Tantangan Pembangunan dan Indikator Pembangunan

yang pertama paling banyak disebutkan dalam ayat al- Qur‟an. Kata fakir dijumpa dalam al- Qur‟an sebanyak 12 kali dan kata miskin disebut sebanyak 25 kali, yang masing-masing digunakan untuk pengertian yang hampir sama. 37 b. Ketimpangan Ketimpangan dibagi menjadi dua, ketimpangan pendapatan dan ketimpangan pembangunan antar daerah. Ketimpangan pendapatan adalah kesenjangan dalam distribusi pendapatan antara antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi masyarakat dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Sedangkan penyebab ketimpangan pembangunan antar daerah adalah konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu, misalnya di Indonesia pembangunan lebih terpusat di pulau jawa tepatnya Jakarta. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi yang rendah cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah. c. Pengangguran Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan 37 M Amin Abdullah, Usaha Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional Ditinjau dari Agama, diakses dari www.aminabd.wordpress.com diakses pada tanggal 23 Maret 2014 pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah- masalah sosial lainnya. Tingkat pengangguran yang terlal u tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehi ngga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia , dikenal istilah “ pengangguran terse lubung” di mana pekerjaan yang s emestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang. Jumlah pengangguran biasanya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk serta tidak did ukung oleh tersedianya lapangan kerja baru atau keengganan untuk menciptakan lapanga n kerja minimal untuk dirinya sendiri atau memang tidak memungkinkan untuk mendap atkan lapangan kerja atau tidak memungkinkan untuk menciptakan lapangan kerja. Sebenarnya, kalau seseorang menciptakan lapangan kerja, menciptakan lapangan kerja minimal untuk diri sendiri akan berdampak positif untuk orang lain juga, misalnya dari sebagian hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk membantu orang lain walau sedikit saja. 38 d. Degradasi Lingkungan Degradasi lingkungan dapat diartikan sebagai penurunan kualitas lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan pembangunan yang dicirikan oleh tidak berfungsinya secara baik komponen-komponen lingkungan sebagaimana mestinya. Degradasi lingkungan pada dasarnya disebabkan oleh adanya intervensi atau campur tangan manusia yang berlebihan terhadap keberadaan lingkungan secara alamiah. Akibat dari degradasi lingkungan adalah menurunnya kemampuan alam untuk menyediakan bahan pemenuh kebutuhan manusia. Beberapa bencana alam seperti banjir, longsor, dan kebakaran hutan merupakan hasil secara tidak langsung dari aktivitas manusia sehingga dampaknya bisa disebut sebagai degradasi lahan. Degradasi lahan memiliki dampak terhadap produktivitas pertanian, menurunnya kualitas air, kualitas lingkungan, dan memiliki efek terhadap ketahanan pangan. e. Kerusakan Moral Ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dimanfaatkan oleh manusia secara positif-konstruktif maupun secara negative-destruktif tergantung kepada moral dan mental manusia Bintarto, 1994:39 yang berperan sebagai pencipta, pengembang, dan penggunanya, dalam bahasa Djuretna 38 http:id.wikipedia.orgwikiPengangguran, diakses pada tanggal 2 Aprlil 2014 A Iman Muhni ilmu pengetahuan dan teknologi selalu terkait dengan pemilik dan pemakainya yakni manusia yang sering tidak mampu mengendalikan nafsu serakahnya sendiri dalam artian moral. 39 Hal serupa terjadi dalam pembangunan, meskipun bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran seluruh lapisan masyarakat, namun jika tidak ada landasan moral maka akan menimbulkan masalah yang baru. Walaupun jarang dibahas terutama dalam ekonomi pembangunan konvensional, kerusakan moral sesungguhnya memiliki pengaruh yang kuat dalam pembangunan jangka panjang. Masyarakat yang tidak memiliki pegangan nilai moral yang benar maka akan mengalami degradasi peradaban. Misalnya, dalam sistem kapitalis persaingan menjadi pemicu utama pertumbuhan ekonomi yang berakibat pada timbulnya individualism. Pembangunan yang mengabaikan moral berakibat pada rusaknya generasi sebagaimana menurut professor Thomas Lickona dari Cortland University dengan