Ibn Khaldun Rekonstruksi Pemikiran Para Tokoh Mengenai Pembangunan Ekonomi

Ibn Khaldun dilahirkan di Tunisia pada awal bulan Ramadhan 732 H 27 Mei 1332. Nama lengkapnya adalah Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin Ibn Khaldun. Abdurrahman adalah nama kecilnya dan Abu Zaid adalah nama panggilan keluarganya, sedangkan Waliuddin adalah gelar yang diberikan kepadanya sewaktu ia menjabat sebagai qadhi‟ di Mesir. Selanjutnya ia lebih popular dengan sebutan Ibn Khaldun. 64 Masa kanak-kanak sampai remaja Ibn Khaldun dihabiskan di Tunisia sampai usianya 18 tahun 1332 M - 1350 M. Ibn Khaldun sejak kecil mendapat pendidikan langsung dari ayahnya sendiri. Muhammad ibn Muhammad adalah ayah Ibn Khaldun yang tak lain adalah seorang yang tinggi ilmunya. Ibn Khaldun merasakan pendidikan langsung dari ayahnya tidak lama karena ayahnya meninggal dunia pada tahun 1349. Ibn Khaldun adalah pemuda yang sangat berbakat dan bersemangat untuk menuntut ilmu, Ia belajar membaca dan menghafal Al- Qur‟an dan fasih dalam Qir ‟ t sab‟ah tujuh cara membaca Al-Qur‟an. Ia juga memperlihatkan perhatian yang seimbang antara mata pelajaran tafsir, hadist, fiqh, gramatika bahasa Arab 65 , ia juga mempelajari ilmu-ilmu aqliyah seperti filsafat, tasawuf, dan metafisika. Selain itu ia juga tertarik pada ilmu politik, sejarah, ekonomi, 64 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Depok : Gramata 2010 hal. 225 65 Maryam, “Kontribusi Ibn Khaldun dalam Histografi Islam”, Thaqafiyyat, vol. 13, no. 1, juni 2012 hal. 207 geografi, fisika, dan matematika. Dalam semua bidang studinya, ia mendapat nilai yang sangat memuaskan dari guru-gurunya. 66 Ketika Ibn Khaldun berumur delapan belas tahun, terjadi dua peristiwa penting yang menyebabkannya berhenti belajar. Pertama, berkecamuknya wabah kolera pes tahun 747 H 1345 M di bagian besar belahan dunia bagian timur dan bagian barat, yang meliputi negara-negara Islam dari Samarkand hingga Maghribi, Italia, dan sebagian besar negara-negara Eropa dan Andalusia. Wabah kolera ini menimbulkan banyak korban jiwa. Di antaranya adalah ayah dan ibu Ibn Khaldun dan sebagian besar guru yang pernah mengajarnya. Kedua, setelah terjadinya malapetaka tersebut, banyak ilmuwan dan budayawan yang selamat dari wabah itu pada tahun 750 H 1348 M berbondong-bondong meninggalkan Tunisia dan berpindah ke Afrika Barat Laut. Dengan terjadinya dua peristiwa ini jalan pemikiran Ibn Khaldun berubah. Ia terpaksa berhenti belajar dan mengalihkan perhatiannya pada upaya mendapatkan tempat dalam pemerintahan dan peran dalam percaturan politik di wilayah itu. 67 Karier politik Ibn Khaldun dimulai dengan mengabdi kepada pemerintah Abu Muhammad ibn Tafrakin pada tahun 751 H 1349 M. Pada pemerintahan ini, Ibn Khaldun menduduki jabatan sebagai penulis kata-kata al- hamdulillāh dan al-shukrulillāh dengan pena serta tulisan basmalah yang mengawali surat atau instruksi. Jabatan ini 66 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Depok : Gramata 2010 hal. 226 67 Maryam, “Kontribusi Ibn Khaldun dalam Histografi Islam”, Thaqafiyyat, vol. 13, no. 1, juni 2012 hal. 208 membutuhkan suatu keahlian di bidang mengarang sehingga rangkaian kata-kata syukur dan isi surat dapat terpadu menjadi satu kesatuan tulisan yang serasi. 68 Jabatan sebagai juru tulis tidak berlangsung lama karena adanya pergolakan politik. Pada tahun 753 H 1351 M Amir Qusanthinah yang tak lain adalah cucu dari Sultan Abu Yahya al-Hafsi penguasa sebelumnya, menyerang Tunisia dan merebut kembali kekuasaanya. Ibn Khaldun menyelamatkan diri berpindah ke Baskarah sebuah kota di Aljazair. Ibn Khaldun mendapatkan sambutan yang hangat di Baskarah selain itu ia juga diangkat menjadi anggota majelis ilmu pengetahuan di Fez atau sekarang dikenal dengan Maroko. Tak lama kemudian ia diangkat menjadi sekretaris sultan. Namun, jabatanya tidak sampai berumur 2 tahun ia harus menghadapi tuduhan bersekongkol dengan salah seorang lawan politik sultan. Sehingga ia dijebloskan ke penjara selama 2 tahun. Ibn Khaldun bebas setelah meninggalnya sultan, namanya direhabilitasi dan mendapat beberapa jabatan penting, ia diangkat menjadi sekretaris negara dan urusan hukum. Lagi-lagi karena kondisi politik yang tidak stabil mengharuskan ia pindah ke Granada di Andalusia. Di Granada ia diangkat oleh Sultan Bani Amhar menjadi duta kerajaan di Castilla, sebuah kerajaan Kristen di Seville. 