BAB IV KONDISI UMUM SUMATRA SELATAN
4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah
Secara geografis Provinsi Sumatra Selatan terletak antara 1 –4
LS dan 102
–106 BT dengan luas daerah seluruhnya 87.017,41 km Gambar 3. Batas
wilayah dari Provinsi Sumatra Selatan yaitu: sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Jambi, sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Bangka Belitung,
sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Lampung, dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Bengkulu.
Gambar 3 Peta Provinsi Sumatra Selatan Rahmah 2012
4.2 Musim
Musim yang terdapat di Sumatra Selatan sama dengan yang terjadi di Indonesia, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Pada bulan Juni sampai
dengan bulan September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada
bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudra Pasifik terjadi musim hujan. Keadaan seperti
itu terjadi setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April sampai dengan Mei dan Oktober sampai dengan November.
4.3 Iklim
Provinsi Sumatra Selatan mempunyai iklim tropis dan basah dengan curah hujan 1.500
–3.200mmtahun rata-rata per bulan 195,8mm. Faktor alam berupa kondisi iklim selama ini memberikan peranan yang besar sebagai faktor pemicu
terjadinya kebakaran hutan dan lahan: a.
Sumatra Selatan sebagai kawasan tropis, memiliki dua musim yang ekstrim antara musim hujan dan kemarau. Pada musim kemarau merupakan periode
rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan meskipun tidak setiap tahun terjadi kemarau panjang.
b.
Terjadinya perubahan cuaca dengan curah hujan rendah yang
berkepanjangan, biasanya berhubungan dengan datangnya El-nino, ini menyebabkan gejala alam yang dipengaruhi oleh perubahan iklim global
.
4.4 Kondisi Penutupan Lahan
Kondisi penutupan lahan berpengaruh besar terhadap potensi kebakaran di suatu daerah. Tipe lahan, luas dan jenis vegetasi penutupnya berkorelasi langsung
dengan besaran penyediaan bahan bakar dan tingkat kemudahan untuk terbakar. Banyaknya lahan-lahan tidur di Sumatra Selatan yang umumnya didominasi jenis
alang-alang dan semak belukar serta adanya kegiatan perambahan dan penebangan liar semakin mempertinggi tingkat resiko kebakaran hutan dan lahan.
Kondisi geomorphologis berupa tipe lahan basah gambut yang cukup luas yang mendominasi 4 daerah kabupaten, yaitu Kabupaten Musi Banyuasin,
Banyuasin, Ogan Ilir dan Ogan Komering Ilir. Selama ini diketahui bahwa lahan gambut mudah terbakar pada saat kering dan menjadi sumber utama terjadinya
kabut asap pada musim kebakaran hutan dan lahan. Tipologi lahan basah gambut yang masih asli dan belum banyak campur
tangan manusia sebenarnya merupakan kawasan yang tidak mudah terbakar, karena intensitas penggenangan air yang lama hampir sepanjang tahun
menjadikan kawasan ini memiliki kelembaban yang tinggi. Namun adanya perubahan keseimbangan ekosistem sebagai akibat pembuatan kanal-kanal besar
untuk pemukiman transmigrasi di sebagian lahan basah gambut di daerah Ogan Komering Ilir, Banyuasin dan Musi Banyuasin, maka cadangan air di areal
tersebut segera terbuang melalui kanal-kanal, sehingga pada musim kemarau
lahan basah ini menjadi kering dan mudah terbakar. Pengusahaan hutan pada hutan rawa gambut oleh HPH juga memberikan kontribusi terhadap perubahan
ekosistem lahan basah tersebut sehingga menjadi ekosistem yang rawan terhadap kebakaran.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN