Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propsu Medan
HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN
FREKUENSI KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA
PARANOID DI POLIKLINIK RS JIWA DAERAH PROPSU
MEDAN
SKRIPSI
Oleh
Septian Mixrofa Sebayang 071101019
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
(2)
(3)
Title : The Relationship Family Social Support and Frequency of Relaps in Patients with Paranoid Schizophrenia in the Polyclinic Psychiatric Sumatera Utara Distric Hospital in Medan
Researcher : Septian Mixrofa Sebayang Study Program : Nursing Science
Academic Year : 2011
ABSTRACT
Social support is one source of stress management and influence a person's health condition.
The purpose of this study is to find out the relationship between family social support with paranoid schizophrenia of patients relapse frequency in the Polyclinic Psychiatric Sumatera Utara Distric Hospital in Medan. This study design is a descriptive correlation. Purposive sampling were required 32 respondents.
The result of the study shows that there is a significant correlation between family social support with paranoid schizophrenia of patients relapse frequency (p = 0.028, ρ = - 0.388). The research suggest the nurses to involve families in the treatment of paranoid schizophrenia patients so that families can care for patients with paranoid schizophrenia at home.
(4)
Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propsu Medan
Peneliti :Septian Mixrofa Sebayang Jurusan :Ilmu Keperawatan
Tahun Akademik :2011
ABSTRAK
Dukungan sosial merupakan salah satu sumber penanganan stres yang penting dan mempunyai pengaruh terhadap kondisi kesehatan seseorang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan. Desain penelitian ini deskriptif korelasi. Dengan menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 32 responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid (P =0,028; ρ =-0,388). Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada perawat untuk melibatkan keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia paranoid sehingga keluarga mampu merawat pasien skizofrenia paranoid dengan baik di rumah.
(5)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propsu Medan”.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S1 Ilmu Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis dapat terlaksana berkat dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karenanya pada kesempatan ini izinkanlah penulis untuk menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya dan setinggi-tingginya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara yaitu Prof. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, Sp.A (K).
Selanjutnya kepada dr. Dedi Ardinata, M.Kes, Selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara,
Terima kasih penulis ucapkan kepada Jenny M. Purba, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan skripsi ini selesai.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Sri Eka Wahyuni, S.Kep, M.Kep selaku dosen penguji I dan Wardiyah Daulay, S.Kep, M.Kep, selaku dosen
(6)
kesempurnaan penulisan skripsi ini.
Selanjutnya terima kasih juga kepada dr. Dapot P Gultom, Sp. KJ selaku Kepala Rumah Sakit Jiwa Daerah Propsu Medan, yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian ini.
Tak terhingga terima kasih yang tulus kepada orangtua tercinta Ayahanda T. Sebayang dan Ibunda E. Ketaren serta seluruh keluarga yang telah banyak memberikan sumbangan moral dan materi.
Selanjutnya terima kasih juga kepada para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S1 Ilmu Keperawatan pada Fakultas keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
Terima kasih juga tidak lupa penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dan masih bersedia untuk dapat berkonsultasi dalam penyusunan skripsi ini dan semua pihak yang telah membantu proses penulisan skripsi ini hingga selesai.
Akhirnya penulis menyadari segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini dengan harapan, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang keperawatan dan pengembangan ilmu keperawatan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Juni 2011 Penulis
(7)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
PRAKATA ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR SKEMA ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1. Latar Belakang ... 1
2. Tujuan Penelitian ... 5
3. Pertanyaan Penelitian ... 6
4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8
1. Konsep Skizofrenia Paranoid ... 8
1.1 Pengertian Skizofrenia Paranoid ... 8
1.2 Gejala-Gejala Skizofrenia Paranoid ... 9
1.3 Faktor Risiko Skizofrenia Paranoid ... 10
1.4 Terapi Skizofrenia Paranoid ... 11
2. Konsep Keluarga ... 12
2.1 Defenisi Keluarga ... 12
2.2 Tipe Keluarga ... 12
3. Konsep Dukungan Sosial Keluarga ... 13
4. Konsep Kekambuhan ... 17
4.1 Defenisi Kekambuhan ... 17
4.2 Faktor-Faktor Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid ... 17
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 19
1. Kerangka Konsep ... 19
(8)
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 24
1. Desain Penelitian ... 24
2. Populasi, Sampel Penelitian, dan Teknik Sampling ... 24
2.1 Populasi Penelitian... 24
2.2 Sampel Penelitian ... 24
2.3 Teknik Sampling... 24
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25
4. Pertimbangan Etik ... 25
5. Instrumen Penelitian ... 26
5.1 Kuesioner Data Demografi... 26
5.2 Kuesioner Dukungan Sosial Keluarga ... 26
6. Uji Validitas dan Uji Realibilitas ... 27
7. Pengumpulan Data ... 28
8. Analisa Data ... 29
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
1. Hasil Penelitian ... 31
1.1 Karakteristik Responden ... 31
1.2 Frekuensi Kekambuhan ... 33
1.3 Dukungan Sosial Keluarga ... 33
1.4 Hubungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan . 34 2. Pembahasan ... 34
2.1 Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid ... 34
2.2 Dukungan Sosial keluarga pada Pasien Skizofrenia Paranoid 35 2.3 Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid ... 36
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 38
1. Kesimpulan ... 38
2. Saran ... 39
2.1 Praktek Keperawatan ... 39
2.2 Pendidikan Keperawatan ... 39
(9)
2.4 Keluarga ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 41
LAMPIRAN INSTRUMEN PENELITIAN ... 44
HASIL UJI RELIABILITAS ... 50
HASIL UJI SPEARMAN RHO ... 52
TAKSASI DANA ... 53
(10)
Skema 3.1 Kerangka Konsep Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan... 19
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Defenisi Operasional ... 20 Tabel 5.1 Tabel Karakteristik Umur Keluarga Pasien Skizofrenia Paranoid Di
Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Propsu Medan (n=32) ... 31 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Keluarga Pasien
Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan (N=32)... 32 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Frekuensi Kekambuhan Pasien
Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan (n=32) ... 33 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Dukungan Sosial Keluarga Pada
Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan (n=32) ... 33 Tabel 5.5 Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Frekuensi
Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik RS
Jiwa Daerah Propsu Medan... 34
(12)
Relaps in Patients with Paranoid Schizophrenia in the Polyclinic Psychiatric Sumatera Utara Distric Hospital in Medan
Researcher : Septian Mixrofa Sebayang Study Program : Nursing Science
Academic Year : 2011
ABSTRACT
Social support is one source of stress management and influence a person's health condition.
The purpose of this study is to find out the relationship between family social support with paranoid schizophrenia of patients relapse frequency in the Polyclinic Psychiatric Sumatera Utara Distric Hospital in Medan. This study design is a descriptive correlation. Purposive sampling were required 32 respondents.
The result of the study shows that there is a significant correlation between family social support with paranoid schizophrenia of patients relapse frequency (p = 0.028, ρ = - 0.388). The research suggest the nurses to involve families in the treatment of paranoid schizophrenia patients so that families can care for patients with paranoid schizophrenia at home.
(13)
Judul :Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propsu Medan
Peneliti :Septian Mixrofa Sebayang Jurusan :Ilmu Keperawatan
Tahun Akademik :2011
ABSTRAK
Dukungan sosial merupakan salah satu sumber penanganan stres yang penting dan mempunyai pengaruh terhadap kondisi kesehatan seseorang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan. Desain penelitian ini deskriptif korelasi. Dengan menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 32 responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid (P =0,028; ρ =-0,388). Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada perawat untuk melibatkan keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia paranoid sehingga keluarga mampu merawat pasien skizofrenia paranoid dengan baik di rumah.
(14)
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Skizofrenia merupakan gangguan fungsi otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamine, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antar pribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi dan halusinasi (puspitasari, 2009).
Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 memperkirakan bahwa 1 % populasi penduduk dunia menderita skizofrenia. Penelitian yang sama oleh WHO juga mengatakan bahwa prevalensi skizofrenia dalam masyarakat berkisar antara satu sampai tiga per mil penduduk dan di Amerika Serikat penderita skizofrenia lebih dari dua juta orang. Skizofrenia lebih sering terjadi pada populasi urban dan pada kelompok sosial ekonomi rendah (Tomb, 2004).
Hasil survey di Indonesia memperlihatkan bahwa sekitar 1-2% penduduk yang menderita skizofrenia hal ini berarti sekitar 2- 4 juta jiwa dari jumlah tersebut diperkirakan penderita yang aktif sekitar 700.000-1,4 juta jiwa. Demikian juga dengan Irmansyah (2005), bahwa penderita yang dirawat di bagian psikiatri di Indonesia hampir 70% karena skizofrenia (Chandra, 2006).
Data yang diperoleh dari Rekaman Medik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2004, pasien gangguan jiwa yang dirawat berjumlah 1.387 orang, dari jumlah tersebut penderita skizofrenia sebanyak 1.183
(15)
orang (88,15%). Pada tahun 2005 pasien gangguan jiwa yang dirawat berjumlah 1.694 orang, dari jumlah tersebut penderita skizofrenia sebanyak 1.543 orang (91,09%). Dari 1543 orang penderita yang dirawat pada tahun 2005 sebanyak 1493 orang penderita remisi sempurna (96,76%), dan dari jumlah tersebut penderita yang mengalami kekambuhan sebanyak 876 orang penderita (58,76%). Data di atas menunjukkan adanya peningkatan penderita skizofrenia dari tahun ke tahun di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara dan juga menunjukkan tingginya angka kekambuhan pada penderita (Rekaman Medik RSJD Propsu, 2005). Data Rekaman Medik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara tahun 2009 ( Januari-Desember) menunjukkan bahwa pasien skizofrenia paranoid yang rawat jalan sebanyak 3529 orang (Laporan Rekaman RSJ, 2009)
Penyakit skizofrenia seringkali kronis dan kambuh, sehingga penderita memerlukan terapi/ perawatan lama. Di samping itu semua etiologi, patofisiologi dan perjalanan penyakitnya amat bervariasi/ heterogen bagi setiap penderita, sehingga mempersulit diagnosis dan penanganannya. Keadaan seperti ini akan menimbulkan beban dan penderitaan bagi keluarga. Keluarga sering kali mengalami tekanan mental karena gejala yang ditampilkan oleh penderita dan juga ketidaktahuan keluarga menghadapi gejala tersebut. Kondisi inilah yang akan melahirkan sikap dan emosi yang keliru dan berdampak negatif pada penderita. Biasanya keluarga menjadi emosional, kritis dan bahkan bermusuhan yang jauh dari sikap hangat yang dibutuhkan oleh penderita (Irmansyah, 2005).
Kekacauan dan dinamika keluarga ini memegang peranan penting dalam menimbulkan kekambuhan. Penderita yang dipulangkan ke rumah lebih
(16)
cenderung kambuh pada tahun berikutnya dibandingkan dengan penderita yang ditempatkan pada lingkungan residensial. Penderita yang paling beresiko untuk kambuh adalah penderita yang berasal dari keluarga dengan suasana penuh permusuhan, keluarga yang memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, terlalu protektif terhadap penderita (Tomb, 2004).
Demikian juga menurut Sasanto, mengatakan bahwa banyak hal yang dapat meningkatkan kekambuhan penderita skizofrenia, salah satu faktor yang paling kuat adalah pengobatan yang tidak adekuat. Kekambuhan dapat diminimalkan atau dicegah melalui pengintegrasian antara intervensi farmakologis dan non farmakologis, selain itu dukungan sosial keluarga juga sangat dibutuhkan untuk resosialisasi dan pencegahan kekambuhan (Vijay, 2005).
Dukungan sosial merupakan cara keluarga untuk menghadapi/menangani penderita skizofrenia sehingga tidak terjadi kekambuhan. Selain itu dukungan sosial keluarga juga merupakan respons positif, afektif, persepsi dan respons perilaku yang digunakan oleh keluarga untuk memecahkan masalah dan mengurangi stress yang diakibatkan oleh penderita skizofrenia. Kekambuhan pada penderita skizofrenia yang berada di tengah keluarga merupakan suatu tanda bahwa keluarga gagal untuk melakukan dukungan sosial dengan baik.
Chandra (2005) menyatakan bahwa penderita skizofrenia remisi sempurna akan dikembalikan kepada keluarga, maka keluarga harus mengenal gejala-gejala skizofrenia. Selain itu penderita skizofrenia sangat memerlukan perhatian dan empati dari keluarga. Itu sebabnya keluarga harus menumbuhkan sikap mandiri dalam diri penderita, mereka harus sabar serta menghindari sikap Expressed Emotion (EE) atau reaksi berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu
(17)
memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan dan menimbulkan kekambuhan (Chandra, 2005).
Pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menderita skizofrenia bisa didapat dengan mengikuti program-program intervensi keluarga yang menjadi satu dengan pengobatan skizofrenia seperti family psycho education program, cognitive behavior therapy for family,
multifamily group therapy dan lain-lain. Di Indonesia program penanganan
keluarga ini belum mendapat perhatian yang lebih. Hal ini sebenarnya perlu dilakukan mengingat bahwa: pertama, karena hampir semua penderita tidak dalam perawatan, tetapi berada di tengah keluarga; kedua, minimnya fasilitas kesehatan mental membuat penanganan pengobatan penderita tidak optimal dan ketiga penanganan oleh keluarga jauh lebih murah. Program umumnya bisa meliputi pengetahuan dasar tentang skizofrenia, penanganan emosi dalam keluarga, keterampilan menghadapi gejala skizofrenia, serta keterampilan menjadi perawat yang baik bagi penderita (Irmansyah, 2005).
Demikian halnya dengan penderita skizofrenia yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, mereka membutuhkan dukungan/penanganan yang baik dari keluarga setelah pulang dari rumah sakit, sehingga kekambuhan bisa dikendalikan atau dicegah. Kenyataan yang ada di lapangan tidak seperti yang diharapkan, pasien justru banyak yang mengalami kekambuhan dan keluarga seolah pasrah dengan kondisi yang terjadi. Hal ini didukung hasil penelitian Saifullah (2005) di Badan Pelayanan Kesehatan Jiwa Nanggroe Aceh Darussalam, dimana penerimaan yang tidak baik dari keluarga
(18)
dapat meningkatkan resiko kekambuhan sebesar 4,28 kali dibandingkan dengan penerimaan yang baik dari keluarga.
Yosep (2008) mengemukakan, adanya suatu penyakit yang serius dan kronis pada diri seseorang anggota keluarga biasanya memiliki pengaruh yang mendalam pada sistem keluarga, khususnya pada struktur peran dan pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga. Oleh karena itu keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung setiap keadaan sehat dan sakit terhadap penderita. Sehingga dalam hal ini perlu adanya peran serta yang besar dari keluarga dalam memberikan dukungan sosial dan pemenuhan kebutuhannya. Dalam menghadapi stressor kehidupan penting untuk memberikan dukungan sosial kepada pasien skizofrenia paranoid. Dukungan sosial merupakan salah satu sumber penanggulangan terhadap stres yang penting yang mempunyai pengaruh terhadap kondisi kesehatan seseorang (Rahmawati, 2009).
Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan.
2. Tujuan Penelitian 2.1Tujuan umum
Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan.
(19)
2.2 Tujuan Khusus
1 Mengetahui dukungan sosial keluarga pada pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan
2 Mengetahui frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan
3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan judul penelitian, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana dukungan sosial keluarga pada pasien skizofrenia paranoid di
Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan
2. Bagaimana frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan
3. Apakah ada hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan
4. Manfaat Penelitian 4.1Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi perawat jiwa untuk meningkatkan peran serta keluarga dengan cara melibatkan keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia paranoid
4.2 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan informasi bagi pendidikan keperawatan khususnya keperawatan jiwa dalam memberikan asuhan keperawatan yang terkait dengan dukungan sosial keluarga pada pasien skizofrenia paranoid dan sebagai informasi bagi mahasiswa untuk
(20)
mengetahui pentingnya dukungan sosial keluarga dalam upaya pencegahan kekambuhan pasien skizofrenia paranoid.
4.3Peneliti Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data tambahan bagi penelitian berikutnya yang terkait dengan dukungan sosial keluarga pada pasien skizofrenia paranoid.
4.4Keluarga
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi keluarga untuk dapat meningkatkan kemampuan keluarga memberikan perhatian, bantuan dan penghargaan, memberikan semangat kepada pasien skizofrenia paranoid.
(21)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1 Konsep Skizofrenia Paranoid 1.1 Pengertian Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan menyimpan banyak tanda tanya (teka-teki). Kadangkala skizofrenia dapat berpikir dan berkomunikasi dengan jelas, memiliki pandangan yang tepat dan berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada saat yang lain, pemikiran dan kata-kata terbalik, mereka kehilangan sentuhan dan mereka tidak mampu memelihara diri mereka sendiri (Nolen, 2004).