cirri-ciri 1 meningkatnya kekerasan dikalangan remaja, 2 penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, 3 pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan, 4 meningkatnya perilaku yang merusak diri, seperti narkoba, sex bebas, dan alkohol, 5 semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, 6 penurunan etos kerja, 7 semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua 39 Siti Syamsiyatun dan Nihayatul Wafiroh, ed., Filsafat, Etika, dan Kearifan Lokal untuk Kontruksi Moral Bangsa, Geneva: Globalethics.net 2013 hal. 42 dan guru, 8 rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, 9 ketidak jujuran yang telah begitu membudaya, 10 adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama. 40

2. Indikator Pembangunan

Pada dasarnya arti dari pembangunan sebagaimana diungkapkan oleh Ginandjar Kartasasmita adalah suatu proses perubahan kearah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana. Untuk mengetahui apakah upaya-upaya yang dilakukan telah sesuai dengan rencana, maka diperlukan sebuah ukuran indikator. Walaupun masing- masing negara memiliki kebutuhan berbeda dalam melaksanakan pembanguanan, namun pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, maka indikator-indikator pembangunan secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu indikator ekonomi dan indikator sosial. Indikator ekonomi terdiri dari; a. Pendapatan Perkapita Pendapatan perkapita baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan salah satu indikaor makro-ekonomi yang telah lama digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif makroekonomi, indikator ini merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur, sehingga dapat menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. 40 Siti Syamsiyatun dan Nihayatul Wafiroh, ed., Filsafat, Etika, dan Kearifan Lokal untuk Kontruksi Moral Bangsa, Geneva: Globalethics.net 2013 hal. 45 Tampaknya pendapatan per kapita telah menjadi indikator makroekonomi yang tidak bisa diabaikan, walaupun memiliki beberapa kelemahan. Sehingga pertumbuhan pendapatan nasional, selama ini, telah dijadikan tujuan pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Seolah-olah ada asumsi bahwa kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara otomatis ditunjukkan oleh adanya peningkatan pendapatan nasional pertumbuhan ekonomi.Walaupun demikian, beberapa ahli menganggap penggunaan indikator ini mengabaikan pola distribusi pendapatan nasional. Indikator ini tidak mengukur distribusi pendapatan dan pemerataan kesejahteraan, termasuk pemerataan akses terhadap sumber daya ekonomi. 41 b. Perubahan Struktural yang Tinggi Perubahan struktural dalam perubahan ekonomi modern mencangkup peralihan dari kegiatan pertanian ke nonpertanian, dari industry ke jasa, peru bahan dalam skala unit-unit produktif. 42 Pergeseran intersektoral ini dibarengi dengan pertumbuhan dalam skala perusahaan, dan terjadi perubahan bentuk organisasi dalam sektor seperti manufakturing atau perdagangan, yaitu dari perusahaan kecil tidak berbadan hukum menjadi unit usaha yang besar dengan struktur industri dan teknologi yang berubah cepat. Adapula perubahan yang terjadi dengan cepat, yaitu dalam alokasi produk yang terjadi di antara 41 http:www.scribd.comdoc56431323Teori-Dan-Indikator-Pembangunan diakses tanggal 13 Februari 2014 42 M.L Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada2004 hal. 60 berbagai perusahaan produksi dalam segala bentuk dan ukurannya. Akibantnya terjadi juga perubahan dalam alokasi tenaga kerja. 43 c. Urbanisasi Pertumbuhan ekonomi modern juga ditandai dengan semakin banyaknya perpindahan penduduk dari desa ke perkotaan akibat dari perkembangan industrialisasi di kota. Urbanisasi mempersatukan orang-orang dari berbagai asal maupun latar belakang. Interaksi di perkotaan menuntut mereka untuk saling belajar dan bekerja sama. Perubahan juga terjadi pada angka kelahiran dan bergeser kearah keluarga kecil, selain itu hal ini juga menciptakan iklim bagi tumbuhnya kegiatan intelektual. Sementara menurut Simon Kuznet, urbanisasi mempengaruhi tingkat pengeluaran konsumen melalui tiga cara. Pertama, menghasilkan pembagian kerja dan spesialisasi yang makin meningkat, serta meningkatnya usaha dari rumah tangga. Kedua, meningkatnya harga kebutuhan pokok. Ketiga, berlakunya demonstration effect kehidupan kota mendorong pengeluaran para urban meningkat. 