Teori Pembiayaan Bermasalah dan Murabahah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Pembiayaan Bermasalah dan Murabahah

1. Pengertian Pembiayaan dan Pembiayaan Bermasalah Pembiayaan berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Credere yang berarti percaya. Oleh karena itu dasar pemikiran persetujuan pemberian pembiayaan oleh suatu lembaga keuangan kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan 5 . Menurut Undang-Undang No 10 tahun 1998 pasal 1 butir 12, pembiayaan adalah penyediaan barang atau uang tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan pembagian hasil keuntungan 6 . Pembiayaan dalam arti luas artinya financing yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain. Dalam arti sempit, pembiayaan yaitu pendanaan yang dilakukan oleh lembaga keuangan, seperti bank syariah kepada nasabah. 5 Moh Tjoekam, Perkreditan Bisnis Inti Perbankan; Konsep, Teknik dan Kasus, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999, Edisi I, h. 1 6 Faisal Afifi, Strategi dan Operasional Bank, Bandung: Eresco, 1996, h. 88 Jadi yang dimaksud dengan pembiayaan adalah menyediakan dana guna membiayai kebutuhan nasabah yang memerlukannya dan layak memperolehnya 7 . Pembiayaan dalam kamus bahasa Indonesia artinya perbuatan dalam membiayai atau membiayakan sesuatu 8 . Sedangkan pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang berpotensi tidak mampu mengembalikan pembiayaan berdasarkan syarat-syarat yang telah disetujui dan ditetapkan bersama secara tiba-tiba tanpa menunjukkan tanda-tanda terlebih dahulu 9 . Menurut Veithzhal pembiayaan bermasalah berarti pembiayaan yang dalam pelaksanaannya belum mencapai atau memenuhi target yang di inginkan pihak bank seperti pengembalian pokok atau bagi hasil yang bermasalah; pembiayaan yang memiliki kemungkinan timbulnya risiko di kemudian hari bagi bank; pembiayaan yang termasuk golongan perhatian khusus, diragukan dan macet serta golongan lancar yang berpotensi terjadi penunggakan dalam pengembalian 10 . 7 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005, cet III, h. 185 8 W.J.S Porwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1987, cet X, h. 136 9 Rasjim Wiraatmadja,” Solusi Hukum Dalam Menyelesaikan Kredit Bermasalah”, Majalah Info Bank, Jakarta, 1997, h. 41 10 H.Veuthzhal Rivai, dan Andria Permanda Veithzhal,B,ACT, Credit Management Handbook; Teori, Konsep, Prosedur dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir dan Nasabah , Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006, h. 475 2. Prosedur Pemberian Pembiayaan Dalam setiap pemberian pembiayaan diperlukan adanya pertimbangan serta adanya prinsip kehati-hatian agar kepercayaan benar-benar terwujud, sehingga pembiayaan yang diberikan dapat mengenai sasaran dan terjaminnya pengembalian pembiayaan tepat waktu sesuai kesepakatan. Tidak kembalinya pembiayaan yang telah diberikan merupakan salah satu risiko bank dalam penyaluran pembiayaan Risiko tersebut dapat diperkecil dengan melakukan analisa pembiayaan yang tujuannya menilai seberapa besar kemampuan dan kesediaan debitur dalam mengembalikan pembiayaan dan membayar margin keuntungan serta bagi hasilnya. Analisa pembiayaan merupakan salah satu tahapan dalam pemberian pembiayaan. Adapun tahapannya sebagai berikut 11 : a. Persiapan Pembiayaan Financing Preparation adalah kegiatan tahap permulaan dengan maksud saling mengetahui informasi antara calon debitur dengan bank, yang dilakukan melalui wawancara. Seperti syarat pengajuan pembiayaan serta keadaan usaha nasabah. b. Analisa Pembiayaan Financing Analysis merupakan langkah penting untuk realisasi pembiayaan