Skizofrenia merupakan sindrom klinis yang paling membingungkan dan melumpuhkan. Skizofrenia merupakan gangguan psikologis yang paling berhubungan dengan pandangan populer tentang gila atau sakit mental. Hal ini sering menimbulkan rasa takut, kesalahpahaman, dan penghukuman, bukannya simpati dan perhatian. Skizofrenia menyerang jati diri seseorang, memutus hubungan yang erat antara pemikiran dan perasaan serta mengisinya dengan persepsi yang terganggu, ide yang salah, dan konsepsi yang tidak logis. Mereka mungkin berbicara dengan nada yang mendatar dan menunjukkan sedikit ekspresi (Greene, 2003).
Menurut Tubagus, skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yang berarti jiwa yang retak (skizos artinya retak dan freenas artinya jiwa). Jiwa manusia terdiri dari 3 unsur yaitu perasaan, kemauan dan perilaku (Erwin, 2002). Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai
(22)
fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan perilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Isaac, 2005).
1.2 Gejala-Gejala Skizofrenia Paranoid
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu: 1. Gejala positif
a. Delusi atau waham
Suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara objektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.
b. Halusinasi
Pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya penderita mendengar suara-suara/ bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara/ bisikan itu.
c. Kekacauan alam pikiran
Dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
d.Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan.
e. Merasa dirinya ”Orang Besar”, merasa serba mampu dan sejenisnya. f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman
terhadap dirinya.
(23)
2. Gejala negatif
a. Alam perasaan (affect) ”tumpul” dan ”mendatar”
Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
b. Menarik diri atau mengasingkan diri, tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain dan suka melamun.
c. Kontak emosional amat sedikit, sukar diajak bicara dan pendiam. d. Pasif dan apatis serta menarik diri dari pergaulan sosial.
e. Sulit dalam berpikir nyata. f. Pola pikir steorotip.
g. Tidak ada/ kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif.
1.3 Faktor Resiko Skizofrenia Paranoid
Faktor resiko skizofrenia adalah sebagai berikut: 1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga
2. Kembar identik
Kembar identik memiliki risiko skizofrenia 50%, walaupun gen mereka identik 100% (Videbeck, 2008).
3. Struktur otak abnormal
Dengan perkembangan teknik pencitraan teknik noninvasif, seperti CT scan,
Magnetic Resonance Imaging (MRI), dan Positron Emission Tomography
(PET) dalam 25 tahun terakhir, para ilmuwan meneliti struktur otak dan aktivitas otak individu penderita skizofrenia. Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatif lebih sedikit (Carpenter, 2000).
(24)
4. Sosiokultural
Lingkungan sosial individu dengan skizofrenia di negara-negara berkembang mungkin menfasilitasi dan memulihkan (recovery) dengan lebih baik daripada di negara maju (Jenkins, 2003). Di negara berkembang, terdapat jaringan keluarga yang lebih luas dan lebih dekat disekeliling orang-orang dengan skizofrenia dan menyediakan lebih banyak kepedulian terhadap penderita. Keluarga-keluarga di beberapa negara berkembang lebih sedikit melakukan tindakan permusuhan, mengkritik, dan sangat terlibat jika dibandingkan dengan keluarga-keluarga di beberapa negara-negara maju. Hal ini mungkin membantu jumlah atau tingkat kekambuhan dari anggota-anggota keluarga penderita skizofrenia.
5. Tampilan emosi
Sejumlah penelitian menunjukkan orang-orang dengan skizofrenia yang keluarganya tinggi dalam mengekspresikan emosi, lebih besar kemungkinannya untuk menderita kekambuhan psikosis daripada mereka yang keluarganya sedikit atau kurang mengekspresikan emosi (Hooley, 2000).
1.4 Terapi Skizofrenia Paranoid
1. Farmakoterapi
2. ECT (Electro Convulsive Therapy) 3. Terapi Koma Insulin
(25)
2. Konsep Keluarga 2.1 Defenisi Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan seseorang. Keluarga yang lengkap dan fungsional serta mampu membentuk homeostasis akan dapat meningkatkan kesehatan mental para anggota keluarga dan kemungkinan dapat meningkatkan ketahanan para anggota keluarganya dari adanya gangguan-gangguan mental dan ketidakstabilan emosional anggota keluarganya. Usaha kesehatan mental sebaiknya dan seharusnya dimulai dari keluarga. Karena itu perhatian utama dalam kesehatan mental adalah menggarap keluarga agar dapat memberikan iklim yang kondusif bagi anggota keluarganya yang mengalami gangguan kesehatan mental (Notosoedirdjo, 2005). Keluarga sebagai sistem sosial yang terdiri dua orang atau lebih yang hidup bersama dan memiliki ikatan emosional yang kuat, interaksi yang regular, dan berbagai kekhawatiran dan tanggung jawab (Isaacs, 2005).
2.2 Tipe Keluarga
Tipe keluarga dikelompokkan menjadi enam bagian yaitu :
a. Keluarga Inti (nuclear family) terdiri dari suami, istri, dan anak-anak, baik karena kelahiran maupun adopsi.
b. Keluarga Besar (extended family) terdiri dari keluarga inti ditambah keluarga yang lain misalnya kakek, nenek, paman, bibi, sepupu termasuk keluarga modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis.
c. Keluarga Berantai (social family) keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali.
(26)
d. Keluarga asal (family of origin) merupakan satu unit keluarga tempat asal seseorang dilahirkan.
e. Keluarga Komposit (composite family) adalah keluarga dari perkawinan poligami dan hidup bersama.
f. Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan menurut ikatan perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan. Sedangkan keluarga nontradisional tidak diikat oleh perkawinan (Sudiharto, 2007).
3. Konsep Dukungan Sosial Keluarga
Dukungan adalah memberi spirit dan psiko adalah jiwa (Bambang, 2000). Dukungan keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan memperhatikannya (Setiadi, 2007). Hawari (2001) dukungan sosial merupakan terapi yang bertujuan untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi agar yang bersangkutan dapat kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sosial.
Cohen dan Mc Kay, (1984) dalam Niven, (2000) bahwa komponen-komponen dukungan sosial keluarga adalah sebagai berikut :
1. Dukungan Emosional
Dukungan emosional memberikan pasien nyaman, merasa dicintai meskipun saat mengalami suatu masalah, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat kepada pasien yang dirawat di
(27)
rumah atau rumah sakit jiwa. Jenis dukungan bersifat emosional atau menjaga keadaan emosi atau ekspresi. Yang termasuk dukungan emosional ini adalah ekspresi dari empati, kepedulian, dan perhatian kepada individu. Memberikan individu perasaan yang nyaman, rasa memiliki dan merasa dicintai saat mengalami masalah, bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan personal, cinta, dan emosi. Jika stres mengurangi perasaan seseorang akan hal yang dimiliki dan dicintai maka dukungan dapat menggantikannya sehingga akan dapat menguatkan kembali perasaan dicintai tersebut. Apabila dibiarkan terus menerus dan tidak terkontrol maka akan berakibat hilangnya harga diri.
2. Dukungan Pengharapan
Dukungan pengharapan merupakan dukungan berupa dorongan dan motivasi yang diberikan keluarga kepada pasien. Dukungan ini merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian positif terhadap individu. Pasien mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi penghargaan positif keluarga kepada pasien, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan pasien. Dukungan keluarga ini dapat membantu meningkatkan strategi koping pasien dengan strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek positif. Dalam dukungan pengharapan, kelompok dukungan dapat mempengaruhi persepsi pasien akan ancaman. Dukungan keluarga dapat membantu pasien mengatasi masalah dan mendefinisikan kembali situasi tersebut sebagai ancaman kecil dan
(28)
keluarga bertindak sebagai pembimbing dengan memberikan umpan balik dan mampu membangun harga diri pasien.
3. Dukungan Nyata
Dukungan ini meliputi penyedian dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dengan menyediakan dana untuk biaya pengobatan, dan material berupa bantuan nyata (Instrumental Support/Material Support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah kritis, termasuk didalamnya bantuan langsung seperti saat seseorang membantu pekerjaan sehari-hari, menyediakan informasi dan fasilitas, menjaga dan merawat saat sakit serta dapat membantu menyelesaikan masalah. Pada dukungan nyata, keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis. Meskipun sebenarnya, setiap orang dengan sumber-sumber yang tercukupi dapat memberi dukungan dalam bentuk uang atau perhatian yang bertujuan untuk proses pengobatan. Akan tetapi, dukungan nyata akan lebih efektif bila dihargai oleh penerima dengan tepat. Pemberian dukungan nyata yang berakibat pada perasaan ketidakadekuatan dan perasaan berhutang, malah akan menambah stres individu.
4. Dukungan Informasi
Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah yang dihadapi pasien di rumah atau rumah sakit jiwa, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik terhadap apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tempat,
(29)
dokter, dan terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stressor. Pada dukungan informasi, keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi.
Pemberian asuhan keperawatan dan terapi saja kepada pasien skizofrenia paranoid ternyata tidak cukup, tetapi peran keluarga untuk memberikan dukungan sosial merupakan kunci utama. Kuntjoro (2002) memberi contoh nyata yaitu bila ada seseorang yang sakit dan terpaksa dirawat di rumah sakit, maka sanak saudara ataupun teman-teman biasanya datang berkunjung. Dengan kunjungan tersebut maka orang yang sakit tentu merasa mendapat dukungan sosial.
Dukungan sosial (social support) didefinisikan oleh Gottlieb (dalam Kuntjoro 2002) sebagai informasi verbal atau nonverbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Pendapat senada dikemukakan juga oleh Sarason (dalam Kuntjoro 2002) yang mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan menghargai dan menyayangi kita. Dalam hal ini pasien skizofrenia paranoid yang memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapatkan saran atau kesan yang menyenangkan. Kurangnya perhatian dan dukungan dari lingkungan sosial dapat menimbulkan konflik atau keguncangan atau kecemasan sehingga mempengaruhi proses penyembuhan pasien dan juga mempengaruhi lamanya pengobatan (Darsana, 2009).
(30)
4. Konsep Kekambuhan 4.1 Defenisi Kekambuhan
Kekambuhan merupakan keadaan pasien dimana muncul gejala yang sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan pasien harus dirawat kembali (Andri, 2008). Keadaan sekitar atau lingkungan yang penuh stres dapat memicu pada orang yang mudah terkena depresi, dimana dapat ditemukan bahwa orang yang mengalami kekambuhan lebih besar kemungkinannya daripada orang-orang yang tidak mengalami kejadian-kejadian buruk dalam kehidupan mereka.
4.2 Faktor- Faktor Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid
Pasien dengan diagnosa skizofrenia diperkirakan akan kambuh 50 % pada tahun pertama, 70% pada tahun kedua (Sullinger, 1988) dan 100% pada tahun kelima setelah pulang dari rumah sakit (Carson & Ross, 1987).
Menurut Sullinger (1988 dalam Keliat, 1996) ada 4 faktor penyebab pasien kambuh dan perlu dirawat kembali di rumah sakit jiwa, yaitu :
a. Pasien
Secara umum bahwa pasien yang minum obat secara tidak teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Hasil penelitian menunjukkan 25% sampai 50% pasien skizofrenia yang pulang dari rumah sakit jiwa tidak memakan obat secara teratur (Appleton, dalam Keliat 1996). Pasien kronis, khususnya skizofrenia sukar mengikuti aturan minum obat karena adanya gangguan realitas dan ketidakmampuan mengambil keputusan. Di rumah sakit perawat bertanggung jawab dalam pemberian atau pemantauan pemberian obat sedangkan di rumah tugas perawat digantikan oleh keluarga.
(31)
b. Dokter
Minum obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun pemakaian obat neuroleptik yang lama dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol. Pemberian obat oleh dokter diharapkan sesuai dengan dosis terapeutik sehingga dapat mencegah kekambuhan.
c. Penanggung Jawab Pasien (Case Manager)
Setelah pasien pulang ke rumah, maka penanggung jawab kasus mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk bertemu dengan pasien, sehingga dapat mengidentifikasi gejala dini pasien dan segera mengambil tindakan.
d. Keluarga
Ekspresi emosi yang tinggi dari keluarga diperkirakan menyebabkan kekambuhan yang tinggi pada pasien. Hal lain adalah pasien mudah dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam proses perawatan di rumah sakit jiwa, persiapan pulang dan perawatan di rumah agar adaptasi klien berjalan dengan baik. Kualitas dan efektifitas perilaku keluarga akan membantu proses pemulihan kesehatan pasien sehingga status kesehatan pasien meningkat.
(32)
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang diamati/diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Kerangka konsep penelitian dilakukan pada penelitian ini menggambarkan hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan. Dukungan sosial keluarga dalam penelitian ini menjadi variabel bebas sedangkan frekuensi kekambuhan menjadi variabel terikat. Secara skematis kerangka konsep tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Skema 3.1 Kerangka Konsep Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik Rs Jiwa Daerah Propsu Medan
Dukungan sosial keluarga
Dukungan Emosional Dukungan Pengharapan Dukungan Nyata Dukungan Informasi
Frekuensi kekambuhan
1 Rendah 2 Sedang 3 Tinggi
(33)
2. Defenisi Operasional
Tabel 3.1 Defenisi Operasional
Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Dukungan Sosial Keluarga
Bantuan yang berasal dari keluarga individu yang menerima.
Bantuan yang meliputi 1.Dukungan
Emosional yaitu memberikan pasien rasa nyaman, merasa dicintai meskipun saat mengalami suatu masalah. Bantuan yang diberikan dalam
bentuk empati, rasa saling percaya, perhatian, semangat sehingga pasien merasa berharga Kuesioner sebanyak 16 pertanyaan dengan alternatif pilihan jawaban 1. Selalu 2. Sering 3. Jarang 4. Tidak Pernah
1.Dukungan Kurang = 0-16 2.Dukungan Cukup = 17-32 3.Dukungan Baik = 33-48
Ordinal 20
(34)
Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala 2. Dukungan Pengharapan yaitu
bantuan yang diberikan keluarga berupa penghiburan,
memberikan dorongan, motivasi, dan menjadi pendengar tentang masalah yang dialami pasien 3. Dukungan Nyata yaitu bantuan yang diberikan keluarga berupa biaya
pengobatan/finansial dan materi lainnya.
4. Dukungan Informasi yaitu bantuan yang diberikan keluarga berupa nasihat, pengarahan dan saran yang dilakukan pasien, komunikasi pada pasien, mempunyai tanggung jawab bersama dan memberikan solusi tentang masalah pasien
(35)
Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Frekuensi Kekambuhan
Jumlah dari keadaan dimana pasien
menunjukkan tanda dan gejala yang sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan pasien harus kembali dirawat di rumah sakit jiwa
Kuesioner sebanyak 1 pertanyaan dengan alternatif pilihan jawaban 1. Tidak pernah 2. 1 kali
3. 2 kali 4. Lebih dari 2 kali
1. Rendah = menunjukkan gejala
kekambuhan 1 kali dalam 2 tahun atau tidak pernah
2. Sedang = menunjukkan gejala
kekambuhan 2 kali dalam 2 tahun 3. Tinggi = menunjukkan gejala
kekambuhan lebih dari 2 kali dalam 2 tahun
Ordinal 22
(36)
3. Hipotesis Penelitian
Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hipotesa Alternatif (Ha) yaitu adanya hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan.
(37)
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan.
2. Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Sampling 2.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini seluruh keluarga dari pasien skizofrenia paranoid yang mengalami kekambuhan dan sedang rawat jalan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara Medan dengan jumlah 237 pasien per bulan (Laporan Rekam Medik RSJ, 2009).
2.2 Sampel Penelitian
Penentuan besar sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tabel power analysis. Dalam penelitian ini ditetapkan derajat ketepatan (α) sebesar 0.05, power sebesar 0.80 dan effect size sebesar 50 % sehingga besarnya jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 32 orang (Polit & Hungler, 1999).
2.3 Teknik Sampling
Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan mengambil responden yang tersedia saat itu dan telah memenuhi kriteria sampel yang telah ditentukan terlebih dahulu (Nursalam, 2003).
(38)
Kriteria yang ditentukan untuk subjek penelitian ini adalah : (1) keluarga inti (ayah, ibu, kakak/ibu, suami/istri) dari pasien skizofrenia paranoid yang mengalami kekambuhan skizofrenia paranoid yang sedang rawat jalan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan, (2) tinggal serumah dengan pasien, (3) pasien menderita skizofrenia paranoid lebih dari 1 tahun (pasien lama).
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan, pada bulan Desember 2010 sampai Januari 2011 di Medan.
Alasan melakukan penelitian di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan karena Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan sebagai tempat untuk praktek pendidikan keperawatan jiwa dan pusat rujukan bagi penderita gangguan jiwa di wilayah Sumut dan NAD.
4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah mendapat surat izin peneliti dari Fakultas Keperawatan USU maka peneliti menyerahkan surat izin penelitian kepada Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan.
Setelah izin didapatkan dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan maka peneliti melaksanakan penelitian dengan memberi penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Peneliti menyertakan langsung lembar persetujuan peneliti kepada calon responden, apabila calon responden dijadikan objek penelitian, maka
(39)
terlebih dahulu harus menandatangani lembar persetujuan. Jika calon responden tidak bersedia atau menolak untuk dijadikan objek penelitian maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaan catatan mengenai responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh responden, Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Data yang diperoleh dari responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian dan kerahasiaan informasi yang diberikan responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2003).
5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian dibuat dalam bentuk kuesioner yang disusun berdasarkan tinjauan pustaka (Kunjuro, 2002). Instrumen peneliti ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama berisi tentang data demografi, yang kedua berisi tentang dukungan sosial keluarga dan yang ketiga berisi tentang frekuensi
kekambuhan pasien skizofrenia paranoid. 5.1 Kuesioner Data Demografi
Digunakan untuk mengkaji data demografi responden yang meliputi nomor kode responden, umur, jenis kelamin, hubungan keluarga dengan pasien, status, agama, suku, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan, lama anggota keluarga menderita skizofrenia paranoid.
5.2 Kuesioner Dukungan Sosial Keluarga
Peneliti menyusun kuesioner dukungan sosial keluarga berdasarkan tinjauan pustaka tentang konsep dukungan sosial keluarga, dengan penilaian kuesioner menggunakan skala likert. Kuesioner dukungan sosial keluarga berisi tentang pertanyaan-pertanyaan yang meliputi 4 komponen dukungan sosial keluarga berisi
(40)
16 pertanyaan yaitu dukungan emosional yang terdiri dari 4 pertanyaan yaitu nomor 1-4, dukungan informasi terdiri dari 4 pertanyaan yaitu nomor 5-8, dukungan nyata terdiri dari 4 pertanyaan yaitu nomor 9-12 dan dukungan pengharapan 4 pertanyaan yaitu nomor 13-16. Kuesioner disusun dalam bentuk pertanyaan positif dengan empat pilihan alternatif jawaban yang terdiri dari Selalu, Sering, Jarang dan Tidak pernah. Bobot nilai yang diberikan untuk setiap pertanyaan adalah 0 sampai 3, dimana jawaban Selalu bernilai 3, Sering bernilai 2, Jarang bernilai 1 dan tidak pernah bernilai 0.
Berdasarkan rumus statistik menurut Sudjana (2002)
Panjang kelas (p) =
kelas Banyak
kelas Rentang
Dengan P = 16 maka nilai tertinggi yang mungkin diperoleh adalah 48 dan nilai terendah yang mungkin diperoleh adalah 0, maka rentang kelas adalah 48 dengan 3 kategori banyak kelas. Maka dukungan sosial keluarga pada pasien skizofrenia paranoid dikategorikan dengan interval sebagai berikut :
0-16 : Dukungan kurang 17-32 : Dukungan cukup 33-48 : Dukungan baik
Frekuensi kekambuhan tinggi bila pasien dalam satu tahun kambuh lebih dari atau sama dengan 2 kali, sedang bila kurang dalam satu tahun kambuh satu kali, dan rendah bila dalam satu tahun tidak pernah kambuh (Nurdiana, 2007).
6. Uji Validitas dan Uji Realibilitas
Kuesioner dalam penelitian ini divalidasi oleh ahlinya dari Departemen Keperawatan Jiwa Fakultas Keperawatan USU.
(41)
Uji realibilitas instrumen adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur dapat memperoleh hasil ukur yang konsisten atau tetap (Notoatmodjo, 2005).
Uji realibilitas dilakukan terhadap 10 subjek yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sesuai subjek studi. Uji tes dukungan keluarga dilakukan dengan menggunakan teknik komputerisasi program SPSS untuk analisis cronbach’s alpha pada item berkala (Arikunto, 1999). Hasil uji realibilitas untuk kuesioner dukungan sosial keluarga adalah r = 0,839.
7. Pengumpulan Data
Peneliti melakukan pengumpulan data secara mandiri dengan membagikan kuesioner secara langsung kepada responden. Sebelum membagikan kuesioner kepada responden, peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin pelaksaaan penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan USU. Kemudian mengirimkan permohonan izin yang diperoleh ke tempat penelitian (Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan). Setelah mendapat izin dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian, menjelaskan pada calon responden tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner. Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani informed consent (surat persetujuan menjadi responden). Selanjutnya menjelaskan cara pengisian kuesioner dan responden diminta untuk mengisi kuesioner yang diberikan oleh peneliti dengan cermat dan tidak ada hal yang terlewatkan. Responden diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada pertanyaan yang tidak dimengerti. Pengisian kuesioner
(42)
diisi oleh responden sesuai dengan yang dialami dan dirasakan, selanjutnya data dikumpulkan untuk dianalisa.
8. Analisa Data
Setelah semua data dikumpul, maka peneliti melakukan analisa dan melalui beberapa tahap. Pertama, memeriksa kelengkapan identitas dan data responden dan memastikan bahwa semua jawaban telah terisi. Setelah itu mengklarifikasi dan mentabulasikan data yang telah dikumpulkan serta dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi yaitu program SPSS 15.0.
Pengolahan data dilakukan dengan cara univariat dan bivariat, dimana data univariat untuk menampilkan data demografi, dukungan sosial keluarga dan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Sedangkan bivariat untuk mengidentifikasi hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid.
Hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid dianalisa secara statistik dengan menggunakan formula korelasi Spearman. Hasil dari analisa korelasi Spearman ini ialah nilai koefisien korelasi (ρ) dan nilai signifikansi (P).
