Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2014

(1)

PELAKSANAAN TINDAKAN PENCEGAHAN INFEKSI PADA PROSES PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH BIDAN PRAKTIK MANDIRI

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABANJAHE TAHUN 2014

DITA OCTAVANI 135102020

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

PELAKSANAAN TINDAKAN PENCEGAHAN INFEKSI PADA PROSES PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH BIDAN PRAKTIK MANDIRI

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABANJAHE TAHUN 2014

ABSTRAK Dita Octavani

Latar Belakang : Tindakan pencegahan infeksi tidak terpisah dari komponen-komponen lain dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi karena bakteri, virus dan jamur.

Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi pada proses pertolongan persalinan oleh bidan praktik mandiri di wilayah kerja puskesmas Kabanjahe tahun 2014.

Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan total sampling yaitu 32 orang. Analisis data yang digunakan adalah univariat.

Hasil Penelitian : Dari penelitian yang dilakukan diperoleh responden yang kompeten yakni pada tindakan cuci tangan yaitu 21 orang (65,6%), pemakaian sarung tangan 18 orang (56,3%). Responden yang tidak kompeten yakni pada tindakan pemakaian pelindung diri 30 orang (93,8%), pengelolaan cairan antiseptik 30 orang (93,8%), pemrosesan alat bekas pakai 22 orang (68,8%) dan pengelolaan sampah medik 28 orang (87,5%).

Kesimpulan : Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak kompeten dalam melakukan beberapa tindakan pencegahan infeksi pada pertolongan persalinan. Jadi, diharapkan bagi bidan untuk meningkatkan penerapan pencegahan infeksi sesuai asuhan persalinan normal sehingga dapat menciptakan persalinan yang bersih dan aman serta menurunkan angka infeksi bagi ibu dan bayi.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas

Rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya

Tulis Ilmiah dengan judul “Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses

Pertolongan Persalinan oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas

Kabanjahe Tahun 2014”.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis mendapatkan bantuan,

dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak yang begitu banyak manfaatnya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. Pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M. Kes. selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

2. Nur Asnah Sitohang, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku Ketua Program Studi DIV

Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Farida L.S. Siregar. S.Kep., Ns., M. Kep. selaku Sekretaris Program Studi

DIV Bidan Pendidik Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. dr. Sarma N. Lumbanraja, SpOG(K) selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing penulis hingga penulisan karya tulis ilmiah ini selesai.

5. Diah Lestari Nasution, SST., M. Keb. selaku penguji I yang telah memberikan

masukan serta kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan karya

tulis ilmiah ini.

6. Hj. Idau Ginting, SST., M. Kes. selaku penguji II yang telah memberikan

masukan serta kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan karya


(5)

7. Kepada Kepala Puskesmas Kecamatan Kabanjahe yang telah memberikan izin

kepada penulis untuk memperoleh data sehubungan dengan karya tulis ilmiah

ini.

8. Kepada seluruh Bidan Praktik Mandiri di wilayah kerja Puskesmas Kabanjahe

yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

9. Seluruh dosen dan staf program DIV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan

Sumatera Utara.

10.Kedua orang tua (Hendro Supadmo dan Lewina) yang tidak hentinya

memberikan dukungan doa, semangat, dan material kepada penulis.

11.Seluruh teman-teman D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara, yang telah memberi bantuan dan dukungan dalam

menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Dengan segala keterbatasan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini,

penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam Karya Tulis Ilmiah ini.

Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran untuk kesempurnaan Karya Tulis

Ilmiah ini nantinya. Penulis mengharapkan semoga Karya Tulis Ilmiah ini

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 2014


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR SKEMA ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

1. Tujuan Umum ... 4

2. Tujuan Khusus... 4

D. Manfaat Penelitian... 5

1. Bagi Peneliti ... 5

2. Bagi Bidan Praktik Mandiri ... 5

3. Bagi Organisasi Profesi ... 6

4. Bagi Pusat Pelatihan Klinik Sekunder (P2KS) ... 6

5. Bagi Peneliti Lain ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Pengertian Bidan ... 7

B. Bidan Praktik Mandiri ... 7


(7)

D. Pencegahan Infeksi ... 7

1. Defenisi Tindakan-tindakan dalam Pencegahan Infeksi... 8

2. Tujuan Pencegahan Infeksi ... 9

3. Prinsip-prinsip Pencegahan Infeksi ... 9

E. Tindakan-tindakan Pencegahan Infeksi ... 10

1. Cuci Tangan ... 10

2. Pemakaian Sarung Tangan ... 13

3. Perlengkapan Pelindung Diri ... 14

4. Pengelolaan Cairan Antiseptik ... 16

5. Pemrosesan Alat Bekas Pakai ... 17

6. Pengelolaan Sampah ... 25

BAB III KERANGKA PENELITIAN ... 29

A. Kerangka Konsep ... 29

B. Defenisi Operasional ... 30

BAB IV METODE PENELITIAN ... 33

A. Desain Penelitian ... 33

B. Populasi dan Sampel ... 33

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

D. Pertimbangan Etik Penelitian ... 34

E. Instrumen Penelitian ... 35

F. Prosedur Pengumpulan Data ... 36

G. Analisis Data ... 36

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Hasil Penelitian ... 38


(8)

1. Interpretasi dan Diskusi Hasil ... 51

2. Keterbatasan Penelitian... 58

3. Impliikasi untuk Asuhan Kebidanan ... 58

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 60


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Defenisi Operasional ... 30

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden di Wilayah Kerja

Puskesmas Kabanjahe Tahun 2014 ... 38

Tabel 5.2 Distribusi Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Cuci Tangan oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe

Tahun 2014 ... 39

Tabel 5.3 Distribusi Kategori Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Tindakan Cuci Tangan oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah kerja Puskesmas Tahun

2014 ... 40

Tabel 5.4 Distribusi Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Pemakaian Sarung Tangan oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas

Kabanjahe Tahun 2014 ... 41

Tabel 5.5 Distribusi Kategori Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Tindakan Pemakaian Sarung Tangan oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah kerja

Puskesmas Tahun 2014 ... 42

Tabel 5.6 Distribusi Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Pemakaian Pelindung Diri oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas


(10)

Tabel 5.7 Distribusi Kategori Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Tindakan Pemakaian Pelindung Diri oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah kerja

Puskesmas Tahun 2014 ... 44 Tabel 5.8 Distribusi Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses

Pertolongan Persalinan dengan Pengelolaan Cairan Antiseptik oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas

Kabanjahe Tahun 2014 ... 45

Tabel 5.9 Distribusi Kategori Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Tindakan Pengelolaan Cairan Antiseptik oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah kerja

Puskesmas Tahun 2014 ... 46

Tabel 5.10 Distribusi Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Pemrosesan Alat Bekas Pakai oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas

Kabanjahe Tahun 2014 ... 47

Tabel 5.11 Distribusi Kategori Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Tindakan Pemrosesan Alat Bekas Pakai oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah kerja

Puskesmas Tahun 2014 ... 48

Tabel 5. 12 Distribusi Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Pengelolaan Sampah Medik oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas

Kabanjahe Tahun 2014 ... 49

Tabel 5.13 Distribusi Kategori Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Tindakan Pengelolaan Sampah Medik oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah kerja


(11)

DAFTAR SKEMA

Halaman

Skema 1. Langkah-langkah pemrosesan alat bekas pakai ... 18


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Persetujuan Responden

Lampiran 2 : Lembar Obsevasi

Lampiran 3 : Lembar Persetujuan Sidang Hasil

Lampiran 4 : Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 5 : Master Tabel

Lampiran 6 : Hasil Output Data

Lampiran 7 : Surat Izin Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU

Lampiran 8 : Surat Balasan Penelitian


(13)

PELAKSANAAN TINDAKAN PENCEGAHAN INFEKSI PADA PROSES PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH BIDAN PRAKTIK MANDIRI

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABANJAHE TAHUN 2014

ABSTRAK Dita Octavani

Latar Belakang : Tindakan pencegahan infeksi tidak terpisah dari komponen-komponen lain dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi karena bakteri, virus dan jamur.

Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi pada proses pertolongan persalinan oleh bidan praktik mandiri di wilayah kerja puskesmas Kabanjahe tahun 2014.

Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan total sampling yaitu 32 orang. Analisis data yang digunakan adalah univariat.

Hasil Penelitian : Dari penelitian yang dilakukan diperoleh responden yang kompeten yakni pada tindakan cuci tangan yaitu 21 orang (65,6%), pemakaian sarung tangan 18 orang (56,3%). Responden yang tidak kompeten yakni pada tindakan pemakaian pelindung diri 30 orang (93,8%), pengelolaan cairan antiseptik 30 orang (93,8%), pemrosesan alat bekas pakai 22 orang (68,8%) dan pengelolaan sampah medik 28 orang (87,5%).

Kesimpulan : Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak kompeten dalam melakukan beberapa tindakan pencegahan infeksi pada pertolongan persalinan. Jadi, diharapkan bagi bidan untuk meningkatkan penerapan pencegahan infeksi sesuai asuhan persalinan normal sehingga dapat menciptakan persalinan yang bersih dan aman serta menurunkan angka infeksi bagi ibu dan bayi.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kematian ibu atau kematian maternal adalah kematian seorang ibu sewaktu

hamil atau dalam waktu 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan (Sarwono, 2008).

Menurut WHO tahun 2010, sebanyak 536.000 perempuan meninggal akibat

persalinan. Sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran

terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara

berkembang merupakan tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran

hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di 9 negara maju dan 51 negara

persemakmuran

pada tanggal 30 Desember 2013).

Angka kematian ibu (AKI) berdasarkan laporan Indeks Pembangunan Manusia

yang dikeluarkan Program Pembangunan PBB 2013 di ASEAN, seperti Singapura,

mencatatkan angka 3, Brunei 24, Malaysia 29, Thailand 48, Vietnam 59, dan Filipina

99 (Ana, 2013).

Berdasarkan SDKI 2012, rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai

359 per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding

hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu (Rachmaningtyas, 2013).