yang bertujuan menilai kelayakan calon debitur, menekan risiko tidak terbayarnya pembiayaan dan menghitung kebutuhan pembiayaan yang layak. Dapat dilakukan melalui pendekatan 11 Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum, Bandung: Alfabeta, 2004, h. 91 seperti: pendekatan jaminan, karakter, kemampuan pelunasan nasabah, studi kelayakan dan fungsi bank. Selain itu dapat dianalisa menggunakan prinsip 5C, yaitu caracter, capacity, capital, condition of economic dan collateral yang berguna untuk memberikan informasi tentang keadaan nasabah 12 . c. Keputusan Pembiayaan Financing Decision, merupakan langkah dari pejabat bank untuk menerima atau menolak pembiayaan yang diajukan. Pemutus pembiayaan adalah seorang pejabat atau komite yang khusus diberi wewenang untuk memutuskan pembiayaan. d. Pelaksanaan dan administrasi pembiayaan Financing Realization and administration. Tahap pelaksanaan pembiayaan merupakan langkah yang ditempuh setelah dilakukan keputusan pembiayaan. Hal ini dilakukan setelah calon debitur mempelajari dan menyetujui isi keputusan pembiayaan. Kemudian kedua belah pihak menanda tangani perjanjian pembiayaan beserta lampirannya. Sedangkan administrasi dilakukan dengan penerimaan keputusan dan penyampaiana kepada debitur 13 . e. Supervisi pembiayaan dan pembinaan debitur Financing Supervision and follow up adalah upaya penanganan pembiayaan yang telah 12 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003, h. 246 13 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Jakarta: Ekonosia, Kampus Fakultas Ekonomi UII, 2004, Edisi I, h. 214 diberikan bank dengan memantau usaha yang dijalankan debitur dan memberikan saran agar pengembaliannya berjalan dengan baik. 3. Macam-Macam Pembiayaan a. Pembiayaan menurut tujuannya, dibagi menjadi: pembiayaan modal kerja, investasi dan konsumtif. b. Pembiayaan menurut jangka waktunya, yaitu: pembiayaan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Jenis pembiayaan pada bank syariah akan diwujudkan dalam bentuk aktiva produktif dan aktiva tidak produktif. Aktiva produktif dialokasikan dalam bentuk pembiayaan sebagai berikut: a. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, meliputi musyarakah dan mudharabah. b. Pembiayaan dengan prinsip sewa, meliputi Ijarah dan IMBT. c. Pembiayaan dengan prinsip jual-beli meliputi murabahah, salam dan istishna’. d. Surat berharga syariah adalah surat bukti investasi berdasarkan prinsip syariah yang lazim diperdagangkan di pasar uang atau pasar modal seperti obligasi syariah, wesel dan lainnya. e. Penempatan adalah penanaman dana bank syariah kepada bank syariah lainnya dalam bentuk giro, tabungan wadiah, deposito berjangka dan bentuk penempatan lainnya berdasarkan prinsip syariah. f. Penyertaan modal sementara adalah penyertaan modal bank syariah dalam perusahaan untuk mengatasi kegagalan pembiayaan. g. Penyertaan modal adalah penanaman dana bank syariah dalam bentuk saham perusahaan yang bergerak di bidang keuangan syariah. h. Transaksi rekening administrasi adalah komitmen dan kontijensi off Balance Sheet berdasarkan prinsip syariah seperti bank garansi, Letter of credit LC dan lainnya. i. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia SWBI adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana jangka pendek dengan pinsip wadi’ah. Sedangkan jenis aktiva tidak produktif dalam bentuk pembiayaan qardh, artinya penyediaan dana yang mewajibkan peminjam hanya membayar pokoknya saja, baik dengan cicilan maupun sekaligus dalam jangka waktu tertentu 14 . 4. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan a. Tujuan pembiayaan, antara lain: memperoleh bagi hasil dari modal yang disimpannya; memperoleh kesejahteraan dari bank yang dikelolanya; membantu mengembangkan usaha; memperoleh barang yang dibutuhkan; mengurangi pengangguran; membiayai pembangunan negara dari penghasilan pajak; dapat meneruskan dan mengembangkan 14 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005, h. 25 usahanya agar tetap survival dan meluas jaringan usahanya, sehingga makin banyak masyarakat yang dapat dilayani. b. Fungsi pembiayaan antara lain: meningkatkan daya guna uang dan barang; meningkatkan peredaran uang; menjaga stabilitas ekonomi; meningkatkan pendapatan nasional; penghubung ekonomi Internasional; menimbulkan kegairahan berusaha dan memperlancar produksi serta konsumsi, sehingga tingkat hidup masyarakat meningkat 15 . 5. Penyebab Pembiayaan Bermasalah a. Kurang mendasari prinsip kehati-hatian yang dapat dilihat dari sikap dan tindakan yang sangat agresif akibat adanya persaingan 16 . b. Rendahnya kemampuan dan ketajaman pihak bank dalam menganalisa data nasabah. c. Lemahnya sistem informasi, pengawasan dan administrasi pembiayaan. d. Campur tangan yang berlebihan dari pemegang saham dalam keputusan pembiayaan. Sehingga menyimpang dari azas pembiayaan yang ada 17 . e. Pengikatan jaminan yang kurang sempurna. 15 Indra Darmawan, SE, Pengantar Uang dan Perbankan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992, cet I, h. 92 16 M Tjoekam, Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersial; Teknik, Konsep dan Kasus, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum, 1999, h. 264 17 Siswanto Sutojo, Mengenai Kredit Bermasalah, Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo, 1997, cet I, h. 22 f. Nasabah mengalami penipuan dalam menjalankan usaha dan juga tidak baik dalam mengelola perusahaan. g. Adanya perubahan peraturan Pemerintah, kondisi dan situasi ekonomi. h. Terjadi bencana alam yang meluluh lantarkan usaha. i. Adanya risiko bisnis yang sulit dielakkan 18 . 6. Upaya Penanganan Pembiayaan Bermasalah a. Sebelum realisasi pembiayaan. Dalam tahap ini berdasarkan persetujuan nasabah, bank melakukan penutupan atau pengikatan asuransi. Hal ini dilakukan untuk mencegah pembiayaan bermasalah. b. Setelah realisasi pembiayaan. Bagi bank pencairan pembiayaan merupakan episode terakhir dari permohonan nasabah yang selanjutnya merupakan awal pemantauan pembiayaan. Dalam tahap ini pencairan dana di arahkan untuk usaha yang disebutkan dalam pengajuan pembiayaan agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan dana pembiayaan. 7. Pengertian Murabahah Menurut istilah fiqh, murabahah adalah bentuk jual-beli barang dengan tambahan harga atas harga pembelian yang pertama secara jujur. Penjual 18 Drs H Malayu SP Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001, h. 106 harus memberi tahukan harga pokok yang dibeli dengan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan 19 . 8. Rukun dan Syarat Murabahah Dalam praktek perbankan syariah, murabahah disamakan dengan praktek jual-beli. Sehingga rukun dan syaratnya sama dengan jual-beli. Menurut jumhur rukun jual-beli antara lain: a. Ada orang yang berakad. Dalam hal ini adanya penjual dan pembeli dengan syarat antara lain: baligh dan berakal serta orang yang berakad adalah orang yang berbeda. Artinya sesorang tidak boleh bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus pembeli. b. Ada lafal ijab dan qabul dengan syarat: qabul sesuai dengan ijab dan ijab qabul dilakukan dalam satu tempat. Artinya kedua belah pihak dalam melakukan transaksi jual-beli berada dalam satu tempat dan membicarakan hal yang sama. c. Ada barang yang diperjual belikan, dengan syarat: barang yang diperjual-belikan milik penjual; dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia; barang yang diperjual-belikan ada pada saat akad atau tidak ada tetapi penjual sanggup untuk mengadakan barang tersebut. d. Ada nilai tukar pengganti barang harga barang 20 . 