Faktor pesaing dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal tersebut dikarenakan nasabah lain sudah banyak yang menggeluti usaha sama.
Sehingga jika nasabah kalah saing dalam merebut konsumen, akan mempengaruhinya dalam mendapatkan keuntungan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa mayoritas penyebab nasabah mengalami wanprestasi yaitu berasal dari faktor eksternal karena jenis pembiayaan yang
diajukan digunakan untuk menambah modal usaha. Tetapi ada juga faktor internal dan juga faktor lingkungan yang menyebabkan hal tersebut. Seperti
kurangnya pengawasan pihak bank atas usaha yang dijalankan nasabah dan juga terjadinya bencana alam yang meluluh lantarkan usaha nasabah.
Dengan adanya faktor yang menyebabkan pembiayaan bermasalah di atas, dapat diketahui akibat yang akan dialami nasabah ataupun pihak bank seperti:
nasabah tidak mampu mengembalikan pembiayaan pada waktu yang ditentukan, bank mengalami kerugian baik financial maupun tenaga akibat
tidak kembalinya dana bank.
B. Analisis Penanganan Pembiayaan Murabahah Bermasalah
1. PT Bank DKI Syariah
Sebelum melihat pada penanganan pembiayaan bermasalah, terlebih dahulu kita melihat pada macam-macam kolektabilitas beserta dengan ciri-
cirinya sebagai berikut:
Tabel 4.9 Kolektabilitas Murabahah
Kolektab ilitas
Pembayaran Prospek usaha dan Kondisi Keuangan Rating
Risk Penanganan
Lancar 1
Tepat waktu Manajemen sangat baik; Perolehan laba tinggi dan stabil; Permodalan kuat;
Likuiditas dan
permodalan kuat;
Pertumbuhan usaha baik; Analisa arus kas menunjukkan kemampuan nasabah
dalam mengembalikan pokok beserta bagi hasilnya baik.
5 very low
risk Pemantauan
usaha pihak
bank agar
tidak terjadi
pembiayaan macet.
Dalam Perhatian
Khusus 2
Terdapat tunggakan
belum sampai
90 hari
Manajemen serta perolehan laba baik tetapi berpotensi menurun; Permodalan,
likuiditas dan modal usaha umumnya baik;
Pertumbuhan usaha
sangat terbatas; Analisa arus kas menunjukkan
nasabah cukup
mampu membayar
pokok beserta bagi hasilnya. 4low
risk Memberikan
surat teguran
bahwa sudah
waktunya membayar
cicilan atau menelfon untuk
memberitahukannya.
Kurang lancar
3 Terdapat
tunggakan lebih dari 90
hari tetapi
Manajemen cukup baik; Perolehan laba rendah; Rasio utang terhadap modal
cukup tinggi; Likuiditas kurang dan modal usaha terbatas; Pertumbuhan
3mode rate
risk Mengunjungi tempat
usaha atau rumah nasabah
untuk menganalisa
data
belum melampaui
180 hari usaha sangat terbatas; Analisa arus kas
menunjukkan nasabah hanya mampu memberikan bagi hasilnya saja.
keuangan atau
kondisi usaha; dan melakukan
upaya penyehatan
seperti restructuring
jika pembiayaan
masih dalam
masa perjanjian.
Tetapi jika sudah berada di
luar masa perjanjian, maka
dilakukan rescedhuling.
Diragukan 4
Terdapat tunggakan
lebih dari
180 hari
tetapi belum melampaui
270 hari Manajemen
kurang berpengalaman;
Perolehan laba sangat kecil; Kerugian operasional dibiayai dengan penjualan
asset; Rasio utang terhadap modal tinggi; Likuiditas sangat rendah; Usaha
nasabah menurun; Analisa arus kas menunjukkan nasabah tidak mampu
memberikan pokok
beserta bagi
hasilnya. 2 high
risk Revitalisasi melalui
restructuring, mengalihkan
pembiayaan dalam
bentuk Qardhul
Hasan.
Macet 5
Terdapat tunggakan
lebih dari
270 hari Manajemen
sangat rendah;
Usaha mengalami
kerugian; Rasio
utang terhadap modal sangat tinggi; Kesulitan
likuiditas; Kelangsungan usaha nasabah diragukan pulih atau kemungkinan
berhenti; Analisa arus kas menunjukkan nasabah tidak mampu menutupi biaya
produksi. 1very
high risk
Mengeksekusi jaminan mengambil
alih jaminan bagi nasabah yang benar-
benar sudah tidak mampu
lagi mengembalikan
pembiayaan; hapus buku; hapus tagih.
