6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1.Infeksi nosokomial
1.1 Pengertian infeksi nosokomial Nosocomial infection atau yang biasa disebut hospital acquired
infection adalah infeksi yang didapat saat klien dirawat di rumah sakit WHO, 2002. Infeksi nosokomial IN atau hospital acquired adalah
infeksi yang didapatkan atau yang terjadi saat klien dirawat lebih dari 48 jam di rumah sakit Soewondo, 2007.Darmadi 2008 menyatakan bahwa
infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat oleh pasien ketika dalam proses asuhan keperawatan atau dirawat di rumah sakit. Infeksi
nosokomial terjadi karena adanya transmisi mikroba patogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan perangkatnya. Berdasarkan
beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa infeksi nosokomial adalah infeksi lokal maupun sistemik yang terjadi tidak dalam
masa inkubasi melainkan saat klien dirawat lebih dari 48 jam di rumah sakit.
Darmadi 2008 menyatakan suatu infeksi dapat dikatakan didapat dari rumahsakit apabila memiliki ciri-ciri:
1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan
tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut; 2.
Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit, tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut;
Universitas Sumatera Utara
3. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut timbul sekurang-kurangnya setelah
3 x 24 jam sejak mulai perawatan; 4.
Infeksi tersebut bukan merupakan sisa residual dari infeksi sebelumnya;
5. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit ssudah tidak ada tanda-tanda
infeksi, dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat dirumah sakit yang sama pada waktu yang kaku, serta belum pernah
dilaporkan sebagai infeksi nosokomial. 1.2.Insiden
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahoyo dkk 2012 pada 39 rumah sakit di Eropa memperoleh hasil survei untuk angka kejadian
infeksi nosokomial dengan persentase 19,1. Hasil penelitian Malobicka, dkk 2013 memperoleh sebuah survei prevalensi di University Hospital in
Martin untuk angka kejadian Urinary tract Infections menempati urutan tertinggi dengan persentase 27,3, urutan kedua adalah Bloodstream
Infections dan Surgical site Infections dengan persentase 22,7, dan selanjutnya adalah Pneomoniae dengan persentase 18,2, dan terakhir
adalah beberapa infeksi lainnya dengan persentase 9,1. Nur, dkk 2013 menemukan bahwa angka kejadian infeksi
nosokomial phlebitis di Instalasi Rawat Inap RS Universitas Hasanuddin selama 4 triwulan tahun 2012 yaitu 14,7, 3,7, 4,48, 3,7 sehingga
rata-rata kejadian infeksi nosokomial phlebitis sebanyak 6,64. RSUD Setjonegoro kabupaten Wonosobo mengalami peningkatan kejadian
Universitas Sumatera Utara
infeski nosokomial pada tahun 2010 angka kejadiannya sebanyak 0,37 menjadi 1,48 kasus pada tahun 2011 Nugraheni, 2012. Panjaitan
2011 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan menemukan angka kejadian infeksi nosokomial Februari pada tahun 2007 terdapat
kejadian infeksi nosokomial 2,6 dari pasien yang keluar. 1.3. Jenis-jenis infeksi nosokomial
Jenis-jenis infeksi nosokomial menurut Gruendemann dan Fernsebner 2005 adalah :
1. Infeksi luka operasi ILO
Risiko timbulnya ILO ditentukan oleh tiga faktor yakni jumlah dan jenis kontaminasi mikroba pada luka, keadaan luka pada
akhir operasi ditentukan oleh teknik pembedahan dan proses penyakit yang dihadapi selama operasi, dan kerentanan pejamu.
2. Infeksi saluran kemih
Infeksi ini berkaitan dengan pemakaian kateter indweling dan sistem drainase kemih atau prosedur atau peralatan urologis lainnya.
Kateter indweling
membentuk suatu
mekanisme yang
memungkinkan bakteri masuk kedalam kandung kemih. Lama kateterisasi merupakan variabel penting dalam menentukan apakah
seorang pasien terkena infeksi. Sedangkan pada sistem drainase yang tertutup akan menurunkan risiko infeksi saluran kemih.