19 Muhammad Rifa’I, Konsep Perbankan Syariah, Semarang: CV Wicaksana, 2002, h. 61 20 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000, cet I, h.115 Para ulama fiqh membedakan nilai tukar ini ke dalam dua macam yaitu as-saman dan as-si’r. As-saman artinya harga pasar yang berlaku di tengah masyarakat secara aktual. Sedangkan as-si’r artinya modal barang yang seharusnya diterima pedagang sebelum dijual kepada konsumen. Adapun syaratnya antara lain: harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas; dapat diserahkan pada waktu akad. Jika harga barang dibayar dikemudian hari, maka harus jelas waktu pembayarannya; jika jual-beli dilakukan dengan tukar barang barter, maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan syara’. 9. Landasan Hukum Murabahah a. Terdapat dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi: ﺏ Artinya :”……dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba ….QS Al-Baqarah: 275 Dan juga dalam QS An-Nisa ayat 29 yang berbunyi: ﺏ ﺏ ی ی ی + , , -. 0 1 ﺏ , 2 ,. 34ﻥ 67 89 Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu ”QS An- Nisa: 29 b. Al-Hadits yang artinya: Dari Rafi’ Bahwasanya Rasulullah SAW ditanya: Pekerjaan apakah yang paling baik? Rasulullah menjawab:”Pekerjaan orang yang dengan tangannya sendiri dan semua jual-beli yang mabrur”. Riwayat Al Bazar dan Dishahihkan oleh Al-Hakim 21 . Ada juga hadits riwayat Aisyah r.a “Bahwa ketika Rasulullah SAW ingin hijrah, Abu Bakar membeli dua ekor unta, kemudian Rasulullah berkata serahkan salah satunya untukku dengan harga yang sepandan. Abu Bakar menjawab:”ya ini untukmu tanpa sesuatu apapun, kemudian Rasulullah mengatakan kalau tanpa harga jual tsaman, maka tidak jadi saya ambil” .HR Bukhari dan Ahmad c. Ijma Ulama, Menurut Abdullah Saeed mengatakan bahwa Al-Quran tidak membuat acuan langsung berkenaan dengan murabahah, walaupun tidak ada acuan didalamnya tentang menjual, keuntungan, kerugian dan perdagangan. Demikian juga tidak ada hadits yang memiliki acuan langsung kepada murabahah. Para ahli hukum harus membenarkan murabahah berdasarkan landasan lain. 10. Jenis-Jenis Murabahah a. Murabahah Konsumtif Multiguna MKM. b. Murabahah Konsumtif Rumah MKR. c. Murabahah Konsumtif Kendaraan MKK. 11. Tujuan dan Manfaat Murabahah a. Tujuan murabahah bagi bank antara lain: meningkatkan peranan bank syariah dan pelayanan serta prosedur yang lebih sederhana tanpa menghilangkan prinsip kehati-hatian; meningkatkan pendapatan bank; 21 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughu al Maram min Adilah al-Ahkam, Beirut: Muassasah al- Royan, 2000, h.158 menolong nasabah yang tidak memiliki keuangan cukup untuk pembayaran tunai. Sedangkan tujuan bagi nasabah yaitu: mencari pembiayaan untuk pemenuhan pengadaan asset atau modal usaha; mencari pengalaman dalam berhubungan dengan bank; nasabah melakukan pembelian barang dengan pembayaran ditangguhkan. b. Manfaat murabahah bagi bank antara lain: memperoleh keuntungan dari selisih harga jual dengan harga beli barang tersebut; memiliki sistem yang sangat sederhana, sehingga memudahkan administrasinya. Sedangkan manfaat bagi nasabah yaitu: menambah modal usaha; memperoleh sarana produksi secara terus menerus; meningkatkan pendapatan yang diperoleh sebagai akibat dari pertambahan modal tersebut.

B. Hasil Penelitian Terdahulu