Rekontruksi Pemikiran Pembangunan Ekonomi Islam Menurut Pemikiran Al-Ghazali,IBN Khaldun,dan M.Umer Chapra

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Disusun oleh: MOH TOHIR

101 11 1

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

iii

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, 17 April 2014

MOH TOHIR 109046100250


(4)

iv

tujuan itu adalah melalui pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dimaknai sebagai upaya secara sadar melalui kegiatan ekonomi guna mewujudkan kesejahteraan yang lebih baik. Pencapaian tertinggi dalam sistem ekonomi Islam adalah tercapainya falah, sedangkan falah dapat tercapai dengan pemenuhan konsep maqashid syari’ah, yaitu terpeliharanya keyakinan, jiwa, pikiran, keturunan, dan harta.

Melihat kondisi ekonomi dunia yang semakin rapuh akibat dari sistem yang tidak memadai, maka perlu dihadirkan sebuah konsep atau sistem ekonomi baru yang mampu mengubah tatanan kehidupan yang lebih adil, ramah lingkungan, manusiawi, dan bermoral, sehingga menjamin keberlangsungan kehidupan manusia.

Sistem ekonomi Islam boleh dikatakan sistem ekonomi yang sangat konprehensif mencangkup aspek material dan non-material yang oleh sistem ekonomi sekuler diabaikan. Ilmuwan ekonomi Muslim seperti Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan Umer Chapra telah memaparkan konsep pembangunan ekonomi yang komprehensif, seimbang, dan universal.

Dalam skripsi ini penulis mencoba menggali pemikiran ketiga tokoh yang telah disebut yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi.


(5)

v

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,tentunya sangatlah sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, karena berkat kehendak dan keridhoan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi S1 ini

2. Bapak Mukasir (Ayah) dan Ibu Misih (Ibu) yang senantiasa mendukung penuh semua cita-cita dan selalu mendoakan penulis.

3. Bapak J.M. Muslimin, M.A., Ph.D. selaku dekan Fakultas Syariah dan Hukum yang saya hormati dan menjadi guru bagi kita semua.

4. Dr. Euis Amalia, M.Ag. selaku ketua Program Studi Muamalat yang selalu memberikan arahan dan bimbingan kepada saya selama menjadi mahasiswa prodi Muamalat.

5. Bapak Djaka Badranaya, M.E selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini.


(6)

vi

Darti sekeluarga, Mas Yusman sekeluarga, Mbak Ari sekeluarga, Mas Satir sekeluarga, Amelinda Kuswardani sekeluarga, dan adik tercinta Muji Asih serta Hadi Wiyatno) yang selalu mendukung penulis baik moral maupun material, semoga Allah akan membalas jasa semuanya.

8. M. Idham Rasyid, Syamsul Ma’arif, dan Alvin Joeshar, Stephani Hendistia, Yusuf Ahmadi sahabat seperjuangan yang selalu ada untuk bertukar pikiran.

9. Kanda Arif Soleh dan Kanda Eddy Najmuddin yang selalu memberi inspirasi.

10. Bapak H. Utob Tobroni, Lc., MCL., dan keluarga selaku ayah kedua dan sumber inspirasi yang telah mendidik dan membina saya selama berada di Asrama Ma’had UIN Jakarta

11. Teman-teman kelas G Perbankan Syariah (PS-G) dan teman – teman angkatan 2009 yang menjadi tempat berdiskusi yang menyenangkan dan semoga dilancarkan segala urusannya.

12. Kawan – kawan kelompok kajian ekonomi Islam COINS, BEM-J, BEM-F,

Organisasi Ma’had UIN Jakarta, dan HMI KomFakSy cabang Ciputat

yang telah memberikan begitu banyak ilmu beserta pengalaman bagi penulis sehingga dapat berkembang menjadi seperti sekarang ini


(7)

vii

hingga pengerjaan skripsi yang tidak dapat penulis sebut satu persatu. Semoga Allah SWT membalas kebaikan semuanya.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, maka dengan terbuka penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun guna penyempurnaan penulisan-penulisan lainnya di masa mendatang.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 17 April 2014


(8)

viii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ii

LEMBAR PERNYATAAN iii

ABSTRAK iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

F. Kerangka Berpikir ... 8

G. Studi Review Terdahulu ... 8

H. Metode Penelitian ... 11

I. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II EKONOMI PEMBANGUNAN A. Definisi Pembangunan Ekonomi ... 14


(9)

ix

BAB III Rekonstruksi Pemikiran Para Tokoh Mengenai Pembangunan Ekonomi

A. Al-Ghazali ... 41 B. Ibn Khaldun ... 51 C. M. Umer Chapra ... 72 D. Relevansi Pembangunan Ekonomi Islam dan Pembangunan Ekonomi

Indonesia ... 84

BAB IV Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan ... 87 B. Saran ... 88


(10)

1

proses panjang pembentukan peradaban manusia. Paradigmanya dari masa ke masa terus berubah mengikuti perkembangan zaman. Jika kita melihat secara kasat mata atau secara parsial, kemajuan peradaban saat ini didominasi oleh peran negara-negara Eropa yang merepresentasikan kaum sekuler, yakni masyarakat yang memisahkan nilai-nilai agama dalam berbagai urusan dunia.1 Sementara di lain pihak negara-negara dengan mayoritas berpenduduk muslim bahkan yang menggunakan sistem pemerintahan Islam sekalipun rata-rata berada dalam kategori negara berkembang bahkan masuk dalam kategori negara miskin2. Kondisi negara-negara Islam3 dalam beberapa dekade terakhir yang cenderung masuk dalam kategori negara terbelakang seolah-olah telah membenamkan kebesaran para ilmuwan Islam dalam bidang ekonomi, dan meragukan sistem ekonomi Islam untuk menjawab tantangan-tantangan ekonomi

1

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) /sékulér/ a bersifat duniawi atau kebendaan (bukan bersifat keagamaan atau kerohanian)

2

Untuk lebih lanjut bisa mengakses data di www.undp.org

3

Mengacu pada Organisasi Konferensi Islam (OKI) atau The Organisation of the Islamic Conference (OIC) yang merupakan sebuah organisasi antar-pemerintah dengan 57 (lima puluh tujuh) negara anggota pada 2002 (sebagian besar negara-negara dengan penduduk mayoritas Muslim). Organisasi ini didirikan pada September 1969, di antara tujuan lain, untuk memperkuat solidaritas dan kerjasama antara negara-negara anggota di bidang politik, ekonomi, budaya, ilmiah dan sosial.


(11)

di lain pihak. Bahkan banyak ilmuwan yang menganggap Islam sebagai penghambat pembangunan.4

Padahal sesungguhnya peradaban Islam mempunyai pengalaman yang baik dalam membangun peradaban termasuk dalam bidang ekonomi. Menurut beberapa ilmuwan Barat seperti Toynbee (1935), Hitti (1958), Hodgson (1977), Baeck (1994) dan Lewis (1995) berpendapat bahwa Islam pada masanya telah berperan secara positif dalam pembangunan masyarakat. Hanya karena faktor Islam yang mampu menjawab kenapa masyarakat Badui (Arab) yang mana mempunyai karakter saling bermusuhan satu dengan lainnya, kekurangan sumberdaya, dan iklim yang tidak bersahabat, serta memiliki sedikit kriteria untuk tumbuh, tetapi mereka bisa tumbuh dengan cepat melawan berbagai rintangan dan bertahan dengan kokoh menghadapi superioritas kerajaan Byzantium dan kerajaan Persia5.

Peradaban Islam juga telah melahirkan banyak ilmuwan yang memiliki ide yang original di bidang ekonomi. Bahkan pemikiran para ilmuwan ekonomi Islam sebenarnya pelopor dan peletak dasar-dasar ilmu ekonomi telah banyak menginspirasi tokoh-tokoh barat. Misalnya Ibn Khaldun yang diakui oleh dunia sebagai bapak ilmu sosial dalam karya monumentanya yaitu Al-Muqaddimah

4

Salah satunya Timur Kuran dalam Why the Middle East is Economically Underdeveloped:

Historical Mechanisms of Institutional Stagnation. The Journal of Economic Perspectives. Selain Kuran, Noland juga menyimpulkan hal yang sama bahwa Islam, berdasarkan data-data yang ada memang menghambat pembangunan . untuk lebih lanjut dapat dilihat di Noland, M. Religion, culture, and economic performance. Unpublished paper, [email protected].

5

M. Umer Chapra. “Ibn Khaldun‟s Theory of Development: Does It Help Explain The Low Performance Present-Day Muslim World?” The Journal of Economic-Social 37(2008).Hal.846


(12)

telah menjelaskan teori-teori pembagian kerja, pasar, ekonomi pembangunan, good governance dan lain-lain berabad-abad sebelum kemunculan buku Adam Smith the Wealth of Nation. Atau Al-Ghazali yang telah merumuskan konsep

maqashid syaria‟ah, sebuah konsep kedilan yang sangat penting dalam kajian ekonomi pembangunan saat ini. pemikirinnya jauh sebelum karya John Rawls

“Justice as Fairness” dan “A Theory of Justice” atau teori-teori kedilan Barat diterbitkan. Serta teori-teori distribusi pendapatan yang juga menjadi tema sentral

dalam ekonomi pembangunan telah menjadi perhatian khusus oleh Ya‟qub bin

Ibrahim Abu Yusuf dalam karyanya Al-Kharaj.

Namun runtuhnya kekuasaan Islam berdampak pada hancurnya sendi-sendi peradaban Islam dan mulai bergeser pada dominasi Barat. Selama Barat mengalami masa kebangkitan di lain pihak Islam sedang mengalami keterpurukan, sehingga terjadi gap sejarah. Para ilmuwan barat mendominasi ilmu pengetahuan dengan melupakan sumber-sumber yang mereka peroleh, tak lain berasal dari peradaban Islam. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat bahwa, ketika Islam dalam masa kejayaan sebaliknya Barat masih dalam zaman kegelapan atau dark age, bahkan pada tahun 1000 M (Barat) masih sedemikian terbelakangnya, dan harus hanya bersandar secara total kepada ilmu pengetahuan Dunia Islam (Kneller)6.