44 d. Tingkat Tabungan Meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat memungkinkan masyarakat untuk menyisihkan sebagian pendapatannya untuk ditabung. Dengan meningkatnya jumlah tabungan ini maka ketersediaan modal usaha 43 M.L Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada2004 hal. 61 44 M.L Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada2004 hal. 62 semakin meningkat, dengan meningkatnya modal maka jumlah usaha baru akan meningkat yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kapasitas produksi. Keberhasilan pembangunan yang ditunjukkan oleh kinerja indikator ekonomi tidak sepenuhnya menjamin bahwa pembangunan itu telah berhasil. Misalnya peningkatan pendapatan tanpa disertai pemerataan pendapatan, akhirnya akan menghambat kenaikan pendapatan sebagai akibat menurunnya semangat kerja dan sangat mungkin juga karena meningkatnya ketegangan- ketegangan sosial. 45 Pembangunan yang hanya mengutamakan pertumbuhan fisik tanpa mempertimbangkan nilai-nilai terbukti telah gagal. Oleh sebab itu para ilmuwan mencoba mengembalikan akan pentingnya nilai dan etika dalam pembangunan. salah satu pendapat yaitu dari Goulet 1995 “Etika menempatkan konsep pembangunan dalam kerangka kerja yang luas dimana pembangunan pada akhirnya berarti kualitas hidup dan kemajuan masyarakat melalui nilai-nilai yang diekpresikan dalam berbagai budaya. Ini adalah tujuan utama untuk menciptakan kesempatan manusia untuk hidup seutuhnya sebagai manusia sejati. 46 45 Mustopadidjaja AR, Perannya Sekitar10 Januari 1966: Landasan Perekonomian Orde Baru, dalam “Kesan Para Sahabat Untuk Widjojo Nitisastro” Editor Moh. Arsyad Anwar dkk. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara2007 hal 78 46 Humayon A Dar and Saidat F. Otiti, Construction of an Ethics-augmented Human Development Index with a Particular Reference to the OIC Member Countries, Economics Research Paper no. 02-14: Loughborough University 2002 hal. 4 Oleh karena itu dalam Islam indikator sosial menjadi prioritas utama tentunya dengan tidak mengesampingkan indikator ekonomi. Walaupun pembangunan dengan perspektif pembangunan manusia relative baru, gagasan tentang kehidupan yang lebih baik sebenarnya adalah tema-tema ulangan dari filsuf muslim awal, misalnya Al-Ghazali dan Ibn Khaldun. 47 Pada umumnya indikator sosial dinyatakan dalam indeks-indeks yang meliputi Phisical Quality of Life Index PQLI atau Indeks Mutu Kidup dan Human Development Index HDI atau Indek Pembangunan Manusia. 1 Phisical Quality of Life Index PQLI atau Indeks Mutu Kidup mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat dengan menggabungkan tiga komponen penting yaitu; harapan hidup pada umur 1 tahun, angka kematian, dan tingkat melek huruf. Untuk masing-masing indikator, kinerja ekonomi suatu negara dinyatakan dalam skala 1 hingga 100, di mana 1 merupakan kinerja ekonomi terendah, sedangkan 100 adalah kinerja ekonomi tertinggi. 48 2 Human Development Index HDI atau Indek Pembangunan Manusia adalah program UNDP untuk menganalisis perbandingan status pembangunan sosial ekonomi di berbagai negara. UNDP mengeluarkan laporan ini setiap tahunnya berupa Human Development Report. 47 Ibid. hal. 7 48 Mudrajat Kuncoro, Ph.D, Dasar-dasar: Ekonomika PembanguanEdisi 5, Yogyakarta : UPP STIM YKPN2010 hal.19 Komponen dalam HDI meliputi, angka harapan hidup, literasi, dan pendapatan perkapita riil. Visi pembangunan dalam Islam adalah keseimbangan antara dunia dan akhirat, dengan menjadikan nilai-nilai ajaran ilahi sebagai fondasi dengan tujuan akhirnya adalah tercapainya maqashid syari‟ah. Maqashid syariah terdiri dari lima elemen yang sangat penting yang terdiri dari hifz ad-din menjaga keimanan, hifz an-nafs menjaga jiwa, hifz al-aql menjaga akal, hifz an-nasl menjaga keturunan, dan hifz al-mal menjaga harta. Untuk mengukur pencapain maqashid syari‟ah Humayon A Dar dan Saidat F. Otiti membuat sebuah terobosan dengan memasukkan indikator- indikator ekonomi dan non-ekonomi kedalam unsur-unsur maqashid syari‟ah misalnya faktor hifz ad-din menjaga keimanan diukur dengan menggunakan indeks kepercayaan, hifz an-nafs menjaga jiwa dapat diukur dengan Angka Harapan Hidup, hifz al-aql menjaga akal diukur menggunakan Indeks Pendidikan hifz an-nasl menjaga keturunan dapat diukur dengan Indeks Nilai Keluarga dan Emisi Karbon.