Angka kematian ibu dan anak di Sumatera Utara tercatat tinggi dibandingkan

dengan provinsi lain di tanah air. Pada tahun 2012 angka kematian Ibu (AKI) di

Sumut mencapai 230/100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu dan anak

tersebut diperoleh melalui survei yang dilakukan Universitas Sumatera Utara (USU)


(15)

tersebut masih tinggi dibandingkan target MDG’S 2015 yang hanya 102/100.000

kelahiran hidup (Ardiansyah, 2013).

Tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia disebabkan oleh beberapa

faktor yakni Perdarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu

(28%). Persentase tertinggi kedua penyebab kematian ibu yang adalah eklamsia

(24%), sedangkan persentase tertinggi ketiga penyebab kematian ibu melahirkan

adalah infeksi (11%) (Profil Kesehatan Indonesia, 2007).

Infeksi dapat berpengaruh buruk baik terhadap kesehatan ibu maupun bayi.

Beberapa infeksi akut mempunyai resiko infeksi silang kepada siapapun yang

berhubungan dengan ibu, termasuk keluarga, staf kesehatan dan bayi mereka. Infeksi

dapat bervariasi dari kondisi kronis, seperti herpes atau HIV, sampai infeksi akut.

Ibu yang terinfeksi HIV atau hepatitis tidak selalu teridentifikasi secara

prokonseptual atau antenatal. Ibu ini beresiko menularkan infeksi ke bayinya

maupun ke profesional kesehatan yang terpapar pada darah terinfeksi atau cairan

tubuh lainnya (Chapman, 2006).

Infeksi dapat menyebar dengan mudah saat petugas kesehatan merawat

banyak orang. Contohnya, jika tangannya tidak bersih atau alat-alat yang digunakan

tidak steril, maka dia akan menularkan kuman dari satu wanita ke wanita lain (Susan,

2009).

Tindakan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari komponen-komponen

lain dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus

diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir,

keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi


(16)

Oleh karena itu bidan harus menerapkan standar dasar untuk pencegahan

infeksi silang dan melaksanakan kewaspadaan universal saat melakukan pertolongan

persalinan (Chapman, 2006).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Noveri Aisyaroh, Ita Listiyana dan

Afriyanti Dekatutari 2012 di RSUD Sunan Kalijaga Demak dan RSUD Kota

Semarang didapatkan bahwa dari 31 bidan sebanyak 22 orang memiliki praktik yang

kurang dalam tindakan pencegahan infeksi dan hanya 9 orang yang melakukan

praktik pencegahan infeksi dengan baik.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 10

Desember 2013 di puskesmas Kabanjahe diperoleh data ibu bersalin pada periode

Januari-November 2013 adalah sebanyak 1230 orang. Dimana dari 1230 orang ibu

bersalin terdapat 1016 orang yang persalinannya normal ditolong oleh bidan, 40

orang ibu bersalin dengan penyulit dan 214 persalinan dengan sectio caesarea serta

terdapat 20 orang ibu dengan infeksi (Laporan bulanan Puskesmas Kabanjahe

periode Januari-November 2013).

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa 82,6% persalinan ditolong

oleh bidan dan terdapat 20 orang ibu (1,96%) yang mengalami infeksi. Hal ini

menujukkan bahwa masih tingginya angka infeksi pada ibu dan perlu diperhatikan

mengenai prosedur pencegahan infeksi oleh Bidan Praktik Mandiri di wilayah kerja

Puskesmas Kabanjahe.

Dengan adanya dukungan data tersebut maka peneliti merasa tertarik untuk

melakukan penelitian tentang pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi pada proses

pertolongan persalinan oleh Bidan Praktik Mandiri di wilayah kerja Puskesmas


(17)

tangan, pemakaian perlengkapan pelindung diri, pengelolaan cairan antiseptik,

pemrosesan alat bekas pakai dan pengelolaan sampah medis.

B. Rumusan Masalah

Masih tingginya angka kematian ibu di Indonesia yakni mencapai 359 per 100

ribu kelahiran hidup berdasarkan SDKI 2012 dan infeksi menempati urutan ketiga

yakni mencapai 11% . Dan dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan di

puskesmas Kabanjahe terdapat 1016 persalinan ditolong oleh bidan dan terdapat 20

kasus infeksi pada ibu, dimana bidan sangat berperan penting dalam upaya

pencegahan infeksi pada proses pertolongan persalinan untuk menurunkan angka

kematian ibu dan infeksi, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana

pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi pada proses pertolongan persalinan oleh

Bidan Praktik Mandiri di wilayah kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2014.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi pada proses

pertolongan persalinan oleh Bidan Praktik Mandiri di wilayah kerja Puskesmas

Kabanjahe Tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi pelaksanaan tindakan cuci tangan pada proses

pertolongan persalinan oleh Bidan Praktik Mandiri di wilayah kerja


(18)

b. Untuk mengidentifikasi pelaksanaan tindakan pemakaian sarung tangan pada

proses pertolongan persalinan oleh Bidan Praktik Mandiri di wilayah kerja

Puskesmas Kabanjahe Tahun 2014.

c. Untuk mengidentifikasi pelaksanaan tindakan pemakaian perlengkapan

pelindung diri pada proses pertolongan persalinan oleh Bidan Praktik

Mandiri di wilayah kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2014 .

d. Untuk mengidentifikasi pelaksanaan tindakan pengelolaan cairan antiseptik

pada proses pertolongan persalinan oleh Bidan Praktik Mandiri di wilayah

kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2014 .

e. Untuk mengidentifikasi pelaksanaan tindakan pemrosesan alat bekas pakai

pada proses pertolongan persalinan oleh Bidan Praktik Mandiri di wilayah

kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2014 .

f. Untuk mengidentifikasi pelaksanaan tindakan pengelolaan sampah medis

pada proses pertolongan persalinan oleh Bidan Praktik Mandiri di wilayah

kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2014.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menjadi pedoman dan pengalaman serta sarana

pengembangan diri yang sangat berharga, untuk menerapkan ilmu dalam

pelayanan kebidanan khususnya mengenai pencegahan infeksi.

2. Bagi Bidan Praktik Mandiri

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam menerapkan pelayanan


(19)

proses pertolongan persalinan bagi bidan praktik Mandiri sehingga dapat

menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

3. Bagi Organisasi Profesi

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk menilai dan mengevaluasi

sejauh mana pencegahan infeksi telah dilakukan oleh para anggota organisasi

profesi guna meningkatkan pelayanan persalinan yang sesuai dengan Asuhan

Persalinan Normal.

4. Bagi Pusat Pelatihan Klinik Sekunder (P2KS)

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan penilaian untuk mengadakan

perbaikan dan pelatihan bagi Bidan Praktik Mandiri untuk meningkatkan

kualitas pelayanan persalinan khususnya dalam hal pencegahan infeksi.

5. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk melakukan

penelitian-penelitian lain atau yang serupa yang berkaitan dengan pelaksanaan


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Bidan

Bidan adalah seseorang yang telah menjalani program pendidikan bidan, yang

diakui oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan studi terkait

kebidanan serta memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan/atau memiliki izin formal

untuk praktik bidan (Suryani, 2008).

B. Bidan Praktik Mandiri

Bidan Praktik Mandiri (BPM) adalah Bidan yang memiliki Surat Ijin Praktik

Bidan (SIPB) sesuai dengan persyaratan yang berlaku, dicatat (register) diberi izin

secara sah dan legal untuk menjalankan praktik kebidanan mandiri (IBI, 2013).

C. Persalinan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri), yang dapat

hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain (Mochtar,

1998).

Asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama

persalinan dan setelah bayi lahir dimana salah satu kegiatan dalam asuhan persalinan

normal adalah praktik pencegahan infeksi (Sarwono, 2008).

D. Pencegahan Infeksi

Tindakan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari komponen-komponen lain

dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan

dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong

persalinan dan tenaga kesehatan lainnya dengan menghindarkan transmisi penyakit


(21)

risiko terjangkit atau terinfeksi mikroorganisme yang menimbulkan

penyakit-penyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan cara pengobatannya, seperti

Hepatitis dan HIV/AIDS (Sarwono, 2008).

1. Defenisi Tindakan-tindakan dalam Pencegahan Infeksi

a. Asepsis atau teknik aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam

mencegah masuknya organisme ke dalam tubuh dan berpotensi untuk

menimbulkan infeksi. Teknik aseptik membuat prosedur lebih aman bagi ibu,

bayi baru lahir dan penolong persalinan dengan cara menurunkan jumlah atau

menghilangkan seluruh mikroorganisme pada kulit, jaringan dan

instrumen/peralatan hingga tingkat yang aman.

b. Antisepsis mengacu pada pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau

menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh

lainnya.

c. Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa

petugas kesehatan dapat menangani secara aman berbagai benda yang

terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Peralatan medis, sarung tangan dan

permukaan (misalnya, meja periksa) harus segera didekontaminasi segera

setelah terpapar darah atau cairan tubuh.

d. Mencuci dan membilas adalah tindakan-tindakan yang dilakukan untuk

menghilangkan semua cemaran darah, cairan tubuh atau benda asing

(misalnya debu, kotoran) dari kulit atau instrumen/peralatan.

e. Desinfeksi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan hampir

semua mikroorganisme penyebab penyakit yang mencemari benda-benda


(22)

f. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) adalah tindakan yang dilakukan untuk

menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri dengan

cara merebus atau kimiawi.

g. Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukakn untuk menghilangkan semua

mikroorganisme (bakteri,jamur, parasit dan virus) termasuk endospora

bakteri pada benda-benda mati atau instrumen (JNPK-KR, 2008).

2. Tujuan Pencegahan Infeksi

a. Meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme.

b. Menurunkan risiko penularan penyakit yang mengancam jiwa seperti

hepatitis dan HIV/AIDS.