Sumber: Wawancara pribadi pihak bank Pada dasarnya, jika nasabah sudah melakukan tunggakan 1 kali, pihak
bank harus mengantisipasi dengan memberikan surat teguran untuk memberitahukan bahwa sudah waktunya membayar angsuran bank atau
memberitahukan melalui telfon. Hal ini dilakukan agar pembiayaan bermasalah dapat diminimalisir. Tetapi jika tunggakan sudah lebih dari 2 kali,
maka pihak bank mengunjungi nasabah secara langsung baik di rumah, kantor ataupun tempat usaha nasabah.
Bagi pembiayaan konsumsi, karena tidak ada jaminan untuk melunasi sisa tunggakan, maka bank meminta asset pribadi nasabah untuk melunasinya
apabila nasabah sudah tidak ada lagi sumber pendapatan lain untuk membayar angsuran bank. Oleh karena itu, pihak bank harus benar-benar menganalisa
kondisi keuangan nasabah terutama tentang slip gaji, keadaan keluarga beserta tanggungannya agar dapat diperhitungkan kemampuan nasabah dalam
mengangsur pembiayaan. Bank dalam memberikan pembiayaan konsumtif ini maksimal 40 besar
cicilannya dari pendapatan nasabah
24
. Selain itu pihak bank harus mengecek pada data Bank Indonesia apakah nasabah memiliki kewajiban dengan pihak
atau bank lain. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir pembiayaan bermasalah.
Untuk menangani masalah pembiayaan bermasalah pada konsumtif, bank tidak melakukan restruktur maupun rescedhul, karena bank tidak memiliki
sumber pendapatan lain selain dari penghasilan gaji bulanannya. Oleh karena itu pihak bank hanya melakukan kunjungan secara intensif kepada nasabah
sampai nasabah melunasinya. Jika nasabah sudah benar-benar tidak mampu lagi mengangsur
pembiayaan, pihak bank meminta asset pribadi nasabah untuk menutupi sisa pembiayaan. Dilihat dari penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah, cara
penanganannya, antara lain: a
Faktor eksternal seperti kenaikan BBM, dana usaha untuk keluarga, pesaing, kondisi ekonomi. Penanganan dilakukan dengan kunjungan.
Restrukturisasi juga dapat dilakukan jika ada kesepakatan kedua belah pihak dengan memperkecil jumlah angsuran bagi pembiayaan yang masih
24
Maryatsyah, Pemimpin Seksi Pemasaran, Wawancara Pribadi, Jakarta, 11 April 2008
dalam masa perjanjian. Jika belum berhasil dapat dilakukan eksekusi jaminan.
b Faktor intern, dilakukan dengan menganalisa data nasabah dengan sebaik-
baiknya terutama kondisi keuangan, keadaan keluarga beserta tanggungannya serta informasi dari berbagai pihak untuk menilai karakter
nasabah dalam memenuhi kewajibannya. Dalam melakukan restrukturisasi maupun rescedhul pembiayaan
produksi, khususnya restruktur ada beberapa risiko yang dihadapi bank diantaranya: dana bank tidak kembali untuk sementara waktu, karena nasabah
tidak sanggup mengembalikan pembiayaan seperti dalam perjanjian tetapi nasabah harus tetap mengembalikan seluruh pembiayaan di akhir masa
perjanjian. Selain itu pihak bank harus lebih kerja keras lagi dalam melakukan
pengawasan terhadap usaha nasabah agar pembayaran tetap lancar. Dan dalam memperoleh keuntungan, bank membutuhkan waktu yang cukup lama
25
. Jika bank melakukan reschedhuling memperpanjang waktu pembayaran,
juga ada risiko yang harus ditanggung berupa makin lama maintenance yang dilakukan pihak bank, maka akan semakin lama pula tindakan bank dalam
melakukan pengawasan atas usaha nasabah. Hal ini perlu dilakukan dengan
25
Ikhwan, Divisi Remedial, Wawancara Pribadi, Jakarta, 11 April 2008
sungguh-sungguh agar bank tidak mengalami kerugian dan nasabah tidak kehilangan pekerjaannya.