6

Nurcholish Madjid, Islam, Doktrine, dan Peradaban, (Yayasan Paramadina : Jakarta, 2000) hal. 34


(13)

Kegagalan sistem pembangunan yang berlandaskan paham Kapitalis dan Sosialis dalam mewujudkan kesejahteraan di berbagai negara dengan munculnya berbagai krisis yang terus muncul secara periodik telah membangkitkan para ilmuwan ekonomi pada umumnya untuk mencari sistem ekonomi alternatif dan motivasi tersendiri untuk ilmuwan Islam membuktikan serta membangkitkan kembali sistem ekonomi Islam untuk menggantikan sistem ekonomi yang tidak memadai lagi. Dalam dunia Islam semangat itu ditandai dengan munculnya paradigma baru yang diutarakan oleh Muhammad Iqbal mengenai “Pintu Ijtihad

Masih Terbuka”. Paradigma yang dihadirkan oleh Iqbal telah membangkitkan semangat kebangkitan Islam. Sehingga dalam bidang ilmu ekonomi dewasa ini telah muncul ilmuwan-ilmuwan dalam bidang ekonomi Islam di era modern.

Salah satu tokoh ekonomi Islam yang sangat berpengaruh adalah Umer Chapra. Ia adalah salah satu tokoh ekonomi Islam kontemporer yang sangat produktif dengan karya-karyanya yang sangat fundamental dan komprehensif. Umer Chapra dalam tulisan-tulisannya mampu menganalisis dengan tajam berbagai kebobrokan sistem-sistem ekonomi yang telah mapan, serta mampu menjelaskan ekonomi Islam dengan baik. Karya-karya Umer Chapra membahas mengenai sistem ekonomi Islam secara umum, keuangan Islam, sejarah pemikiran ekonomi, kelembagaan ekonomi Islam, serta ekonomi pembangunan Islam. Karya-karya Umer Chapra diantaranya adalah; Islam and the Economic Challenge, Toward a Just Monetary System, The Future of Economic: An Islamic


(14)

Perspective, Economic Development in Muslim Countries dan lain-lain baik dalam bentuk buku, jurnal, ataupun paper.

Kebangkitan ilmu ekonomi Islam dan ilmu pembangunan Islam pada khususnya telah memunculkan inisiatif untuk menerapkan sistem ekonomi Islam di berbagai negara yang mayoritas berpenduduk muslim oleh para ilmuwan ekonomi pembangunan Islam maupun oleh kelompok-kelompok masyarakat ataupun organisasi, hal ini juga terjadi di Indonesia. Upaya untuk menerapkan sistem ekonomi yang berbasiskan ajaran Islam semakin menguat karena Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia serta ketidakmampuan pemerintah hingga saat ini untuk mewujudkan ekonomi yang bekeadilan.

Kita sebagai umat Islam memiliki kewajiban untuk masuk Islam secara kaffah, termasuk dalam bidang ekonomi. Untuk menjalankan ekonomi Islam yang sesuai konsep maqashid syari‟ah harus dilakukan Islamisasi ekonomi. Bagaimanapun Islamisasi harus tidak dipahami suatu penawar semua permasalahan negara-negara muslim. Beberapa masalah yang diciptakan oleh kemunduran sosio ekonomi, politik dan moral yang telah ada selama berabad-abad, kebijakan domestik yang salah dan program eksternal yang tidak sehat pasti akan berlangsung lama. Juga harus dipahami bahwa Islamisasi adalah


(15)

proses yang bertahap. Ia tidak dapat dicapai dengan serta merta melalui penggunaan kekuatan atau regimentasi.7

Untuk menerapkan sistem ekonomi Islam dan pembangunan ekonomi Islam khususnya diperlukan upaya untuk memahami berbagai pemikiran ilmuwan Islam di bidang ekonomi pembangunan, sehingga akan muncul rumusan konsep ekonomi pembangunan Islam. Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka penulis memilih judul; “Rekonstruksi Pemikiran Pembangunan Ekonomi Islam Menurut Pemikiran Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan M. Umer Chapra”

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah diperlukan untuk menerangkan masalah-masalah yang ada pada objek yang akan diteliti sebelum dibuat pembatasan dan perumusannya, antara lain:

1. Apa yang dimaksud dengan pembangunan ekonomi dalam Islam? 2. Bagaimana konsep pembangunan ekonomi dalam Islam?

3. Bagaimanakah implementasi dari konsep pembangunan ekonomi Islam? 4. Apa tantangan pembangunan ekonomi Islam?

C. Pembatasan Masalah

Untuk memfokuskan penulisan dan memudahkan analisa maka dalam penelitian ini, penulis hanya akan membatasi permasalahan pada konsep

7


(16)

pembangunan ekonomi Islam dari para tokoh pembangunan ekonomi Islam diantaranya Al-Ghazali, Ibn Khaldun, Umer Chapra. Penulis akan mencoba untuk merekonstruksi pemikiran ketiga tokoh tersebut. Rekonstruksi adalah pengembalian sesuatu ketempatnya yang semula ; Penyusunan atau penggambaran kembali dari bahan-bahan yang ada dan disusun kembali sebagaimana adanya atau kejadian semula.8

D. Rumusan Masalah

Untuk dapat memberikan suatu gambaran yang lebih jelas tentang masalah yang akan diteliti, berikut ini diajukan beberapa pertanyaan penelitian yang dirumuskan kedalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah konsep pembangunan ekonomi menurut Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan Umer Chapra?

2. Bagaimanakah relevansi konsep pembangunan Islam dan pembangunan Indonesia?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Tersusunnya format pemikiran pembangunan ekonomi menurut Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan Umer Chapra

8


(17)

b. Terumuskannya dimensi-dimensi implementasi pemikiran pembangunan ekonomi Islam.

2. Manfaat Penelitian

a. Menambah wawasan, pengetahuan dan pemahaman bagi penulis khususnya, dan bagi masyarakat pada umumnya terkait ekonomi pembangunan Islam

b. Sebagai khasanah ilmu pengetahuan di bidang ilmu kepustakaan dalam hal Ekonomi Pembangunan Islam

c. Menjadi masukan dan saran bagi para penelitian selanjutnya sehingga bisa menjadi perbandingan bagi penelitian yang lain

F. Kerangka Berfikir

Pembahasan tentang ekonomi pembangunan termasuk hal yang masih baru, baik di dunia pada umumnya maupun dalam dunia Islam khususnya. Khasanah keilmuan Islam khususnya dalam bidang ekonomi sebenarnya telah dimulai semenjak lahirnya Islam itu sendiri. Telah banyak para ilmuwan Islam yang menulis tentang ekonomi walaupun belum secara sistematis. Masing-masing para tokoh memiliki karakteristik pemikiran yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang dan tantangan yang dihadapi pada masanya.

Tentunya terdapat banyak persamaan maupun perbedaan pemikiran yang kemudian apabila disatukan akan menjadi rumusan yang akan bisa menjawab


(18)

tantangan pembangunan ekonomi yang terus berkembang di masa sekarang maupun masa akan datang.

G. Studi Review Terdahulu

Penulis Dina Rahma Umami

(Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat, Fakultas Syariah dan politik, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009).

Judul Pemikiran Ekonomi Mubyarto Dalam Prespektif Ekonomi Islam

Pembahasan Pada skripsi ini penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui konsep filsafat, nilai-nilai dasar dan nilai instrumental dari sistem ekonomi Islam, konsep filsafat, nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental dari pemikiran ekonomi Mubyarto dan pandangan system ekonomi Islam terhadap pemikiran ekonomi dari Mubyarto

Hasil penelitian Berdasarkan hasil penelitian, pemikiran ekonomi Mubyarto tidak bertentangan dengan sistem ekonomi Islam, sebab:

a. Pemikiran ekonomi Mubayrto berjiwa religious dan mengedepankan unsur moral yang menginginkan adanya keseimbangan dan keselarasan hubungan vertical dan


(19)

horisontal.

b. Bersifat karakyatan yang memberikan perhatian besar pada penderitaan rakyat kecil yang merupakan korban dari kesenjangan ekonomi

c. Bersifat humanis dimana ia tidak menginginkan terjadinya ekspolitasi, penindasan dan dominasi sesame manusia.

e. Penulis kategorikan pemikiran Mubyarto sebagai pemikiran yang berhaluan soislis religious.

Penulis Arif Soleh

(Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010).

Judul Konsep Pembangunan Ekonomi: Studi Komparatif Pemikiran Mubyarto dan Umer Chapra

Pembahasan Pada Skripsi ini membahas tentang beberapa pokok masalah:

1. Bagaimana konsep pemikiran Mubyarto dan Chapra dalam konsep pembangunan ekonomi?

2. Bagaimana relevansi pemikiran Mubyarto dan Chapra


(20)

Pendekatan yang penulis gunakan untuk mengkaji dan menganalisa pokok masalah yang telah ditentukan menggunakan metode library research dengan tekhnik analisa ANN (Artificial Neuron Network)

Hasil penelitian Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa baik Mubyarto maupun Chapra memiliki pemikiran yang kesamaan dalam segi relevansi dan urgensi. Pemikiran keduanya patut untuk dikembnagkan mengingat perlunya bangsa Indonesia melepaskan diri dari ketergantungan pihak asing.

Keduanya telah dengan tepat meletakkan dasar-dasar dimensi moral dan keadilan ditengah keadaan Indonesia yang membutuhkan reformasi di bidang ekonomi.

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian Skripsi ini berupa penelitian kepustakaan (library research) dengan data dan cara analisa kualitatif,9 dengan mendeskripsikan dan menganalisa objek penelitian yaitu membaca dan menelaah berbagai sumber yang berkaitan dengan topik. Untuk kemudian dilakukan analisis

9


(21)

dan akhirnya mengambil kesimpulan yang akan dituangkan dalam bentuk laporan tertulis.

2. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data kualitatif yang diperoleh dari sumber-sumber otentik yang terdiri atas sumber primer dan sumber sekunder. Data primer berasal dari tulisan-tulisan para tokoh-tokoh ekonomi pembangunan Islam diantaranya Al-Muqaddimah karya Ibn Khaldun, Economic Development in Muslim Countries karya Umer M. Chapra, Ihya Ulumuddin karya Al-Ghazali. Sedangkan sumber sekunder berupa pemikiran para tokoh yang diulas oleh orang lain baik dalam bentuk essay, jurnal, buku, ataupun karya ilmiah lainnya.

3. Teknik Pengambilan Data

Didalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan menggunakan teknik studi pustaka, dalam hal ini adalah buku, jurnal dan artikel.

I. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini merujuk pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2012. Untuk mengetahui gambaran secara keseluruhan isi penulisan dalam penelitian ini, penyusun menguraikan secara singkat sebagai berikut:


(22)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis membahas mengenai latar belakang masalah yang akan diteliti, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu, dan sistematika penulisan.

BAB II KERANGKA TEORI

Pada bab ini penulis akan memaparkan tentang teori pembangunan pada umumnya dan konsep dasar ekonomi pembangunan Islam menurut para tokoh-tokoh ekonomi pembangunan Islam.

BAB III GAMBARAN UMUM

Pada bab ini akan dijabarkan profil dan pemikiran dari Al-Ghazali dan Ibn Khaldun sebagai representatif ilmuwan generasi awal kemudian Umer Chapra sebagai representatif ilmuwan ekonomi pembangunan di era modern.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraukan hasil rekonsrtuksi pemikiran para tokoh dalam hal ini Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan Umer Chapra mengenai konsep ekonomi pembangunan dalam Islam.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini dikemukakan tentang kesimpulan dari pembahasan dan saran-saran yang dikemukakan dari pembahasan.


(23)

BAB II

Pembangunan Ekonomi A. Definisi Pembangunan Ekonomi

Pada dasarnya, ilmu ekonomi adalah ilmu pengetahuan sosial. Ilmu ini menyoroti manusia, serta sistem-sistem sosial yang mengorganisasikan aktivitas-aktivitas yang dilakukan manusia pada umumnya dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhannya yang mendasar (yaitu pangan, sandang dan, papan) dan untuk memenuhi keinginan-keinginannya yang bersifat nonmaterial (seperti pendidikan, pengetahuan, dan pemuasan spiritual). Sebagai ilmuawan sosial, para ekonom acapkali berhadapan dengan situasi yang tidak biasa, oleh karena mereka dan objek studinya, yaitu manusia dan segenap tingkah lakunya dalam menjalani kehidupan sehari-hari, senantiasa berubah10 mengikuti perubahan zaman itu sendiri. Kompleksnya permasalahan dalam ekonomi memunculkan fokus-fokus pembahasan yang lebih mendetail, diantaranya adalah ekonomi keuangan yang fokus untuk membahas masalah keuangan, ekonomi politik yang fokus membahas masalah ekonomi dikaitkan dengan politik, ekonomi mikro dan makro, serta yang paling baru adalah ekonomi pembangunan yang membahas isu-isu dan upaya-upaya pembangunan ekonomi. Beberapa tokoh mendefinisikan pembangunan ekonomi diantaranya adalah;

10

Michael P Todaro, Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I), (Jakarta: P.T. Gelora Aksara Pratama: 1998) hal. 12


(24)

a. Menurut Todaro pembangunan merupakan upaya manusia secara sadar dan sistematik baik individu atau kolektif untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik, sejahtera dan merupakan proses tanpa henti

b. Definisi yang berbeda disampaikan oleh Lauterbach, menurutnya pembangunan merupakan suatu upaya menciptakan kondisi yang lebih baik bagi rakyat suatu negara secara keseluruhan, sesuai dengan kebutuhan mereka yang sesungguhnya, tanpa mengganggu sistem nilai dan cara-cara hidup mereka.11

c. Menurut Kartasasmita pembangunan adalah proses perubahan keadaan menuju pada kondisi yang lebih baik.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi adalah upaya sadar dan terencana manusia untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik melalui perubahan-perubahan yang positif dengna tetap melindungi nilai-nilai yang dianut masyarakat.

B. Tujuan Utama Pembangunan

Tujuan dari pembangunan yang benar-benar sempurna memang tidaklah mudah untuk merumuskannya. Perdebatan mengenai hal ini sudah berlangsung sangat lama dan masing-masing orang berpegang pada keyakinannya masing-masing. Namun secara keseluruhan dapat terangkum

11

Jan-Erik Lane dan Svante Ersson, Ekonomi Politik Komparatif : Demokrasi dan Pertumbuhan Benarkah Kontradiktif, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 2002) hal. 68


(25)

dalam pendapat Profesor Goulet dan tokoh-tokoh lain yakni terdapat tiga tujuan pembangunan.

Pertama kecukupan (sustenance), yang dimaksud kecukupan bukan hanya menyangkut makanan, melainkan mewakili semua hal yang merupakan kebutuhan dasar manusia secara fisik. Kebutuhan dasar adalah segala sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menghentikan kehidupan seseorang. Kebutuhan dasar ini meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Jika satu saja dari sekian banyak kebutuhan dasar ini tidak dipenuhi, maka akan muncul kondisi keterbelakangan absolut.12

Kedua adalah jati diri (self-esteem) komponen universal yang kedua dari kehidupan yang serba lebih baik adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu.13 Pembangunan harus mampu memberikan penghargaan diri sebagai manusia, dan tidak digunakan sebagai alat dari orang lain. Artinya, pembangunan harus mampu mengangkat derajat manusia dan menciptakan kondisi untuk tumbuhnya jati diri (self-esteem)14.

Ketiga adalah kebebasan dari menghamba (freedom from servitude); nilai universal terakhir yang harus terkandung dalam makna pembangunan adalah konsep kemerdekaan manusia. Kemerdekaan atau kebebasan di sini

12

Michael P Todaro, Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I), (Jakarta: P.T. Gelora Aksara Pratama : 1998) hal. 20

13

Ibid hal.. 20

14

Isu-isu Seputar Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dengan Paradigma Humanizing Development , Drs. H. M Ladzi, M. Ag,. Hal 2


(26)

hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan.15 Pembangunan harus membebaskan atau memerdekakan manusia dari penghambaan dan ketergantungan akan alam, kebodohan dan kemelaratan.16 Pembangunan dilakukan untuk tujuan peningkatan kebebasan setiap orang dari kungkungan atau tekanan-tekanan kepentingan yang ada. Ketiga inilah yang merupakan tujuan pokok yang harus digapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan. Ketiganya berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi di hampir semua masyarakat dan budaya sepanjang jaman.17

C. Pembangunan Ekonomi dalam Islam

1. Konsep Pembangunan Ekonomi dalam Khasanah Peradaban Islam

Istilah pembangunan dalam khasanah peradaban Islam dan dalam karya-karya klasik lazimnya dihubungkan dengan konsep „imârah al-ard (memakmurkan bumi) yang dipahami dari ayat al-qur‟an salah satunya surah Hud ayat 61.18 Mayoritas penulis berpendapat bahwa kata al-„imârah

15

Michael P Todaro, Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I), (Jakarta: P.T. Gelora Aksara Pratama : 1998) hal. 21

16

Isu-isu Seputar Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dengan Paradigma Humanizing Development , Drs. H. M Ladzi, M. Ag,. Hal 2

17

Michael P Todaro, Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I), (Jakarta: P.T. Gelora Aksara Pratama : 1998) hal. 19

18

Asmuni Mth, Konsep Pembangunan Ekonomi Islam. Jurnal Al-Mawarid Edisi X tahun 2003. Hal 128-129


(27)

(memakmurkan atau mengelola bumi untuk kemakmuran hidup manusia) identik dengan kata at-tanmiyah al-iqtisadiyah (pembangunan ekonomi)19



































Artinya: “dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya[Maksudnya: manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.], karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."

Walaupun dalam bahasa Arab modern arti kata dari isti‟mar diartikan penjajahan, isti‟mara adalah menjajah. Makna ini tidak dikenal dalam bahasa Al-Quran, dan memang ia merupakan penamaan yang tidak sejalan dengan kaidah bahasa Arab dan akar katanya.20

Kata isti‟mara pada ayat di atas terdiri dari huruf sin dan ta‟ yang dapat berarti meminta seperti dalam kata istighfara, yang berarti meminta

19

Ibid. hal 131

20

Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Tematik atas Pelbagai Permasalahan Umat, (Bandung :Mizan) hal. 558


(28)

maghfirah (ampunan). Dapat juga kedua huruf tersebut berarti

“menjadikan” seperti pada kata hajar yang berarti “batu” bila digandengkan

dengan sin dan ta‟ sehingga terbaca istahjara yang maknanya adalah menjadi batu.

Kata „amara dapat diartikan dengan dua makna sesuai dengan objek dan konteks uraian ayat. Surat Al-Tawbah (9): 17 dan 18 yang menggunakan kata kerja masa kini ya‟muru, dan ya‟muru dalam konteks uraian tentang masjid diartikan memakmurkan masjid dengan jalan membangun, memelihara, memugar, membersihkan, shalat, atau I‟tikaf di dalamnya. Sedangkan surat Al-Rum (30): 9 yang mengulangi dua kali kata kerja masa lampau „amaru berbicara tentang bumi, diartikan sebagai membangun bangunan, serta mengelolanya untuk memperoleh manfaatnya. Jika demikian, kata ista‟marakum dapat berarti “menjadikan

kamu” atau “meminta/menugaskan kamu” mengolah bumi guna

memperoleh manfaatnya.21

Masalah pembangunan juga dibahas secara mendalam oleh Ibn Khaldun dalam karyanya Al-Muqaddimah. Istilah yang digunakannya adalah

„Umran Al-„Alam. Walaupun sebagaian besar ilmuwan maupun masyarakat umum memaknai „Umran dengan istilah yang sudah popular yaitu “sosial”

21

Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Tematik atas Pelbagai Permasalahan Umat, (Bandung :Mizan) hal. 558


(29)

(ijtima‟), “tamadun” (hadarah), dan “perkotaan” (madaniyyah). Namun yang dimaksud oleh Ibn Khaldun adalah makna yang lebih luas.

Pada hakikatnya, „Umran Al-„Alam merupakan suatu ilmu baru yang dinamis serta mengandung makna yang sangat luas, bukan saja dari segi sosial atau pembangunan yang bersifat fisik dan lokal, tetapi meliputi aspek

rohani dan jasmani yang bersifat “universal” untuk tujuan mencapai

kebahagiaan dan kemakmuran manusia di dunia dan di akhirat. Teori `umran al-`alam telah diperkenalkan oleh Ibn Khaldun untuk menangani krisis politik dan sosio-ekonomi yang melanda masyarakat Islam di Asia Barat, khususnya di Andalus dan Afrika Utara pada abad ke-14M akibat terjadinya keruntuhan agama dan akhlak serta perpecahan sesama umat Islam disebabkan perbedaan mazhab, di satu pihak, serta dampak dan pengaruh pemikiran tradisionalis Islam yang diimpor dari kebudayaan dan pemikiran Persia dan Yunani kuno, di pihak yang lain. Pada waktu yang sama, umat Islam pada waktu itu tidak memahami hukum masyarakat (ilmu sosial masyarakat) dan alam yang sudah ditentukan oleh Allah Ta`ala serta kurang peduli terhadap pemeliharaan dan kelestarian alam sekitar yang berdampak pada kehidupan.22

Rasulullah Muhammad SAW sebagai pemegang otoritas tertinggi baik dalam bidang agama maupun negara sebenarnya telah meletakkan

22

Mahayudin Hj Yahaya, „Umran Al „Alam From the Perspective of Ibn Khaldun: A


(30)

dasar pembangunan ekonomi yang komprehensif atau telah menjalankan konsep „umran al-„alam. Dasar-dasar pembangunan yang diletakkan oleh Rasulullah mengintregasikan antara spirit duniawi dan spirit ukhrawi. Pembangunan aqidah dan akhlak atau attitude sebagai etos kerja menjadi prioritas utama.