3. Prinsip-prinsip Pencegahan Infeksi

Pencegahan infeksi yang efektif didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:

a. Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap dapat

menularkan penyakit karena infeksi dapat bersifat asimptomatik (tanpa

gejala).

b. Setiap orang harus dianggap berisiko terkena infeksi.

c. Permukaan benda disekitar kita, peralatan dan benda-benda lainnya yang

akan dan telah bersentuhan dengan permukaan kulit yang tak utuh, lecet

selaput mukosa atau darah harus dianggap terkontaminasi hingga setelah

digunakan, harus diproses secara benar.

d. Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah

diproses dengan benar maka semua itu harus dianggap masih terkontaminasi.

e. Risiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi dapat dikurangi hingga

sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi


(23)

E. Tindakan-Tindakan Pencegahan Infeksi

Ada berbagai praktik pencegahan infeksi yang dapat mencegah mikroorganisme

berpindah dari satu individu ke individu lainnya (ibu, bayi, dan para penolong

persalinan) sehingga dapat memutus rantai penyebar infeksi. Tindakan-tindakan

pencegahan infeksi termasuk hal-hal berikut:

1. Cuci tangan

2. Memakai sarung tangan dan perlengkapan pelindung lainnya

3. Menggunakan teknik asepsis atau aseptik

4. Memproses alat bekas pakai

5. Menangani peralatan tajam dengan aman

6. Menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan (termasuk pengelolaan sampah

secara benar).

1. Cuci Tangan

Mencuci tangan telah dianggap sebagai salah satu tindakan terpenting untuk

mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi selama lebih dari 150

tahun. Penelitian Sammelweis (1861) dan banyak penelitian lainnya memperlihatkan

bahwa penularan penyakit menular dari pasien ke pasien mungkin terjadi melalui

tangan petugas kesehatan. Menjaga kebersihan tangan dengan baik dapat mencegah

penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi terjadinya infeksi (Boyce

1999; Larson 1995 dalam Depkes 2008).

Tujuan cuci tangan adalah menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari

permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara.

Cuci tangan harus dilakukan:

Sebelum melakukan kontak fisik secara langsung dengan ibu dan bayi baru lahir


(24)

b. Sebelum memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril

c. Setelah melepaskan sarung tangan (kontaminasi melalui lubang atau robekan

sarung tangan)

d. Setelah menyentuh benda yang mungkin terkontaminasi oleh darah atau

cairan tubuh lainnya atau setelah menyentuh selaput mukosa (misalnya

hidung, mulut, mata, vagina) meskipun saat itu sedang menggunakan sarung

tangan.

e. Setelah ke kamar mandi.

Mencuci tangan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Lepaskan perhiasan di tangan dan pergelangan.

b. Basahi tangan dengan air bersih dan mengalir.

c. Gosok kedua tangan dengan kuat menggunakan sabun biasa atau yang

mengandung antiseptik selama 10-15 detik (pastikan sela-sela jari digosok

menyeluruh). Tangan yang terlihat kotor harus dicuci lebih lama.

d. Bilas tangan dengan air bersih yang mengalir.

e. Biarkan tangan kering dengan cara diangin-anginkan atau keringkan dengan

kertas (tissue) atau handuk pribadi yang bersih dan kering.

Berikut merupakan 7 langkah higiene mencuci tangan:

a. Gosok telapak tangan dengan telapak tangan

b. Gosok bagian punggung tangan dimana telapak kanan diatas punggung

tangan kiri dan sebaliknya

c. Bersihkan sela-sela jari dimana telapak tangan dengan telapak tangan dan jari

saling terkait

d. Letakkan punggung jari pada telapak satunya dengan jari saling mengunci


(25)

f. Jari kiri menguncup, gosok memutar ke kanan dan ke kiri pada telapak kanan

dan sebaliknya

g. Bersihkan pergelangan tangan dengan cara memegang pergelangan tangan

kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya dengan gerakan memutar.

Mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang lembab

dan air tidak mengalir maka mencuci tangan dapat dilakukan dengan pedoman

berikut ini:

a. Bila menggunakan sabun padat (misalnya sabun batangan), gunakan

potongan-potongan kecil dan tempatkan dalam wadah yang dasarnya

berlubang agar air tidak menggenangi potongan sabun tersebut.

b. Jangan mencuci tangan dengan mencelupkannya ke dalam wadah berisi air

meskipun air tersebut sudah diberi larutan antiseptik. Mikroorganisme dapat

bertahan hidup dan berkembang biak dalam larutan tersebut.

c. Bila tidak tersedia alir mengalir:

1) Gunakan ember tertutup dengan keran yang bisa ditutup pada saat

mencuci tangan dan dibuka kembali jika akan membilas

2) Gunakan botol yang sudah diberi lubang agar air bisa mengalir

3) Minta orang lain menyiramkan air ke tangan, atau

4) Gunakan larutan pencuci tangan yang mengadung alkohol (campurkan

100 ml 60-90% alkohol dengan 2 ml gliserin). Gunakan kurang lebih 2

ml dan gosok kedua tangan hingga kering, ulangi tiga kali.

d. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering. Jangan menggunakan

handuk yang juga digunakan oleh orang lain. Handuk basah/lembab adalah


(26)

e. Bila tidak ada saluran air untuk membuang air yang sudah digunakan,

kumpulkan air di baskom dan buang ke saluran limbah atau jamban di kamar

mandi (JNPK-KR, 2008).

2. Pemakaian Sarung Tangan

Sarung tangan digunakan untuk tiga alasan, yaitu:

a. Mengurangi risiko petugas terkena infeksi bakterial dari pasien

b. Mencegah penularan dari kulit petugas kepada pasien

c. Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan mikroorganisme

yang dapat berpindah dari satu pasien ke pasien lainnya (infeksi silang)

(Tietjen, 2004).

Pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah (kulit tak utuh,

selaput mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya), peralatan dan sampah yang

terkontaminasi.

Ada 3 jenis sarung tangan, yaitu:

a. Sarung tangan bedah, dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau

pembedahan.

b. Sarung tangan pemeriksaan, dipakai untuk melindungi petugas kesehatan

sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin.

c. Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memroses peralatan,

menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan

permukaan yang terkontaminasi (Tietjen, 2004).

Jika sarung tangan diperlukan, ganti sarung tangan untuk menangani setiap ibu

atau bayi baru lahir untuk menghindari kontaminasi silang atau gunakan sarung


(27)

Pemakaian sarung tangan yang sama atau mencuci tangan yang masih bersarung

tangan, ketika berpindah dari satu pasien ke pasien lain atau ketika melakukan

perawatan di bagian tubuh yang terkontaminasi kemudian berpindah ke bagian tubuh

yang tidak terkontaminasi, bukan merupakan praktik yang aman. Menurut

Doebbeling dan Colleagues (1988) dalam Depkes 2008 menemukan bakteri dalam

jumlah yang bermakna pada tangan petugas yang hanya mencuci tangan dalam

keadaan memakai sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan ketika

berpindah dari satu pasien ke pasien lain.

Prodesur/Tindakan yang Memerlukan Sarung Tangan

a. Menolong persalinan dan kelahiran bayi, menjahit laserasi atau episiotomi

b. Mengambil contoh darah

c. Menghisap lendir dari jalan nafas bayi baru lahir

d. Memegang dan membersihkan peralatan yang terkontaminasi

e. Memegang sampah yang terkontaminasi

f. Membersihkan percikan darah atau cairan tubuh.

Sarung tangan sekali pakai lebih dianjurkan, tapi jika jumlahnya sangat

terbatas maka sarung tangan bekas pakai dapat diproses ulang dengan

dekontaminasi, cuci dan bilas, disinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi. Jika sarung

tangan sekali pakai digunakan ulang, jangan diproses lebih dari tiga kali karena

mungkin ada robekan atau lubang yang tidak terlihat atau sarung tangan mungkin

robek pada saat sedang digunakan (JNPK-KR, 2008).

3. Perlengkapan Pelindung Diri

Perlengkapan pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai oleh petugas

kesehatan untuk menutupi bagian-bagian tubuh petugas mulai dari kepala hingga


(28)

yaitu untuk kepentingan pasien dan sekaligus untuk kepentingan petugas sendiri

(Darmadi, 2008).

Alat atau perlengkapan pelindung diri yang digunakan petugas adalah sebagai

berikut:

a. Sarung tangan

Berfungsi untuk melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi

pasien dari mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan

pembatas fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus

diganti setiap kontak dengan satu pasien dengan pasien lainnya untuk

mencegah infeksi silang (Tietjen, 2004).

b. Masker

Masker merupakan alat/perlengkapan yang menutup wajah bagian bawah.

Harus cukup lebar karena harus menutup hidung, mulut, hingga rahang

bawah. Dengan demikian dapat menahan percikan cairan/lendir yang keluar

dari lubang hidung maupun mulut saat petugas bicara, batuk, maupun bersin.

Serta untuk mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi

masuk ke dalam hidung atau mulut petugas kesehatan.

c. Pelindung Mata

Tujuan pemakaian alat ini adalah untuk melindungi mata petugas dari

kemungkinan percikan darah atau cairan lainnya dari penderita (misalnya

saat menolong persalinan normal atau tindakan seksio).

Sebagai pelindung mata antara lain:

1) Goggles, mirip kacamata renang dengan tali elastis di belakangnya,

merupakan pelindung mata terbaik tetapi mudah berkabut dan sedikit


(29)

2) Kacamata dengan lensa normal atau kacamata resep dokter, cukup

memadai bila digunakan sebagai pelindung mata.

d. Tutup kepala atau Kap

Digunakan untuk menutup rambut dan kepala agar guguran kulit kepala dan

rambut tidak jatuh dan masuk ke dalam luka atau sayatan jaringan pada

pasien.

e. Apron atau celemek

Merupakan alat pelindung pada posisi terluar dan dipasang pada tubuh

petugas bagian depan. Terbuat dari bahan karet atau plastik dengan tali

penggantung pada leher petugas, serta adanya tali yang diikat ke belakang

setinggi pinggang petugas.

Penggunaan apron atau celemek untuk mengantisipasi kemungkinan adanya

percikan darah atau cairan lainnya dari penderita. Jadi pemakaian apron lebih

banyak ditujukan untuk melindungi petugas daripada melindungi penderita.

f. Alas Kaki

Digunakan untuk melindungi kaki dari perlukaan, bersentuhan dengan cairan

yang menetes atau benda yang jatuh. Alas kaki tersebut dapat berupa sepatu

bot/sandal dari bahan kulit atau karet (Darmadi, 2008).

Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas

dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes

melalui sepatu dan kemudian dilepas tanpa sarung tangan (Summers et al.

1992 dalam Depkes 2008).

4. Pengelolaan Cairan Antiseptik

Antisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan cara


(30)

kulit dan selaput mukosa tidak dapat disterilkan maka penggunan antiseptik akan

sangat mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat mengkontaminasi luka

terbuka dan dapat menyebabkan infeksi.

Larutan antiseptik digunakan pada kulit atau jaringan yang tidak mampu

menahan konsentrasi bahan aktif yang terlarut dalam larutan disinfektan. Larutan

disinfektan digunakan untuk mendekontaminasi peralatan atau instrumen yang

digunakan dalam tindakan medis.

Cara mencegah kontaminasi larutan antiseptik dan disinfeksi:

a. Hanya menggunakan air matang untuk mengencerkan (jika pengenceran

diperlukan)

b. Berhati-hati untuk tidak mengkontaminasi pinggiran wadah pada saat

menuangkan larutan ke wadah yang lebih kecil (pinggiran wadah larutan

yang utama tidak boleh bersentuhan dengan wadah yang lebih kecil)

c. Mengosongkan dan memcuci wadah dengan sabun dan air serta

membiarkannya kering dengan cara diangin-anginkan setidaknya sekali

seminggu (tempelkan label bertuliskan tanggal pengisian ulang)

d. Menuangkan larutan antiseptik ke gulungan kapas atau kasa (jangan

merendam gulungan kapas atau kasa di dalam wadah ataupun

mencelupkannya ke dalam larutan antiseptik)

e. Menyimpan larutan di tempat dingin dan gelap (JNPK-KR, 2008).

5. Pemrosesan Alat Bekas Pakai

Proses pencegahan infeksi dasar yang dianjurkan untuk menurunkan penularan

penyakit dari instrumen yang kotor adalah dekontaminasi, pembersihan (cuci dan


(31)

Adapun langkah-langkah dalam pemrosesan alat bekas pakai dapat dilihat pada

gambar di bawah ini:

Skema 1. Langkah-langkah Pemrosesan alat bekas pakai, sumber: JNPK-KR, 2008

a. Dekontaminasi

Dekontaminasi adalah langkah penting pertama untuk menangani peralatan,

perlengkapan, sarung tangan dan benda-benda lainnya yang terkontaminasi.

Dekontaminasi membuat benda-benda lebih aman untuk ditangani dan

dibersihkan oleh petugas. Untuk perlindungan lebih jauh, pakai sarung tangan

karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari bahan lateks jika akan DEKONTAMINASI

Rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit

CUCI DAN BILAS Gunakan deterjen dan sikat.

Pakai sarung tangan tebal untuk menjaga agar tidak terluka oleh benda-benda tajam.

Metode yang dipilih Metode Alternatif

STERILISASI DISINFEKSI TINGKAT TINGGI Otoklaf Panas Kering Rebus/kukus Kimiawi

DIINGINKAN DAN KEMUDIAN SIAP DIGUNAKAN

(Peralatan yang sudah diproses dapat disimpan dalam wadah tertutup yang didisinfeksi tingkat tinggi sampai satu minggu jika wadahnya tidak dibuka)

106kPa 121˚C 30 menit jika

terbungkus 20 menit jika tidak dibungkus

170˚C 60 menit

Panci tertutup 20 menit

Rendam 20 menit


(32)

masukkan benda-benda yang terkontaminasi ke dalam larutan klorin 0,5%

selama 10 menit. Prosedur ini dengan cepat mematikan virus Hepatitis B dan

HIV. Pastikan bahwa benda-benda yang terkontaminasi terendam seluruhnya

oleh larutan klorin. Berikut adalah cara membuat larutan klorin:

1) Rumus untuk membuat larutan klorin 0,5% dari larutan konsentrat berbentuk

cair

2) Rumus untuk membuat larutan klorin 0,5% dari serbuk kering

Sumber: JNPK-KR, 2008

Tip dekontaminasi:

(1) Gunakan tempat plastik untuk dekontaminasi agar mencegah:

(a) Tumpulnya pisau (misal gunting) saat bersentuhan dengan kontainer

logam.

Jumlah bagian air = % �����������������

% ��������������������� – 1

Contoh : untuk membuat larutan klorin 0,5% dari larutan klorin 5,25% (misalkan BAYCLIN®)

1. Jumlah bagian air = 5,35%

0,5%

-

1 = 10,5-1= 9,5

2. Tambahkan 9 bagian (pembulatan ke bawah dari 9,5) air ke dalam 1 bagian larutan klorin konsentrat (5,25%)

Catatan: air tidak perlu dimasak

Jumlah bagian air =% ���������������������

% ���������� x 1000

Contoh: untuk membuat larutan klorin 0,5% dari serbuk yang bisa melepaskan klorin (seperti kalsium hipoklorida) yang mengandung 35% klorin:

1. Gram/liter = 0,5%

35% x 1000 = 14,3 gram/liter

2. Tambahkan 14 gram (pembulatan ke bawah dari 14,3) serbuk ke dalam 1 liter air mentah yang bersih


(33)

(b) Berkaratnya instrumen karena reaksi kimia (elektrolisis) yang terjadi

antara dua logam yang berbeda (misal instrumen dan wadah) bila

direndam dalam air.

(2) Jangan merendam instrumen logam yang tidak 100% baja tahan gores meski

dalam air biasa selama beberapa jam karena akan berkarat (Tietjen, 2004).

b. Pembersihan (cuci dan bilas)

Pencucian adalah cara paling efektif untuk menghilangkan sebagian besar

mikroorganisme pada peralatan/perlengkapan yang kotor atau sudah digunakan. Baik

sterilisasi maupun disinfeksi tingkat tinggi menjadi kurang efektif tanpa proses

pencucian sebelumnya. Jika perlengkapan untuk proses sterilisasi tidak tersedia,

pencucian secara seksama merupakan proses fisik satu-satunya untuk menghilangkan

sejumlah endospora bakteri. Efektivitas pencucian dalam menghilangkan atau

menon-aktifkan mikroorganisme yaitu 50% hanya dengan menggunakan air

sedangkan 80% jika pencucian dengan detergen dan bilas.

Perlengkapan atau bahan-bahan untuk mencuci peralatan adalah:

1) Sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks

2) Sikat (boleh menggunakan sikat gigi)

3) Tabung suntik (minimal ukuran 10 ml; untuk kateter, termasuk kateter

penghisap lendir)

4) Wadah plastik atau baja antikarat (stainless steel)

5) Air bersih

6) Sabun atau detergen

Tahap-tahap pencucian dan pembilasan:


(34)

2) Ambil peralatan bekas pakai yang sudah didekontaminasi (hati-hati bila

memegang peralatan yang tajam, seperti gunting dan jarum jahit)

3) Agar tidak merusak benda-benda yang terbuat dari plastik atau karet, jangan

dicuci secara bersamaan dengan peralatan dari logam

4) Cuci setiap benda tajam secara terpisah dan hati-hati:

a) Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa darah dan

kotoran

b) Buka engsel gunting dan klem

c) Sikat dengan seksama terutama di bagian sambungan dan sudut peralatan

d) Pastikan tidak ada sisa darah dan kotoran yang tertinggal pada peralatan

e) Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali (atau lebih jika perlu) dengan air

dan sabun atau detergen

f) Bilas benda-benda tersebut dengan air bersih

5) Ulangi prosedur tersebut pada benda-benda lain

6) Jika peralatan yang didisinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi (misalkan

dalam larutan klorin 0,5%) tempatkan peralatan dalam wadah yang bersih

dan biarkan kering sebelum memulai proses DTT

Alasan: Jika peralatan masih basah mungkin akan mengencerkan larutan

kimia dan membuat larutan menjadi kurang efektif

7) Peralatan yang akan didisinfeksi tingkat tinggi dengan dikukus atau direbus,

atau disterilisasi di dalam otoklaf atau oven panas kering, tidak perlu

dikeringkan dulu sebelum proses DTT atau sterilisasi dimulai

8) Selagi masih memakai sarung tangan, cuci sarung tangan dengan air dan

sabun dan kemudian bilas dengan seksama menggunakan air bersih


(35)

Untuk mencuci kateter (termasuk selang atau pipa plastik penghisap lendir) dapat

dilakukan dengan tahap-tahap berikut ini:

1) Pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari

lateks pada kedua tangan

2) Lepaskan penutup wadah penampung lendir (untuk kateter penghisap lendir)

3) Gunakan tabung suntik besar untuk mencuci bagian dalam kateter sedikitnya

tiga kali (atau lebih jika perlu) dengan air dan sabun atau detergen.

4) Bilas kateter menggunakan tabung suntik dan air bersih

5) Letakkan kateter dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum

dilakukan DTT (JNPK-KR, 2008).

c. Disinfeksi Tingkat Tinggi dan Sterilisasi

Disinfeksi adalah proses pembuangan semua mikroorganisme patogen pada

objek yang tidak hidup dengan pengecualian terhadap endospora bakteri

(Hidayat, 2008).

Disinfeksi tingkat tinggi adalah tindakan yang dilakukan untuk

menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri dengan cara

merebus, mengukus atau kimiawi (JNPK-KR, 2008).

1) Disinfeksi Tingkat Tinggi dengan cara merebus

a) Dekontaminasi dan bersihkan semua alat yang akan di didisinfeksi

tingkat tinggi.

b) Semua alat harus terendam dalam air. Atur permukaan air sedemikian

rupa, sekurangnya 2,5 cm (1 inci) air di atas alat. Sebagai tambahan,

pastikan semua wadah dan mangkok yang akan direbus telah dipenuhi

air.


