara mencegah kehamilan.

Sedangkan pada transisi ke tiga (post transitional), yaitu dari E ke F


(35)

kematian mendekati keseimbangan pertumbuhan penduduk, yang kemudian akan

kembali lagi ke transisi yang pertama.

2.3 Teori-teori Kependudukan

Penduduk dunia berkembang secara lambat sampai pertengahan abad ke

17. Pada sekitar tahun 1665 penduduk dunia diperkirakan sebesar 500 juta atau ½

Milyar. Penduduk dunia kemudian menjadi dua kali lipat dalam jangka waktu 200

tahun yaitu pada tahun 1850. Dalam jangka waktu 80 tahun kemudian penduduk

dunia menjadi dua kali lipat lagi, yaitu pada tahun 1930. Sedangkan untuk

mencapai 4 Milyar kemudian, hanya diperlukan waktu 45 tahun.

Pertumbuhan penduduk yang makin cepat ini dapat dimengerti apabila

kita melihat adanya penemuan Penicillin pada tahun 1930 dan program kesehatan

masyarakat yang makin meningkat sejak tahun 1960-an. Dengan perkembangan

teknologi obat-obatan maka angka kematian menurun sedangkan angka kelahiran

masih tetap tinggi sehingga membuat selisih antara kedua angka tersebut makin

besar. Dengan kata lain, pertumbuhan penduduk makin cepat.

Pengaruh penemuan Penicillin dan program kesehatan masyarakat sangat

mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Sebagai contoh tahun 1850-1930, untuk

mencapai jumlah penduduk sebesar 1 Milyar, diperlukan waktu 80 tahun.

Sedangkan periode 1960-1975 hanya memerlukan waktu 15 tahun saja.

Pertumbuhan penduduk yang makin cepat tersebut, mengundang banyak

masalah sehingga teori-teori kependudukan kemudian berkembang dengan


(36)

kependudukan dalam kaitannya dengan masalah ekonomi, etik, agama,

pertahanan/politik dan sebagainya (Mantra, 2003: 51).

2.3.1 Teori Malthus

Aliran ini dipelopori oleh Thomas Robert Malthus, seseorang pendeta

Inggris, hidup pada tahun 1766 hingga tahun 1834. Pada permulaan tahun 1798

lewat karangannya yang berjudul: “ Essai on Principle of Populations as it Affect

the Future Improvement of Society, with Remarks on the Speculation of Mr.

Godwin, M. Condorcet, and Other Writers”, menyatakan bahwa penduduk

(seperti juga tumbuh-tumbuhan dan binatang) apabila tidak ada pembatasan, akan

berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari

permukaan bumi ini (Mantra, 2003:50).

Tingginya pertumbuhan penduduk ini disebabkan karena hubungan

kelamin antara laki-laki dan perempuan tidak bisa dihentikan. Disamping itu

Malthus berpendapat bahwa manusia untuk hidup memerlukan bahan makanan,

sedangkan laju pertumbuhan bahan makanan jauh lebih lambat dibandingkan

dengan laju pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan terhadap

pertumbuhan penduduk, maka manusia akan mengalami kekurangan bahan

makanan. Inilah sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia. Hal ini jelas

diuraikan oleh Malthus sebagai berikut:

… Human species would increase as the number 1, 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, 256, and the substance as 1,2,3,4,5,6,7,8,9. In two centuries the population


(37)

would be to the means of subsistance as 236 to 9; in three centuries as 4096 to 13

and in two thousand years the difference would be almost incalculable… (Mantra,

2003:51)

Seperti telah disebutkan diatas, untuk dapat keluar dari permasalahan

kekurangan pangan tersebut, pertumbuhan penduduk harus dibatasi. Menurut

Malthus pembatasan tersebut, dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu

preventive checks, dan positive checks. Preventive checks dapat dibagi menjadi

dua, yaitu: moral restraint dan vice. Moral restraint (pengekangan diri) yaitu

segala usaha untuk mengekang nafsu seksual, dan vice pengurangan kelahiran

seperti: pengguguran kandungan, penggunaan alat-alat kontrasepsi, homoseksual,

promiscuity, adultery.

Tabel 2.2

Pembatasan Pertumbuhan Penduduk

Sumber : Mantra, Ida Bagoes :52 Preventive Checks

(lewat penekanan kelahiran)

Positive Checks

(lewat proses kematian)

Moral Restraint (pengekangan diri) Vice (usaha pengurangan kelahiran)

Vice (segala jenis pencabutan nyawa)

Misery (keadaan yang menyebabkan kematian) - Segala usaha yang mengekang nafsu seksual - Perundin gan perkawinan - Penggug uran kandungan - Homosek sual - Promiscu ity - Adultery - Pengguna an alat-alat kontrasepsi - Pembunuhan anak-anak - Pembunuhan orang-orang cacat - Pembunuhan orang-orang tua - Epidemic - Bencana alam - Peperangan - kelaparan - Kekurangan pangan


(38)

Positive checks adalah pengurangan penduduk melalui proses kematian. Apabila suatu wilayah jumlah penduduk melebihi jumlah persediaan bahan

pangan, maka tingkat kematian akan meningkat mengakibatkan terjadinya

kelaparan, wabah penyakit dan lain sebagainya. Proses ini akan terus berlangsung

sampai jumlah penduduk seimbang dengan persediaan bahan pangan.

Positive checks dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu: vice dan misery.

Vice (kejahatan) ialah segala jenis pencabutan nyawa sesama manusia seperti

pembunuhan anak-anak (infancitide), pembunuhan orang cacat, dan

orang-orang tua. Misery (kemelaratan) ialah segala keadaan yang menyebabkan

kematian seperti berbagai jenis penyakit dan epidemic, bencana alam, kelaparan,

kekurangan pangan dan peperangan.

Pendapat Malthus banyak mendapat tanggapan para ahli dan

menimbulkan diskusi yang terus menerus. Pada umumya gagasan yang dicetuskan

Malthus dalam abad ke-18 pada masa itu dianggap sangat aneh. Asumsi yang

mengatakan bahwa dunia akan kehabisan sumber daya alam karena jumlah

penduduk yang selalu meningkat, tidak dapat diterima oleh akal sehat. Dunia baru

( Amerika, Afrika, Australia, dan Asia) dengan sumber daya alam yang

berlimpah, baru saja terbuka untuk para migran dari dunia lama (misalnya Eropa

Barat). Mereka mempekirakan bahwa sumber daya alam di dunia baru tidak akan

dapat dihabiskan. Beberapa kritik terhadap teori Malthus adalah sebagai berikut:

1. Malthus tidak memperhitungkan kemajuan-kemajuan transportasi yang

menghubungkan daerah satu dengan yang lain sehingga pengiriman bahan


(39)

2. Dia tidak memperhitungkan kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi,

terutama dalam bidang pertanian. Jadi produksi pertanian dapat pula

ditingkatkan secara cepat dengan mempergunakan teknologi baru.

