1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah polisi berasal dari kata Yunani politeia yang berarti warga kota atau pemerintahan kota.
1
Hal tersebut mengindikasikan bahwa ada sekelompok warga tinggal di satu kota yang berperan menjaga stabilitas warga. Di
Indonesia, polisi adalah suatu kelompok orang yang menjadi perangkat negara guna mengatur tata tertib dan hukum di tengah masyarakat. Sebagaimana
tertuang dalam Pasal 2 Undang-undang nomor 2 tahun 2002, fungsi kepolisian adalah sebagai pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Polisi dalam lingkungan pengadilan bertugas
sebagai penyidik. Dalam tugasnya polisi mencari barang bukti, keterangan- keterangan dari berbagai sumber, baik keterangan saksi-saksi maupun
keterangan saksi ahli dalam persidangan. Besarnya peran polisi dalam menjaga stabilitas keamanan di Indonesia
berpotensi bagi terjadinya kekerasan maupun penyalahgunaan kewenangan pada instansi ini. Poin satu pada misi kepolisian dalam situs resmi Polri
menyatakan, polisi melaksanakan deteksi dini melalui kegiatan penyelidikan, pengamanan dan penggalangan.
2
Pada kondisi tersebut, polisi sangat berpotensi melakukan kesalahan dalam mendeteksi pelanggaran. Potensi-potensi
kesalahan polisi dalam menindak hukum inilah yang kemudian memunculkan
1
https:id.wikipedia.orgwikiPolisi. Diakses pada, 24 Februari 2016
2
https:www.polri.go.idtentang-visimisi.php. Diakses pada, 24 Februari 2016
2 asas praduga tak bersalah yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana KUHAP, butir ke-3 huruf c.
Potensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan oleh kepolisian juga dapat dilihat dalam poin tujuh misi kepolisian, yakni
“polisi mengelola secara profesional, transparan, akuntabel dan modern seluruh sumber daya Polri guna
mendukung operasional tugas Polri ”. Poin ini memungkinkan polisi dalam
aktivitas mereka menggunakan seluruh sumber daya Polri baik berupa sumber daya manusia, fasilitas, maupun finansial. Di sini potensi penyalahgunaan
kekuasaan tidak kalah besar. Profesionalisme dan transparansi kerja polisi mestilah diutamakan.
Namun demikian realitas yang hadir di mata masyarakat, masih ada tindakan oknum-oknum polisi yang menyalahi aturan atau bertindak sewenang-
wenang sehingga memunculkan keluhan publik. Munculnya berbagai keluhan publik tersebut pada gilirannya membentuk persepsi negatif tentang polisi.
Sejumlah contoh membuktikan hal itu. Di Jakarta, Senin 26032015, tindakan polisi lalu lintas dalam menindak pengguna kendaraan bermotor
Huandra Limanau, penindakan tidak berjalan wajar. Diawali oleh brigadir Hardiyanto yang mencaci Huandra
“dasar cina”, selanjutnya surat tilang tidak dijelaskan, SIM ditahan, form biru dikosongkan, nama petugas tidak diisi, SIM
harus diambil dimana tidak diinfokan. Huandra pun dipaksa tanda tangan.
3
Contoh kasus lain, di Pangkalan Kerinci, Riau, Senin 1632015, oknum polisi berinisial RS menuduh SY 15 dan RZ 9 telah mencuri di rumah
3
www.republika.co.idberitanasionalhukum150327nlujpm-polisi-sewenangwenang- dan-rasis-ramai-dibicarakan-di-dunia-maya. Diakses pada, 26 Februari 2016
3 tetangganya. RS yang sebelumnya kehilangan laptop dan beberapa barang
berharga lainnya menangkap SY dan RZ lantas memaksa untuk mengaku telah mencuri dengan menodongkan senjata dan berkata akan mencongkel mata SY
jika tidak mengaku.
4
Kasus berikutnya, Aksi pemukulan oleh Briptu Riski anggota Yanma Mabes Polri kepada satpam di selasar Gedung Teratai Rumah Sakit Fatmawati,
Jakarta Selatan, Yudi Setiabudi dan Abdullah, Kamis 1222015. Kejadian berawal saat Briptu Riski hendak meminjam kursi roda untuk salah satu
anggota keluarganya. Kemudian, Yudi Setiabudi meminta Riski untuk meninggalkan kartu identitas KTP. Bukan malah menyerahkan KTP, Briptu
Riski melayangkan pukulan ke wajah Yudi.