Universitas Sumatera Utara
3. Infeksi aliran darah Bloodstream infections
Infeksi ini berkaitan dengan pemasangan selang intravaskular infus. Lama pemasangan selang intravaskular merupakan penentu
utama kolonisasi bakteri. Semakin lama selang terpasang, semakin tinggi pula risiko infeksi.
1.4. Pencegahan infeksi nosokomial WHO
2002 menyatakan
bahwa pencegahan
infeksi nosokomial dilakukan dengan menerapkan prosedur kewaspadaan
standar terhadap semua petugas rumah sakit meliputi : 1.
Kebersihan tangan five moment Penyebaran
infeksi nosokomial
dari tangan
dapat diminimalkan dengan cara mencuci tangan dengan tepat. Kegiatan
cuci tangan ini Menurut WHO 2006 5 momen mencuci tangan adalah sebagai berikut
1.1 Sebelum kontak langsung dengan klien
Mencuci tangan sebelum menyentuh pasien ketika mendekati pasien dalam situasi seperti berjabat tangan,
membantu pasien bergeser ataupun berpindah posisi, dan pemeriksaan klinis.
1.2 Sebelum melakukan tindakan aseptikinvasif
Mencuci tangan segera sebelum tindakan aseptik dalam situasi seperti perawatan gigi dan mulut, aspirasi sekresi, pembalutan dan
perawatan luka, insersi kateter, mempersiapkan makanan, dan pemberian obat.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Sesudah kontak dengan cairan tubuhbenda yang terkontaminasi
Mencuci tangan segera setelah terpapar dengan cairan tubuh pasien yang beresiko tinggi atau setelah melepaskan
sarung tangan dalam situasi seperti perawatan gigi dan mulut, aspirasi
sekresi, pengambilan
dan memeriksa
darah, membersihkan urin, feses, dan penanganan limbah.
1.4 Setelah kontak dengan klien
Mencuci tangan setelah menyentuh pasien dan lingkungan sekitarnya dan ketika meninggalkan pasien dalam situasi seperti
berjabat tangan, membantu pasien merubah posisi dan pemeriksaan klinik.
1.5 Setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar klien
Mencuci tangan setelah menyentuh benda atau peralatan pasien di lingkungan sekitarnya dan ketika meninggalkan
ruangan pasien bahkan bila tidak menyentuh pasien dalam situasi mengganti linen tempat tidur pasien dan penyetelan
kecepatan perfusi. 2. Alat pelindung diri
Selain membersihkan tangan, yang harus selalu dilakukan petugas kesehatan adalah mengenakan alat pelindung diri sesuai
dengan prosedur yang mereka lakukan dan tingkat kontak dengan pasien yang diperlukan untuk menghindari kontak dengan darah dan
cairan tubuh. Alat pelindung diri terdiri atas sarung tangan, gaun
Universitas Sumatera Utara
pelindung, pelindung mata dan masker bedah. Peralatan tambahan seperti penutup kepala, sepatu bot tidak dianggap sebagai alat
pelindung diri, tetapi dapat digunakan demi kenyamanan petugas kesehatan.
a. Sarung tangan
Sarung tangan merupakan alat pelindung diri yang digunakan untuk mencegah kontak langsung petugas kesehatan dengan darah
atau cairan tubuh pasien yang terinfeksi. Setelah sarung tangan dilepas perawat atau petugas harus kembali mencuci tangan.
b. Gaun pelindung
Gaun pelindung digunakan sebagai pelindung untuk mencegah agar pakaian petugas kesehatan tidak terkena darah atau cairan
tubuh lainnya. Gaun pelindung yang dapat digunakan kembali harus dicuci setelah digunakan.
c. Masker, pelindung mata dan pelindung wajah
Masker, kacamata pelindung dan pelindung wajah merupakan alat pelindung diri yang digunakan untuk melindungi mukosa mata,
hidung, atau mulut petugas kesehatan dari risiko kontak dengan sekret pernapasan atau percikan darah, cairan tubuh, sekresi,
ataupun ekskresi pasien. Pelindung wajah melindungi mulut, hidung, dan mata dan dapat digunakan sebagai pengganti masker
dan peralatan pelindung mata.