Sebagai bentuk upaya membangun peradaban baru Rasulullah segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat pertama, membangun masjid sebagai pusat kegiatan masyarakat. Masjid bukan hanya difungsikan sebagai tempat ibadah, melainkan untuk berbagai pembinaan masyarakat serta untuk kegiatan muamalah di sekelilingnya. Kedua, menjalin ukhwah islamiyah antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar dalam bentuk membuat entrepreneur partnership baik dalam mengembangkan pertanian maupun perdagangan. Ketiga, Rasulullah membuat undang-undang yang mengatur hak dan kewajiban setiap individu masyarakat agar tercipta kehidupan yang tertib. Keempat, meletakkan dasar-dasar keuangan negara. Dalam hal ini didirikanlah Batul Mal sebagai pusat pengelolaan keuangan negara. Batul Mal menjadi pusat pengumpulan pendapatan negara yang berasal dari dana ziswaf serta retribusi dari negara. Kemudian dana yang dikumpulkan disalurkan untuk pembangunan infrastruktur, gaji pegawai, pendidikan serta pengentasan kemiskinan.23

2. Pembangunan Ekonomi Islam di Era Modern

23


(31)

Islam sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur masalah ibadah, melainkan mengatur semua aspek dalam kehidupan salah satunya adalah muamalah. Muamalah mengatur berbagai aturan hubungan sesama manusia termasuk di dalamnya urusan ekonomi. Bahkan seorang orientalis paling terkenal bernama H.A.R Gibb mengatakan, “Islam is much more than

a system of theology it‟s a complete civilization” (Islam bukan sekedar sistem theologi, tetapi merupakan suatu peradaban yang lengkap).

Prinsip-prinsip ekonomi dalam Islam pada dasarnya telah dipraktekkan pada zaman Rasulullah sampai para sahabat-sahabatnya walaupun belum ada penyusunan prinsip-prinsip ekonomi yang sistematis pada waktu itu. Tulisan-tulisan pemikiran tentang ekonomi ditulis dalam kitab-kitab filsafat maupun fiqh. Para cendekiawan muslim berusaha untuk mengidentifikasi pemikiran-pemikiran ekonomi Islam.24

Runtuhnya kekuasaan negara-negara Islam dan bahkan mengalami penjajahan oleh bangsa-bangsa Eropa menyababkan degradasi peradaban Islam yang sangat signifikan. Peradaban Islam seolah benar-benar tidak penah ada, termasuk dalam khazanah pemikiran ekonomi Islam. Josep Schumpeter misalnya mengatakan, adanya “Great Gap” dalam sejarah pemikian ekonomi selama 500 tahun yaitu masa yang dikenal sebagai the dark age. Dalam karyanya, “History of Economics Analysis”, ia menegaskan bahwa pemikir ekonomi muncul pertama kali di zaman Yunani Kuno pada abad 4 SM dan

24


(32)

bangkit kembali pada abad 13 M di tangan pemikir skolastik Thomas Aquinas.25

Negara-negara Islam yang sebagian besarnya baru merdeka pasca Perang Dunia II ternyata belum sepenuhnya bisa mengaktualisasikan sistem perekonomian yang sesuai ajaran Islam. Hal tersebut dikarenakan bangsa asing masih ikut campur tangan dalam berbagai hal, termasuk sistem ekonomi yang berbasis pada kapitalisme dan sekularisme. Penerapan sistem dari Barat ternyata tidak sepenuhnya berhasil dan cenderung gagal. Kondisi negara-negara muslim yang hampir seluruhnya masuk dalam kategori negara-negara berkembang (adapun negara yang maju dikarenakan kekayaan minyak mentah dan gas alam, maka dibutuhkan upaya untuk merubah struktur ekonomi kearah pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan), dan sebagiannya lagi dalam kategori negara miskin.26

Negara-negara Islam pada umumnya tidak mampu menginternalisasi mesin pertumbuhan. Paradoks yang terjadi di negara muslim adalah bahwa mereka kaya akan sumber daya alam, namun ekonominya lemah dan miskin.27 Ilmuwan sering menyebut paradoks ini dengan kutukan sumber daya atau

“resorce curse”. Perkonomian mereka tegantung pada negara Barat dalam banyak hal, misalnya impor bahan makanan, barang-barang manufaktur,

25

Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Depok : Gramata 2010) hal. 69

26

Dr. Abdel Rahman Yousri Ahmed, An Introduction to an Islamic Theory of Economic Development, 8th International Conference on Islamc Economic and Finance

27

Khurshid Ahmad, Studies In Islamic Economics, (Jeddah : International Centre for Research in Islamic Economics King Abdul Aziz University 1980) hal. 172


(33)

tekhnologi, dan lain-lain, disisi lain mereka mengekspor produk primer. Sebagiannya menderita karena efek dari warisan sistem ekonomi kolonial yang berlarut-larut, dan ini adalah contoh yang sempurna dari hubungan

“negara maju di pusat –negara miskin pinggiran”.28

Untuk menanggapi semua isu yang berkembang khususnya pada dunia Islam dan mencari upaya untuk mengatasinya permasalahan tersebut, pada

tahun 1976 Universitas King Abdul Aziz menggelar “International

Conference on Islamic Economics” yang pertama. Konferensi ini di hadiri oleh 200 ekonom dan ulama dari seluruh dunia. Konferensi ini boleh dikatakan sebagai awal kebangkitan ilmu ekonomi Islam di era modern serta lahirnya ilmu ekonomi pembangunan Islam. Pokok-pokok bahasan dalam konferensi tersebut diantaranya konsep dan metodologi ekonomi Islam, produksi dan konsumsi dalam ekonomi Islam, peran negara dalam ekonomi

Islam, asuransi dengan konsep syari‟ah, bank bebas bunga, zakat dan

kebijakan fiskal, dan ekonomi pembangunan Islam.29 Ekonomi pembangunan menjadi topik yang sangat relevan mengingat resep pembangunan yang ditawarkan oleh barat nyatanya tidak sesuai dengan kondisi sosio-kultur negara muslim.

3. Pengertian Pembangunan Ekonomi Islam

28

Ibid hal. 172

29

Khurshid Ahmad, Studies In Islamic Economics, (Jeddah : International Centre for Research in Islamic Economics King Abdul Aziz University 1980) hal. xvii


(34)

Istilah pembangunan ekonomi yang dimaksudkan dalam Islam adalah “the process of allaviating poverty and provision of ease, comfort and decency in life” (Proses untuk mengurangi kemiskinan serta menciptakan ketentraman, kenyamanan dan tata susila dalam kehidupan).30 Sedangkan menurut DR. Abdel-Rahman Yousri Ahmed Pembangunan adalah perubahan struktural dalam lingkungan sosio-ekonomi, yang terjadi bersamaan dengan penerapan hukum Islam dan nilai-nilai etika, sehingga memacu kapasitas produktif manusia yang maksimal dan kemungkinan pemanfaatan terbaik dari sumber daya yang tersedia, dengan tujuan tercapainya keseimbangan antara aspek material dan spiritual.31

Atau jika kita mengacu pada literatur klasik bahwa pembangunan memiliki arti „umran al-„alam maka konsep dari Ibn Khaldun menjadi konsep pembangunan yang komprehensif. Di atas kaedah inilah maka Ibn Khaldun mendefinisikan `umran, sebagaimana yang dinyatakan oleh al-Jabri, iaitu:

“Suatu fenomena sosial yang digerakkan oleh sekumpulan masyarakat yang

bekerjasama/bermuafakat di kawasan kota atau desa dalam sebuah negara yang berdaulat dan berpengaruh bagi tujuan memenuhi keperluan hidup yang bahagia dan makmur baik segi rohani atau jasmani bersamaan dengan penerapan ajaran agama dan akhlak serta hukum dan peraturan kejadian alam

30

http://www.agustiantocentre.com diakse pada tanggal 19 Februari 2014 10:40

31

Dr. Abdel Rahman Yousri Ahmed, An Introduction to an Islamic Theory of Economic Development, 8th International Conference on Islamc Economic and Finance


(35)

dan manusia ciptaan Allah Ta`alan” (Muhammad `Abid al-Jabri, 1992:132-138, 298)

Dapat disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi yang dimaksud dalam islam adalah upaya yang dilakukan oleh sekumpulan masyarakat yang saling bekerja sama untuk mencapai kehidupan yang lebih baik disertai dengan pengamalan ajaran Islam yang universal demi kehidupan yang berkelanjutan.

D. Prinsip Utama dalam Ekonomi Pembangunan Islam

Menurut Umer Chapra tujuan dari suatu sistem ekonomi sangat dipengaruhi oleh pandangan-duniannya. Salah satunya adalah pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimana alam semesta muncul, makna dan tujuan hidup manusia, kepemilikan dan penggunaan objektif sumber daya yang langka untuk kehidupan manusia, serta hubungan antar sesama manusia (termasuk hak dan kewajiban mereka) juga pada lingkungan. Sebagai contoh, jika pandangan mengenai alam semesta tercipta dengan sendirinya, maka akibatnya manusia tidak perlu bertanggungjawab pada siapapun dan hidup bebas sesukanya. Tujuan hidup mereka hanya sekedar mencari kesenangan, tanpa memperdulikan bagaimana cara mendapatkannya dan apa akibatnya bagi orang lain dan lingkungannya. Kemudian, pemenuhan kepentingan pribadi dan seleksi alam menjadi norma-norma yang paling logis dari kebiasaan. Jika diyakini bahwa manusia hanyalah pion-pion dalam papan catur sejarah dan kehidupan mereka ditentukan oleh kekuatan dari luar di


(36)

mana mereka tidak memiliki kontrol, sehingga meraka tidak bertangung jawab terhadap apa yang terjadi disekeliling mereka dan tidak perlu khawatir dengan ketidak adilan yang terjadi.32

Akan tetapi, jika keyakinannya bahwa manusia dan apapun yang dimilikinya diciptakan oleh Maha Pencipta dan mereka bertanggung jawab kepada-Nya, mereka mungkin tidak menganggap diri mereka benar-benar bebas untuk berkehendak sesuka hati atau seperti pion yang tak berdaya di papan catur sejarah. Lebih dari itu, mereka memiliki misi yang harus dijalankan, dan harus memanfaatkan sumber daya yang terbatas, serta saling peduli satu sama lain dan lingkungannya dalam rangka menjalankan misinya.33

Oleh karena cara pandang sangat mempengaruhi hasil akhir dari suatu sistem yang diterapkan maka Islam harus memiliki pandangan-dunia yang holistik mencangkup unsur kemanusian dan ketuhanan. Menurut Chapra prinsip utama dalam ekonomi pembangunan Islam adalah tauhid, khilafah,

dan „adalah. Sementara menurut Khurshid Ahmad prinsip utama atau landasan filosofi ekonomi pembangunan Islam ada empat (4) yaitu; tauhid, rububiyyah, khilafah, dan tazkiyah. Sedangkan Aidit Ghazali (1990) dalam bukunya “Development: An Islamic Perspective” membagi filosofi dasar menjadi lima (5) yaitu; tauhid uluhiyah, tauhid rububiyyah,khilafah, tazkiyyah

32

Umer Chapra, Islam and Economic Development, (Islamabad Islamic Reseach Institute Press : 1993). Hal.

33


(37)

an-nas, dan al-falah. Walaupun terdapat beberapa perbedaan namun pada

dasarnya memiliki persamaan sumber yaitu Qur‟an dan Hadits dan juga tujuan

yang sama yakni maqashid syari‟ah.

Prinsip-prinsip ekonomi pembangunan dalam Islam yaitu;34

1. Tauhid Ulihiyyah, yaitu percaya pada Kemahatunggalan Allah dan semua yang di alam semesta merupakan kepunyaan-Nya. Dalam konteks upaya pembangunan manusia harus sadar bahwa semua sumber daya yang tersedia adalah kepunyaan-Nya sehingga tidak boleh hanya dimanfaatkan untuk pemenuhan kepentingan pribadi.

2. Tauhid Rububiyyah, yaitu percaya bahwa tuhan sendirilah yang menenrukan keberlanjutan dan hidup dari ciptaanya serta menurut siapa saja yang percaya kepada-Nya kepada kesuksesan. Dalam konteks upaya pembangunan, manusia harus sadar bahwa pencapaian tujuan-tujuan pembangunan tidak hanya bergantung pada upayanya sendiri, tetapi juga pada pertolongan Tuhan, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Pada satu titik ekstrem, sikap fatalistic tidak dibenarkan sementara pada titik ekstrem lainnya, kepercayaan sepenuhnya pada upaya-upaya manusia sendiri dianggap tidak adil bagi Sang Pencipta.

3. Khilafah, yaitu peranan manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Di samping sebagai wakil atas segala sumber daya yang diamanatkan

34

Mudrajat Kuncoro, Ph.D, Masalah, Kebijakan, dan Politik: Ekonomika Pembanguan, (Jakarta : Penerbit Erlangga2010) hal. 23-24


(38)

kepadanya, manusia yang beriman juga harus menjalankan tanggung jawabnya sebagai pemberi teladan atau contoh yang baik bagi manusia lainnya.

4. Tazkiyyah an-nas, ini merujuk kepada pertumbuhan dan penyucian manusia sebagai prasyarat yang diperlukan sebelum manusia menjalankana tanggung jawab yang ditugaskan kepadanya. Manusia adalah agen perubahan dan pembangunan (agent of change and development). Oleh karena itu, perubahan dan pembangunan apa pun yang terjadi sebagai akibat upaya manusia ditujukan bagi kebaikan lain dan tidak hanya bagi pemenuhan kepentingan pribadi.

5. Al-falah, yaitu konsep keberhasilan dalam Islam bahwa keberhasilan apa pun yang dicapai di kehidupan dunia akan mempengaruhi keberhasilan di akhirat sepanjang keberhasilan yang dicapai semasa hidup di dunia tidak menyalahi petunjuk atau bimbingan yang telah Tuhan tetapkan. Oleh karena itu, tidak ada dikotomi di antara upaya-upaya bagi pembangunan di dunia ataupun persiapan bagi kehidupan akhirat.

6. „Adalah, tanpa disertai keadilan sosio-ekonomi, persaudaraan yang merupakan satu bagian integral dari konsep-konsep sebelumnya akan tetap menjadi konsep yang tidak memiliki substansi. Rasulullah sangat tegas dalam menghadapi perihal keadilan, bahkan Rasulullah menyamakan ketidakadilan dengan dzulm “kegelapan mutlak”. Ibnu


(39)

menegakkan negeri yang adil meskipun kafir, tetapi tidak menegakkan negeri yang tidak adil meskipun beriman.35 Sementara untuk mewujudkan keadilan tersebut setidaknya harus dilakukan dengan cara ; (1) pemenuhan kebutuhan, (2) penghasilan yang diperoleh dari sumber yang baik, (3) distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, (4) pertumbuhan dan stabilitas.36

E. Tantangan Pembangunan dan Indikator Pembangunan 1. Tantangan Pembangunan

Tantangan dalam pembangunan di manapun dan dalam sistem apapun hampir semuanya memiliki permasalahan yang sama, yaitu; kemiskinan, ketimpangan pendapatan, pengangguran, kerusakan lingkungan, ketimpangan pembangunan, dan kerusakan moral masyarakat.

a. Kemiskinan

Kemiskinan adalah akar kata dari miskin dengan awalan ke dan akhiran an yang menurut kamus bahasa Indonesia mempunyai persamaan arti dengan kefakiran yang berasal dari asal kata fakir dengan awalan ke dan akhiran an. Dua kata tersebut seringkali juga disebutkan secara bergandengan; fakir miskin dengan pengertian orang yang sangat kekurangan. Al-Qur‟an memakai beberapa kata dalam menggambarkan kemiskinan, yaitu faqir, miskin, al-sail, dan al-mahrum,tetapi dua kata

35

M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Surabaya : Risalah Gusti 1999) hal. 229-230

36


(40)

yang pertama paling banyak disebutkan dalam ayat al-Qur‟an. Kata fakir dijumpa dalam al-Qur‟an sebanyak 12 kali dan kata miskin disebut sebanyak 25 kali,yang masing-masing digunakan untuk pengertian yang hampir sama.37

b. Ketimpangan

Ketimpangan dibagi menjadi dua, ketimpangan pendapatan dan ketimpangan pembangunan antar daerah. Ketimpangan pendapatan adalah kesenjangan dalam distribusi pendapatan antara antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi masyarakat dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Sedangkan penyebab ketimpangan pembangunan antar daerah adalah konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu, misalnya di Indonesia pembangunan lebih terpusat di pulau jawa tepatnya Jakarta. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi yang rendah cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.

c. Pengangguran

Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan

37

M Amin Abdullah, Usaha Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional Ditinjau dari Agama, diakses dari www.aminabd.wordpress.com diakses pada tanggal 23 Maret 2014


(41)

pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.

Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan

kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah “pengangguran terselubung” di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang. Jumlah pengangguran biasanya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk serta tidak didukung oleh tersedianya lapangan kerja baru atau keengganan untuk menciptakan lapangan kerja (minimal) untuk dirinya sendiri atau memang tidak memungkinkan untuk mendapatkan lapangan kerja atau tidak memungkinkan untuk menciptakan lapangan kerja. Sebenarnya, kalau seseorang menciptakan lapangan kerja, menciptakan lapangan kerja (minimal) untuk diri sendiri akan berdampak


(42)

positif untuk orang lain juga, misalnya dari sebagian hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk membantu orang lain walau sedikit saja.38

d. Degradasi Lingkungan

Degradasi lingkungan dapat diartikan sebagai penurunan kualitas lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan pembangunan yang dicirikan oleh tidak berfungsinya secara baik komponen-komponen lingkungan sebagaimana mestinya. Degradasi lingkungan pada dasarnya disebabkan oleh adanya intervensi atau campur tangan manusia yang berlebihan terhadap keberadaan lingkungan secara alamiah.

Akibat dari degradasi lingkungan adalah menurunnya kemampuan alam untuk menyediakan bahan pemenuh kebutuhan manusia. Beberapa bencana alam seperti banjir, longsor, dan kebakaran hutan merupakan hasil secara tidak langsung dari aktivitas manusia sehingga dampaknya bisa disebut sebagai degradasi lahan. Degradasi lahan memiliki dampak terhadap produktivitas pertanian, menurunnya kualitas air, kualitas lingkungan, dan memiliki efek terhadap ketahanan pangan.

e. Kerusakan Moral

Ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dimanfaatkan oleh manusia secara positif-konstruktif maupun secara negative-destruktif tergantung kepada moral dan mental manusia (Bintarto, 1994:39) yang berperan sebagai pencipta, pengembang, dan penggunanya, dalam bahasa Djuretna

38


(43)

A Iman Muhni ilmu pengetahuan dan teknologi selalu terkait dengan pemilik dan pemakainya yakni manusia yang sering tidak mampu mengendalikan nafsu serakahnya sendiri dalam artian moral.39 Hal serupa terjadi dalam pembangunan, meskipun bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran seluruh lapisan masyarakat, namun jika tidak ada landasan moral maka akan menimbulkan masalah yang baru.