3. Malthus tidak memperhitungkan usaha pembatasan kelahiran bagi

pasangan-pasangan yang sudah menikah. Usaha pembatasan kelahiran ini telah

dianjurkan oleh Francis Place pada tahun 1822.

4. Fertilitas akan menurun apabila terjadi perbaikan ekonomi dan standard hidup

penduduk dinaikkan. Hal ini tidak dapat diperhitungkan oleh Malthus (Mantra,

2003:53).

2.3.2 Mazhab Fisiologi

Orang-orang yang termasuk golongan ini sebenarnya pendapatnya

berbeda-beda tetapi dalam satu hal mereka mempunyai pendapat yang sama yaitu

menyangkal dalil Malthus yang dikemukakannya sebagai suatu aksioma tanpa

penyelidikan bahwa kemampuan menurunkan keturunan suatu daya alam yang

tetap. Menurut seorang tabib Inggris Thomas Jarold, daya biak (kemampuan

menurunkan) pada manusia akan berkurang, semakin banyak ia mempergunakan

tenaga rohani dan jasmaninya. Karena itu, menurut pendapatnya, orang tidak usah

khawatir akan ketidak seimbangan antara jumlah penduduk dan bahan makanan,

mengingat bertambahnya kemajuan yang kini dapat dicapai oleh manusia yang

meminta lebih banyak pengorbanan tenaga rohani dan jasmani.

Yang hampir sama pendapatnya dengan Thomas Jarold adalah Michael

Thomas Sadler. Menurut pendapatnya, kemampuan menurukan keturunan orang


(40)

kemampuan menurunkan keturunan itu akan bertambah jika jumlah penduduk itu

berkurang. Disingkatkan gambaran pendapat M. T. Sadler itu adalah sebagai

berikut :

Bertambahnya jumlah penduduk = berkurangnya jumlah kemampuan melahirkan.

Berkurangnya jumlah pendduduk = bertambahnya kemampuan melahirkan.

Pada penduduk yang sedang naik jumahnya, bertambah banyaknya bahan

makanan berlangsung lebih cepat daripada bertambahnya orang. Keadaan ini

mengakibatkan naiknya tingkat kemakmuran penduduk itu. Meningkatnya

kemakmuran menyebabkan berkurangnya kemampuan meurunkan keturunan.

Banyaknya bahan makanan dan mudahnya keadaan penghidupan mempengaruhi

berkurangnya kemampuan menurunkan keturunan. Bukti-bukti itu ditemukan oleh

Sadler di Negara-negara dan kota-kota besar yang rapat penduduknya dengan

angka-angka kelahiran yang rendah dan banyaknya bangsawan-bangsawan inggris

yang tidak mempunyai keturunan lagi. Begitu juga dalam keadaan yang

sebaliknya. Sukarnya penghidupan dan kurangnya bahan makanan sangat besar

pengaruhnya terhadap bahan makanan menurunkan keturunan.

Dalil yang menyatakan bahwa kemampuan menurunkan keturunan akan

berkurang dalam meningkatnya kemakmuran, dengan tegas dipertahankan oleh

Thomas Doubleday pada tahun 1841. Menurut pendapatnya, sangat sukar

didapatkan bahan penghidupan, merupakan suatu perangsang dari daya biak

sedangkan bila bahan-bahan penghidupan itu mudah didapatkan maka hal ini akan

mengurangi kemampuan melahirkan. Berlakunya hukum ini dapat kita jumpai


(41)

Di negeri-negeri yang kaya dan makmur keadaan rakyatnya, maka

kemampuan menurukan keturunan sangat kecil, sedangkan negeri-negeri yang

rakyatnya miskin dimana keperluan hidupnya serba sukar didapatkan,

kemampuan melahirkan itu sangatlah besar. Keadaan tersebut oleh Doubleday

dinyatakan sebagai “Hukum yang agung dan nyata dari penduduk” atau (”The real

and the great law of human population”). Ia mengira, bahwa secara empiris ia

dapat membuktikan berlakunya hukum itu.

Herbert Spencer yang menyangkal dengan keras teori dari Malthus

menarik garis pemisah antara hewan dan manusia dalam memperkembangkan

keturunannya. Ia berpendapat bahwa manusia mengenal “Individu” dan

“Kemajuan Perseorangan”. Semakin banyak orang mempergunakan energi untuk

kemajuan dirinya, semakin berkuranglah energi yang dapat dipergunakan untuk

memperkembangkan keturunan. Karena itu, jenis hewan yang tingkat

kemajuannya rendah, daya biaknya tinggi, sebaliknya tingkat kemajuan individu

yang tinggi bersamaan dengan daya biak yang rendah. manusia adalah jenis

hewan yang paling maju dan kemampuan menurunkan keturunan adalah paling

rendah. semakin tinggi tingkat kemajuan sesuatu golongan penduduk, akan

semakin berkuranglah daya biaknya, sehingga akhirnya akan sampai kepada suatu

tingkatan, dimana kemampuan menurunkan keturunan itu hanya sekedar cukup

untuk mengkompensir jumlah kematian. Selanjutnya penduduk itu akan menjadi

stasioner.

Faedah dari adanya teori-teori golongan fisiologis ini adalah bahwa


(42)

merupakan suatu daya yang tetap. Tetapi bukti-bukti daripada teori-teori itu sukar

didapat, jadi hanya merupakan suatu hipotesa belaka (Abdurachim, 1973:15-18).