Universitas Sumatera Utara
Petugas kesehatan tidak boleh menyentuh bagian depan masker atau alat pelindung mata saat membuka peralatan ini dan harus
membersihkan tangan setelah membuka peralatan ini. 3. Pencegahan luka tusukan jarum atau benda tajam lainnya
Pencegahan luka tusukan jarum atau benda tajam lainnya merupakan bagian dari kewaspadaan standar. Pencegahan luka
tusukan jarum atau benda tajam lainnya merupakan faktor penting untuk mengurangi dan menghilangkan penularan patogen yang
terbawa dari darah pasien yang terinfeksi ke petugas kesehatan, pasien lain dan orang lain melalui luka akibat benda tajam.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah transmisi infeksi antara pasien dengan alat injeksi:
a. Kurangi injeksi yang kurang dibutuhkan
b. Gunakan jarum yang steril
c. Gunakan jarum yang sekali pakai
d. Cegah adanya kontaminasi terhadap obat-obatan pada jarum yang
akan dipakai kembali e.
Jangan tutup kembali jarum yang sudah dipakai f.
Buang suntikan, jarum suntik, pisau bedah atau benda tajam lainnya pada wadah yang tahan tusukan
4. Pembersihan dan disinfeksi peralatan Peralatan yang dapat digunakan kembali harus dibersihkan
dengan sabun, detergen dan air sampai semua tanda kotoran yang
Universitas Sumatera Utara
dapat dilihat hilang dan kemudian harus dilakukan disinfeksi dengan benar sebelum perlatan tersebut digunakan. Semua perlengkapan
yang dirancang untuk sekali pakai harus dibuang ke wadah atau penampung limbah yang sesuai segera setelah digunakan.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan untuk melakukan disinfeksi:
a. Memiliki kriteria untuk membunuh mikroorganisme
b. Peralatan yang akan didisinfeksi
c. Komposisi peralatan dan kegunaannya
d. Tingkat disinfeksi yang diperlukan
e. Ketersediaan dan kapasitas pelayanan, fasilitas fisik, sumber daya
organisasi dan personel. 5. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan
proses penghancuran
semua mikroorganisme melalui cara fisika atau kimia. Sterilisasi dilakukan
pada alat-alat, sarung tangan bedah dan alat-alat lain yang kontak langsung dengan darah atau jaringan.
6. Pembersihan lingkungan perawatan pasien Pembersihan harus dilakukan sebelum proses disinfeksi.
Pembersihan harus menggunakan tehnik yang benar untuk menghindari aerosolisasi debu. Hanya perlengkapan atau permukaan
yang pernah bersentuhan dengan kulit atau mukosa pasien atau sudah
Universitas Sumatera Utara
sering disentuh oleh petugas kesehatan yan memerlukan disinfeksi setelah dibersihkan.
7. Pengelolaan linen dan limbah Prinsip umumnya adalah semua linen yang sudah digunakan
dan limbah harus dimasukkan ke dalam kantong atau wadah yang tidak rusak saat diangkut. Semua bahan padat pada linen yang kotor
harus dihilangkan dan dibilas dengan air. Linen yang sudah digunakan harus dibawa dengan hati-hati untuk mencegah kontaminasi
permukaan lingkungan atau orang-orang di sekitarnya. Linen yang sudah digunakan harus dicuci sesuai dengan prosedur pencucian biasa.
Sedangkan pada limbah, limbah harus diklasifikasikan, dibawa, dan dibuang sesuai dengan peraturan dan kebijakan setempat. Klasifikasi
limbah sangat penting untuk memastikan limbah dibawa dengan benar dan dibuang ke saluran yang sesuai. Petugas kesehatan harus
menghindari aerosolisasi saat mambawa dan membuang limbah. Ini sangat penting pada limbah feses. Petugas harus mengenakan sarung
tangan sekali pakai saat membawa limbah dan membersihkan tangan setelah melepas sarung tangan.
Universitas Sumatera Utara
15
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN