17 mereka bercampur dengan individu-individu lainnya. Ini karena memang
setiap individu tidaklah dapat membentuk sebuah realitas sosial tanpa ada individu yang lainya. Realitas sosial merupakan keadaan yang sebenarnya
dalam kehidupan masyarakat, namun realitas yang ada tersebut merupakan hasil kreatif masyarakat dengan menggunakan kekuatan kosntruksi sosial
masyarakat. Selain itu juga dalam pandangan ontologi konstruktivis, realitas
merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu.
19
Individu- individu bebas melakukan sesuatu sesuai keinginannya agar terbentuk
sebuah hubungan antara individu dengan individu lain, karena pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa ada orang lain
disekitarnya. Walaupun individu bebas melakukan sesuatu sesuai kreatifitas
masing-masing, namun pastilah mereka memiliki sebuah tujuan yang berguna bagi dirinya atupun masyarakat di sekitarnya. Seperti yang di
jelaskan oleh Max Webber, realitas sosial merupakan perilaku sosial yang memiliki makna subjektif, karena perilaku memiliki tujuan dan motivasi.
2. Konstruksi Media Terhadap Realitas
Media massa dapat berperan dalam mengonstruksi suatu peristiwa untuk membentuk realitas sosial. Pendekatan konstruksi sosial telah menjadi
gagasan penting dan populer dalam ilmu sosial. Menurut Keneth Gergen, konstruksi sosial memusatkan perhatiannya pada proses di mana individu
19
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, Jakarta:Prenada Media Group, h.11
18 menanggapi kejadian di sekitarnya berdasarkan pengalaman mereka.
20
Pandangan konstruktivisme memahami tugas dan fungsi media massa berbanding terbalik dengan pandangan positivisme. Positivisme memandang
media massa sebagai alat penyampai pesan dari komunikator wartawan, jurnalis ke khalayak. Media massa benar-benar merupakan alat netral,
mempunyai tugas utama penyampai pesan, tanpa maksud lain. Jika media menyampaikan suatu peristiwa atau kejadian, memang itulah yang terjadi.
Itulah realitas sebenarnya. Tidak ditambah tidak dikurang. Dalam pandangan konstruktivisme, media massa bukan hanya
menyampaikan pesan, tetapi juga sebagai subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakan. Di sini, media
massa dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas.
21
Dalam pembentukan opini publik, media massa secara umum melakukan tiga kegiatan. Pertama, menggunakan simbol-simbol untuk
memunculkan pengenalan. Kedua, melakukan strategi pengemasan pesan framing, hal ini bertujuan agar pesan yang sampai pada masyarakat sesuai
dengan apa yang media harapkan. Ketiga, melakukan fungsi agenda media untuk menentukan prioritas pesan mana yang disampaikan kepada audiens
media massa tersebut. Pelaksanaan tiga kegiatan tersebut bisa saja terpengaruhi oleh faktor
internal berupa kebijakan redaksional yang didasari keterpihakan pengelola
20
Sasa Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi, Jakarta, Univeritas Terbuka, 2005, h. 83
21
Tonny Bennet, dan James Wollacott, Culture, Society and the Media, London, Methuen, 1982, h. 287
19 media dalam menaik-turunkan tokoh, atau bahkan kelompok, dan berbagai
faktor eksternal seperti tekanan pasar audiens, sistem hukum negara, maupun kekuatan-kekuatan publik lainnya. Dengan demikian, bisa jadi satu
peristiwa mampu menimbulkan opini publik yang berbeda tergantung cara masing-masing media melaksanakan tiga kegiatan tersebut.
22
Khalayak penikmat media maka selayaknya menyadari, bahwa media harus dipandang sebagai hasil konstruksi dari realita-realitas yang dikemas
hingga sedemikian rupa. Pengemasan program atau acara didasari atas konsepsi yang berbeda-beda, sesuai pola pandang dan interaksi pegiat media
dengan realita, kemudian disajikan bagi publik. Dalam dunia politik modern media massa sering menjadi media
pembentuk citra terutama oleh para penguasa, juga menjadi pintu bagi setiap kelompok sosial sebagai jalur propaganda guna mempengaruhi opini
publik.
23
Pembentukan ini dilakukan dengan upaya membangun opini dan karakteristik yang gencar ditampilkan terus-menerus.
B. Teori Citra Frank Jefkins.