2.3.3 Mazhab Psycho-Sosial

Menurut Nassau William Senior, bahwa cita-cita manusia untuk

memperbaiki kedudukannya dalam penghidupan sama kuatnya dengan keinginan

untuk menurunkan keturunan. Beberapa tahun kemudian teori Senior itu

diperbaharui oleh Arsene Dumont. Inti dari teori Dumont ini adalah bahwa setiap

orang mempunyai keinginan untuk memperbaiki kedudukan ekonomi dan

kedudukan sosialnya sepanjang hal itu masih dapat dilakukan. Dan hal ini

disebutnya Kapilaritas Sosial. Keinginan untuk maju dalam perjuangan hidup

diwariskan oleh orang secara turun-temurun kepada keturunnnya. Setiap orang tua

menghendaki agar anak keturunannya mempunyai kedudukan-kedudukan yang

lebih baik daripada yang telah dimilikinya. Yang mengharapkan keadaan yang

sebaliknya tidak pernah ada (Abdurachim, 1973:18-20).

2.3.4 Teori Evolusi Sosial

Disamping teori-teori golongan fisiologis dan golongan psycho-sosial

dalam permulaan abad ke-20 masih terdapat teori-teori lain mengenai masalah

penduduk. Prof. Gini yang teori nya disebut orang teori evolusi-sosial meneyebut

proses dari pertumbuhan penduduk bangsa sebagai “peredaran (siklus) bangun

dan runtuhnya penduduk”. Siklus dari pertumbuhan penduduk ini menurut


(43)

disusul dengan masa pertumbuhan yang lambat dan menjadi tua, untuk

selanjutnya mengalami keruntuhan.

Tiap bangsa dalam usia mudanya mempunyai struktur masyarakat yang

sederhana dengan angka-angka kesuburan (kelahiran) yang tinggi. Sebagai suatu

konsekuensi daripada ini penduduk bangsa itu akan tumbuh dalam jumlah yang

besar dan sejalan dengan ini, organisasi-organisasi dalam masyarakat pun akan

tumbuh menjadi kompleks seperti terlihat dalam perkembangan kelas-kelas

sosialnya, pertumbuhan industri-industri dan aktivitas ekonominya. Dengan

bertambahnya jumlah penduduk, tekanan hidup akan terasa dan ekspansi akan

terjadi dengan melalui peperangan atau pendudukan daerah-daerah orang lain.

Pada akhir, kemudian akan terjadi pengurangan dalam pertumbuhan

penduduk yang disebabkan oleh kehilangan tenaga-tenaga produksif dalam

peperangan atau perpindahan. Sebab utama dari berkurangnya penduduk itu

bersifat biologi. Gini percaya bahwa faktor yang fundamental dalam berkurangya

penduduk adalah faktor biologi, yang tidak dapat ditandingi oleh faktor-faktor

sosial dan ekonomi. Permulaan pengurangan kelahiran itu akan berlaku pada

kelas-kelas sosial yang tinggi untuk selanjutnya meluas kepada kelas-kelas sosial

yang rendah. dengan demikian penduduk akan menjadi kecil jumlahnya

(Abdurachim,1973:21).

2.3.5 Teori Neo-Malthusianisme

Pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20, teori Malthus mulai

diperdebatkan lagi. Kelompok yang menyokong aliran Malthus tetapi lebih


(44)

sependapat dengan Malthus bahwa mengurangi jumlah penduduk cukup dengan

moral restraint saja. Untuk keluar dari perangkap Malthus, mereka menganjurkan

menggunakan semua cara-cara “preventive checks” misalnya dengan penggunaan

alat-alat kontrasepsi untuk mengurangi jumlah kelahiran, pengguguran kandungan

(absortions). Paul Ehrlich mengatakan:

…the only way to avoid that scenario is to bring the birth rate under

control-perhaps even by force (Weeks, 1992).

Menurut kelompok ini (yang dipelopori oleh Garrett Hardin dan Paul

Ehrlich). Pada abad ke-20 (pada tahun 1950-an), dunia baru yang pada jamannya

Malthus masih kosong kini sudah mulai penuh dengan manusia. Dunia baru sudah

tidak mampu untuk menampung jumlah penduduk yang selalu bertambah. Tiap

minggu lebih dari seratus juta bayi lahir di dunia, ini berarti satu juta lagi mulut

yang harus diberi makan. Mungkin pada permulaan abad ke-19 orang masih dapat

mengatakan bahwa apa yang diramalkan Malthus tidak mungkin terjadi tetapi

sekarang beberapa orang percaya bahwa hal itu terjadi dengan mengatakan “it has

come true:it is happening”.

Di tahun 1960-an dan 1970-an photo-photo yang diambil dari tuang

angkasa menunjukkan bahwa bumi kita terlihat seperti sebuah kapal yang berlayar

di ruang angkasa dengan persediaan bahan bakar dan bahan makanan yang

terbatas. Pada suatu saat, kapal ini akan kehabisan bahan bakar dan bahan

makanan, sehingga akhirnya malapetaka menimpa kapal tersebut.

Paul Ehrlich dalam bukunya “The Population Bomb” pada tahun 1971,


(45)

berikut. Pertama, dunia ini sudah terlalu banyak manusia; kedua, keadaan bahan

makanan sangat terbatas; ketiga, karena terlalu banyak manusia di dunia ini

lingkungan sudah banyak yang rusak dan tercemar. Pada tahun 1990 Ehrlich

bersama istrinya merevisi buku tersebut dengan judul yang baru “The Population

Explotion” yang isinya bahwa bom penduduk yang dikhawatirkan tahun 1968,

kini sewaktu-waktu akan dapat meletus. Kerusakan dan pencemaran lingkungan

yang parah karena sudah terlalu banyaknya penduduk sangat merisaukan mereka.

Selanjutnya Ehrlich menulis:

…the poor are dying of hunger, while rich and poor alike are dying from the by-products of affluence-pollution and ecological disaster (Weeks, 1992).

Pandangan mereka (Ehrlich dan Hardin) tentang masa depan dunia ini

sangat suram, namun demikian isu kependudukan ini sangat penting bagi seluruh

generasi terutama bagi penduduk di Negara maju (devel-oped world)

(Mantra,2003:53-54).

Pada tahun 1972, Meadow menerbitkan sebuah buku dengan judul “The

Limit to Growth”. Bagi penganut Malthus, buku ini merupakan karya yang

terbaik yang pernah diterbitkan, tetapi bagi penentang teori Malthus buku ini

dapat mempengaruhi manusia dalam melihat pesimisme. Tulisan Meadow

memuat hubungan antara variable lingkungan yaitu: penduduk, produksi

pertanian, produksi industri, sumber daya alam dan polusi.

2.4. Konsep Produk Domestik Regional Bruto 2.4.1. Pendapatan Regional


(46)

Pendapatan regional netto adalah produk domestik regional netto atas

dasar biaya faktor dikurangi aliran dana yang keluar ditambah aliran dana yang

masuk dan jumlah pendapatan yang benar-benar diterima (income receipta) oleh

seluruh penduduk di daerah tersebut.