Selain itu bank juga harus mengeluarkan biaya yang lebih banyak lagi untuk penambahan waktu tersebut. Seperti biaya administrasi, transport untuk
kunjungan pihak bank ke tempat usaha nasabah dan biaya asuransi jiwa. Karena bank tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan atas nasabahnya.
Dalam restruktur maupun reschedhul, terdapat manfaat bagi kedua belah pihak. Manfaat bagi bank antara lain dengan adanya perpanjangan waktu dan
juga memperkecil jumlah angsuran, maka bank tidak kehilangan dananya dan juga terlaksananya konsep tolong-menolong antara bank dengan nasabah
dalam rangka mengurangi beban nasabah. Sehingga bank tetap dapat menjalani kegiatan operasionalnya. Sedangkan bagi nasabah, tetap dapat
menjalani usaha dan tidak kehilangan pekerjaannya. Dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah ada cara lain yang dapat
ditempuh seperti melalui jalur hukum dan juga pihak ketiga debt collector. Tetapi dalam menangani pembiayaan bermasalah ini Bank DKI Syariah masih
mampu menanggulanginya sendiri tanpa harus menggunakan jalur hukum ataupun pihak ketiga untuk menyelesaikannya.
2. PT BPRS Wakalumi
Apabila diketahui nasabah mulai menunggak 1 kali, pihak bank sudah harus mengantisipasinya agar tidak terjadi penunggakan berikutnya dengan
memberikan surat teguran yang menyatakan sudah waktunya mengangsur
pembiayaan atau menghubungi melalui telfon. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pembiayaan bermasalah.
Jika tunggakan sudah lebih dari 2 kali, pihak bank mengunjungi nasabah secara langsung baik dirumah maupun tempat usaha untuk mengetahui sebab
tunggakan dan kondisi keuangan serta memberikan jalan keluar. Jika hasil musyawarah didapat harus melakukan restruktur, maka pihak
bank harus melakukannya. Restruktur dilakukan jika masa perjanjian belum jatuh tempo dengan memperkecil angsuran per bulannya. Tetapi jika sudah
jatuh tempo, maka dilakukan rescedhuling dengan memperpanjang waktu pembayaran maksimal 1 tahun
26
. Dalam perpanjangan waktu tersebut terdapat risiko bagi pihak bank dan
juga biaya yang harus dikeluarkannya untuk tindakan reschedhuling seperti: maintenance yang dilakukan pihak bank akan lama yang menyebabkan pihak
bank harus bekerja lebih keras lagi; controlling harus lebih intensif lagi; biaya yang dikeluarkan lebih besar lagi seperti biaya admimistrasi dan juga biaya
asuransi terutama asuransi jiwa nasabah. Restrukturisasi dan juga reschudhuling ini diberikan bank untuk
menyelamatkan dana bank agar tetap kembali dan juga membantu nasabah yang sedang kesulitan dalam hal pembayaran yang diberikan bagi nasabah
yang usahanya masih berjalan.
26
Budiyono, Divisi Remedial Pembiayaan, Wawancara Pribadi, Serpong, 31 Mei 2008
Jika wanprestasi disebabkan oleh faktor intern, maka penanganannya dengan memberikan posisi kepada pejabat bank seseorang yang ahli dalam
bidang pembiayaan; membekali dengan pengetahuan dan pengalaman dalam menyalurkan pembiayaan; melengkapi sistem bank untuk melakukan
pemantauan usaha; serta memperbaiki manajemen bank. Jika wanprestasi disebabkan karena faktor ekstern, maka penanganan
dengan melakukan kunjungan dan pemantauan lebih intensif lagi, baik pemantauan melalui kondisi keuangan maupun usahanya.
Dan jika wanprestasi disebabkan karena faktor lingkungan bukan karena faktor intern ataupun ekstern, maka dilakukan pemberian dukungan kepada
nasabah untuk tetap menjalankan usahanya atau mencarikan alternative lain dengan menjalankan usaha yang lain. Tetapi jika usaha masih bisa diperbaiki,
maka dilakukan dengan cara restrukturing. Selain itu untuk menangani wanprestasi juga dapat dilakukan dengan
melihat jenis kolektabilitas masing-masing pembiayaan, seperti: a
Pembiayaan lancar yaitu pembiayaan yang pembayarannya tepat waktu atau terdapat tunggakan kurang dari 3 bulan. Penanganannya dengan
memberikan surat teguran yang atau melalui telfon. Dan melakukan kunjungan ke rumah ataupun tempat usaha.
b Pembiayaan kurang lancar yaitu pembiayaan yang pembayarannya
terdapat tunggakan lebih dari 3 bulan tetapi belum melebihi 6 bulan.
