2. Pembahasan
Penelitian ini merupakan deskriptif observasional yang bertujuan untuk mengetahui tindakan perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial di
RSUD Deli Serdang. Pencegahan ini terdiri dari 7 tindakan dan setiap tindakan memiliki setiap indikasi tindakan pecegahan infeksi nosokomial.
2.1. Kebersihan Tangan
Pengendalian efektif terhadap infeksi mengharuskan perawat tetap waspada tentang jenis penularan dan cara untuk mengontrolnya. Mencuci
tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi Potter Perry, 2005.
Secara khusus dari hasil observasi didapatkan bahwa kebersihan tangan dilakukan dengan baik pada saat sesudah kontak dengan cairan tubuh
dan sesudah kontak dengan klien yakni sebesar 77,42. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Ernawati 2013 yang menunjukkan hasil kebersihan
tangan dengan indikasi yang sama yakni sebesar 67. Data tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan kebersihan tangan pada indikasi setelah
kontak dengan cairan tubuh dan sesudah kontak dengan klien lebih baik dari hasil penelitian Ernawati.
Setelah kontak dengan cairan tubuh klien dan setelah melakukan tindakan, perawat merasa tangannya kotor sehingga perlu melakukan
kebersihan tangan untuk mencegah terjadinya penularan infeksi dari klien kepada perawat. Hasil ini berbeda pada indikasi setelah menyentuh
lingkungan sekitar klien didapatkan hasil 16,1 tindakan dilakukan baik.
Universitas Sumatera Utara
Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar tindakan kebersihan tangan tidak dilakukan setelah menyentuh lingkungan sekitar klien. Hal ini terjadi
karena perawat menganggap bahwa tidak ada kuman yang berbahaya pada peralatan di sekitar pasien, karena perawat tidak menyentuh pasien ataupun
kontak dengan cairan tubuh pasien secara langsung sehingga tindakan kebersihan tangan tidak perlu dilakukan. Kenyataannya kuman juga tetap
melekat pada peralatan di sekitar pasien. Secara keseluruhan berdasarkan hasil observasi di ruang ICU dan
NICU RSUD Deli Serdang diperoleh data tindakan kebersihan tangan dilakukan dengan baik sebanyak 55,46. Hasil penelitian ini juga didukung
oleh penelitian Pittet 2001, yang memaparkan bahwa dari hasil observasi didapatkan rata-rata pelaksanaan cuci tangan hand hygiene sebanyak 48.
Hal ini sesuai dengan rekomendasi dari Depkes 2009 bahwa salah satu tahap kewaspadaan standar yang efektif dalam pencegahan dan pengendalian
infeksi adalah hand hygiene kebersihan tangan karena kegagalan dalam menjaga kebersihan tangan adalah penyebab utama infeksi nosokomial dan
mengakibatkan penyebaran mikroorganisme multi resisten di fasilitas pelayanan kesehatan.
Hasil observasi didapatkan sebanyak 44,54 tindakan cuci tangan tidak dilakukan hal ini disebabkan dari hasil wawancara diketahui bahwa
fasilitas air masih kurang memadai. Air wastafel sering tidak mengalir, sehingga tindakan kebersihan tangan tidak dapat dilakukan. Kenyataannya
penyebaran infeksi dapat terjadi secara langsung melalui sentuhan tangan
Universitas Sumatera Utara
perawat yang tidak melakukan kebersihan tangan Darmadi, 2008. Tidak dilakukannya tindakan cuci tangan penyebab utama infeksi nosokomial dan
mengakibatkan penyebaran mikroorganisme multi resisten di fasilitas pelayanan kesehatan Depkes, 2009. Hal ini dapat diketahui bahwa masih
didapati angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit sebanyak 3,14. 2.2 Penggunaan alat pelindung diri
Selain membersihkan tangan, yang harus selalu dilakukan petugas kesehatan khususnya perawat yakni mengenakan alat pelindung diri sesuai
dengan prosedur yang mereka lakukan dan tingkat kontak dengan pasien yang diperlukan untuk menghindari kontak dengan darah dan cairan tubuh WHO,
2008. Secara keseluruhan berdasarkan hasil observasi di ruang ICU dan
NICU RSUD Deli Serdang diperoleh data tindakan penggunaan alat pelindung diri dilakukan dengan baik sebanyak 68,55. Hal ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Said 2013 yang menunjukkan penggunaan alat pelindung diri dilakukan dengan baik sebanyak 54,8. Data tersebut
menunjukkan bahwa penggunaan alat pelindung diri di RSUD Deli Serdang lebih baik dibanding hasil penelitian yang dilakukan oleh Said. Penggunaan
alat pelindung diri akan mengurangi kemungkinan pekerja kontak dengan infeksius yang menginfeksi klien Potter Perry, 2005.
Hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian perawat memakai sarung tangan untuk kontak dengan darahcairan tubuh yakni 71. Hal ini
tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arenas dkk 2005
Universitas Sumatera Utara
yang menemukan mayoritas perawat memakai sarung tangan untuk kontak dengan darahcairan tubuh yakni 92,9. Tujuan penggunaan sarung tangan
adalah menurunkan resiko terkontaminasinya tangan pelayan kesehatan terhadap darah dan cairan tubuh lainnya WHO, 2009. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian penggunaan sarung tangan untuk kontak dengan cairan tubuh klien tidak dilakukan oleh perawat. Hasil wawancara dengan perawat
didapatkan bahwa penyediaan sarung tangan masih belum memadai. Hasil observasi didapatkan bahwa seluruh perawat mengenakan
pelindung wajah ketika memungkinkan terkena percikan cairan tubuh. Pelindung wajah harus dikenakan ketika diperkirakan ada percikan dari darah
atau cairan tubuh ke wajah, selain itu juga akan menghindarkan petugas kesehatan menghirup mikroorganisme dari saluran pernapasan klien dan
mencegah penularan patogen dari saluran pernapasan perawat ke klien Potter Perry, 2005.
Penggunaan sarung tangan yang sama agar tidak digunakan pada klien yang berbeda diperoleh hasil sebanyak 64,5 tindakan tidak dilakukan, ini
berarti bahwa sebagian besar sarung tangan yang sama masih digunakan untuk klien yang berbeda, sehingga resiko penyebaran infeksi dari satu klien ke klien
yang lain lebih besar. Hal ini tidak sesuai dengan rekomendasi kewaspadaan standar di pelayanan kesehatan WHO, 2008 untuk mengganti sarung tangan
setiap kali selesai satu tindakan ke tindakan berikutnya. Hasil wawancara diketahui bahwa kurangnya fasilitas ketersediaan sarung tangan oleh
pelayanan kesehatan sehingga perawat menggunakan sarung tangan yang
Universitas Sumatera Utara
sama pada klien yang berbeda dalam melakukan tindakan-tindakan keperawatan.
2.3 Pencegahan luka tusukan jarum dan benda tajam
Pencegahan luka tusukan jarum dan benda tajam merupakan faktor penting dalam mengurangi dan menghilangkan penularan patogen yang
terbawa darah dari pasien yang terinfeksi ke petugas kesehatan, pasien lain, dan orang lain melalui luka akibat benda tajam WHO, 2007.
Hasil observasi didapatkan bahwa tindakan pencegahan luka tusukan jarum dan benda tajam dilakukan dengan baik sebanyak 63,15. Hal ini tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ta’dung 2013 menunjukkan bahwa 74,67 perawat pernah mengalami luka tusukan. Data tersebut
menunjukkan bahwa tindakan pencegahan luka tusukan jarum dan benda tajam di RSUD Deli Serdang telah dilakukan dengan baik, berbeda dengan
hasil penelitian Ta’dung yang memperoleh sebanyak 74,67 kejadian luka akibat tusukan, ini menunjukkan bahwa tindakan pencegahan luka tusukan
jarum dan benda tajam pada penelitian Ta’dung masih kurang baik. Pencegahan luka tusukan jarum atau benda tajam lainnya juga
merupakan bagian dari kewaspadaan standar sehingga kehati-hatian harus diupayakan untuk mencegahluka pada petugas kesehatan atau pasien
saatmenggunakan, membersihkan, atau membuangjarum, pisau bedah, atau perlengkapan atauperalatan tajam lainnya WHO, 2007.
Tindakan untuk tidak menutup kembali jarum yang sudah dipakai, hasil observasi menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan dengan baik
Universitas Sumatera Utara
hanya 26,31. Hal ini menyatakan bahwa mayoritas jarum suntik masih ditutup kembali setelah digunakan. Hal ini tidak sejalan dengan rekomendasi
teknik kewaspadaan standar dari ILOWHO 2005 penutupan kembali jarum suntik setelah digunakan sebaiknya tidak perlu dilakukan, jadi jarum suntik
bersama sypring-nya langsung dibuang ke kotak khusus dan bila penutupan jarum diperlukan, gunakan tehnik sekop dengan satu tangan.
2.4 Pengelolaan linen dan limbah Limbah pelayanan kesehatan mempunyai potensi lebih besar
menyebabkan infeksi dan kesakitan daripada jenis limbah lainnya ILOWHO, 2005. Sekitar 85 limbah umum yang dihasilkan dari rumah
sakit atau fasilitas kesehatan lain dapat menyebabkan infeksi bila tidak dikelola dengan tepat Depkes, 2009. Berdasarkan hasil observasi
menunjukkan bahwa mayoritas pengelolaan limbah dilakukan dengan baik yakni 91,4. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Putra 2013 yang
menunjukkan bahwa tindakan pengelolaan limbah medis dilakukan dengan baik yakni sebanyak 97,7. Penanganan limbah pelayanan kesehatan yang
buruk dapat menimbulkan konsekwensi yang serius terhadap kesehatan masayarakat dan lingkungan ILOWHO, 2005.
Hasil pengamatan yang dilakukan peneliti selama penelitian didapatkan bahwa fasilitas tempat sampah disediakan dan telah di
klasifikasikan. Pengelolaan linen, selama peneliti melakukan observasi tidak ditemukan adanya temuan perawat melakukan pengelolaan linen, karena
Universitas Sumatera Utara
pengangkutan linen dan pengelolaannya sudah dilakukan oleh cleaning service dan dibawa ke ruangan laundry.
3. Keterbatasan Penelitian