2.4.2. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah seluruh nilai produk

barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang beropersasi pada

suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. PDRB yang masih ada unsur inflasi

dinamakan PDRB atas dasar harga berlaku.

Dengan kata lain PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah

seluruh nilai barang-barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi

didalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun yang dinilai dengan harga

tahun yang bersangkutan.

2.4.3. PDRB Atas Dasar Harga Konstan

Harga konstan artinya produk didasarkan atas harga pada tahun tertentu.

Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga

konstan. Pada perhitungan atas dasar harga konstan berguna untuk melihat

pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau sektoral.

2.4.4. Pendapatan perkapita

Pendapatan perkapita merupakan gambaran dari rata-rata pendapatan

yang digunakan secara langsung sebagai ukuran tingkat pemerataan pendapatan.


(47)

pertumbuhan penduduk, akan mengakibatkan terjadinya peningkatan PDRB

perkapita.

PDRB perkapita diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun disuatu

wilayah atau daerah. Statistik ini dapat digunakan sebagai salah satu indikator

kemakmuran, walaupun ukuran ini belum dapat diperoleh dari hasil bagi antara

PDRB dengan penduduk pertengahan tahun bersangkutan. Jadi besarnya PDRB

perkapita tersebut sangat dipengaruhi oleh kedua variabel di atas. Dengan

disajikannya PDRB perkapita seluruh daerah kabupaten/ kota maupun antara satu

tahun dengan tahun berikutnya.

2.4.5. Metode Perhitungan Pendapatan Regional

Metode tahap pertama dapai di bagi dalam dua metode yaitu metode

langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung adalah perhitungan dengan

menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan

berasal dari sumber data yang ada di daerah itu sendiri. Metode langsung dapat

dilakukan dengan menggunakan tiga macam cara, yaitu pendekatan produksi,

pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. Metode tidak langsung

adalah perhitungan dengan mengalokasikan pendapatan nasional menjadi

pendapatan regional memakai berbagai macam indikator antara lain jumlah

produksi, luas areal sebagai alokatornya.

a. Metode langsung : 1. Pendekatan produksi

Pendekatan produksi merupakan cara perhitungan nilai tambah barang


(48)

biaya antara dari total produk bruto sektor atau subsektor di suatu wilayah dalam

suatu periode tertentu, biasanya satu tahun.

Pendekatan ini banyak digunakan untuk memperkirakan nilai tambah

dari sektor produknya berbentuk fisik atau barang seperti :

a. Pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan

b. Pertambangan dan penggalian

c. Industri pengolahan

d. Listrik, gas dan air bersih

e. Bangunan

f. Perdagangan, hotel dan restoran

g. Pengangkutan dan komunikasi

h. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

i. Jasa-jasa

j. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi (output) dan nilai

biaya (intermediate cost), yaitu bahan baku dari luar yang dipakai dalam

proses produksi. Nilai tambah itu sama dengan balas jasa atas ikut

sertanya berbagai faktor produksi dalam proses produksi.

2. Pendekatan pendapatan

Dalam pendekatan pendapatan, jumlah seluruh balas jasa yang diterima

oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah

dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian

tersebut, maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bungamodal,


(49)

langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB ini termasuk pula komponen

penyusutan dan pajak tidak langsung neto.

3. Pendekatan pengeluaran

Pendekatan dari segi pengeluaran adalah jumlah seluruh pengeluaran

akhir yang dilakukan dari suatu barang dan jasa yang diproduksi dalam negeri.

Kalau dilihat dari segi penggunaan maka total penyedian produksi barang dan jasa

yang digunakan untuk :

a. Konsumsi rumah tangga

b. Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung

c. Konsumsi pemerintah

d. Pembentukan modal tetap bruto atau investasi

e. Perubahan stok adalah selisih antara awal tahun dengan akhir tahun dari

bahan yang ada dalam penyimpanan produsen ataupun dalam proses

produksi.

f. Ekspor netto adalah total ekspor dikurang impor. Pendekatan

pengeluaran juga menghitung apa yang diproduksi di wilayah tersebut

tetapi hanya menjadi konsumsi atau pengguna akhir.

b. Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung adalahsuatu cara untuk menghitung nilai tambah

suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam

masing-masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai

alokator yang digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat


(50)

Pemakaian masing-masing metode pendekatan sangat tergantung pada

data yang tersedia. Pada hakekatnya, pemakaian kedua metode tersebut akan

saling menunjang satu sama lain, karena metode langsung akan mendorong

peningkatan kualitas data daerah, sedangkan metode tidak langsung akan

merupakan koreksi dalam perbandingan bagi data mentah.

2.4.6. Kaitan Pendapatan Per Kapita terhadap Fertilitas

Dalam analisis ekonomi fertilitas dibahas mengapa permintaan akan anak

berkurang bila pendapatan meningkat. New household economics berpendapat

bahwa (a) orang tua mulai lebih menyukai anak-anak yang berkualitas lebih tinggi

dalam jumlah yang hanya sedikit sehingga “harga beli” meningkat; (b) bila

pendapatan dan pendidikan meningkat maka semakin banyak waktu (khususnya

waktu ibu) yang digunakan untuk merawat anak. Jadi anak menjadi lebih mahal.

H. Leibenstein berpendapat bahwa anak dilihat dari 2 segi kegunaannya

(utility) dan biaya (cost). Kegunaannya ialah memberikan kepuasan, dapat

memberikan balas jasa ekonomi atau membantu dalam kegiatan berproduksi serta

merupakan sumber yang dapat menghidupi orang tua di masa depan. Sedangkan

pengeluaran untuk membesarkan anak adalah biaya dari mempunyai anak

tersebut.

Apabila ada kenaikan pendapatan, aspirasi orang tua akan berubah.

Orang tua menginginkan anak dengan kualitas yang baik. Ini berarti biayanya

naik. Sedangkan kegunannya turun sebab walaupun anak masih memberikan

kepuasan akan tetapi balas jasa ekonominya turun. Di samping itu orang tua juga


(51)

daripada kegunaannya. Hal ini mengakibatkan demand terhadap anak menurun atau dengan kata lain fertilitas turun (Mundiharno, 1997 :5).

