Pembangunan Ekonomi dalam Islam

memakmurkan atau mengelola bumi untuk kemakmuran hidup manusia identik dengan kata at-tanmiyah al-iqtisadiyah pembangunan ekonomi 19                                 Artinya: “dan kepada Tsamud kami utus saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi tanah dan menjadikan kamu pemakmurnya[Maksudnya: manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.], karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat rahmat-Nya lagi memperkenankan doa hamba- Nya. Walaupun dalam bahasa Arab modern arti kata dari isti‟mar diartikan penjajahan, isti‟mara adalah menjajah. Makna ini tidak dikenal dalam bahasa Al-Quran, dan memang ia merupakan penamaan yang tidak sejalan dengan kaidah bahasa Arab dan akar katanya. 20 Kata isti‟mara pada ayat di atas terdiri dari huruf sin dan ta‟ yang dapat berarti meminta seperti dalam kata istighfara, yang berarti meminta 19 Ibid. hal 131 20 Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Wawasan Al- Qur‟an: Tafsir Tematik atas Pelbagai Permasalahan Umat, Bandung :Mizan hal. 558 maghfirah ampunan. Dapat juga kedua huruf tersebut berarti “menjadikan” seperti pada kata hajar yang berarti “batu” bila digandengkan dengan sin dan ta ‟ sehingga terbaca istahjara yang maknanya adalah menjadi batu. Kata „amara dapat diartikan dengan dua makna sesuai dengan objek dan konteks uraian ayat. Surat Al-Tawbah 9: 17 dan 18 yang menggunakan kata kerja masa kini ya‟muru, dan ya‟muru dalam konteks uraian tentang masjid diartikan memakmurkan masjid dengan jalan membangun, memelihara, memugar, membersihkan, shalat, atau I‟tikaf di dalamnya. Sedangkan surat Al-Rum 30: 9 yang mengulangi dua kali kata kerja masa lampau „amaru berbicara tentang bumi, diartikan sebagai membangun bangunan, serta mengelolanya untuk memperoleh manfaa tnya. Jika demikian, kata ista‟marakum dapat berarti “menjadikan kamu” atau “memintamenugaskan kamu” mengolah bumi guna memperoleh manfaatnya. 21 Masalah pembangunan juga dibahas secara mendalam oleh Ibn Khaldun dalam karyanya Al-Muqaddimah. Istilah yang digunakannya adalah „Umran Al-„Alam. Walaupun sebagaian besar ilmuwan maupun masyarakat umum memaknai „Umran dengan istilah yang sudah popular yaitu “sosial” 21 Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Wawasan Al- Qur‟an: Tafsir Tematik atas Pelbagai Permasalahan Umat, Bandung :Mizan hal. 558 ijtima‟, “tamadun” hadarah, dan “perkotaan” madaniyyah. Namun yang dimaksud oleh Ibn Khaldun adalah makna yang lebih luas. Pada hakikatnya, „Umran Al-„Alam merupakan suatu ilmu baru yang dinamis serta mengandung makna yang sangat luas, bukan saja dari segi sosial atau pembangunan yang bersifat fisik dan lokal, tetapi meliputi aspek rohani dan jasmani yang bersifat “universal” untuk tujuan mencapai kebahagiaan dan kemakmuran manusia di dunia dan di akhirat. Teori `umran al-`alam telah diperkenalkan oleh Ibn Khaldun untuk menangani krisis politik dan sosio-ekonomi yang melanda masyarakat Islam di Asia Barat, khususnya di Andalus dan Afrika Utara pada abad ke-14M akibat terjadinya keruntuhan agama dan akhlak serta perpecahan sesama umat Islam disebabkan perbedaan mazhab, di satu pihak, serta dampak dan pengaruh pemikiran tradisionalis Islam yang diimpor dari kebudayaan dan pemikiran Persia dan Yunani kuno, di pihak yang lain. Pada waktu yang sama, umat Islam pada waktu itu tidak memahami hukum masyarakat ilmu sosial masyarakat dan alam yang sudah ditentukan oleh Allah Ta`ala serta kurang peduli terhadap pemeliharaan dan kelestarian alam sekitar yang berdampak pada kehidupan. 22 Rasulullah Muhammad SAW sebagai pemegang otoritas tertinggi baik dalam bidang agama maupun negara sebenarnya telah meletakkan dasar- 22 Mahayudin Hj Yahaya, „Umran Al „Alam From the Perspective of Ibn Khaldun: A Paradigm Change, International Journal of West Asian Studies, Vol. 3, No. 1, hal. 3 dasar pembangunan ekonomi yang komprehensif atau telah menjalankan konsep „umran al-„alam. Dasar-dasar pembangunan yang diletakkan oleh Rasulullah mengintregasikan antara spirit duniawi dan spirit ukhrawi. Pembangunan aqidah dan akhlak atau attitude sebagai etos kerja menjadi prioritas utama. Sebagai bentuk upaya membangun peradaban baru Rasulullah segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat pertama, membangun masjid sebagai pusat kegiatan masyarakat. Masjid bukan hanya difungsikan sebagai tempat ibadah, melainkan untuk berbagai pembinaan masyarakat serta untuk kegiatan muamalah di sekelilingnya. Kedua, menjalin ukhwah islamiyah antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar dalam bentuk membuat entrepreneur partnership baik dalam mengembangkan pertanian maupun perdagangan. Ketiga, Rasulullah membuat undang-undang yang mengatur hak dan kewajiban setiap individu masyarakat agar tercipta kehidupan yang tertib. Keempat, meletakkan dasar-dasar keuangan negara. Dalam hal ini didirikanlah Batul Mal sebagai pusat pengelolaan keuangan negara. Batul Mal menjadi pusat pengumpulan pendapatan negara yang berasal dari dana ziswaf serta retribusi dari negara. Kemudian dana yang dikumpulkan disalurkan untuk pembangunan infrastruktur, gaji pegawai, pendidikan serta pengentasan kemiskinan. 23