Walaupun jarang dibahas terutama dalam ekonomi pembangunan konvensional, kerusakan moral sesungguhnya memiliki pengaruh yang kuat dalam pembangunan jangka panjang. Masyarakat yang tidak memiliki pegangan nilai moral yang benar maka akan mengalami degradasi peradaban. Misalnya, dalam sistem kapitalis persaingan menjadi pemicu utama pertumbuhan ekonomi yang berakibat pada timbulnya individualism. Pembangunan yang mengabaikan moral berakibat pada rusaknya generasi sebagaimana menurut professor Thomas Lickona dari Cortland University dengan cirri-ciri (1) meningkatnya kekerasan dikalangan remaja, (2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, (3) pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan, (4) meningkatnya perilaku yang merusak diri, seperti narkoba, sex bebas, dan alkohol, (5) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, (6) penurunan etos kerja, (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua

39

Siti Syamsiyatun dan Nihayatul Wafiroh, ed., Filsafat, Etika, dan Kearifan Lokal untuk Kontruksi Moral Bangsa, (Geneva: Globalethics.net 2013) hal. 42


(44)

dan guru, (8) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, (9) ketidak jujuran yang telah begitu membudaya, (10) adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.40

2. Indikator Pembangunan

Pada dasarnya arti dari pembangunan sebagaimana diungkapkan oleh Ginandjar Kartasasmita adalah suatu proses perubahan kearah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana. Untuk mengetahui apakah upaya-upaya yang dilakukan telah sesuai dengan rencana, maka diperlukan sebuah ukuran (indikator). Walaupun masing-masing negara memiliki kebutuhan berbeda dalam melaksanakan pembanguanan, namun pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, maka indikator-indikator pembangunan secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu indikator ekonomi dan indikator sosial.

Indikator ekonomi terdiri dari; a. Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan salah satu indikaor makro-ekonomi yang telah lama digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif makroekonomi, indikator ini merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat diukur, sehingga dapat menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.

40

Siti Syamsiyatun dan Nihayatul Wafiroh, ed., Filsafat, Etika, dan Kearifan Lokal untuk Kontruksi Moral Bangsa, (Geneva: Globalethics.net 2013) hal. 45


(45)

Tampaknya pendapatan per kapita telah menjadi indikator makroekonomi yang tidak bisa diabaikan, walaupun memiliki beberapa kelemahan. Sehingga pertumbuhan pendapatan nasional, selama ini, telah dijadikan tujuan pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Seolah-olah ada asumsi bahwa kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara otomatis ditunjukkan oleh adanya peningkatan pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi).Walaupun demikian, beberapa ahli menganggap penggunaan indikator ini mengabaikan pola distribusi pendapatan nasional. Indikator ini tidak mengukur distribusi pendapatan dan pemerataan kesejahteraan, termasuk pemerataan akses terhadap sumber daya ekonomi.41

b. Perubahan Struktural yang Tinggi

Perubahan struktural dalam perubahan ekonomi modern mencangkup peralihan dari kegiatan pertanian ke nonpertanian, dari industry ke jasa, peru bahan dalam skala unit-unit produktif.42 Pergeseran intersektoral ini dibarengi dengan pertumbuhan dalam skala perusahaan, dan terjadi perubahan bentuk organisasi dalam sektor seperti manufakturing atau perdagangan, yaitu dari perusahaan kecil tidak berbadan hukum menjadi unit usaha yang besar dengan struktur industri dan teknologi yang berubah cepat. Adapula perubahan yang terjadi dengan cepat, yaitu dalam alokasi produk yang terjadi di antara

41

http://www.scribd.com/doc/56431323/Teori-Dan-Indikator-Pembangunan diakses tanggal 13 Februari 2014

42

M.L Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, (Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada2004) hal. 60


(46)

berbagai perusahaan produksi dalam segala bentuk dan ukurannya. Akibantnya terjadi juga perubahan dalam alokasi tenaga kerja.43

c. Urbanisasi

Pertumbuhan ekonomi modern juga ditandai dengan semakin banyaknya perpindahan penduduk dari desa ke perkotaan akibat dari perkembangan industrialisasi di kota. Urbanisasi mempersatukan orang-orang dari berbagai asal maupun latar belakang. Interaksi di perkotaan menuntut mereka untuk saling belajar dan bekerja sama. Perubahan juga terjadi pada angka kelahiran dan bergeser kearah keluarga kecil, selain itu hal ini juga menciptakan iklim bagi tumbuhnya kegiatan intelektual. Sementara menurut Simon Kuznet, urbanisasi mempengaruhi tingkat pengeluaran konsumen melalui tiga cara. Pertama, menghasilkan pembagian kerja dan spesialisasi yang makin meningkat, serta meningkatnya usaha dari rumah tangga. Kedua, meningkatnya harga kebutuhan pokok. Ketiga, berlakunya demonstration effect kehidupan kota mendorong pengeluaran para urban meningkat.44

d. Tingkat Tabungan

Meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat memungkinkan masyarakat untuk menyisihkan sebagian pendapatannya untuk ditabung. Dengan meningkatnya jumlah tabungan ini maka ketersediaan modal usaha

43

M.L Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, (Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada2004) hal. 61

44

M.L Jhingan, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, (Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada2004) hal. 62


(47)

semakin meningkat, dengan meningkatnya modal maka jumlah usaha baru akan meningkat yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kapasitas produksi.

Keberhasilan pembangunan yang ditunjukkan oleh kinerja indikator ekonomi tidak sepenuhnya menjamin bahwa pembangunan itu telah berhasil. Misalnya peningkatan pendapatan tanpa disertai pemerataan pendapatan, akhirnya akan menghambat kenaikan pendapatan sebagai akibat menurunnya semangat kerja dan sangat mungkin juga karena meningkatnya ketegangan-ketegangan sosial.45

Pembangunan yang hanya mengutamakan pertumbuhan fisik tanpa mempertimbangkan nilai-nilai terbukti telah gagal. Oleh sebab itu para ilmuwan mencoba mengembalikan akan pentingnya nilai dan etika dalam

pembangunan. salah satu pendapat yaitu dari Goulet (1995) “Etika

menempatkan konsep pembangunan dalam kerangka kerja yang luas dimana pembangunan pada akhirnya berarti kualitas hidup dan kemajuan masyarakat melalui nilai-nilai yang diekpresikan dalam berbagai budaya. Ini adalah tujuan utama untuk menciptakan kesempatan manusia untuk hidup seutuhnya sebagai manusia sejati.46

45

Mustopadidjaja AR, Perannya Sekitar10 Januari 1966: Landasan Perekonomian Orde Baru, dalam “Kesan Para Sahabat Untuk Widjojo Nitisastro” Editor Moh. Arsyad Anwar dkk. (Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara2007) hal 78

46

Humayon A Dar and Saidat F. Otiti, Construction of an Ethics-augmented Human Development Index with a Particular Reference to the OIC Member Countries, (Economics Research Paper no. 02-14: Loughborough University 2002) hal. 4


(48)

Oleh karena itu dalam Islam indikator sosial menjadi prioritas utama tentunya dengan tidak mengesampingkan indikator ekonomi. Walaupun pembangunan dengan perspektif pembangunan manusia relative baru, gagasan tentang kehidupan yang lebih baik sebenarnya adalah tema-tema ulangan dari filsuf muslim awal, misalnya Al-Ghazali dan Ibn Khaldun.47

Pada umumnya indikator sosial dinyatakan dalam indeks-indeks yang meliputi Phisical Quality of Life Index (PQLI) atau Indeks Mutu Kidup dan Human Development Index (HDI) atau Indek Pembangunan Manusia.

1) Phisical Quality of Life Index (PQLI) atau Indeks Mutu Kidup mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat dengan menggabungkan tiga komponen penting yaitu; harapan hidup pada umur 1 tahun, angka kematian, dan tingkat melek huruf. Untuk masing-masing indikator, kinerja ekonomi suatu negara dinyatakan dalam skala 1 hingga 100, di mana 1 merupakan kinerja ekonomi terendah, sedangkan 100 adalah kinerja ekonomi tertinggi.48

2) Human Development Index (HDI) atau Indek Pembangunan Manusia adalah program UNDP untuk menganalisis perbandingan status pembangunan sosial ekonomi di berbagai negara. UNDP mengeluarkan laporan ini setiap tahunnya berupa Human Development Report.

47

Ibid. hal. 7

48

Mudrajat Kuncoro, Ph.D, Dasar-dasar: Ekonomika Pembanguan(Edisi 5), (Yogyakarta : UPP STIM YKPN2010) hal.19


(49)

Komponen dalam HDI meliputi, angka harapan hidup, literasi, dan pendapatan perkapita riil.

Visi pembangunan dalam Islam adalah keseimbangan antara dunia dan akhirat, dengan menjadikan nilai-nilai ajaran ilahi sebagai fondasi dengan tujuan akhirnya adalah tercapainya maqashid syari‟ah. Maqashid syariah terdiri dari lima elemen yang sangat penting yang terdiri dari hifz ad-din (menjaga keimanan), hifz an-nafs (menjaga jiwa), hifz al-aql (menjaga akal), hifz an-nasl (menjaga keturunan), dan hifz al-mal (menjaga harta).

Untuk mengukur pencapain maqashid syari‟ah Humayon A Dar dan Saidat F. Otiti membuat sebuah terobosan dengan memasukkan indikator-indikator ekonomi dan non-ekonomi kedalam unsur-unsur maqashid

syari‟ah misalnya faktor hifz ad-din (menjaga keimanan) diukur dengan menggunakan indeks kepercayaan, hifz an-nafs (menjaga jiwa) dapat diukur dengan Angka Harapan Hidup, hifz al-aql (menjaga akal) diukur menggunakan Indeks Pendidikan hifz an-nasl (menjaga keturunan) dapat diukur dengan Indeks Nilai Keluarga dan Emisi Karbon.


(50)

BAB III

Rekonstruksi Pemikiran Para Tokoh Mengenai Pembangunan Ekonomi A. Al-Ghazali

1. Profil Al-Ghazali

Lahir pada tanggal 14 Jumadil Akhir 450 / 18 Desember 1058 M di kota Thusi sebuah kota kecil di Khurasan (sekarang Iran). Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Ghazâli Muhammad ibn Muhammad Ghazâli al-Thusi. Al-Ghazali hidup pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, tepat pada saat kekuasaan Dinasti Saljuk. Ia hidup ditengah berbagai masalah yang sedang dialami umat Islam.