Robinson dan Harbinson menggambarkan kerangka analisis ekonomi

terhadap fertilitas. Pertimbangan ekonomi dalam menentukan fertilitas terkait

dengan income, biaya (langsung maupun tidak langsung), selera, modernisasi dan

sebagainya. Menurut Bulatao, modernisasi berpengaruh terhadap demand for

children dalam kaitan membuat latentdemand menjadi efektif. Menurut Bulatao,

demand for children dipengaruhi (determined) oleh berbagai faktor seperti biaya

anak, pendapatan keluarga dan selera, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.2

berikut ini :

Sumber : Mundiharno :7 Gambar 2.2

Model Robinson

Selain itu, Easterlin berpendapat bahwa bagi negara-negara


(52)

rendah, karena terdapat pengekangan biologis terhadap kesuburan. Hal ini

menimbulkan suatu permintaan “berlebihan” (excess demand) dan juga

menimbulkan sejumlah besar orang yang benar-benar tidak menjalankan

praktek-praktek pembatasan keluarga. Di pihak lain, pada tingkat pendapatan yang tinggi,

permintaan adalah rendah sedangkan kemampuan suplainya tinggi, maka akan

menimbulkan suplai “berlebihan” (over supply) dan meluasnya praktek keluarga

berencana (Mundiharno, 1997 :7-8).

2.5 Angka Harapan Hidup Saat Lahir

Secara umum, tingkat kesehatan penduduk di suatu wilayah yang dapat

di nilai dengan menilai angka harapan hidup. Angka harapan hidup suatu umur

didefinisikan sebagai rata-rata jumlah tahun kehidupan yang masih dijalani oleh

seseorang yang telah berhasil mencapai umur tepat X dalam situasi mortalitas

yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Angka harapan hidup waktu lahir

misalnya, merupakan rata-rata tahun kehidupan yang akan dijalani oleh bayi yang

baru lahir. Angka harapan hidup pada suatu usia merupakan indikator yang baik

untuk menunjukkan tingkat sosial-ekonomi secara umum.

Angka ini sekaligus memperlihatkan keadaan dan sistem pelayanan

kesehatan yang ada dalam suatu wilayah dan masyarakat, karena dapat dipandang

sebagai suatu bentuk akhir dari hasil upaya peningkatan taraf kesehatan secara

keseluruhan. Kebijakan kesadaran masyarakat dalam membiasakan diri untuk

sehat, diperkirakan akan membantu memperpanjang angka harapan hidup.

2.5 Kaitan Angka Harapan Hidup terhadap Fertilitas


(53)

hidup. Apabila angka harapan hidup atau umur perkiraan naik, maka angka

kelahiran turun. Orang tua biasanya menginginkan setidaknya-tidaknya satu anak

lelakinya berumur panjang, untuk menjaganya di hari tua dan meneruskan nama

keluarga. Sering kali seorang wanita harus beranak enam atau lebih supaya pasti

bahwa satu anak laki-laki dapat hidup sampai dewasa. Sebuah penelitian yang

diadakan Harvard University di bawah pimpinan David Heer menekankan betapa

pentingnya kepastian anak-anak dapat hidup terus sampai dewasa pada dorongan

untuk membina keluarga kecil. Dimana angka kematian sangat tinggi, disitu orang

tua berusaha mempunyai anak sebanyak mungkin. Dimana pada angka kematian

rendah dan angka harapan hidup atau umur perkiraan 50 tahun atau lebih, disitu

setiap menurunnya angka kematian disertai menurunnya angka kelahiran. Lebih

besar lagi, dan dengan demikian memperlambat perkembangan penduduk secara

keseluruhan (Brown,1986: 165-166).

2.6 Indeks Tingkat Pendidikan

Adalah terdiri dari dua bagian, dimana bobot dua pertiganya untuk

kemampuan baca tulis dan bobot sepertiganya adalah untuk masa bersekolah

(Todaro, 2004 :69). Hal ini dapat dirumuskan adalah :

Indeks pendidikan =

masa bersekolah bruto)

2.6.1 Index Angka Melek Huruf

Salah satu indikator yang dapat dijadikan ukuran kesejahteraan sosial

yang merata adalah dengan melihat tinggi randahnya persentase penduduk yang

melek huruf. Tingkat melek huruf atau sebaliknya tingkat buta huruf dapat


(54)

menulis yang dimiliki akan dapat mendorong penduduk untuk berperan lebih aktif

dalam proses pembangunan (BPS, Indikator Kesejahteraan Rakyat: 2007).

Masa bersekolah bruto dapat melebihi 100 persen hal ini dikarenakan

siswa yang tua dapat kembali bersekolah. Indeks Angka Melek Huruf ini dibatasi

hingga seratus persen (Todaro, 2004 :69). Rumusnya adalah:

Indeks kemampuan baca tulis orang dewasa =

2.6.2 Rata-rata lama sekolah

Rata-rata perkiraan lamanya penduduk untuk menyelesaikan pendidikan

dari yang berusia sekolah dasar, sekolah menegah, dan sekolah tingkat lanjut

terdaftar untuk belajar di sekolah yang satuannya dalam persen (Todaro, 2004

:69). Adapun rumusnya adalah :

Indeks masa bersekolah bruto =

2.6.3 Kaitan Indeks Tingkat Pendidikan terhadap Fertilitas

New household economics berpendapat bahwa bila pendapatan dan

pendidikan meningkat maka semakin banyak waktu (khususnya waktu ibu) yang

digunakan untuk merawat anak. Jadi anak menjadi lebih mahal. Sehingga hal ini

dapat mengurangi angka kelahiran (Mundiharno, 1997 :7).

Serupa dengan teori tradisional perilaku konsumen, penerapan teori

fertilitas di Negara-negara berkembang memberikan pemahaman bahwa

seandainya harga relatif atau biaya anak-anak meningkat akibat dari, misalnya,

meningkatnya kesempatan bagi kaum wanita untuk memperoleh pendidikan dan

pekerjaan, atau adanya undang-undang mengenai batas usia minimum bagi


(55)

Para orang tua akan tergerak untuk mementingkan kualitas daripada

kuantitas anak, atau memberi kesempatan kepada istri dan ibu untuk bekerja demi

menunjang pemeliharaan anak. Dengan demikian, salah satu cara untuk

mendorong para keluarga agar menginginkan sedikit anak adalah dengan

memperbesar kesempatan di bidang pendidikan dan membuka lapangan-lapangan

pekerjaan berpenghasilan tinggi kepada kaum wanita.

