Titik Panas Hotspot TINJAUAN PUSTAKA

ADB 1999 Indonesia menjadi salah satu negara penyumbang emisi karbon dan polutan terbesar di dunia dan kejadian tersebut disebut sebagai kejadian terparah karena besarnya dampak bagi hutan dan emisi yang dihasilkan sangat besar. Emisi karbon yang dihasilkan dari beberapa aktivitas seperti kebakaran hutan, perindustrian dan lain-lain dapat diduga jumlahnya melalui estimasi emisi karbon. Unsur karbon merupakan senyawa yang dominan dalam kebakaran hutan, karena hampir 45 materi kering tumbuhan adalah karbon Hao et al. 1990. Sebagian besar unsur karbon yang teremisikan ke udara dalam bentuk CO 2 , sisanya berbentuk CO, hidrokarbon terutama CH 4 , dan asap. Sulfur akan tertinggal sebagai asap dan sedikit terbentuk menjadi SO 2 dan unsur klorin membentuk senyawa CH 3 Cl Crutzen dan Andreae 1990 dalam Lobert et al. 1990. Asumsi lain untuk penghitungan emisi karbon yaitu dengan menggunakan variasi sebaran Hotspot atau titik api dan satuan jenis lahannya.

2.7 Titik Panas Hotspot

Hotspot sering diidentikkan dengan titik api. Namun dalam kenyataannya tidak semua hotspot mengindikasikan adanya titik api. Istilah hotspot lebih tepat bila bersinonimkan dengan titik panas. Data tentang hotspot tersebut dapat dihimpun melalui satelit MODIS dan dapat digunakan untuk pemantauan secara global. Terlebih lagi, NASA telah membuka akses yang luas bagi para pengguna MODIS di seluruh dunia Andersonet al. 1999 dalam Heryalianto 2006. Hotspot yang digunakan untuk informasi mengenai kebakaran hutan dan lahan salah satunya berasal dari hasil deteksi satelit MODIS. MODIS Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer adalah perangkat yang dimiliki satelit Terra dan Aqua. Orbit satelit Terra adalah di sekitar bumi yang bergerak dari arah utara ke selatan melintasi khatulistiwa di pagi hari, sementara satelit Aqua bergerak dari selatan ke utara di atas khatulistiwa setiap sore hari. Perangkat MODIS menyediakan sensitivitas radiometrik yang tinggi 12 kanal dalam 36 spektral band dengan kisaran panjang gelombang dari 0,4 –14,4µm dengan resolusi spasial yang bervariasi 2 kanal pada 250m, 5 kanal pada 500m dan 29 kanal pada 1km. Alat ini didesain untuk menyediakan pengukuran dalam skala besar termasuk perubahan tutupan bumi oleh awan, radiasi dan peristiwa yang terjadi di laut, di daratan, dan pada tingkat atmosfer terendah.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kebakaran Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai September 2012.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah perangkat komputer dengan perangkat lunak program ArcView GIS 3.3, Microsoft Office, alat tulis. Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sebaran hotspot harian tahun 2000 sampai 2009 dari citra satelit MODIS dari Fire Information Resources Management System FIRMS, peta Sumatra Selatan dan peta penutupan lahan Provinsi Sumatra Selatan dari Round Table on Sustainable Palm Oil RSPO dan data curah hujan Provinsi Sumatra Selatan tahun 2000 sampai 2009 dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika BMKG.

3.3 Analisis data

Tahap analisis data yang dilakukan adalah analisis sebaran titik panas hotspot di Sumatra Selatan tahun 2000‒2009, menghitung luas area kebakaran hutan dan lahan dari tahun 2000‒2009 di Sumatra Selatan dengan mengorelasikan jumlah hotspot, analisis perhitungan estimasi emisi karbondioksida CO 2 yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan di Sumatra Selatan.

3.4 Pengolahan

Data yang sudah diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel. Untuk pengolahan data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3 dan disajikan pada Gambar 2.