(36)

d) Mulai mencatat waktu. Proses DTT waktu dicatat setelah air mendidih

e) Rebus alat-alat selama 20 menit.

f) Setelah merebus 20 menit, pindahkan alat-alat dengan cunam yang telah

di DTT lebih dahulu. Jangan biarkan alat-alat terus terendam dalam air,

karena sewaktu air mulai dingin, kuman dan partikel-partikel masuk

dalam kontainer dan dapat mengontaminasi alat-alat (Tietjen,2004).

g) Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum

digunakan atau disimpan (jika peralatan dalam keadaan lembab maka

keadaan disinfeksi tingkat tinggi tidak terjaga).

h) Pada saat peralatan kering, gunakan segera atau simpan dalam wadah

disinfeksi tingkat tinggi dan berpenutup. Peralatan bisa disimpan sampai

satu minggu asalkan penutupnya tidak dibuka (JNPK-KR, 2008).

2) Disinfeksi Tingkat Tinggi dengan pengukusan

Disinfeksi tingkat tinggi dengan pengukusan dilakukan dengan alat kukusan

yang terdiri dari panci bawah (berdiameter ± 31 cm) untuk merebus air, tiga

panci berlubang-lubang di dasarnya (diameter 0,5 cm) untuk melewatkan uap ke

atas dan air kembali ke bawah dan tutup panci.

DTT dengan pengukusan dapat dilakukan dengan cara:

a) Tempatkan instrumen dan alat-alat di salah satu panci yang ada lubang di

dasarnya. Untuk memudahkan pengeluaran panci, jangan isi panci terlalu

penuh.

b) Ulangi proses ini sampai ketiga panci terisi. Letakkan semua panci tersebut di

atas panci bawah yang berisi air untuk dididihkan. Siapkan panci kosong

tanpa lubang di samping sumber panas.


(37)

d) Waktu uap mulai keluar di antara panci dan tutup, mulai mencatat waktu atau

menulis waktu mulainya DTT.

e) Kukus selama 20 menit.

f) Angkat panci atas dan tutup panci berikutnya. Guncangkan panci agar air

turun dari panci yang baru diangkat.

g) Tempatkan panci yang baru diangkat ke atas panci kosong. Ulangi sampai

semua panci ditempatkan di atas panci kosong dan tutup panci yang paling

atas (langkah ini membuat semua alat dingin dan kering tanpa

terkontaminasi)

h) Biarkan alat-alat menjadi kering dalam panci (1-2 jam) sebelum dipakai.

i) Dengan menggunakan penjepit yang di DTT, pindahkan alat-alat kering ke

dalam kontainer yang kering dan telah di DTT, bertutup rapat (Tietjen, 2004).

3) Disinfeksi Tingkat Tinggi dengan bahan kimiawi

Bahan kimia yang dianjurkan untuk DTT adalah klorin dan glutaraldehid.

Larutan disinfeksi tingkat tinggi yang selalu tersedia dan tidak mahal adalah

larutan klorin. Karena larutan klorin bersifat korosif dan proses DTT

memerlukan perendaman selama 20 menit maka peralatan yang sudah

didisinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi harus segera dibilas dengan air matang.

Berikut adalah langkah-langkah dalam melakukan disinfeksi tingkat tinggi:

a) Letakkan peralatan dalam keadaan kering (sudah didekontaminasi dan cuci

bilas) ke dalam wadah dan tuangkan desinfektan. Jika peralatan basah

sebelum direndam dalam larutan kimia maka akan terjadi pengenceran

larutan tersebut sehingga dapat mengurangi daya kerja atau efektifitasnya.

b) Pastikan bahwa peralatan terendam seluruhnya dalam larutan kimia.


(38)

d) Bilas peralatan dengan air matang dan angin-anginkan sampai kering di

wadak disinfeksi tingkat tinggi yang berpenutup.

e) Setelah kering, peralatan dapat segera digunakan atau disimpan dalam wadah

disinfeksi tingkat tinggi berpenutup rapat (JNPK-KR, 2008).

4) Sterilisasi

Sterilisasi adalah tindakan untuk menghilangkan semua mikroorganisme

(bakteri, jamur, parasit, dan virus) termasuk bakteri endospora.

Cara sterilisasi adalah sebagai berikut:

a) Sterilisasi dengan merebus dalam air mendidih sampai 100˚C (15 -20 menit) (Hidayat, 2008).

b) Sterilisasi dengan stoom. Menggunakan uap panas dalam autoclave 106 pada

temperatur 121˚C selama 30 menit jika insterumen terbungkus dan 20 menit jika tidak terbungkus.

c) Sterilisasi dengan panas kering menggunakan oven panas tinggi pada

temperatur 170˚C selama 60 menit.

d) Sterilisasi dengan bahan kimia dengan menggunakan larutan glutaraldehid

2-4% selama 10 jam atau menggunakan larutan formaldehid 8% selama 24 jam

(Tietjen, 2004).

6. Pengelolaan Sampah

Sampah bisa terkontaminasi dan tidak terkontaminasi. Sampah yang tidak

terkontaminasi tidak mengandung risiko bagi petugas yang menanganinya. Tetapi

sebagian besar limbah persalinan dan kelahiran bayi adalah sampah terkontaminasi.

Jika tidak ditangani dengan benar, sampah terkontaminasi berpotensi untuk

menginfeksi siapapun yang melakukan kontak atau menangani sampah tersebut


(39)

kotoran manusia dan benda-benda yang kotor oleh cairan tubuh. Tangani

pembuangan sampah dengan hati-hati (JNPK-KR, 2008).

a. Tujuan Pengelolaan Sampah

Tujuan pengelolaan sampah adalah:

1) Melindungi petugas pembuangan sampah dari perlukaan

2) Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan

3) Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya

4) Membuang bahan-bahan berbahaya dengan aman

b. Pembuangan sampah terkontaminasi

Pembuangan sampah terkontaminasi yang benar meliputi:

1) Menuangkan cairan atau sampah basah ke sistem pembuangan kotoran

tertutup

2) Insenirasi (pembakaran) untuk menghancurkan bahan-bahan sekaligus

mikroorganismenya (Ini merupakan metode terbaik untuk pembuangan

sampah terkontaminasi. Pembakaran juga akan mengurangi volume sampah

dan memastikan bahwa bahan-bahan tersebut tidak akan dijarah dan dipakai

ulang)

3) Menguburkan sampah terkontaminasi untuk mencegah ditangani lebih lanjut

Penanganan sampah terkontaminasi yang tepat akan meminimalkan penyebaran

infeksi pada petugas kesehatan dan masyarakat setempat. Jika memungkinkan,

sampah terkontaminasi harus dikumpulkan dan dipindahkan ke tempat pembuangan

dalam wadah tertutup dan anti bocor.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan sampah medik:

1) Untuk sampah terkontaminasi, pakailah wadah plastik dengan tutup yang


(40)

membedakan sampah umum (yang tidak terkontaminasi) dengan yang

terkontaminasi.

2) Tempatkan wadah sampah dekat dengan lokasi terjadinya sampah itu dan

mudah dicapai oleh pemakai (mengangkat-angkat sampah kemana-mana

meningkatkan risiko infeksi pada pembawanya). Terutama penting sekali

terhadap benda tajam yang membawa risiko besar kecelakaan perlukaan pada

petugas kesehatan.

3) Peralatan yang dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkut sampah tidak

boleh dipakai untuk keperluan lain di klinik.

4) Gunakan wadah tahan tembus untuk pembuangan semua benda-benda tajam.

Jika kontainer sudah ¾ penuh, tutup, sumbat atau plester dengan rapat.

Pastikan tidak ada bagian benda tajam yang menonjol keluar wadah.

Buanglah wadah benda tajam tersebut secara dibakar atau dikubur.

5) Untuk sampah cair, hati-hati tuangkan sampah cair ke wastafel atau ke dalam

toilet dan siramlah dengan air untuk membuang sisa sampah, hindari

percikan air. Jika sistem pembuangan kotoran tidak tersedia, buanglah

sampah cair tersebut dalam lubang tertutup, jangan dibuang ke saluran

terbuka.

6) Jika mungkin, gunakan wadah terpisah untuk sampah yang akan dibakar dan

yang tidak akan dibakar sebelum dibuang. Langkah ini akan menghindarkan

petugas dari memisahkan sampah dengan tangan kemudian.

7) Cuci semua wadah sampah dengan larutan pembersih disinfektan (larutan

klorin 0,5% + sabun) dan bilas teratur dengan air.


(41)

9) Cuci tangan atau gunakan penggosok tangan antiseptik berbahan dasar

alkohol tanpa air setelah melepaskan sarung tangan apabila menangani

sampah (Tietjen, 2004).

Pengelolaan limbah pelayanan kesehatan yang buruk dapat menimbulkan

konsekuensi yang serius terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan (Fitria,


(42)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

A. KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau

kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang

satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan uraian di atas maka kerangka konsep penelitian Pelaksanaan

Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan oleh Bidan Praktik

Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2014 dengan subjek yang

akan diteliti yaitu tentang tindakan cuci tangan, pemakaian sarung tangan,

pemakaian perlengkapan pelindung diri, pengelolaan cairan antiseptik, pemrosesan

alat bekas pakai, dan pengelolaan sampah medis adalah sebagai berikut:

Skema 2. Kerangka konsep

Pelaksanan Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan oleh Bidan Praktik Mandiri


(43)

B. DEFENISI OPERASIONAL

Defenisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau

tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan uraian diatas maka defenisi operasional penelitian Pelaksanaan

Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan oleh Bidan Praktik

Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2014 adalah:

No. Variabel Defenisi Operasional

Alat Ukur

Cara Ukur

Hasil Ukur Skala Ukur 1. Cuci Tangan Cara yang

dilakukan untuk membersihkan tangan dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan memakai sabun

Observasi Checklist a.Kompeten jika

tindakan dilakukan (skor = 7) b.Tidak Kompeten jika tindakan tidak dilakukan (skor < 7)

Ordinal

2. Pemakaian Sarung Tangan Penggunaan sarana proteksi berupa sarung tangan pada saat memberikan asuhan kebidanan

Observasi Checklist a.Kompeten jika

tindakan dilakukan (skor = 8) b.Tidak Kompeten jika tindakan tidak dilakukan (skor < 8)

Ordinal

3. Pemakaian perlengkapan pelindung diri

Perlengkapan yang dipakai oleh bidan untuk

menutupi bagian tubuh mulai dari kepala hingga telapak kaki.