2. Pembangunan Ekonomi Islam di Era Modern

23 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Depok : Gramata 2010 hal. 74-80 Islam sebagai agama yang sempurna tidak hanya mengatur masalah ibadah, melainkan mengatur semua aspek dalam kehidupan salah satunya adalah muamalah. Muamalah mengatur berbagai aturan hubungan sesama manusia termasuk di dalamnya urusan ekonomi. Bahkan seorang orientalis paling terkenal bernama H.A.R Gibb mengatakan, “Islam is much more than a system of theology it‟s a complete civilization” Islam bukan sekedar sistem theologi, tetapi merupakan suatu peradaban yang lengkap. Prinsip-prinsip ekonomi dalam Islam pada dasarnya telah dipraktekkan pada zaman Rasulullah sampai para sahabat-sahabatnya walaupun belum ada penyusunan prinsip-prinsip ekonomi yang sistematis pada waktu itu. Tulisan-tulisan pemikiran tentang ekonomi ditulis dalam kitab-kitab filsafat maupun fiqh. Para cendekiawan muslim berusaha untuk mengidentifikasi pemikiran-pemikiran ekonomi Islam. 24 Runtuhnya kekuasaan negara-negara Islam dan bahkan mengalami penjajahan oleh bangsa-bangsa Eropa menyababkan degradasi peradaban Islam yang sangat signifikan. Peradaban Islam seolah benar-benar tidak penah ada, termasuk dalam khazanah pemikiran ekonomi Islam. Josep Schumpeter misalnya mengatakan, adanya “Great Gap” dalam sejarah pemikian ekonomi selama 500 tahun yaitu masa yang dikenal sebagai the dark age. Dalam karyanya, “History of Economics Analysis”, ia menegaskan bahwa pemikir ekonomi muncul pertama kali di zaman Yunani Kuno pada abad 4 SM dan 24 Ibid hal. 17 bangkit kembali pada abad 13 M di tangan pemikir skolastik Thomas Aquinas. 25 Negara-negara Islam yang sebagian besarnya baru merdeka pasca Perang Dunia II ternyata belum sepenuhnya bisa mengaktualisasikan sistem perekonomian yang sesuai ajaran Islam. Hal tersebut dikarenakan bangsa asing masih ikut campur tangan dalam berbagai hal, termasuk sistem ekonomi yang berbasis pada kapitalisme dan sekularisme. Penerapan sistem dari Barat ternyata tidak sepenuhnya berhasil dan cenderung gagal. Kondisi negara- negara muslim yang hampir seluruhnya masuk dalam kategori negara berkembang adapun negara yang maju dikarenakan kekayaan minyak mentah dan gas alam, maka dibutuhkan upaya untuk merubah struktur ekonomi kearah pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan, dan sebagiannya lagi dalam kategori negara miskin. 26 Negara-negara Islam pada umumnya tidak mampu menginternalisasi mesin pertumbuhan. Paradoks yang terjadi di negara muslim adalah bahwa mereka kaya akan sumber daya alam, namun ekonominya lemah dan miskin. 27 Ilmuwan sering menyebut paradoks ini dengan kutukan sumber daya atau “resorce curse”. Perkonomian mereka tegantung pada negara Barat dalam banyak hal, misalnya impor bahan makanan, barang-barang manufaktur, 25 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Depok : Gramata 2010 hal. 69 26 Dr. Abdel Rahman Yousri Ahmed, An Introduction to an Islamic Theory of Economic Development, 8 th International Conference on Islamc Economic and Finance 27 Khurshid Ahmad, Studies In Islamic Economics, Jeddah : International Centre for Research in Islamic Economics King Abdul Aziz University 1980 hal. 172 tekhnologi, dan lain-lain, disisi lain mereka mengekspor produk primer. Sebagiannya menderita karena efek dari warisan sistem ekonomi kolonial yang berlarut-larut, dan ini adalah contoh yang sempurna dari hubungan “negara maju di pusat – negara miskin pinggiran”. 28 Untuk menanggapi semua isu yang berkembang khususnya pada dunia Islam dan mencari upaya untuk mengatasinya permasalahan tersebut, pada tahun 1976 Universitas King Abdul Aziz menggelar “International Conference on Islamic Economics” yang pertama. Konferensi ini di hadiri oleh 200 ekonom dan ulama dari seluruh dunia. Konferensi ini boleh dikatakan sebagai awal kebangkitan ilmu ekonomi Islam di era modern serta lahirnya ilmu ekonomi pembangunan Islam. Pokok-pokok bahasan dalam konferensi tersebut diantaranya konsep dan metodologi ekonomi Islam, produksi dan konsumsi dalam ekonomi Islam, peran negara dalam ekonomi Islam, asuransi dengan konsep syari‟ah, bank bebas bunga, zakat dan kebijakan fiskal, dan ekonomi pembangunan Islam. 29 Ekonomi pembangunan menjadi topik yang sangat relevan mengingat resep pembangunan yang ditawarkan oleh barat nyatanya tidak sesuai dengan kondisi sosio-kultur negara muslim.