Penelitian mengenai kaitan pendidikan dengan wanita dengan kesuburan

di beberapa Negara, sudah maupun kurang berkembang, mengungkapkan bahwa

adanya kaitan yang erat antara tingkat pendidikan dengan fertilitas dalam hal ini

pada tingkat kesuburan. Semakin tinggi pendidikan semakin rendah kesuburan

yang mengakibatkan penurunan pada fertilitas. Di beberapa Negara, meluasnya

kepandaian baca-tulis mengurangi anaknya kira-kira 1,5 atau kira-kira sepertiga.

Ada beberapa penjelasan yang diketengahkan mengenai peran

pendidikan dalam menurunkan besar keluarga. Pendidikan dapat mempengaruhi

pandangan hidup dan tata nilai orang sedemikian rupa sehingga ia tidak begitu

saja lagi menerima tata cara bertingkah laku tradisional orang tuanya atau tokoh

orang tua yang lain. Orang berpendidikan atau pandai baca-tulis lebih terbuka

pada pikiran-pikiran baru dan lebih banyak mempuyai kesempatan untuk bertemu

muka dengan “penyalur perubahan” seperti para perencana bidang kesehatan atau

penasehat program keluarga berencana. Pendidikan yang makan waktu lama

kemungkinan besar akan menyebabkan perkawinan tertunda dan membuka

pilihan antara bekerja dan membesarkan anak. Pendidikan yang lebih tinggi

mungkin pula berarti kehidupan ekonomi yang lebih terjamin, dan ini biasanya


(56)

mengapa ada kaitan yang sangat erat antara kaitan pendidikan wanita dan besar

keluarga (Brown, 1986:162).

2.7 Wanita Usia 15-49 Tahun yang Menggunakan Alat Kontrasepsi

Usia antara 15-49 tahun merupakan usia subur bagi seseorang wanita

karena pada rentang usia tersebut kemungkinan wanita melahirkan anak cukup

besar. Salah satu cara untuk menekan laju penduduk adalah melalui program

Keluarga Berencana (KB).

2.7.1 Kontrasepsi

Obat/alat untuk mencegah terjadinya konsepsin (kehamilan). Jenis

kontrasepsi ada dua macam:

1. kontrasepsi yang mengandung hormonal (pil, suntik dan implant)

a. Pil merupakan tablet yang yang diminum untuk mencegah kehamilan,

mengandung hormon estrogen dan progesteron sintetik, disebut juga sebagai

pil kombinasi, sedangkan jika hanya mengandung progesteron sintetik saja

disebut Mini Pil atau Pil Progestin.

b. Suntik

c. Implant merupakan kapsul berisi levenorgestrol dimasukkan di bawah kulit

lengan atas wanita untuk mencegah terjadinya kehamilan.

2. kontrasepsi non hormonal (IUD, Kondom)

a. IUD/Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

Alat Kontrasepsi yang dimasukan ke dalam rahim, terbuat dari plastik halus

dan fleksibel (polietilin)Yang beredar di Indonesia.


(57)

Salah satu alat kontrasepsi yang terbuat dari karet (lateks) berbentuk tabung

tidak tembus cairan dimana salah satu ujungnya tertutup rapat dan

dilengkapi kantung untuk menampung sperma yang dikeluarkan pria pada

saat sanggama sehingga tidak tercurah ke dalam vagina.

2.7.2 Kaitan antara Wanita umur 15-49 tahun yang menggunakan alat kontrasepsi dengan Fertilitas

Teori Bongaarts mengatakan bahwa penentu fertilitas adalah proporsi

wanita kawin 15-19 tahun, pemakaian kontrasepsi, aborsi, kemandulan, frekuensi

hubungan seksual, selibat permanen dan mortalitas janin. Kemudian menurut

Kingsley Davis dan Judith Blake yakni penurunan fertilitas diakibatkan oleh

adanya faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konsepsi salah satunya

adalah dengan pemakaian alat kontrasepsi. Palmore dan Bulatao, dengan teori

Contraceptive Choice berpendapat bahwa dengan menggunakan alat kontrasepsi

dapat menjarangkan atau membatasi kelahiran.

Pada teori Malthus dan Neo-Malthus juga dijelaskan penggunaan alat

kontrasepsi untuk mengurangi jumlah kelahiran. Menurut Malthus, pembatasan

pertumbuhan penduduk dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, salah satunya

dengan melakukan vice restraint (pengurangan kelahiran) yakni melalui

penggunaan alat-alat kontrasepsi, pengguguran kandungan dan lain-lain

sebagainya.

Menurut Ronald Freedman yakni Intermediate variable sangat erat

hubungannya dengna norma-norma sosial/masyarakat. Jadi pada akhirnya


(58)

ini akan memperlihatkan kaitan antara program keluarga berencana terhadap

tingkat fertilitas (Hatmadji,2004:75-76).

Sumber: Hatmadji Harjati, 2004 Gambar 2.3

Kerangka Analisa Sosiologis 2.8 Tingkat Urbanisasi

Menurut Kingsley Davis (1965), urbanisasi adalah jumlah penduduk

yang memusat di daerah perkotaan atau meningkatnya proporsi tersebut.

Menurut Prof. Drs Bintarto (1986 : 15) urbanisasi dapat dipandang

sebagai suatu proses dalam artian:

1. Meningkatnya jumlah dan kepadatan penduduk kota ; kota menjadi lebih padat

sebagai akibat dari pertambahan penduduk, baik oleh hasil kenaikan fertilitas

penghuni kota maupun karena adanya tambahan penduduk dari desa yang

bermukim dan berkembang di kota.

2. Bertambahnya jumlah kota dalam suatu negara atau wilayah sebagai akibat dari


(59)

3. Berubahnya kehidupan desa atau suasana desa menjadi suasana kehidupan

kota.