Observasi Checklist a.Kompeten jika

tindakan dilakukan (skor = 6 ) b.Tidak Kompeten jika tindakan tidak dilakukan Ordinal


(44)

4. Pengelolaan cairan antiseptik Cara yang dilakukan dalam penggunaan dan penyimpanan cairan antiseptik

Observasi Checklist a.Kompeten jika

tindakan dilakukan (skor = 8) b.Tidak Kompeten jika tindakan tidak dilakukan (skor <8) Ordinal

5. Pemrosesan alat bekas pakai Cara yang dilakukan untuk membersihkan dan menjaga sterilitas instrumen medik.

Observasi Checklist a.Kompeten jika tindakan dilakukan (skor =10) b.Tidak Kompeten jika tindakan tidak dilakukan (skor <10) Ordinal

6. Pengelolaan sampah medik Cara yang dilakukan untuk membersihkan dan memproses sampah terkontaminasi

Observasi Checklist a.Kompeten jika tindakan dilakukan (skor =8) b.Tidak Kompeten jika tindakan tidak dilakukan (skor <8) Ordinal


(45)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun sedemikian

rupa untuk mencapai tujuan penelitian (Alatas husein dkk dalam Sastroasmoro,

2013). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif

dengan pendekatan cross sectional dimana setiap subjek penelitian hanya

diobservasi satu kali pada satu saat tertentu dengan tujuan untuk mengidentifikasi

pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi pada proses pertolongan persalinan oleh

Bidan Praktik Mandiri di wilayah kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2014.

B.Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian (Arikunto, 2010). Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh bidan praktik Mandiri yang melakukan

pertolongan persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kabanjahe yaitu sebanyak

32 orang.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah

dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2011). Sampel dalam

penelitian ini adalah menggunakan total sampling yaitu seluruh populasi

dijadikan sebagai sampel penelitian yaitu sebanyak 32 orang.

Adapun kriteria sampel penelitian ini adalah sampel yang mencerminkan


(46)

a. Bidan Praktik Mandiri yang melakukan pertolongan persalinan yang telah

mengikuti pelatihan APN di Wilayah kerja Puskesmas Kabanjahe.

b. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian untuk jadi responden.

C.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di klinik Bidan Praktik Mandiri di wilayah kerja

Puskesmas Kabanjahe. Dengan pertimbangan bahwa penelitian ini belum pernah

dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kabanjahe yang berhubungan dengan

pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi pada proses pertolongan persalinan oleh

bidan praktik Mandiri. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Februari -

Mei 2014.

D.Pertimbangan Etik Penelitian

Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap

kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti

(subjek penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil

penelitian (Notoatmodjo, 2010).

Sebelum peneliti melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti mengajukan

permohonan kepada Ketua program studi Diploma IV Bidan Pendidik Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan, untuk mendapatkan persetujuan

penelitian. Setelah itu peneliti mengajukan permohonan izin penelitian kepada

Kepala Puskesmas Kabanjahe, untuk mendapat persetujuan melakukan penelitian di

Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe. Setelah mendapat persetujuan, peneliti

memulai penelitian dengan mempertimbangkan masalah etik penelitian, dengan cara


(47)

penelitian, serta memberitahukan bahwa tidak ada pengaruh yang negatif akan

terjadi sebelum dan sesudah pengumpulan data bagi responden.

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden pada lembar perngumpulan

data hanya nomor kode yang digunakan sehingga identitas dan informasi yang

diberikan tetap terjaga kerahasiaannya. Seluruh informasi yang diperoleh hanya akan

dipergunakan untuk kepentingan penelitian.

E.Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar checklist sebagai

alat pengumpulan data, yaitu dengan cara mengamati setiap tindakan yang dilakukan

untuk pencegahan infeksi. Item obsevasi terdiri dari 47 pernyataan, dengan pilihan

jawaban dikotomi yaitu dilakukan dan tidak dilakukannya suatu tindakan. Dimana

pernyataan disusun berdasarkan tindakan pencegahan infeksi dalam melaksanakan

asuhan persalinan, yang meliputi tindakan cuci tangan terdiri dari 7 item observasi,

pemakaian sarung tangan, pengelolaan cairan antiseptic, dan pengelolaan sampah

medik masing-masing terdiri dari 8 item observasi, penggunaan perlengkapan

pelindung diri terdiri dari 6 item observasi dan pemrosesan alat bekas pakai terdiri

dari 10 item observasi. Pernyataan item observasi disusun berdasarkan skala

Guttman yaitu skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas dan konsisten, sama halnya dengan observasi tindakan, jika tindakan dilakukan diberi

skor 1 dan dan jika tindakan tidak dilakukan diberi skor 0. Dari hasil perolehan skor

maka kategori penilaian dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu Kompeten dan


(48)

F. Prosedur pengumpulan data

1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang

diperoleh langsung dari responden yaitu Bidan Praktik Mandiri di wilayah

kerja Puskesmas Kabanjahe.

2. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti setelah lulus uji proposal dan

mendapat surat ijin penelitian dari Program D IV Bidan Pendidik Fakultas

Keperawatan USU Medan.

3. Mengajukan surat permohonan ijin pelaksanaan penelitian ke Puskesmas

Kabanjahe.

4. Melakukan pendekatan kepada masing-masing responden.

5. Menanyakan persetujuan responden menjadi responden secara sukarela.

6. Setelah calon responden bersedia maka diminta untuk menandatangani

lembar persetujuan (Informed Consent).

7. Menjelaskan tujuan penelitian kepada responden

8. Peneliti mengamati setiap tindakan yang dilakukan oleh bidan dalam proses

pencegahan infeksi pada proses persalinan sesuai dengan item dan memberi

penilaian.

9. Peneliti memeriksa kelengkapan data secara keseluruhan, sehingga data yang

diperoleh terpenuhi, kemudian dianalisis.

G. Analisis data

Analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa tahap

yakni dengan editing yaitu mengecek kelengkapan karakteristik responden serta

memastikan semua jawaban telah diisi. Dari hasil penelitian ini menunjukkan


(49)

pengambilan data ulang. Coding yaitu pengkodean untuk membedakan karakter

dalam rangka pengolahan data. Processing yaitu setelah data di coding maka data

dari lembar observasi dimasukkan ke dalam program komputerisasi. Tabulating

yaitu menampilkan data yang telah diproses dalam bentuk tabel. Kemudian

melakukan tehnik analisis. Tehnik analisis yang digunakan adalah statistika

deskriptif yaitu analisis univariat, dimana data yang diperoleh dari hasil


(50)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan untuk mengetahui Pelaksanaan Tindakan

Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan oleh Bidan Praktik Mandiri

di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2014 dengan jumlah sampel

sebanyak 32 orang diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Karakteristik Responden

Tabel 5.1

Distribusi Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2014 (n=32)

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%) Pendidikan D I D III D IV S 2 6 24 1 1 18,8 75,0 3,1 3,1 Lama Bekerja

< 5 tahun 5-10 tahun > 10 tahun

5 7 20 15,6 21,9 62,5 Pelatihan APN

Ya 32 100

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui dari 32 responden bahwa karakteristik

responden berdasarkan pendidikan yakni mayoritas berpendidikan D III sebanyak 24

orang (75,0%). Berdasarkan lama bekerja mayoritas telah bekerja selama > 10 tahun

sebanyak 20 orang (62,5%). Dan berdasarkan keikutsertan pelatihan Asuhan

Persalinan Normal (APN), seluruh responden sebanyak 32 orang (100%) telah


(51)

2. Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan

a. Tindakan Pencegahan Infeksi dengan Cuci Tangan Tabel 5.2

Distribusi Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Cuci Tangan oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas

Kabanjahe Tahun 2014 (n=32)

Item observasi tindakan cuci tangan Dilakukan Tidak dilakukan

F % F %

1. Bidan selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak fisik dengan pasien dan jika tangan terkontaminasi

30 93,8 2 6,3

2. Bidan melepaskan perhiasan di tangan dan pergelangan sebelum mencuci tangan

31 96,9 1 3,1

3. Bidan membasahi tangan dengan air dan menggosok kedua tangan termasuk sela jari dengan menggunakan sabun selama 10-15 detik

29 90,6 3 9,4

4. Setelah mencuci tangan bidan membilas tangan dengan air bersih yang mengalir

31 96,9 1 3,1

5. Bidan tidak mencuci tangan dengan mencelupkan ke dalam wadah berisi air

32 100 0 0

6. Bila tidak tersedia air bidan mencuci tangan dengan campuran alcohol 60-90%

31 96,9 1 3,1

7. Setelah selesai cuci tangan bidan mengeringkan tangan dengan handuk pribadi yang bersih dan kering

28 87,5 4 12,5

Berdasarkan tabel 5.2 dari 32 responden dapat dilihat 30 responden (93,8%)

melakukan tindakan pada item nomor 1, sebanyak 31 responden (96,9%) melakukan


(52)

melakukan item observasi nomor 7 dan seluruh responden (100%) melakukan

tindakan pada item observasi nomor 5. Berdasarkan hasil item observasi tersebut

maka dapat dikategorikan tindakan responden dalam pelaksanaan cuci tangan pada

tabel di bawah ini.