5
Dalam kejadian itu, kedua korban mengalami cedera hingga mesti dilakukan perawatan.
6
Namun demikian, di balik realita yang hadir di muka publik, NET. TV sebagai media televisi swasta yang terbilang muda, NET. menghadirkan
inovasi tayangan karya jurnalistik bekerja sama dengan Polri dalam program Net 86. Dalam penyajiannya, Net 86 cenderung menampilkan hal positif dari
sisi polisi. Sesuai dengan hypodermic needle theory yang mengasumsikan bahwa audiens yang secara berkesinambungan disuguhkan realitas bentukan
media massa, lambat laun akan tergiring ke dalam opini media massa tersebut. Hal ini bisa berbahaya karena tayangan itu mampu membentuk opini publik
4
http:www.wartapriangan.comoknum-polisi-ini-seenaknya-todong-anak-remaja-dengan- pistol2742. Diakses pada, 26 Februari 2016
5
http:news.okezone.comread201502143371105698bertindak-sewenang-wenang- anggota-polri-bisa-dipidana. Diakses pada, 26 Februari 2016
6
http:www.merdeka.comperistiwadigebuki-anggota-polri-satpam-rs-fatmawati-pilih- jalur-damai.html. Diakses pada 26 Februari 2016
4 bahwa apa yang Net 86 tampilkan adalah sebuah realitas murni.
Tak terbantahkan dan tak terbendungkan lagi bahwa perkembangan industri siaran televisi sudah sangat pesat perkembangannya, hingga tak
seorang pun mampu membendung laju siaran televisi kecuali dengan mematikan pesawat televisi dan berhenti menonton. Televisi merupakan media
komunikasi modern, yang dalam perkembangannya kini menjadi barang pokok sebab dalam kenyataannya setiap individu mempunyai televisi. Berbeda
dengan era tahun kemerdekaan hingga era tahun 1990-an televisi menjadi barang yang sangat mewah, dapat dibayangkan dalam satu kampung biasanya
hanya ada satu pesawat televisi yang hanya dimiliki oleh seorang Kepala Desa.
7
Ini semua mempunyai dampak positif juga negatif. Dampak positifnya masyarakat bisa mendapat informasi maupun hiburan dengan mudah dan
membuka pintu baru bagi para broadcaster muda yang ingin berkarir di industri pertelevisian. Dampak negatifnya adalah siaran televisi menjadi sangat
tidak terkendali karena hampir semua stasiun televisi menginginkan keuntungan profit dari program acara yang disiarkan. Sehingga bukan lagi
kualitas program acara yang dikejar tetapi hanyalah keuntungan uang semata. Hadirnya beberapa fakta publik tentang kekerasan dan penyalahgunaan
wewenang kepolisian, seolah menggambarkan sisi negatif polisi. Sedangkan NET. secara berkesinambungan menampilkan polisi dalam citra positif ketika
bertugas. Dari latar belakang adanya dissinkronisasi antara realitas sosial dan
7
Anton Mabruri KN, Manajemen Produksi Program Acara TV Format Acara Non-Drama, News,Sport, PT.Grasindo.2013.hlm.4
5 realitas media tersebut, penulis tertarik meneliti masalah terkait dengan judul
penelitian “Konstruksi Realitas Sosial Citra Polisi pada Reality Show Net 86 di NET. TV
”. B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.
Pembatasan Masalah
Didasari keterbatasan penulis dan agar tidak terlalu luas dalam pengelolaan data, penelitian ini dibatasi pada konsep program Net 86 dalam
membentuk citra polisi di stasiun televisi NET. pada 30 Mei hingga 3 Juni 2016.
2. Rumusan Masalah
a. Mengapa Net 86 membentuk citra polisi positif pada stasiun televisi
NET.? b.
Bagaimana Net 86 mengonstruksi realitas media terhadap realitas polisi di masyarakat?
C. Tujuan Penelitian