3. Pengertian Pembangunan Ekonomi Islam

28 Ibid hal. 172 29 Khurshid Ahmad, Studies In Islamic Economics, Jeddah : International Centre for Research in Islamic Economics King Abdul Aziz University 1980 hal. xvii Istilah pembangunan ekonomi yang dimaksudkan dalam Islam adalah “the process of allaviating poverty and provision of ease, comfort and decency in life ” Proses untuk mengurangi kemiskinan serta menciptakan ketentraman, kenyamanan dan tata susila dalam kehidupan. 30 Sedangkan menurut DR. Abdel-Rahman Yousri Ahmed Pembangunan adalah perubahan struktural dalam lingkungan sosio-ekonomi, yang terjadi bersamaan dengan penerapan hukum Islam dan nilai-nilai etika, sehingga memacu kapasitas produktif manusia yang maksimal dan kemungkinan pemanfaatan terbaik dari sumber daya yang tersedia, dengan tujuan tercapainya keseimbangan antara aspek material dan spiritual. 31 Atau jika kita mengacu pada literatur klasik bahwa pembangunan memiliki arti „umran al-„alam maka konsep dari Ibn Khaldun menjadi konsep pembangunan yang komprehensif. Di atas kaedah inilah maka Ibn Khaldun mendefinisikan `umran, sebagaimana yang dinyatakan oleh al-Jabri, iaitu: “Suatu fenomena sosial yang digerakkan oleh sekumpulan masyarakat yang bekerjasamabermuafakat di kawasan kota atau desa dalam sebuah negara yang berdaulat dan berpengaruh bagi tujuan memenuhi keperluan hidup yang bahagia dan makmur baik segi rohani atau jasmani bersamaan dengan penerapan ajaran agama dan akhlak serta hukum dan peraturan kejadian alam 30 http:www.agustiantocentre.com diakse pada tanggal 19 Februari 2014 10:40 31 Dr. Abdel Rahman Yousri Ahmed, An Introduction to an Islamic Theory of Economic Development, 8 th International Conference on Islamc Economic and Finance dan manusia ciptaan Allah Ta`alan” Muhammad `Abid al-Jabri, 1992:132- 138, 298 Dapat disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi yang dimaksud dalam islam adalah upaya yang dilakukan oleh sekumpulan masyarakat yang saling bekerja sama untuk mencapai kehidupan yang lebih baik disertai dengan pengamalan ajaran Islam yang universal demi kehidupan yang berkelanjutan.

D. Prinsip Utama dalam Ekonomi Pembangunan Islam

Menurut Umer Chapra tujuan dari suatu sistem ekonomi sangat dipengaruhi oleh pandangan-duniannya. Salah satunya adalah pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimana alam semesta muncul, makna dan tujuan hidup manusia, kepemilikan dan penggunaan objektif sumber daya yang langka untuk kehidupan manusia, serta hubungan antar sesama manusia termasuk hak dan kewajiban mereka juga pada lingkungan. Sebagai contoh, jika pandangan mengenai alam semesta tercipta dengan sendirinya, maka akibatnya manusia tidak perlu bertanggungjawab pada siapapun dan hidup bebas sesukanya. Tujuan hidup mereka hanya sekedar mencari kesenangan, tanpa memperdulikan bagaimana cara mendapatkannya dan apa akibatnya bagi orang lain dan lingkungannya. Kemudian, pemenuhan kepentingan pribadi dan seleksi alam menjadi norma-norma yang paling logis dari kebiasaan. Jika diyakini bahwa manusia hanyalah pion-pion dalam papan catur sejarah dan kehidupan mereka ditentukan oleh kekuatan dari luar di mana mereka tidak memiliki kontrol, sehingga meraka tidak bertangung jawab terhadap apa yang terjadi disekeliling mereka dan tidak perlu khawatir dengan ketidak adilan yang terjadi. 32 Akan tetapi, jika keyakinannya bahwa manusia dan apapun yang dimilikinya diciptakan oleh Maha Pencipta dan mereka bertanggung jawab kepada-Nya, mereka mungkin tidak menganggap diri mereka benar-benar bebas untuk berkehendak sesuka hati atau seperti pion yang tak berdaya di papan catur sejarah. Lebih dari itu, mereka memiliki misi yang harus dijalankan, dan harus memanfaatkan sumber daya yang terbatas, serta saling peduli satu sama lain dan lingkungannya dalam rangka menjalankan misinya. 33 Oleh karena cara pandang sangat mempengaruhi hasil akhir dari suatu sistem yang diterapkan maka Islam harus memiliki pandangan-dunia yang holistik mencangkup unsur kemanusian dan ketuhanan. Menurut Chapra prinsip utama dalam ekonomi pembangunan Islam adalah tauhid, khilafah, dan „adalah. Sementara menurut Khurshid Ahmad prinsip utama atau landasan filosofi ekonomi pembangunan Islam ada empat 4 yaitu; tauhid, rububiyyah, khilafah, dan tazkiyah. Sedangkan Aidit Ghazali 1990 dalam bukunya “Development: An Islamic Perspective” membagi filosofi dasar menjadi lima 5 yaitu; tauhid uluhiyah, tauhid rububiyyah,khilafah, tazkiyyah 32 Umer Chapra, Islam and Economic Development, Islamabad Islamic Reseach Institute Press : 1993. Hal. 33 Ibid