Pada masa al-Ghazâli, tidak saja terjadi disintegrasi umat Islam di bidang politik, melainkan juga di bidang sosial-keagamaan. Umat Islam ketika itu terpilah-pilah dalam beberapa golongan mazhab fiqh dan aliran kalam yang masing-masing tokoh ulamanya dengan sadar menanamkan fanatisrne golongan kepada umat. Sebenarnya tindakan serupa juga diperankan oleh pihak penguasa. Setiap penguasa menanamkan pahamnya kepada rakyat dengan segala daya upaya, bahkan dengan cara kekerasan. Sebagai contoh, apa yang dilakukan oleh Al-Kundury, Perdana Menteri Dinasti Saljuk pertama yang beraliran Mu‟tazilah sehingga mazhab dan


(51)

aliran lainnya (seperti mazhab Syifi‟i dan Asy‟ari) menjadi tertekan, bahkan

banyak korban dan tokoh-tokohnya.49

Ayah Al-Ghazali wafat ketika ia masih kecil, sehingga untuk pendidikan formal diperolehnya di Madrasah setelah dianjurkan oleh para sufi yang mengasuhnya, karena ia tidak mampu lagi memenuhi kebutuhannya sendiri. Ia belajar fiqh dari Ahmad Ibnu Muhammad ar-Razkan at-Thusi di Thus dan tasawwuf dari Yusuf an- Nasaj, kemudian hinggà 470 H. Al-Ghazali, belajar ilmu-ilmu dasar yang lain, termasuk bahasa Persia dan Arab pada Nasr al-Ismâil di Jurjin. Pada usia 20 tahun telah menguasai beberapa ilmu-ilmu dasar dan dua bahasa pokok yang lazim dipergunakan oleh masyarakat ilmiah ketika itu, sehingga dua bahasa ini mengantarkan dalam memahami buku-buku ilmiah secara otodidak. Tahun 473 H. Al- Ghazâli pergi ke Naizabur untuk belajar di Madrasah an-Nizamiah, ketika itu Imam al-Haramain Diya ad-Din al-Juwaini (478 H.) bertindak sebagai kepala dan tenaga pengajar di sana.50

2. Pemikiran Al-Ghazali

Walaupun Al-Ghazali lebih dikenal sebagai tokoh sufi yang termashur, namun tidak sedikit karya-karyanya yang membahas tentang masalah-masalah yang terjadi ditengah masyarakat, diantaranya masalah ekonomi. Pemikiran Al-Ghazali mengenai ekonomi boleh dikatakan

49

H. Hadi Mutamam, “Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali dan Metode Ijtihadnya dalam

Al-Muatashfa”, Mazahib, vol. IX. No. 1, Juni 2007. Hal 13

50


(52)

pemikiran yang orisinal karena pemikirannya telah terkonsep jauh sebelum teori-teori ekonomi yang berkaitan konsep maslahah, dengan pasar, evolusi uang, serta aktivitas produksi disusun oleh ilmuwan ekonomi Barat.

Diantara banyak pemikiran dalam bidang ekonomi yang paling menonjol adalah pemikiran tentang konsep maqasid al-syari‟ah. Konsep ini

secara langsung disebutkan baik dalam qur‟an maupun hadits serta telah

dibahas oleh banyak ilmuwan muslim.51 Seluruh alasan syar‟i yang mendasarinya, yang mana disepakati oleh sebagian besar para ulama adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia (jalb al-mashalih) serta prinsip menjauhkan manusia dari segala bahaya (daf‟u al-mafashid). Al-Ghazali merumuskan maqasid al-syari‟ah kedalam lima kategori utama sebagaimana

terdapat dalam perkataanya “ Tujuan utama syari‟ah adalah meningkatkan

kesejahteraan manusia, yang terletak pada perlindungan iman, hidup, akal, keturunan dan harta. Apa saja yang menetapkan perlindungan kelima hal ini merupakan kemaslahatan umum dan diinginkan, juga apapun yang menyakiti

mereka berarti melawan kemaslahatan public dan tidak diinginkan.”52

Pemikiran Al-Ghazali jika kita cermati, telah menembus batasan ruang dan waktu. Pemikirannya bisa diaplikasikan dimana saja dan kapan saja.

51

Beberapa tokoh yang sangat terkemuka telah me nguraikan tentang maqasid al-Sharī„ah

mereka adalah : al-M turīdī (d.333/945), al- Sh shī (d.365/975), al-B qill nī (d. 403/1012), al-Juwaynī (d.478/1085), al-Ghaz lī (d.505/111), Fakhr al-Dīn al-R zī (d. 606/1209), al- midī (d. 631/1234), „Izz al-Dīn „Abd al-Sal m (d. 660/1252), Ibn Taymiyyah (d. 728/1327), al-Sh tībī (d. 790/1388) and Ibn

„ shūr (d.1393/1973)

52

M Umer Chapra, The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah, (Jeddah Islamic Research and Training Institute, IDB 2007), hal. 5-6


(53)

Misalnya sekarang sedang berkembang paradigm pembangunan inklusif (inclusive development)53, pembangunan berkelanjutan (sustainable development)54, dan juga MDG‟s (Millennium Development Goals)55, semua paradigm pembangunan itu telah terangkum semua dalam konsep maqasid syariah.

Semua ulama sepakat dengan lima kategori dalam konsep maqasid

syari‟ah, namun terdapat perbedaan dalam menempatkan point mana yang diutamakan, akan tetapi sebenarnya kelima point tersebut memiliki keutamaan yang sama jadi penempatan urutan tidak berarti apapun, itu hanya tergantung dari sudut pandang para ulama saja. Hal terpenting adalah pemihaman dan pengimplementasian maqasid syariah dalam segala aspek kehidupan dan khususnya dalam pembangunan ekonomi. Kelima aspek maqasid syariah jika disederhanakan akan menjadi dua komponen besar, yaitu, komponen non-material manusia diwakili oleh perlunya menjaga iman (hifdz din) dan komponen materiil manusia yang terwakili oleh menjaga hidup, akal, keturunan, dan harta.

53

Pembangunan inklusif adalah pembangunan yang melibatkan seluruh unsur masyarakat tanpa pengecualian, mamberikan akses yang sama untuk ikut serta ataupun meninkmati hasil pembangunan

54

Pembangunan berkelanjutan dimaknai sebagai pembangunan dalam rangka memenuhi kebutuhan masa kini dengan tidak mengorbankan kebutuhan generasi penerus akibat dari kerusakan lingkungan.

55

MDGs adalah kesepakatan yang ditanda tangani oleh kepala negara atau perwakilannya dari 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000. Tujuan dari kesepakatan ini adalah peningkatan kesejahteraan dan pembangunan masyarakat dunia pada tahun 2015. Kesepakatan itu terdapat dalam butir-butir diantaranya, penanggulangan kemiskinan dan kelaparan, pendidikan dasar untuk semua, kesetaraan gender, pelestarian lingkungan dan peningkatan kualitas kesehatan.


(54)

a. Urgensi Menjaga Iman (hifdz din)

Kata hifdz din diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi faith, kemudian dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi kepercayaan atau iman. Iman menjadi salah satu unsur dalam maqasid syariah karena memang manusia membutuhkan sebuah kepercayaan. Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup dan budayanya. Tetapi selain kepercayaan itu dianut karena kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran.56

Kepercayaan akan menghasilkan tata nilai guna menopang kehidupan yang kemudian dalam tahapan lebih tinggi akan menghasilkan kebudayaan. Misalnya kepercayaan akan adanya Tuhan penguasa semesta akan berimplikasi pada kehidupan dan melahirkan sebuah nilai, yaitu, bahwa segala sesuatu yang ada di bumi dan dimiliki manusia sesungguhnya milik Tuhan. Sehingga segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia mendapat pengawasan dari Tuhan dan harus dipertanggung jawabkan.

Kepercayaan dalam islam dibahas dalam ajaran tauhid yang mengajarkan kepercayaan selain percaya pada eksistensi Tuhan, juga harus percaya bahwa Tuhan menurunkan aturan-aturan melalui Rasul-rasulnya, serta melalui kitab-kitab sucinya. Memegang teguh ajaran tauhid akan

56


(55)

menghasilkan nilai atau perilaku atau akhlak57 mulia yang pada akhirnya akan membangun peradaban yang tinggi, seperti, sikap saling menolong, peduli pada lingkungan dan lain-lain.

Tuhan menciptakan manusia bukan hanya terdiri dari unsur fisik saja melainkan unsur rahani juga. Keduanya telah diakui eksistensinya, keduanya juga membutuhkan asupan tersendiri. Jika tubuh manusia membutuhkan makanan untuk bertahan hidup dan berkembang, pakaian dan papan untuk berlindung, maka jiwa manusia membutuhkan sebuah kepercayaan yang benar untuk memenuhi kebutuhannya.

Sangat jelas bahwa aspek hifzd din sangat penting dalam pembangunan. Karena dengan menjadikan kepercayaan atau agama sebagai unsur penting dalam pembangunan telah menjadikan pembangunan sebagi konsep yang utuh, yakni meliputi kebutuhan manusia baik fisik maupun non-fisik.

b. Urgensi Menjaga Kehidupan (an-nafs), Akal (hifdz „aql), Keturunan (an-nasl), dan Harta (al-mal)

Manusia diciptakan Tuhan ke muka bumi tidak lain untuk menjadi khalifah. Tugas utama khalifah adalah untuk memakmurkan bumi. Memakmurkan dalam pembahasan ini sama pengertiannya dengan

57

Al-Ghazali dalam kitab Ihya „Ulumuddin mendefinisikan akhlak adalah suatu perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya, secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan atau atau direncanakan sebelumnya


(56)

pembangunan. Sedangkan pembangunan sangat tergantung pada kualitas

manusia itu sendiri, atau menurut Ibn Khaldun “bangkit dan runtuhnya suatu peradaban tergantung kualitas manusia.”

Sehingga pembangunan yang berlandaskan prinsip maqasid syari‟ah seharusnya mengutamakan keselamatan hidup manusia. Pembangunan harus mengutamakan ketersediaannya kebutuhan hidup. Apa yang dimaksud dengan kebutuhan adalah sesuatu yang harus dipenuhi baik oleh individu maupun kelompok sosial. Para fuqaha telah membagi kebutuhan kedalam tiga kategori, yaitu, kebutuhan pokok (dharuriyyat), kebutuhan sekunder (hajjiyat), dan kebutuhan tersier (tahsiniat). Semua ini, seperti yang

didefinisikan oleh fuqaha‟, mengacu pada barang dan jasa yang membuat

perbedaan nyata dalam kesejahteraan manusia dengan memenuhi kebutuhan tertentu, mengurangi kesulitan, atau memberikan kenyamanan.58

Penyelenggara pembangunan harus mengutamakan pemenuhan kebutuhan dengan meningkatkan kapasitas dan efisiensi produksi, menjamin tersedianya lapangan kerja, jaminan kesehatan, dan jaminan keamanan.