69 68 Ibid, hal. 208 69 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Depok : Gramata 2010 hal.227 Ibn Khaldun selama karir politiknya berada dalam keadaan politik yang tidak stabil, pergantian rezim yang berulang-ulang mengharuskan ia berpindah- pindah tempat. Dari Fez ke Granada kemudian ia kembali lagi ke Basrah, untuk dua kalinya ia juga harus kembali ke Granada namun karena rezim tidak menginginkannya ia harus kembali ke Maghribi. Setelah berbagai pergolakan politik yang dialaminya ia berjanji untuk berhenti dari dunia politik. Ibn Khaldun kemudian fokus untuk menulis buku dan mengajar di Universitas Al- Azhar. 2. Pemikiran Ibn Khaldun Asal usul teori pertumbuhan atau pembangunan ekonomi menurut Boulakia dan Desomogyi ditelusuri oleh Ibn Khaldun. Khaldun mendahului pemikiran Adam Smith dalam hal teori pembagian tenaga kerja, Karl Marx tentang tenaga kerja yang diperlukan dan surplus tenaga kerja, serta teori David Ricardo yang menjadikan emas dan perak sebagai ukuran baku dan sebagai komoditas. Meskipun pemikiran Ibn Khaldun tidak sejelas Marx dan Ricardo. Namun, konsep-konsep utama ekonomi yang sudah ia bahas meliputi; nilai, pertumbuhan, distribusi, pembangunan, uang, harga, keuangan public, siklus bisnis, sewa, manfaat perdagangan dan ekonomi politik. 70 Pemikiran Ibn Khaldun yang berkaitan dengan pembangunan dapat kita temukan pada maha karyanya yakni Muqaddimah. Buku Ibn Khaldun 70 Mohammad Tahir Sabit Haji Mohammad, Ph.D., Principles of Sustainable Development in Ibn Khaldun‟s Economic Thought, Malaysia Journal of Real Estate, Vol. 5 No. 1 tahun 2010. Hal 5 dinamakan Muqaddimah karena memang merupakan landasan teoretis tentang sejarah termasuk di dalamnya dasar ilmu-ilmu sosial yang dia tulis menjadi buku yang jauh lebih besar dan berjilid-jilid, berjudul Kitâb Al- „Ibar. Kata Al- „Ibar bisa berasosiasi dengan kata-kata pinjaman dari bahasa Arab, yaitu ibarat, atau mengambil tamsil pelajaran yang tersembunyi. Jadi, Kitâb Al- „Ibar berarti kitab yang mengambil pelajaran-pelajaran dari sejarah bangsa Arab dan bangsa Barbar. 71 Pembahasan mengenai pembangunan termasuk tema yang penting dalam karyanya. Istilah pembangunan dalam karyanya mengacu pada istilah „umran al-„alam atau memakmurkan dunia. Istilah „umran al-„alam dibentuk dari tiga komponen yaitu; sejarah tarikh, kerjasama masyarakat al-ijtima` al- insani dan alam semesta al-kawn. Ada juga pendapat yang lain membaginya menjadi tiga komponen, yaitu manusia insan, kehidupan al-hayat dan alam al-kawn Muhamad Sa`id Ramadan al-Buti, 1998: 19-20. Ketiga-tiga komponen ini berinteraksi antara satu dengan lainnya dalam masyarakat yang digerakkan oleh semangat persaudaraan solidaritas atau ashabiyah sehingga melahirkan negara dawlah dan kemakmuran „umran. Di atas kaidah inilah Ibn Khaldun mendefinisikan „umran, sebagaimana yang dinyatakan oleh al- Jabri, yaitu: “Suatu fenomena sosial yang digerakkan oleh sekumpulan masyarakat yang bekerjasamabermufakat di kawasan kota atau desa dalam 71 Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, Jakarta : Yayasan Abad Demokrasi2011 Edisi Digital, Hal. 2126 sebuah negara yang berdaulat dan berpengaruh bagi tujuan memenuhi keperluan hidup yang menyenangkan dan makmur baik dari segi rohani atau jasmani yang dipandu dengan agama dan akhlak serta hukum dan peraturan penciptaan alam s erta manusia ciptaan Allah Ta`ala.” 72 Sebelum membahas mengenai teori pembangunan Ibn Khaldun terlebih dahulu kita harus mengetahui spirit dari teori pembangunan Ibn Khaldun yang terdapat dalam konsep asabiyyah. Asabiyyah merupakan faktor ynag dominan penentu dari bangkit dan runtuhnya suatu negara. Kata asabiyyah dalam perkembangannya dimaknai sebagai “empati kelompok”, “solidaritas persaudaraan”, dan “kesadaran kelompok”. Walaupun kata asabiyyah dimaknai lebih dangkal ol eh oleh muslim tradisional yaitu “dukungan buta dari seseorang pada suatu kelompok tanpa memperhatikan aspek keadilan. Namun ia memaknai asabiyyah lebih luas dan lebih dalam meliputi aspek lingkungan, psikologis, sosiologi, ekonomi dan kekuatan politik. 