Urbanisasi biasanya dapat diukur dengan melihat proporsi jumlah

penduduk yang tinggal menetap di daerah perkotaan. Untuk mengukur tingkat

urbanisasi di suatu daerah biasanya dengan menghitung perbandingan jumlah

penduduk yang tinggal di daerah perkotaan dengan jumlah penduduk seluruhnya

dalam suatu wilayah. Adapun perhitungannya dapat dicari dengan rumus sebagai

berikut :

Dimana:

U = besarnya jumlah penduduk urban (perkotaan)

P = populasi/ jumlah penduduk keseluruhan

Pu = persentase penduduk yang tinggal di perkotaan

Sedangkan untuk mengetahui apakah suatu negara memiliki jumlah

penduduk yang terpusat di suatu daerah perkotaan tertentu dapat diukur dengan

menggunakan primacy index, yaitu indeks yang menunjukkan dominasi suatu kota

yang terbesar penduduknya dibanding kota-kota berikutnya. Indeks ini diukur

melalui empat kota terbesar atau bisa juga dengan 11 kota terbesar sesuai dengan

kegunaanya. Perhitungan indeks primacy dengan perbandingan empat kota

dihitung dengan rumus seperti di bawah ini:

K2+K3+K4 K1 PI4 =


(60)

Dimana :

PI4 = Primacy Index di empat kota terbesar

K1, K2..., K4 = jumlah penduduk kota terbesar pertama, kedua,dan seterusnya

2.8.1 Dampak positif urbanisasi.

Sebagai akibat dari cepatnya pertambahan penduduk yang ditunjang

dengan perkembangan ekonomi, transportasi dan pendidikan, frekuensi mobilitas

yang semakin meningkat, urbanisasi memiliki implikasi terhadap berbagai sektor

kehidupan (Bintarto, 1986 : 36) yaitu sebagai berikut:

a. Sektor ekonomi, struktur ekonomi menjadi lebih bervariasi. Bermacam-macam

usaha atau kegiatan di bidang transportasi, perdagangan dan jasa timbul dari

mereka yang bermodal kecil sampai yang bermodal besar.

b. Perkembangan di bidang wiraswasta juga tampak meluas misalnya saja

peternakan, kerajinan tangan dan lain lain.

c. Berkembangnya bidang pendidikan mulai tingkat sekolah dasar hingga

perguruan tinggi.

d. Meluasnya kota ke arah pinggiran kota sehingga transportasi menjadi lebih

lancar.

e. Meningkatnya harga tanah, baik di kota maupun pinggiran kota.

f. Berkembangnya industrialisasi sebab tenaga kerja murah dan melimpah,

pasaran meluas sehingga industri cenderung lebih berkembang.

2.8.2 Pendekatan Konsep dan Teori Urbanisasi 1. Teori Pusat Tepi ( Core and Periphery)


(61)

Pendekatan teori mengenai urbanisasi menggunakan suatu paradigma

yaitu sistem keruangan atau spatial system sebagai suatu titik tolak. Paradigma

yang dimaksud didasarkan pada pandangan adanya suatu sistem keruangan yang

lengkap (complete spatial system) yang melihat pusat dan tepi (core and

periphery) sebagai satu sistem.

Konsep pusat-tepi dikemukakan oleh Friedman yang membagi dunia ini

dalam pusat yang dinamis dan daerah tepi yang statis, teori ini menekankan

analisanya pada hubungan yang erat dan saling mempengaruhi antara

pembangunan kota (core) dan desa (periphery). Menurut teori ini gerak langkah

pembangunan perkotaan akan lebih banyak ditentukan oleh keadaan desa-desa

disekitarnya. Sebaliknya corak perkembangan daerah pedesaan tersebut juga

sangat ditentukan oleh arah pembangunan perkotaan. Dengan demikian aspek

interaksi antar daerah (spatial interaksi) sangat ditonjolkan. Friedman

mengusulkan adanya empat wilayah (region) yaitu:

1. Core-region, merupakan konsentrasi ekonomi metropolitan dengan memiliki

kapasitas inovasi dan perubahan yang tinggi. Wilayah ini memiliki jaringan

dari metropolis sampai ke daerah pedesaan.

2. Upward-Transisitin Region adalah daerah tepi dari pusat. Wilayah ini

mengandung sumber atau resource yang dapat dikembangkan.

3. Resource-Frontier Region merupakan daerah-daerah tepi yang digunakan

untuk pemukiman baru.

4. Downward-Transition Region merupakan daerah-daerah yang mengalami


(62)

Dari empat wilayah tersebut dapat diketahui daerah yang paling parah

keadaannya adalah Downward-Transition Region. Wilayah-wilayah semacam ini

dapat merupakan sumber migran bagi kota-kota terdekat.

Paradigma yang mendasarkan pada sistem keruangan atau spatial system

yang terdiri dari pusat wilayah dan daerah tepi dapat digambarkan seperti gambar

dibawah ini. Sistem keruangan dalam paradigma ini dibagi dalam pusat wilayah

atau inti wilayah dengan simbol (I), dan daerah tepi dengan simbol (D). Pusat

wilayah ini memiliki potensi aktivitas ekonomi dan penanaman modal (E),

kemampuan inovasi dibidang sosial-budaya dan teknologi (S), kekuatan di bidang

pemerintahan dan politik (P) dan daya dorong-tarik migrasi (M).

Gambar 2.4

Paradigma Urbanisasi

Keterangan :

D D

D D

P I M

S E


(1)

ANGKA HARAPAN HIDUP

NO PROVINSI ANGKA HARAPAN HIDUP

SAAT LAHIR

1 Naggroe Aceh Darussalam 69.0

2 Sumatera Utara 71.6

3 Sumatera Barat 70.5

4 Riau 71.9

5 Jambi 70.3

6 Sumatera Selatan 70.9

7 Bengkulu 69.9

8 Lampung 70.9

9 Kep. Bangka Belitung 70.7

10 Kep. Riau 72.3

11 DKI Jakarta 75.8

12 Jawa Barat 70.3

13 Jawa Tengah 72.1

14 DI Yogyakarta 75.5

15 Jawa Timur 71.0

16 Banten 69.2

17 Bali 74.1

18 Nusa Tenggara Barat 66.0 19 Nusa Tenggara Timur 69.1 20 Kalimantan Barat 70.2 21 Kalimantan Tengah 71.7 22 Kalimantan Selatan 68.4 23 Kalimantan Timur 72.5 24 Sulawesi Utara 74.4 25 Sulawesi Tengah 68.2 26 Sulawesi Selatan 70.2 27 Sulawesi Tenggara 69.7

28 Gorontalo 69.2

29 Sulawesi Barat 70.2

30 Maluku 69.0

31 Maluku Utara 68.3

32 Papua Barat 69.0


(2)