Karena esensi maqasid syari‟ah bukan hanya pembangunan fisik yang

dihitung dengan tingkat PDB ataupun pedapatan perkapita, namun lebih mengutamakan kualitas hidup manusia. Untuk mengetahui kinerja dari faktor

58

M Umer Chapra, The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah, (Jeddah Islamic Research and Training Institute, IDB 2007), hal. 20


(57)

perlindungan hidup (hifdz nafs) bisa dihitung dengan menggunakan Angka Harapan Hidup atau Life Expectancy Index.59

Perlindungan terhadap akal (hifdz „aql) menjadi alat pengganda kualitas hidup manusia. Sejatinya manusia tidak memiliki instrument alami untuk mempertahankan hidupnya. Manusia tidak seperti macan yang diberi kecepatan lari dan taring yang kuat untuk memangsa, jerapah diberi leher yang panjang karena kebutuhannya akan daun yang muda. Manusia hanya diberi akal sebagai bekal mempertahankan diri. Hal ini menjadi alasan mengapa syari‟ah harus menjaga akal.

Menjaga dalam konteks ini berarti mengembangkan akal dan salah satu caranya adalah melalui pendidikan yang baik. Pendidikan harus melakukan tujuan ganda. Pertama, harus mencerahkan anggota masyarakat tentang pandangan dunia dan nilai-nilai moral Islam serta misi mereka di dunia ini sebagai khalifah Allah. Kedua, harus memungkinkan mereka untuk tidak hanya melakukan pekerjaan mereka secara efisien dengan bekerja keras dan teliti, tetapi juga harus memperluas pengetahuan dan basis teknologi masyarakat. Tanpa meningkatkan moral, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan mereka serta peningkatan basis teknologi, tidak mungkin untuk

59

Humayon A Dar and Saidat F. Otiti, Construction of an Ethics-augmented Human Development Index with a Particular Reference to the OIC Member Countries, (Economics Research Paper no. 02-14: Loughborough University 2002) hal. 13


(58)

mempercepat dan mempertahankan pembangunan.60 Untuk mengukur kinerja dari menjaga akal (hifdz „aql) dapat diukur dengan menggunakan tingkat melek huruf, tingkat pendidikan, dan tingkat penguasaan tekhnologi.

Jika masyarakat memiliki tingkat pendidikan dan penguasaan tekhnologi yang tinggi maka produktivitas masyarakat akan meningkat. Peningkatan ini akan menyebabkan penghasilan meningkat juga. Pendapatan yang meningkat memungkinkan masyarakat melakukan transaksi yang tinggi untuk memiliki barang-barang yang diinginkan. Maka yang penting selain peningkatan pendapatan adalah perlindungan terhadap harta (hifdz mal). Perlindungan diimplementasikan dalam bentuk kebebasan untuk memiliki sesuatu atau diakuinya hak milik. Pengakuan hak milik akan menjadi insentif bagi seseorang untuk lebih giat bekerja. Sebaliknya jika hak milik tidak diakui dan tidak dilindungi maka semangat untuk bekerja akan pudar.

Walaupun kebebasan hak milik dijamin dalam ajaran islam namun cara-cara memperolehnya harus sesuai dengan syariat. Selain itu, dalam ajaran islam sangat ditekankan bahwa kekayaan tidak boleh hanya berputar pada orang yang kaya saja.61 Kekayaan harus disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkan dengan akad yang telah disepakati sebelumnnya. Karena

60

M Umer Chapra, The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah, (Jeddah Islamic Research and Training Institute, IDB 2007), hal. 19

61

M Umer Chapra, The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah, (Jeddah Islamic Research and Training Institute, IDB 2007), hal. 24


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemahnya Departemen Agama Republik Indonesia

Abdullah, M Amin. Usaha Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional Ditinjau dari Agama. diakses dari www.aminabd.wordpress.com diakses pada tanggal 23 Maret 2014

Agustianto. Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dalam perspektif ekonomi islam makalah diakses dari http://www.agustiantocentre.com diakse pada tanggal 19 Februari 2014

Ahmad, Khurshid (ed). Studies In Islamic Economics, Jeddah: International Centre for Research in Islamic Economics King Abdul Aziz University,1980.

Ahmed, Abdel Rahman Yousri. An Introduction to an Islamic Theory of Economic Development, 8th International Conference on Islamc Economic and Finance. Makalah diakses dari http://conference.qfis.edu.qa/app/media/248 pada tanggal 24 Jnuari 2014

Al-Araki, Abdul Magid From Ibn Khaldun : Discorse of the Method and Concept of Economic Sosiology “Chapter Four: A General Theory of Social Dynamic, Faculty of Social Sciences, University of Oslo 1983. Diakses dari http://home.online.no/~al-araki/arabase/ibn/Ibn%20Khaldun_04.pdf pada tanggal 14 Maret 2014


(2)

AM, Daud Effendy. Manusia, Lingkungan dan Pembangunan : Prospektus Islami. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok: Gramata, 2010.

AR, Mustapadidjaja dkk, ed. BAPPENAS dalam Sejarah Perencanaan Pembangunan Indonesia 1945-2025. Jakarta: LP3ES, 2012.

Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi Ekonomi. Jakarta: Kompas, 2010.

Budhy, Munawar-Rachman. Ensiklopedi Nurcholish Madjid, Jakarta: Yayasan Abad Demokrasi, 2011.

Chapra, M. Umer. "Ibn Khaldun's theory of development: Does it help explain the low performance of the present-day Muslim world?." The Journal of Socio-Economics 37.2 (2008): 836-863. Diakses dari http://ie.um.ac.ir/ pada tanggal 24 Desember 2013

Chapra, M. Umer. Islam and Economic Development. Islamabad Islamic Reseach Institute Press, 1993.

Chapra, M. Umer. Islam dan Tantangan Ekonomi. Surabaya: Risalah Gusti, 1999.

Chapra, M Umer. The Islamic of Development in the Light of Maqasid Al-Shari‟ah. Jeddah: Islamic Research and Training Institute IDB. 2007.


(3)

Dar, Humayon A and Saidat F. Otiti. Construction of an Ethics-augmented Human Development Index with a Particular Reference to the OIC Member Countries. Economics Research Paper no. 02-14: Loughborough University, 2002. Diakses dari https://dspace.lboro.ac.uk pada tanggal 14 November 2013.

Dasuki, Asyraf Wadji. Ibn Khaldun‟s Concept Of Social Solidarity And Its Implication To Group-Based Lending Scheme, 4th International Islamic Banking and Finance Conference, Monash University, Kuala Lumpur, Malaysia.

Hák, Tomás, Bedrich Moldan, and Arthur Lyon Dahl, eds. Sustainability indicators:

a scientific assessment. Island Press, 2007.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguran, diakses pada tanggal 2 Aprlil 2014

http://id.wikipedia.org/wiki/M_Umer_Chapra, Artikel diakses pada tanggal 9 Maret 2014

http://www.scribd.com/doc/56431323/Teori-Dan-Indikator-Pembangunan diakses tanggal 13 Februari 2014

Jhingan, M.L. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2004.


(4)

Khaldun, Ibn. Muqaddimah. Alih bahasa Ahmadie Thaha. Pustaka Firdaus Jakarta: 2000.

Kuncoro, Mudrajat. Dasar-dasar: Ekonomika Pembanguan(Edisi 5). Yogyakarta : UPP STIM YKPN, 2010.

Kuncoro, Mudrajat. Masalah, Kebijakan, dan Politik: Ekonomika Pembanguan. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010.

Ladzi, Muhammad. Isu-isu Seputar Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dengan Paradigma Humanizing Development. Makalah diakses dari http://makalahpendidikanagama.blogspot.com/ pada tanggal 20 Februari 2014

Lane, Jan-Erik, and Svante Ersson. "Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi dan Pertumbuhan Benarkah Kontradiktif." (2002)

Latif, Yudi. Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011.

Madjid, Nurcholish. Islam: doktrin dan peradaban: sebuah telaah kritis tentang masalah keimanan, kemanusiaan, dan kemodernan. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 2000.

Marbun, B.N. Kamus Politik, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.

Maryam, “Kontribusi Ibn Khaldun dalam Histografi Islam”, Thaqafiyyat, vol. 13, no. 1, (juni 2012)


(5)

Moh. Arsyad Anwar dkk, ed. Kesan Para Sahabat Untuk Widjojo Nitisastro. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara, 2007.

Moloeng, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999.

Mth, Asmuni. Konsep Pembangunan Ekonomi Islam. Jurnal Al-Mawarid Edisi X tahun (2003): 128-151. Diakses dari https://forum.uii.ac.id pada tanggal 12 Januari 2014

Mohammad, Fida. Ibn Khaldun‟s Theory of Social Change: A Comparison with Hegel, Marx, and Durkheim. The American Journal of Islamic Social Science, Vol. 15, No. II.

Mutamam, H. Hadi. “Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali dan Metode Ijtihadnya dalam Al-Muatashfa”, Mazahib. vol. IX. No. 1, Juni 2007

Novack, David E., Robert Lekachman, and David E. Novack, eds. Development and society: the dynamics of economic change. St. Martin's Press, 1964.

Shihab, Moh Quraish. Wawasan Alquran. Bandung: Mizan, 1996.

Tjokrowonoto, Moeljanto. Pembangunan : Dilema dan Tantangan.Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 1996.

Todaro, Michael P. Pembanguan Ekonomi Dunia Ketiga (Edisi ke-enam jilid I). Jakarta: P.T. Gelora Aksara Pratama, 1998.


(6)

Sasana, Hadi. "Kegagalan Pemerintah Dalam Pembangunan." Jurnal Dinamika Pembangunan (JDP) 1.Nomor 1 (2004): 31-38. Diakses dari

https://eprints.undip.ac.id pada tanggal 14 Februari 2014

Sukirno, Sadono. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Kencana, 2006.

Nitisastro, Widjojo. Pengalaman Pembangunan Indonesia: Kumpulan Tulisan dan Uraian Widjojo Nitisastro. Jakarta: Kompas, 2010.

Yahaya ,Mahayudin Hj. „Umran Al „Alam From the Perspective of Ibn Khaldun: A Paradigm Change. International Journal of West Asian Studies. Vol. 3, No.1 (2011). Diakses dari

http://www.ukm.my/ijwas/images/koleksi_jurnal_pdf/vol3_n1_2011a/1_UM RAN_IKRAB pada tanggal 21 Maret 2014