Penanganannya melalui surat teguran, kunjungan ke tempat usaha; melakukan upaya preventif berupa restruktur ataupun reschedhul.
c Pembiayaan diragukan yaitu pembiayaan yang pembayarannya terdapat
tunggakan lebih dari 6 bulan tetapi belum melebihi 12 bulan. Penanganannya dengan kunjungan ke tempat usaha maupun rumah
nasabah; memberikan surat peringatan; melakukan upaya revitalisasi berupa restruktur atau reschedhul.
d Pembiayaan macet yaitu pembiayaan yang pembayarannya terdapat
tunggakan lebih dari 12 bulan. Penanganannya dengan melakukan eksekusi jaminan yaitu penyitaan barang jaminan, yang tentunya cara ini
ditempuh jika cara-cara seperti di atas sudah ditempuh dan tidak berhasil untuk melunasi sisa pembiayaan.
Atau cara ini ditempuh jika nasabah sudah tidak memiliki Iātikad baik untuk mengembalikan pembiayaan tetapi usahanya masih berjalan.
Sebelum melakukan eksekusi jaminan dapat dilakukan tahapan seperti: memberikan surat peringatan SP 1 kepada nasabah yang berisi
penyitaan barang jaminan, sampai batas waktu 2 minggu. Kemudian SP 2 dan SP 3; kemudian setelah ada kesepakatan antara pihak bank dengan
nasabah untuk melakukan penyitaan terhadap barang jaminan, maka hal itupun dilakukan oleh bagian Legal atau remedial hukum setelah
turunnya surat penugasan dari Direksi. Penyitaan barang jaminan ini
merupakan upaya yang sangat kritis dan krusial bagi nasabah yang usahanya sudah koleb.
Jika nilai jaminan lebih kecil dari jumlah pembiayaan, bank meminta kepada nasabah asset lain yang dimilikinya untuk menambah menutupi
sisa yang belum lunas; jika pelunasan dengan asset pun belum menutupi sisa pembiayaan, maka pihak bank mengusulkan kepada Direksi beserta
Komisaris untuk melakukan write off yang sebelumnya harus dirapatkan terlebih dahulu oleh pemegang saham RUPS.
Jika dengan cara itupun belum bisa melunasi sisa pembiayaan, maka dilakukan cara dengan mengajukan perkara tersebut sebagai perkara
perdata ke Basyarnas untuk menyelesaikannya. Cara ini ditempuh pihak bank sebagai langkah alternatif karena belum juga menemukan titik
terang dalam hal jaminan antara bank dengan nasabah
27
. Selain dengan jalur hukum, penyelesaian wanprestasi juga dapat
dilakukan melalui pihak ketiga yang disebut dengan debt collector. Hanya saja BPRS Wakalumi dalam menangani wanprestasi jarang sekali
menggunakan jalur hukum ataupun pihak ketiga. Karena penyelesaian melalui jalur hukum ini memiliki beberapa kendala antara lain: memiliki prosedur
yang pelik atau rumit, karena harus menghadirkan bukti-bukti; biaya yang harus dikeluarkan pihak bank tidak sedikit serta waktu yang terbuang percuma
27
Slamet Ibrohim, Pimpinan Kantor Kas Serpong BPRS Wakalumi, Wawancara Pribadi, Serpong, 31 Mei 2008
hanya untuk mengurusi satu nasabah, padahal masih banyak nasabah yang perlu di perhatikan.
Begitu juga penyelesaian dengan menggunakan pihak ketiga. Meskipun cara ini cepat dan efektif, namun tetap ada kelemahannya antara lain cara
yang digunakan oleh debt collector itu biasanya menggunakan kekerasan, sehingga pihak bank harus mempertanggung jawabkannya di hadapan hukum.
Oleh karena itu BPRS Wakalumi tidak menggunakan jalur hukum ataupun dengan pihak ketiga dalam menyelesaikan masalahnya.
C. Analisis Perbandingan Penanganan Pembiayaan Murabahah Bermasalah