INDEKS TINGKAT PENDIDIKAN

NO PROVINSI BUTA

HURUF

RATA-RATA LAMA SEKOLAH

INDEKS

1 Naggroe Aceh Darussalam 4.87 8.3 61.615 2 Sumatera Utara 2.96 8.5 59.045 3 Sumatera Barat 3.51 8.2 58.270

4 Riau 2.47 8.2 56.190

5 Jambi 4.61 7.6 56.720

6 Sumatera Selatan 3.03 7.5 52.935

7 Bengkulu 5.44 7.8 59.630

8 Lampung 6.10 7.2 57.20

9 Kep. Bangka Belitung 4.76 7.2 54.52

10 Kep. Riau 3.97 8.9 63.565

11 DKI Jakarta 1.17 10.1 65.465

12 Jawa Barat 4.15 7.5 55.175

13 Jawa Tengah 10.09 6.8 62.680 14 DI Yogyakarta 11.14 8.6 76.03

15 Jawa Timur 11.34 6.9 65.805

16 Banten 4.24 7.7 56.605

17 Bali 12.68 7.6 72.86

18 Nusa Tenggara Barat 17.56 6.5 75.745 19 Nusa Tenggara Timur 11.47 6.4 62.94 20 Kalimantan Barat 9.39 6.6 60.03 21 Kalimantan Tengah 3.02 7.7 54.165 22 Kalimantan Selatan 5.33 7.3 56.285 23 Kalimantan Timur 3.87 8.7 62.115 24 Sulawesi Utara 1.06 8.7 56.495 25 Sulawesi Tengah 4.71 7.7 57.545 26 Sulawesi Selatan 12.28 7.2 69.560 27 Sulawesi Tenggara 8.36 7.7 64.845

28 Gorontalo 4.19 6.9 51.505

29 Sulawesi Barat 12.14 6.5 64.905

30 Maluku 2.84 8.5 58.805

31 Maluku Utara 4.78 7.8 58.310

32 Papua Barat 9.38 7.7 66.885


(3)

WANITA BERUMUR 15-49 TAHUN YANG MENGGUNAKAN ALAT KONTRASEPSI

NO PROVINSI WANITA 15-49 THN YANG

MENGGUNAKAN ALAT KONTRASEPSI

1 Naggroe Aceh Darussalam 42.80 2 Sumatera Utara 45.53 3 Sumatera Barat 48.37

4 Riau 54.17

5 Jambi 64.66

6 Sumatera Selatan 61.97

7 Bengkulu 67.30

8 Lampung 64.03

9 Kep. Bangka Belitung 63.57

10 Kep. Riau 51.20

11 DKI Jakarta 54.69

12 Jawa Barat 62.28

13 Jawa Tengah 60.65

14 DI Yogyakarta 56.11

15 Jawa Timur 59.65

16 Banten 56.64

17 Bali 67.22

18 Nusa Tenggara Barat 52.44 19 Nusa Tenggara Timur 34.35 20 Kalimantan Barat 61.26 21 Kalimantan Tengah 67.46 22 Kalimantan Selatan 63.27 23 Kalimantan Timur 55.80 24 Sulawesi Utara 67.07 25 Sulawesi Tengah 56.83 26 Sulawesi Selatan 43.67 27 Sulawesi Tenggara 46.61

28 Gorontalo 64.22

29 Sulawesi Barat 38.47

30 Maluku 30.09

31 Maluku Utara 41.90

32 Papua Barat 28.29


(4)

TINGKAT URBANISASI

NO PROVINSI TINGKAT URBANISASI

1 Naggroe Aceh Darussalam 0.380 2 Sumatera Utara 0.459 3 Sumatera Barat 0.299

4 Riau 0.366

5 Jambi 0.272

6 Sumatera Selatan 0.335

7 Bengkulu 0.284

8 Lampung 0.209

9 Kep. Bangka Belitung 0.409

10 Kep. Riau 0.794

11 DKI Jakarta 1

12 Jawa Barat 0.516

13 Jawa Tengah 0.405

14 DI Yogyakarta 0.591

15 Jawa Timur 0.408

16 Banten 0.528

17 Bali 0.507

18 Nusa Tenggara Barat 0.353 19 Nusa Tenggara Timur 0.156 20 Kalimantan Barat 0.269 21 Kalimantan Tengah 0.289 22 Kalimantan Selatan 0.381 23 Kalimantan Timur 0.565 24 Sulawesi Utara 0.373 25 Sulawesi Tengah 0.199 26 Sulawesi Selatan 0.302 27 Sulawesi Tenggara 0.218

28 Gorontalo 0.260

29 Sulawesi Barat 0.299

30 Maluku 0.287

31 Maluku Utara 0.245

32 Papua Barat 0.250


(5)

HASIL REGRESI

Dependent Variable: LGTFR Method: Least Squares Date: 01/12/10 Time: 10:21 Sample: 1 33

Included observations: 33

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 8.581030 3.945501 2.174890 0.0386

LGANGHARDUP -0.911164 0.946160 -0.963013 0.3441 LGINDEX -0.590014 0.213812 -2.759494 0.0103 LGPDRBKONS 0.042532 0.046510 0.914466 0.3686 LGURB -0.139553 0.083873 -1.663865 0.1077 LGWANITA -0.519767 0.107240 -4.846775 0.0000 R-squared 0.664037 Mean dependent var 1.033726 Adjusted R-squared 0.601822 S.D. dependent var 0.189423 S.E. of regression 0.119529 Akaike info criterion -1.247555 Sum squared resid 0.385752 Schwarz criterion -0.975463 Log likelihood 26.58466 F-statistic 10.67321 Durbin-Watson stat 1.839270 Prob(F-statistic) 0.000010

CORRELATION MATRIX

C LGANGH

ARDUP LGINDEX LGURB LGWANITA

LGPDRBKON S C 15.56698 -3.478231 -0.125944 0.173769 0.015327 -0.007470 LGAN

GHAR DUP

-3.478231 0.895218 -0.029069 -0.025686 -0.028502 -0.008127 LGIND

EX -0.125944 -0.029069 0.045716 -0.003367 0.011668 0.000749 LGUR

B 0.173769 -0.025686 -0.003367 0.007035 -0.001988 -0.002245 LGWA

NITA 0.015327 -0.028502 0.011668 -0.001988 0.011500 0.000663 LGPD

RBKO NS


(6)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : M. Radifan

NIM : 060501071

Departemen : Ekonomi Pembangunan

Fakultas : Ekonomi

Adalah benar telah membuat skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Fertilitas di Indonesia”, guna memenuhi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, 14 Juni 2010 Yang membuat pernyataan,

( M. Radifan NIM : 060501071