73 Asabiyyah dibentuk dari sikap altruis atau mementingkan kepentingan orang lain terlebih dahulu sebagaimana menurut Hegel. Hegel membagi sikap altruis kedalam tiga kelompok yaitu; pertama, particular altruism yang terbatas pada keluarga saja. Kedua, universal ego, sikap altruis ini cangkupannya lebih besar yaitu masyarakat, namun dalam hal ini kepentingan pribadi menjadi prioritas utama 72 Mahayudin Hj Yahaya, „Umran Al „Alam From the Perspective of Ibn Khaldun: A Paradigm Change, International Journal of West Asian Studies, Vol. 3, No. 1, hal. 4 73 Fida Mohammad, Ibn Khaldun‟s Theory of Social Change: A Comparison with Hegel, Marx, and Durkheim, The American Journal of Islamic Social Science, Vol. 15, No. II. Hal. 27 dalam berinteraksi satu dengan lainnya. Ketiga, universal altruism, dalam tahap ini kesadaran masyarakat lebih tinggi, kepentingan individu diselaraskan dengan kebutuhan bersama. Namun dimensi asabiyyah jauh lebih kompleks dibandingkan dengan pendapat Hegel. Sikap mementingkan kepentingan bersama dalam konsep asabiyyah bukan berasal dari teori survival of the fittes namun lebih condong kepada sifat dasar manusia yang berasal dari anugerah Tuhan yaitu sifat ingin saling membantu. Selain itu dimensi asabiyyah tidak melulu dalam hal material tapi mencangkup dimensi spiritual juga. Asabiyyah berasal dari perintah Tuhan untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan Qs: Al- Mai‟idah : 2. Dalam memahami masyarakat Ibnu Khaldun menggunakan sejarah sebagai alat untuk memahami dinamika alami suatu masyarakat. Pada mulanya masyarakat adalah kelompok kecil yang kemudian berkembang menjadi masyarakat yang lebih kompleks. Ia membagi masyarakat dalam dua kelompok yaitu, badui badawa yang hidup secara nomaden, dan yang hidup menetap di suatu tempat hadarah. Teori pembangunan Ibn Khaldun yang terdapat dalam muqaddimah menjelaskan bagaimana sebuah negara bangkit dan terpuruk. Dasar teori itu dituangkan dalam istilah Ibn Khaldun “delapan nasehat utama” kalimat hikamiyyah dari kearifan politik, antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang kuat, jika diurutkan maka antara yang awal dan yang akhir tidak dapat dipisahkan. 74 Delapan nasehat itu adalah; 1 Pemerintah yang kuat tidak akan terwujud kecuali melalui pelaksanaan syariah 75 , 2 Syariah tidak dapat diwujudkan kecuali melalui pemerintahan al-mulk, 3 Kerajaan tidak akan meningkatkan kekuatannya kecuali melalui masyarakat ar-rijal, 4 Masyarakat tidak akan bertahan kecuali dengan kekayaan al-mal, 5 Kekayaan tidak dapat diperoleh kecuali dengan pembangunan al-imarah, 6 Pembangunan tidak dapat dicapai kecuali dengan keadilan al-adl, 7 Keadilan adalah kriteria al-mizan yang mana digunakan oleh Tuhan untuk menilai manusia, dan 8 Pemerintahan dibebankan tanggung jawab untuk merealisasikan keadilan. 76 Delapan nasehat yang diistilahkan oleh Ibn Khaldun merupakan inti dari muqaddimah atau dengan kata lain muqaddimah adalah elaborasi dari delapan prinsip tersebut. Kelebihan dari analisa dan penjelasan Khaldun karena multidisiplin dan karakter yang dinamis. Multidisiplin karena analisis dari Ibn Khaldun menghubungkan semua variable penting sosio-ekonomi dan politik yaitu; pemerintahan atau otoritas politik G, keyakinan dan aturan berperilaku atau Syariah S, masyarakat N, kekayaan atau cadangan sumberdaya W, pembangunan g, dan keadilan j. 74 M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low Performance Present- Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 372008. Hal. 839 75 Kata syariah secara harfiah mengacu pada makna keyakinan, kelembagaan, atau aturan perilaku dalam masyarakat, namun