BAB III Rekonstruksi Pemikiran Para Tokoh Mengenai Pembangunan Ekonomi

A. Al-Ghazali

1. Profil Al-Ghazali Lahir pada tanggal 14 Jumadil Akhir 450 18 Desember 1058 M di kota Thusi sebuah kota kecil di Khurasan sekarang Iran. Nama lengkapnya adalah Abu Hamid al-Ghazâli Muhammad ibn Muhammad al- Ghazâli al- Thusi. Al-Ghazali hidup pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, tepat pada saat kekuasaan Dinasti Saljuk. Ia hidup ditengah berbagai masalah yang sedang dialami umat Islam. Pada masa al-Ghazâli, tidak saja terjadi disintegrasi umat Islam di bidang politik, melainkan juga di bidang sosial-keagamaan. Umat Islam ketika itu terpilah-pilah dalam beberapa golongan mazhab fiqh dan aliran kalam yang masing-masing tokoh ulamanya dengan sadar menanamkan fanatisrne golongan kepada umat. Sebenarnya tindakan serupa juga diperankan oleh pihak penguasa. Setiap penguasa menanamkan pahamnya kepada rakyat dengan segala daya upaya, bahkan dengan cara kekerasan. Sebagai contoh, apa yang dilakukan oleh Al-Kundury, Perdana Menteri Dinasti Saljuk pertam a yang beraliran Mu‟tazilah sehingga mazhab dan aliran lainnya seperti mazhab Syifi‟i dan Asy‟ari menjadi tertekan, bahkan banyak korban dan tokoh-tokohnya. 49 Ayah Al-Ghazali wafat ketika ia masih kecil, sehingga untuk pendidikan formal diperolehnya di Madrasah setelah dianjurkan oleh para sufi yang mengasuhnya, karena ia tidak mampu lagi memenuhi kebutuhannya sendiri. Ia belajar fiqh dari Ahmad Ibnu Muhammad ar- Razkan at-Thusi di Thus dan tasawwuf dari Yusuf an- Nasaj, kemudian hinggà 470 H. Al-Ghazali, belajar ilmu-ilmu dasar yang lain, termasuk bahasa Persia dan Arab pada Nasr al-Ismâil di Jurjin. Pada usia 20 tahun telah menguasai beberapa ilmu-ilmu dasar dan dua bahasa pokok yang lazim dipergunakan oleh masyarakat ilmiah ketika itu, sehingga dua bahasa ini mengantarkan dalam memahami buku-buku ilmiah secara otodidak. Tahun 473 H. Al- Ghazâli pergi ke Naizabur untuk belajar di Madrasah an- Nizamiah, ketika itu Imam al-Haramain Diya ad-Din al-Juwaini 478 H. bertindak sebagai kepala dan tenaga pengajar di sana. 50 2. Pemikiran Al-Ghazali Walaupun Al-Ghazali lebih dikenal sebagai tokoh sufi yang termashur, namun tidak sedikit karya-karyanya yang membahas tentang masalah-masalah yang terjadi ditengah masyarakat, diantaranya masalah ekonomi. Pemikiran Al-Ghazali mengenai ekonomi boleh dikatakan 49 H. Hadi Mutamam, “Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali dan Metode Ijtihadnya dalam Al- Muatashfa”, Mazahib, vol. IX. No. 1, Juni 2007. Hal 13 50 ibid