Tabel 5.3

Distribusi Kategori Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Tindakan Cuci Tangan oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah kerja

Puskesmas Tahun 2014 (n=32)

Kategori Tindakan Cuci Tangan Frekuensi Persentase (%) Kompeten

Tidak Kompeten

21 11

65,6 34,4

Berdasarkan tabel 5.3 dari 32 responden dapat diketahu bahwa mayoritas

responden yakni sebanyak 21 orang (65,6%) kompeten dalam hal tindakan cuci


(53)

b. Tindakan Pencegahan Infeksi dengan Pemakaian Sarung Tangan Tabel 5.4

Distribusi Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Pemakaian Sarung Tangan oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah

Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2014 (n=32) Item observasi tindakan pemakaian

sarung tangan

Dilakukan Tidak dilakukan

F % F %

1. Menggunakan sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang terkontaminasi

30 93,8 2 6,3

2. Sarung tangan yang digunakan adalah sarung tangan steril/DTT

31 96,9 1 3,1

3. Pada saat melakukan tindakan periksa dalam menggunakan sarung tangan .

32 100 0 0

4. Sebelum melepaskan sarung tangan dan setelah melakukan tindakan, terlebih dahulu dicelupkan ke dalam larutan klorin

21 65,6 11 34,4

5. Sarung tangan dibuka dengan keadaan terbalik, kemudian direndam dalam larutan klorin selama 10 menit.

25 78,1 7 21,9

6. Pada waktu melakukan

pengisapan lendir dari hidung dan membersihkan jalan nafas bayi, bidan menggunakan sarung tangan .

32 100 0 0

7. Menggunakan sarung tangan pada saat membersihkan percikan darah/ cairan tubuh.

29 90,6 3 9,4

8. Pada saat memegang peralatan yang terkontaminasi bidan memakai sarung tangan.

30 93,8 2 6,3


(54)

(96,9%) melakukan tindakan pada item observasi nomor 2, sebanyak 21 responden

(65,6%) melakukan tindakan pada item observasi nomor 4, sebanyak 25 responden

(78,1%) melakukan tindakan pada item observasi nomor 5, sebanyak 29 responden

(90,6%) melakukan tindakan pada item observasi nomor 7 dan seluruh responden

(100%) melakukan tindakan pada item observasi nomor 3 dan 6. Berdasarkan hasil

item observasi tersebut maka dapat dikategorikan tindakan responden dalam

pelaksanaan pemakaian sarung tangan pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.5

Distribusi Kategori Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Tindakan Pemakaian Sarung Tangan oleh Bidan Praktik Mandiri di

Wilayah kerja Puskesmas Tahun 2014 (n=32) Kategori Tindakan Pemakaian

Sarung Tangan

Frekuensi Persentase (%) Kompeten

Tidak Kompeten

18 14

56,3 43,8

Berdasarkan tabel 5.5 dari 32 responden dapat diketahui bahwa mayoritas responden

yakni sebanyak 18 orang (56,3%) kompeten dalam hal tindakan pemakaian sarung


(55)

c. Tindakan Pencegahan infeksi dengan Pemakaian Pelindung Diri Tabel 5.6

Distribusi Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Pemakaian Pelindung Diri oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah

Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2014 (n=32) Item observasi tindakan Pemakaian

Pelindung Diri

Dilakukan Tidak dilakukan

F % F %

1. Bidan selalu menggunakan sarung tangan saat melakukan tindakan invasif

32 100 0 0

2. Bidan menggunakan masker saat

melakukan pertolongan persalinan yang menutupi hidung,

mulut hingga rahang bawah

8 25,0 24 75,0

3. Bidan menggunakan pelindung mata yakni googles atau kacamata resep dokter saat melakukan pertolongan persalinan

17 53,1 15 46,9

4. Bidan menggunakan tutup kepala saat melakukan pertolongan persalinan

2 6,3 30 93,8

5. Bidan menggunakan apron atau celemek untuk pelindung tubuh bagian depan saat melakukan pertolongan persalinan

25 78,1 7 21,9

6. Bidan menggunakan alas kaki berupa sepatu bot atau sandal tertutup saat melakukan pertolongan persalinan

21 65,6 11 34,4

Berdasarkan tabel 5.6 dari 32 responden dapat dilihat seluruh responden

(100%) melakukan item observasi nomor 1, sebanyak 24 responden (75,0%) tidak

melakukan item observasi nomor 2, sebanyak 17 responden (53,1%) melakukan item

observasi nomor 3, sebanyak 30 responden (93,8%) tidak melakukan item observasi

nomor 4, sebanyak 25 responden (78,1%) melakukan item observasi nomor 5 dan


(56)

hasil item observasi tersebut maka dapat dikategorikan tindakan responden dalam

pelaksanaan pemakaian pelindung diri pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.7

Distribusi Kategori Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Tindakan Pemakaian Pelindung Diri oleh Bidan Praktik Mandiri di

Wilayah kerja Puskesmas Tahun 2014 (n=32) Kategori Tindakan Pemakaian

Pelindung Diri

Frekuensi Persentase (%) Kompeten

Tidak Kompeten

2 30

6,3 93,8

Berdasarkan tabel 5.7 dari 32 responden dapat diketahui bahwa mayoritas

responden yakni sebanyak 30 orang (93,8%) tidak kompeten dalam hal tindakan


(57)

d. Tindakan Pencegahan Infeksi dengan Pengelolaan Cairan Antiseptik Tabel 5.8

Distribusi Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Pengelolaan Cairan Antiseptik oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah

Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2014 (n=32) Item observasi tindakan

pengelolaan cairan antiseptik

Dilakukan Tidak dilakukan

F % F %

1. Bidan hanya menggunakan air matang untuk mengencerkan

17 53,1 15 46,9

2. Bidan berhati-hati saat menuangkan larutan ke wadah yang lebih kecil untuk menghindari kontaminasi

32 100 0 0

3. Bidan menggunakan wadah yang kecil untuk pemakaian cairan antiseptic sehari-hari

32 100 0 0

4. Bidan mengosongkan dan mencuci wadah dengan sabun dan air serta membiarkannya kering sekali seminggu

9 28,1 23 71,9

5. Bidan menempelkan label bertuliskan tanggal saat melakukan pengisian ulang

2 6,3 30 93,8

6. Bidan menggunakan kapas gulung yang diberi larutan antiseptik

32 100 0 0

7. Bidan tidak

merendam/mencelupkan

gulungan kapas ke dalam wadah larutan antiseptik

28 87,5 4 12,5

8. Bidan menyimpan larutan antiseptic di tempat dingin dan gelap

32 100 0 0

Berdasarkan tabel 5.8 dari 32 responden dapat dilihat sebanyak 17 responden

(53,1%) melakukan item observasi nomor 1, seluruh responden (100%) melakukan


(58)

item observasi nomor 4, sebanyak 30 responden (93,8%) tidak melakukan item

observasi nomor 5 dan sebanyak 28 responden (87,5%) melakukan item observasi

nomor 7. Berdasarkan hasil item observasi tersebut maka dapat dikategorikan

tindakan responden dalam pelaksanaan pengelolaan cairan antiseptik pada tabel di

bawah ini.

Tabel 5.9

Distribusi Kategori Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Tindakan Pengelolaan Cairan Antiseptik oleh Bidan Praktik Mandiri di

Wilayah kerja Puskesmas Tahun 2014 (n=32) Kategori Tindakan Pengelolaan

cairan antiseptik

Frekuensi Persentase (%) Kompeten

Tidak Kompeten

2 30

6,3 93,8

Berdasarkan tabel 5.9 dari 32 responden dapat diketahui bahwa mayoritas

responden yakni sebanyak 30 orang (93,8%) tidak kompeten dalam hal tindakan


(59)

e. Tindakan Pencegahan Infeksi dengan Pemrosesan Alat Bekas Pakai Tabel 5.10

Distribusi Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Pemrosesan Alat Bekas Pakai oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah

Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2014 Item observasi tindakan

pemrosesan alat bekas pakai

Dilakukan Tidak dilakukan

F % F %

1. Bidan menggunakan sarung tangan saat melakukan dekontaminasi

28 87,5 4 12,5

2. Bidan merendam alat bekas pakai ke dalam larutan klorin selama 10 menit segera setelah digunakan

20 62,5 12 37,5

3. Benda-benda yang direndam oleh larutan klorin terendam seluruhnya ke dalam larutan

32 100 0 0

4. Larutan klorin diganti jika larutan telah berubah warna/keruh

32 100 0 0

5. Bidan memakai sarung tangan saat melakukan pembersihan

32 100 0 0

6. Alat-alat yang akan dilakukan

pembersihan telah didekontaminasi terlebih dahulu

32 100 0 0

7. Bidan mencuci alat bekas pakai menggunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa darah dan kotoran

19 59,4 13 40,6

8. Bidan menyikat alat sedikitnya 3 kali kemudian dibilas dengan air bersih

14 43,8 18 56,3

9. Alat bekas pakai disterilkan dengan cara merebus dalam air mendidih sampai 100ºC selama 20 menit

32 100 0 0

10. Alat bekas pakai yang telah disterilkan disimpan dalam wadah tertutup dan kering


(60)

Berdasarkan tabel 5.10 dari 32 responden dapat dilihat sebanyak 28

responden (87,5%) melakukan item observasi nomor 1, sebanyak 20 responden

(62,5%) melakukan item observasi nomor 2, sebanyak 18 responden (56,3%) tidak

melakukan item observasi nomor 7, sebanyak 19 responden (59,4%) melakukan item

observasi nomor 8, sebanyak 27 responden (84,4%) melakukan item observasi

nomor 10 dan seluruh responden (100%) melakukan item observasi nomor 3, 4, 5, 6,

dan 9. Berdasarkan hasil item observasi tersebut maka dapat dikategorikan tindakan

responden dalam pelaksanaan pemrosesan alat bekas pakai pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.11

Distribusi Kategori Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Tindakan Pemrosesan Alat Bekas Pakai oleh Bidan Praktik Mandiri di

Wilayah kerja Puskesmas Tahun 2014 (n=32) Kategori Tindakan Pemrosesan

Alat Bekas Pakai

Frekuensi Persentase (%) Kompeten

Tidak Kompeten

10 22

31,3 68,8

Berdasarkan tabel 5.11 dari 32 responden dapat diketahui bahwa mayoritas

responden yakni sebanyak 22 orang (68,8%) tidak kompeten dalam hal tindakan


(61)

f. Tindakan Pencegahan Infeksi dengan Pengelolaan Sampah Medik Tabel 5.12

Distribusi Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Pengelolaan Sampah Medik oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah

Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2014 (n=32) Item observasi tindakan

pengelolaan sampah medik

Dilakukan Tidak dilakukan

F % F %

1. Bidan menggunakan sarung tangan saat menangani sampah medic

28 87,5 4 12,5

2. Bidan menggunakan wadah yang berbeda dengan kantong plastik berwarna sesuai jenis sampah

5 15,6 27 84,4

3. Bidan menempatkan wadah sampah dekat dengan lokasi terjadinya sampah dan mudah dicapai

32 100 0 0

4. Bidan tidak menggunakan alat yang telah dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkut sampah untuk keperluan lain di klinik

32 100 0 0

5. Bidan membuang sampah cair dengan hati-hati ke wastafel/lubang pembuangan di toilet dan menyiram dengan air untuk membuang sisa sampah cair

32 100 0 0

6. Bidan menggunakan wadah tahan tembus untuk pembuangan benda tajam yang terkontaminasi

32 100 0 0

7. Tempat penampungan sampah didesinfeksi setelah dikosongkan

13 40,6 19 59,4

8. Bidan mencuci tangan setelah melepaskan sarung tangan sehabis menangani sampah


(62)

Berdasarkan tabel 5.12 dari 32 responden dapat dilihat bahwa sebanyak 28

responden (87,5%) melakukan item observasi nomor 1, sebanyak 27 responden

(84,4%) tidak melakukan item observasi nomor 2, sebanyak 19 responden (59,4%)

tidak melakukan item observasi nomor 7 dan seluruh responden (100%) melakukan

item observasi nomor 3, 4, 5, 6 dan 8. Berdasarkan hasil item observasi tersebut

maka dapat dikategorikan tindakan responden dalam pelaksanaan pengelolaan

sampah medik pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.13

Distribusi Kategori Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Tindakan Pengelolaan Sampah Medik oleh Bidan Praktik Mandiri di

Wilayah kerja Puskesmas Tahun 2014 (n=32) Kategori Tindakan Pengelolaan

Sampah Medik

Frekuensi Persentase (%) Kompeten

Tidak Kompeten

4 28

12,5 87,5

Berdasarkan tabel 5.13 dari 32 responden dapat diketahui bahwa mayoritas

responden yakni sebanyak 28 orang (87,5%) tidak kompeten dalam hal tindakan


(63)

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi

pada proses pertolongan persalinan oleh bidan praktik mandiri di wilayah kerja

Puskesmas Kabanjahe tahun 2014 yang meliputi tindakan cuci tangan, pemakaian

sarung tangan , pemakaian pelindung diri, pengelolaan cairan antiseptic, pemrosesan

alat bekas pakai dan pengelolaan sampah medik akan diuraikan pembahasan sebagai

berikut.

1. Interpretasi dan Diskusi Hasil

a. Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Cuci Tangan oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe tahun 2014

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti mengenai tindakan cuci

tangan oleh bidan praktik mandiri di wilayah kerja Puskesmas Kabanjahe tahun 2014

diperoleh bahwa sebagian besar bidan yakni sebanyak 21 orang (65,6%) kompeten

dalam hal cuci tangan.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mastaida Tambun (2010)

tentang pelaksanaan pencegahan infeksi pada proses pertolongan persalinan di

wilayah kerja puskesmas Medan Tuntungan dimana sebagian besar bidan kompeten

dalam melakukan tindakan cuci tangan yakni sebanyak 18 orang (52,9%).

Menurut Boyce dan Pittet (2002) dalam Depkes (2008) kegagalan melakukan

kebersihan tangan yang baik dan benar dianggap sebagai penyebab utama infeksi

dan penyebaran mikroorganisme di fasilitas pelayanan kesehatan dan telah diakui

sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah. Menurut Boyce (1999)

dan Larson (1995) mencuci tangan dengan baik dapat mencegah penularan


(64)

Tindakan cuci tangan sangat penting dilakukan apalagi saat hendak melakukan

pertolongan persalinan. Karena saat bidan menolong persalinan akan sering terpapar

dengan hal-hal yang terkontaminasi seperti darah dan cairan tubuh. Hal-hal tersebut

sangat rentan menginfeksi ibu, bayi maupun bidan yang melakukan pertolongan

persalinan.

Mencuci tangan yang baik adalah dilakukan setiap sebelum dan sesudah

melakukan tindakan atau kontak fisik dengan pasien dan saat menyentuh

benda-benda yang terkontaminasi. Mencuci tangan yang baik dilakukan dengan cara

melepaskan perhiasan sebelum mencuci tangan, membasahi tangan dengan

menggunakan air mengalir dan menggosok tangan dengan sabun termasuk sela-sela

jari selama 10-15 detik, , membilas dengan air bersih dan mengeringkan tangan

dengan handuk pribadi yang bersih. Sebagian besar bidan praktik Mandiri di wilayah

Kerja Puskesmas Kabanjahe telah melakukan hal tersebut. Maka, hal itu akan

mencegah terjadinya infeksi pada ibu dan bayi serta dapat menurunkan angka

kejadian infeksi pada ibu dan bayi.

b. Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Pemakaian Sarung Tangan oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe tahun 2014

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti mengenai tindakan

pemakaian sarung tangan oleh bidan praktik mandiri di wilayah kerja Puskesmas

Kabanhaje tahun 2014 diperoleh bahwa sebagian besar bidan yakni 18 orang

(56,3%) kompeten dalam hal pemakaian sarung tangan.

Menurut Depkes (2008) pemakaian sarung tangan dapat melindungi tangan dari

bahan yang dapat menularkan penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme


(65)

Menurut Garner dan Favero (1986) dalam Depkes (2008) penggunaan sarung

tangan dan kebersihan tangan merupakan komponen kunci dalam meminimalkan

penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu lingkungan bebas infeksi.

Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) fisik paling penting untuk

mencegah penyebaran infeksi pada ibu dan bayi. Pemakaian sarung tangan saat

proses persalinan akan mengurangi terjadinya infeksi pada ibu dan bayi. Serta

mengganti sarung tangan apabila menangani pasien yang berbeda akan menghindari

kontaminasi silang. Dalam hal ini mayoritas bidan praktik mandiri di wilayah kerja

Puskesmas Kabanjahe kompeten dalam hal pemakaian sarung tangan dimana bidan

telah melakukan pencegahan infeksi sesuai dengan Asuhan Persalian Normal dan

bekerja berdasarkan pilar ketiga safe motherhood yakni persalinan yang bersih dan

aman.

c. Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan dengan Pelindung Diri oleh Bidan Praktik Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe tahun 2014

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti mengenai tindakan

pemakaian pelindung diri oleh bidan praktik mandiri di wilayah kerja Puskesmas

Kabanhaje tahun 2014 diperoleh bahwa mayoritas bidan yakni 30 orang (93,8%)

tidak kompeten dalam hal pemakaian pelindung diri.

Menurut JNPK-KR (2008) perlengkapan pelindung diri mencegah petugas

terpapar mikroorganisme penyebab infeksi dengan cara menghalangi atau membatasi

petugas dari percikan cairan tubuh, darah atau cedera selama melaksanakan

pertolongan persalinan.

Pemakaian pelindung diri juga merupakan salah satu bagian penting dalam


(1)

LEMBAR OBSERVASI

PELAKSANAAN TINDAKAN PENCEGAHAN INFEKSI DENGAN PENGELOLAAN SAMPAH MEDIK PADA PROSES PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH BIDAN PRAKTIK MANDIRI DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS KABANJAHE

No Item Observasi Tindakan Dilakukan Tidak Dilakukan

Skor

1. Bidan menggunakan sarung tangan saat menangani sampah medik

2. Bidan menggunakan wadah yang berbeda dengan kantong plastik berwarna sesuai jenis sampah

3. Bidan menempatkan wadah sampah dekat dengan lokasi terjadinya sampah dan mudah dicapai

4. Bidan tidak menggunakan alat yang telah dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkut sampah untuk keperluan lain di klinik

5. Bidan membuang sampah cair dengan hati-hati ke wastafel/lubang pembuangan di toilet dan menyiram dengan air untuk membuang sisa sampah cair

6. Bidan menggunakan wadah tahan tembus untuk pembuangan benda tajam yang terkontaminasi

7. Tempat penampungan sampah

didesinfeksi setelah dikosongkan

8. Bidan mencuci tangan setelah melepaskan sarung tangan sehabis menangani sampah


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Dita Octavani

Tempat/Tanggal lahir : Blora/ 06 Oktober 1991

Agama : Islam

Alamat : Komplek TNI-AL Lumba-lumba Jl. Asahan Blok H no. 1 Belawan

Riwayat Pendidikan :

SD : Tahun 1997-2003, SD Hang Tuah 1 Belawan, lulus dan berijazah

SMP : Tahun 2003-2006, SMP Hang Tuah 1 Belawan, dan berijazah

SMA : Tahun 2006-2009, SMA Negeri 16 Medan, lulus dan berijazah

D-III : Tahun 2009-2012, AKBID Pemkab Karo Kabanjahe, lulus dan berijazah


Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Intervensi Nyeri Persalinan Kala I Oleh Bidan Praktek Swasta Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabanjahe Tahun 2014

0 34 68

Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan oleh Bidan Praktik Swasta di Wilayah kerja Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2010

1 35 78

perilaku bidan dalam penatalaksanaan pencegahan infeksi pada pertolongan persalinan diwilayah kerja puskesmas hamparan perak kabupaten deli serdang medan tahun 2014

0 41 81

Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Penyebaran Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan oleh Bidan Praktek Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Agul Kecamatan Medan Barat

0 31 64

Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Penyebaran Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan oleh Bidan Praktek Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Agul Kecamatan Medan Barat

0 0 1

Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Penyebaran Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan oleh Bidan Praktek Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Agul Kecamatan Medan Barat

0 0 9

Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Penyebaran Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan oleh Bidan Praktek Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Agul Kecamatan Medan Barat

0 0 12

Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Penyebaran Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan oleh Bidan Praktek Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Agul Kecamatan Medan Barat

0 0 2

Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Penyebaran Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan oleh Bidan Praktek Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Agul Kecamatan Medan Barat

0 0 5

Pelaksanaan Tindakan Pencegahan Penyebaran Infeksi pada Proses Pertolongan Persalinan oleh Bidan Praktek Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Agul Kecamatan Medan Barat

0 0 15