sekarang kata syariah lebih dikaitkan dengan Islam 76 M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low Performance Present- Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 372008. hal 849 Kesemua variabel tidak dapat berdiri sendiri bahkan dalam teori yang dibangun Ibn Khaldun tidak mengenal istilah cateris paribus 77 karena pada dasarnya antara satu variabel dengan variabel lainnya saling mempengaruhi. Masing-masing variabel jika dijabarkan sebagai berikut; 1. Peran Manusia atau ar-rijal N Perhatian utama dari analisis-analisis dari Ibn Khaldun menurut Franz Rosenthal adalah manusia itu sendiri. Dalam muqaddimah dijelaskan bahwa manusia berbeda dengna makhluk lain, karena manusia memiliki cirri-ciri sendiri yaitu; a manusia memiliki pengetahuan dan keahlian yang merupakan hasil dari berfikir, b manusia butuh akan pengaruh yang sanggup mengendalikan, dan kepada kekuasaan yang kokoh, sebab tanpa itu yang dimaksud adalah organisasi masyarakat atau ijti ma‟ insani eksistensinya nihil, c manusia bisa melakukan berbagai usaha untuk menciptakan penghidupan, d manusia menginginkan peradaban yang maju, maksudnya adalah manusia senang mengambil tempat, dan menetap di kota-kota atau di desa-desa tempat beramah tamah dengan kaum kerabat, serta tempat unruk memenuhi semua kebutuhan, sesuai dengan watak alami manusia yang senang bantu membantu. 78 77 Cēterīs pāribus adalah istilah dalam bahasa Latin, yang secara harafiah dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai dengan hal-hal lainnya tetap sama, dan dalam bahasa Inggris biasanya diterjemahkan sebagai all other things being equal. 78 Ibnu khaldun, Muquddimah, terj. Ahmadie Thoha, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000, hal. 67-68 Sebab Ibn Khaldun sangat mengutamakan analisisnya terhadap manusia adalah karena pada dasarnya bangkit dan terpuruknya suatu negara tergantung dari manusia itu sendiri. Bahkan Tuhan sendiri tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu mau berubah QS 13:11. Sedangkan untuk melakukan perubahan manusia harus memiliki suatu keahlian. Namun keahlian saja tidak cukup, karena manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri melainkan harus saling bekerja sama. Bekerja sama yang dimaksud adalah membentuk organisasi masyarakat atau ijtima‟ insani. Misalnya, tak ada seorangpun dengan sendirian dapat memperoleh sejumlah gandum yang dibutuhkan untuk makanan. Namun bila enam atau sepuluh orang, terdiri dari tukang besi dan tukang kayu untuk membuat alat-alat, dan yang lain bertugas menjalankan sapi, mengolah tanah, mengetam hasil tanaman dan semua kegiatan pertanian lainnya, bekerja untuk memperoleh makanan secara terpisah-pisah atau berkumpul bersama, dan dengan kerja itu akan dapat memenuhi kebutuhan penduduk beberapa kali lipat. Pekerjaan yang terkombinasi menghasilkan lebih banyak daripada kebutuhan dan kepentingan para pekerja. 79 Contoh tersebut tidak hanya berlaku untuk memperoleh makanan melainkan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan aktifitas ekonomi untuk pembangunan. 79 Ibnu khaldun, Muquddimah, terj. Ahmadie Thoha, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000, hal. 417 Pembangunan dalam teori Khaldun menempatkan manusia sebagai actor utama pembangunan. Semua upaya pembangunan ditujukan untuk kemakmuran manusia yang haqiqi, yaitu selamat dunia dan akhirat. 2. Peran Pembangunan atau al-imarah g dan Keadilan atau al-adl j Jika manusia menjadi pusat analisis, maka pembangunan menjadi dan keadilan menjadi hubungan paling penting dalam rangkaian sebab-akibat bangkit dan runtuhnya suatu negara. Pembangunan menjadi sangat penting karena tanpa adanya perbaikan nyata dalam kesejahteraan rakyat, mereka tidak termotivasi untuk melakukan yang terbaik. Selain itu, dengan tidak adanya pembangunan, masuknya cendekiawan, seniman, tenaga kerja dan modal yang harus diadakan dari masyarakat lain untuk mendorong pembangunan lebih lanjut mugkit tidak terjadi. Hal ini dapat mempersulit untuk mempertahankan pembangunan dan akhirnya dapat menyebabkan kemunduran. 80 Dalam analisisnya mengenai pembangunan ada dua kelompok alami dalam masyarakat yakni masyarakat pedesaan dan masyarakat kota. Masyarakat desa digambarkan dengan masyarakat yang masih memiliki standar kehidupan sederhana. Mereka menjadi petani, peternak atau mengembala. Sedang masyarakat kota sebenarnya adalah evolusi dari masyarakat desa yang telah mampu memenuhi kebutuhan pokoknya dan menginginkan penghidupan yang lebih baik lagi. Keduanya adalah unsur 80 M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low Performance Present- Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 372008. Hal 840 utama dalam pembangunan sebuah peradaban. Menurutnya, perbedaan kondisi yang diamati antara generasi Ikhtilaf al- ajyāl masyarakat pedesaan dan perkotaan adalah hasil dari cara yang berbeda dalam mereka mencari nafkah. Ibn Khaldun mengatakan bahwa motivasi alami mereka adalah perbaikan kondisi sosial ekonomi dan akuisisi lebih banyak kekayaan dan kenyamanan yang lebih dari yang mereka butuhkan, sehingga mereka bisa bersantai dan menikmati hidup. Berangkat dari kondisi sosial-ekonomi ini, Ibnu Khaldun mengatakan bahwa karena ini adalah kasus untuk masyarakat baik di pedesaan dan perkotaan, adalah wajar bahwa pertemuan sosial mereka memungkinkan mereka untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan itu yaitu mencari nafkah, dan mulai dengan pemenuhan kebutuhan hidup yang sederhana, sebelum mereka sampai pada tahap kemudahan dan kemewahan. 81 Meskipun dalam karyanya Ibn Khaldun mengutip beberapa pemikiran para “hukama” filsuf Yunani serta sependapat bahwa “menurut fitrahnya manusia adalah makhluk sosial”, bukan berarti ia setuju dengan semua pemikiran mereka. Terlebih mengenai konsep masyarakat kota menurut Plato dan Aristoteles yang cenderung sekuler yang dikenal dengan dikenal “masyarakat Madani” civil society, karena pada saat yang sama, ia 81 Abdul Magid Al-Araki, From Ibn Khaldun : Discorse of the Method and Concept of Economic Sosiology “Chapter Four: A General Theory of Social Dynamic, Faculty of Social Sciences, University of Oslo 1983. P 146-242 mengecam hebat pandangan filsuf Yunani, sebagaimana yang dilakukan oleh Imam al-Ghazali. 82 Pembangunan yang dimaksudkan dalam analisis Ibn Khaldun tidak selalu mengacu pada pertumbuhan ekonomi yang hanya mementingkan pembangunan secara fisik saja. Namun pembangunan yang dimaksud adalah pembangunan yang terintegrasi yang meliputi aspek rohani dan jasmani yang bersifat “universal” untuk tujuan mencapai kebahagiaan dan kemakmuran manusia di dunia dan di akhirat. Namun semaju apapun pembangunan yang dicapai suatu bangsa tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya keadilan, karena pada dasarnya pembangunan dan keadilan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Ibn Khaldun memaknai keadilan bukan hanya dalam hal ekonomi yang sempit, melainkan keadilan dalam segalan bidang sebagaimana apa yang diungkapkannya “Jangan berpikir bahwa ketidakadilan terdiri hanya mengambil uang atau harta dari pemiliknya tanpa kompensasi atau sebab, meskipun ini adalah apa yang umumnya dipahami. Ketidakadilan lebih komprehensif daripada ini. Siapapun yang menyita milik seseorang atau memaksa dia untuk bekerja untuknya, atau menekan klaim dibenarkan terhadap dirinya, atau memaksakan pada dirinya tugas tidak diperlukan oleh Syariah, telah melakukan ketidakadilan. Pungutan pajak tidak dapat sesuai juga ketidakadilan, perampasan pada properti orang 82 Mahayudin Hj Yahaya, „Umran Al „Alam From the Perspective of Ibn Khaldun: A Paradigm Change, International Journal of West Asian Studies, Vol. 3, No. 1, hal. 7-8 lain atau membawanya pergi dengan paksa atau pencurian merupakan ketidakadilan; menyangkal orang lain hak-hak mereka juga ketidakadilan ” 83 Nilai inti dalam sistem Islam dan pandangan dunia adalah keadilan disertai dengan kemurahan hati. Ibn Khaldun menegaskan bahwa keadilan sebagai ciri khas dari kehidupan Islam dan masyarakat, dan sebagai bagian tak terpisahkan dari hukum, sosial dan kemajuan ekonomi Ahmad 2003. Selain itu, Islam menekankan bahwa keadilan tidak hanya berakar dalam sistem masyarakat tetapi juga harus beresonansi melalui semua tingkat kehidupan sosial, dalam semua hubungan dan urusan dari keluarga kepada negara. 84 Konsep keadilan merupakan bagian integral dalam pemahaman konsep solidaritas sosial atau “Asabiyyah” yang diuraikan oleh Ibn Khaldun. Hal ini menetapkan keseimbangan melalui pemenuhan hak dan kewajiban, dan dengan menghilangkan kesewenang-wenangan serta kesenjangan semua bidang kehidupan. Misalnya, manfaat dan biaya dari skema kerjasama sosial harus dibagi secara proporsional dengan kontribusi yang dibuat oleh masing-masing peserta. Selain itu, individu harus dijamin hak dan kesempatan untuk kebutuhan dasar seperti makanan, perumahan, pendidikan, kesehatan, transportasi dan pekerjaan Parvez 2000. 85 83 M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low Performance Present- Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 372008. Hal. 841 84 Dr. Asyraf Wadji Dasuki, Ibn Khaldun‟s Concept Of Social Solidarity And Its Implication To Group-Based Lending Scheme, 4 th International Islamic Banking and Finance Conference, Monash University, Kuala Lumpur, Malaysia. Hal. 4 85 Ibid. hal 5 Keadilan diwujudkan dalam kegiatan ekonomi dapat berupa redistribusi dengan penyesuaian pungutan pajak kepada masyarakat. Ibn Khaldun berpendapat “apabila pembebanan dan kewajiban pajak atas rakyat, kecil, mereka bersemangat dan senang bekerja. Usaha cultural berkembang dan meningkat, sebab pajak yang rendah membawa kepuasan hati. Apabila usaha cultural meningkat, jumlah kewajiban dan pembebanan pajak individu menjadi naik. Konsekuensinya, pendapatan pajak, yang merupakan total pembebanan individu, bertambah banyak.” 86 Kemudian pengalokasian atau redistribusi juga harus merata dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pemerintah juga wajib member perlindungan kepada orang atau instansi yang telah membayar pajak. Ibn Khaldun mengemukakan bahwa para pemilik modal membutuhkan wibawa dan proteksi, karena mereka telah banyak membantu kebutuhan masyarakat. Pembangunan berperan besar dalam membentuk sebuah peradaban yang makmur. Karena dengan pembangunan akan memberikan stimulus kepada masyarakat untuk giat bekerja. Dengan adanya pembangunan para tenaga ahli dan para pekerja akan dapat menyalurkan keahliannya masing- masing. Sementara keadilan adalah prinsip yang sangat penting dalam pembangunan, karena dengan tidak adanya keadilan akan menjadi pemicu utama keruntuhan suatu bangsa. 3. Peran Lembaga S dan Pemerintahan G 86 Ibnu khaldun, Muquddimah, terj. Ahmadie Thoha, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000, hal. 349 Keadilan, bagaimanapun, membutuhkan aturan perilaku tertentu dalam bentuk sebuah lembaga yang disebut Ekonomi Kelembagaan dan nilai-nilai moral dalam pandangan keagamaan. Semua itu adalah standar bagi orang N berinteraksi dan memenuhi kewajiban mereka terhadap satu sama lainnya M: 157-58; R: I. 319-21. Semua masyarakat memiliki aturan tersebut berdasarkan pandangan dunia mereka sendiri. Dasar utama dari aturan ini dalam masyarakat Muslim adalah Syariah S. Ibn Khaldun memaknai syariah sebagai “Hukum Ilahi perintah melakukan yang baik dan melarang melakukan apa yang jahat dan merusak” M: 304; R: II 142.. Oleh karena itu, semua itu menurunya syariah “untuk kebaikan manusia dan melayani kepentingan mereka” M: 143; R: I. 292. Sifat dasar ketuhanan dalam diri manusia membawa mereka meningkatkan potensi kesediaan untuk saling membantu dan kepatuhan terhadap syariah dan kesediaannya untuk menjadi agen persatuan antar kelompok sehingga tetap bersatu kuat M: 151-52; R: I. 305-8 dan 319-22. Hal ini dapat membantu mengekang perilaku yang membahayakan secara sosial, menjamin keadilan j, dan meningkatkan solidaritas dan saling percaya antara orang-orang, sehingga memungkinkan untuk meningkatkan pembangunan g. 87 Walau bagaimanapun, sebaik apapun sebuah peraturan tidak akan berarti jika tidak dilaksanakan secara adil dan tidak memihak. Syariah pada 87 M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low Performance Present- Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 372008. Hal. 841-842 hakikatnya hanya bisa memberikan sebuah aturan dalam masyarakat, ia tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Oleh karena itu diperlukan sebuah otoritas yang bisa menjalankan semua aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, dan pedoman. Sangat jelas bahwa kehadiran pemerintahan dalam menjalankan syariah sangat diperlukan. Rasulullah juga dengan jelas berpendapat mengenai pentingnya sebuah pemerintahan melalui hadist yang diriwayatkan Anas bin Malik, “Allah itu mencegah melalui sultan berdaulat apa yang dia tidak bisa mencegah melalui Quran”. Makna dari mencegah yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah mencegah ketidak adilan dan mencegah penderitaan rakyat, maka peran pemerintah menjadi sangat vital dalam urusan tersebut. Maka kehadiran pemerintah akan bermakna jika pemerintah berperan sebagai mana mestinya. Menurut Ibn Khaldun “Makna sebenarnya dari otoritas kerajaan al-mulk terwujud ketika penguasa membela dan berpihak pada rakyatnya. Kemudian menjadikan mereka ke arah kebaikan dan kedermawanan, semua itu adalah bagian dari meringankan mereka dan menunjukkan perhatian kepada mereka dalam hal mencari nafkah. Hal ini penting ba gi penguasa dalam memperoleh cinta rakyatnya.” Aspek ekonomi di sini jelas menjadi perhatian utama, dengan ekspresi “untuk menunjukkan minat pada cara mereka mencari nafkah”. 88 4. Peran Kekayaan atau Al-Mal W 88 Abdul Magid Al-Araki, From Ibn Khaldun : Discorse of the Method and Concept of Economic Sosiology “Chapter Four: A General Theory of Social Dynamic, Faculty of Social Sciences, University of Oslo 1983. P 146-242 Kekayaan dalam kehidupan sangatlah penting, karena kekayaan menyediakan bahan utama yang diperlukan untuk memastikan keadilan dan pembangunan berjalan dengan baik, memacu efetifitas pelaksanaan aturan- aturan oleh pemerintah, serta terciptanya kesejahteraan masyarakat. Kekayaan tidak tergantung pada bintang-bintang. Atau adanya tambang emas dan perak Desfosses dan Levesque, 1975. Hal ini tergantung lebih pada kegiatan ekonomi M: 360 dan 366; R:. II 271 dan 282, Luasnya pasar, insentif dan fasilitas yang diberikan oleh negara dan alat-alat produksi, kesemuanya itu yang pada gilirannya tergantung pada tabungan atau “surplus” yang tersisa dari pendapatan setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”. Semakin besar aktivitas perekonomian, semakin besar pula pendapatan. Pendapatan yang lebih tinggi akan memberikan kontribusi untuk tabungan lebih besar dan investasi yang lebih besar dalam alat atau infrastruktur, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi pada pembangunan g dan kekayaan W yang lebih besar. Dia menekankan peran investasi lebih lanjut dengan mengatakan: “Dan ketahuilah bahwa kekayaan tidak tumbuh ketika ditimbun dan mengumpulkan dalam brankas”. Kekayaan itu akan lebih tumbuh dan berkembang bila digunakan untuk kesejahteraan rakyat, untuk memberi hak-hak mereka, dan untuk menghilangkan kesulitan mereka M: 306; R:. II 146. Hal ini membuat rakyat lebih makmur, eksistensi negara menguat, zaman yang sejahtera, dan meningkatkan prestise negara M: 306; R:. II 146. Faktor-faktor yang bertindak sebagai katalis adalah rendahnya tingkat pajak M: 279-81; R:. II 89-91, keamanan jiwa dan harta benda M: 286; R:. II 103, dan lingkungan fisik yang sehat berlimpah tersedia dengan pohon-pohon dan air dan fasilitas lain dari kehidupan 89 Dalam analisanya Ibn Khaldun juga menekankan pentingnya pembagian kerja dan spesialisasi dengan kata lain untuk memenuhi berbagai kebutuhan dalam masyarakat diperlukan peningkatan produktivitas masyarakat. Selain itu masyarakat juga harus bekerja sama membentuk organisasi masyarakat ijtima‟ insani untuk suatu tujuan bersama. Dengan adanya organisasi masyarakat baik dalam bentuk usaha pertanian bersama, kerajinan, jasa ataupun industri efisiensi akan semakin baik dan produktivitas akan terus meningkat. Faktor tekhnologi juga tidak luput dari analisa Ibn Khaldun, dalam analisanya disebutkan bahwa kelebihan manusia dengan binatang lainnya adalah kemampuan manusia untuk menghasilkan perkakas atau tekhnologi. Dengan adanya perkakas manusia bisa mengolah sumber daya yang ada menjadi lebih berguna, dan juga dengan meningkatnya kualitas tekhnologi tentunya akan semakin mempermudah pekerjaan manusia. Dengan semangat asabiyyah, skill individu yang baik, dan tekhnologi yang baik maka tingkat produktivitas akan meningkat yang berkolerasi dengan meningkatnya pendapatan masyarakat dan juga pendapatan negara. Sehingga fasilitas dan pelayanan negara akan semakin baik seiring dengan meningkatnya 89 M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low Performance Present- Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 372008. Hal. 843 pendapatan negara dan pada akhirnya kemakmuran menjadi hal yang mungkin terwujud. Analisa teori pembangunan Ibn Khaldun sangat kompleks, antar satu faktor dengan faktor lainnya tidak dapat berdiri sendiri dan tidak dapat dipisahkan. Masing-masing faktor member kontribusi yang penting yang tidak dapat diabaikan. Penulis mencoba mengilustrasikan pemikiran pembangunan Ibn Khaldun ke dalam sebuah gambar 1 sebagai berikut. Gambar 1. Struktur Unsur Pembangunan Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa kesejahteraan menjadi tujuan utama. Kesejahteraan yang dimaksud adalah terpeliharanya agama, akal, jiwa, keturunan, dan harta. Sedangkan masyarakat yang menjadi pusat analisa Ibn Khaldun bertindak sebagai actor utama dalam mewujudkan kemakmuran. Tetunya masyarakat secara individu agar bisa mencapai kemakmuran harus memiliki spesialisasi dalam bidang-bidang tertentu untuk memenuhi segala kebutuhannya. Sedangkan pembangunan berperan sebagai pemacu semangat masyarakat untuk semakin produktif. Dengan meningkatnya pembangunan berarti semakin banyak fasilitas yang tersedia, seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, infrastruktur, tekhnologi, pasar, dan sarana umum. Fasilitas- fasilitas tersebut pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan produktivitas. Meningkatnya produktivitas masyarakat juga akan berpengaruh terhadap tabungan masyarakat dan pendapatan negara pada sektor pajak. Pembangunan yang tinggi tanpa disertai dengan keadilan tidak akan berarti apa-apa karena ketidakadilan akan menimbulkan berbagai konflik di tengah masyarakat. Selanjutnya, faktor-faktor yang lain memrlukan lembaga yang memiliki legitimasi dan kekuatan untuk menjalankan kesemuanya itu, maka diperlukanlah pemerintahan yang berdaulat dan berwibawa. Sementara untuk keseimbangan dan keberlanjutan pembangunan maka pemerintahan harus berpegang kuat pada syariah. Terakhir faktor yang paling penting adalah semangat menjaga asabiyyah karena dengan semangat kebersamaan apapun tujuannya dan dalam kondisi apapun akan dapan teratasi.

C. Umer Chapra

1. Biografi Umer Chapra M. Umer Chapra dilahirkan pada tanggal 1 Februari 1933, di Bombay India M. Umer Chapra adalah ekonom yang lahir di Bombay India pada tanggal 1 Februari 1933, ayahnya bernama Abdul Karim Chapra. Umer Chapra dilahirkan dikeluarga yang kental dengan nilai-nilai agama Islam yang kelak menjadi pegangan kuat dalam mengembangkan pemikirannya tentang ekonomi Islam. Selain itu ia juga terlahir dikeluarga yang berkecukupan sehingga ia bisa memperoleh kehidupan dan pendidikan yang baik. Masa kecilnya ia habiskan di tanah kelahirannya hingga berumur 15 tahun. Kemudian ia pindah ke Karachi untuk meneruskan pendidikannya disana sampai meraih gelar Ph.D dari Universitas Minnesota. Dalam umurnya yang ke 29 ia mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Khairunnisa Jamal Mundia tahun 1962, dan mempunyai empat anak, Maryam, Anas, Sumayyah dan Ayman. 90 Umer Chapra memulai karirnya di bidang akademik pada tahun 1950 dengan memperoleh medali emas saat ujian masuk di Universitas Sindh, ia