Nilai ρ menginterpretasikan kekuatan hubungan. Jika nilai ρ berada pada level 0.80 – 1.00 (baik plus ataupun minus) menunjukkan adanya derajat hubungan yang sangat kuat, level 0.60 – 0.79 (baik plus dan minus) menunjukan adanya derajat hubungan yang kuat, level 0.40 – 0.59 (baik plus atau minus) menunjukan adanya derajat hubungan yang sedang, level 0.20 – 0.39 (baik plus atau minus) menunjukan adanya derajat hubungan yang lemah dan level 0.00 – 0.19 (baik plus
(43)
atau minus) menunjukan adanya derajat hubungan yang sangat lemah (Dahlan, 2008). Sedangkan untuk menginterpretasikan nilai signifikasi (P) untuk uji satu arah, jika nilai P kurang dari atau sama dengan nilai α (0.05) berarti hubungan yang signifikan. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesa alternatif (Ha) diterima dan dapat diinterpretasikan sebagai adanya hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan dan jika nilai P lebih dari nilai α (0.05) berarti hubungan yang tidak signifikan, maka hipotesa alternatif (Ha) ditolak dan otomatis menerima hipotesa nol (Ho). Hal ini dapat diinterpretasikan sebagai tidak terdapatnya hubungan dukungan sosial keluarga terhadap frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid (Demsey, 2002).
(44)
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta mengenai hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara Medan. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai tanggal 11 Januari – 17 Januari 2011 di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara Medan dengan jumlah responden 32 orang.
1.1 Karakteristik Responden
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa usia responden yang paling muda adalah 19 tahun dan paling tua adalah 67 tahun, mayoritas responden berjenis kelamin perempuan (65,6%). Hubungan keluarga dengan pasien paling banyak adalah kakak/abang (28,2%) dan status keluarga sudah menikah (68,7%). Responden mayoritas beragama Islam (65,6%) dan suku yang paling banyak adalah Batak (50%). Sebagian besar pendidikan responden adalah SMP (31,3%) dan berpenghasilan dibawah Rp. 800 ribu perbulan. Mayoritas pasien menderita skizofrenia paranoid lebih dari 5 tahun.
Tabel 5.1 Tabel Karakteristik Umur Keluarga Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Propsu Medan (n=32)
Variabel N Mean SD Min-Max
(45)
Tabel 5.2Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Keluarga Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan(N=32)
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Hubungan Keluarga Ayah Ibu Kakak/Abang Adik Lain-lain Status Menikah Belum Menikah Janda/Duda Agama Islam Protestan Hindu Suku Batak Jawa Melayu Aceh Minang Lain-lain Pendidikan SD SMP SMA Sarjana Pekerjaan Petani Pegawai Negeri Pegawai Swasta Wiraswasta Lain-lain Penghasilan <800.000 800.000-1.500.000 >1.500.000
Lama Skizofrenia Paranoid >1 Tahun >5 Tahun 11 21 5 8 9 4 6 22 7 3 21 10 1 16 7 3 1 4 1 6 10 8 8 3 3 4 8 14 15 8 9 12 20 34,4 65,6 15,6 25,0 28,1 12,5 18,8 68,7 21,9 9,4 65,6 31,3 3,1 50,0 21,9 9,4 3,1 12,5 3,1 18,8 31.3 25,0 25,0 9,4 9,4 12,5 25,0 43,7 46,9 25,0 28,1 37,5 62,5 32
(46)
1.2 Frekuensi Kekambuhan
Tabel 5.3 menunjukkan sebagian besar pasien skizofrenia paranoid mengalami frekuensi kekambuhan dalam kategori rendah sebanyak 14 orang (44,0%). Frekuensi kekambuhan dalam kategori tinggi sebanyak 13 orang (40,6%) dan kategori sedang berjumlah 5 orang ( 15,4%).
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan (n=32)
Data Frekuensi Kekambuhan Frekuensi Persentase
Tinggi Sedang Rendah 13 5 14 40,6 15,4 44,0
1.3 Dukungan Sosial Keluarga
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebanyak 5 responden (15,4%) memberikan dukungan sosial keluarga dalam kategori kurang, 6 responden (19,0%) memberikan dukungan sosial keluarga dalam kategori cukup dan 21 responden (65,6%) memberikan dukungan sosial keluarga dalam kategori baik.
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Dukungan Sosial Keluarga Pada Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan (n=32)
Dukungan Sosial Keluarga Frekuensi Persentase
Baik Cukup Kurang 21 6 5 65,6 19,0 15,4
(47)
1.4 Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan
Berdasarkan tabel 5.5 menggambarkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid dengan nilai signifikansi (P) 0,028 dan koefisien korelasi (ρ) dengan nilai -0,388 yang berarti terhadap hubungan yang lemah dan berlawanan arah antara dukungan keluarga terhadap kekambuhan pasien skizofrenia paranoid. Dalam arti semakin tinggi dukungan keluarga maka semakin rendah frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid.
Tabel 5.5 Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid Di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan
Variabel 1 Variabel 2 (ρ) P
Dukungan sosial keluarga Frekuensi kekambuhan -0,388 0,028
2 Pembahasan
2.1 Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien skizofrenia paranoid mengalami kekambuhan dalam kategori frekuensi rendah sebanyak 14 pasien (44,0%) dan 13 pasien (40,6%) mengalami kekambuhan dalam kategori frekuensi tinggi. Pada pasien yang kronis, dimulai dengan pasien menunjukkan tanda dan gejala psikotik yang terus menerus selama lebih dari 2 tahun. Kekambuhan pasien skizofrenia paranoid merupakan bagian dari fase aktif dengan ditandai sedikitnya 2 gejala psikotik (Kaplan, 1998). Kekambuhan pasien skizofrenia paranoid biasanya dimulai dengan tanda prodormal seperti gangguan
(48)
tidur, isolasi sosial, peningkatan halusinasi pendengaran (Daley, 2001). Pasien yang dipulangkan ke rumah mempunyai kecenderungan kambuh pada tahun berikutnya dibandingkan dengan pasien yang dietempatkan pada lingkungan residensial (Tomb, 2004). Kebanyakan pasien-pasien skizofrenia paranoid mengalami perjalanan penyakit yang kronik dengan berbagai bentuk karakteristik kekambuhan dengan eksaserbasi psikosis dan peningkatan angka rehospitalisasi (Sena, 2003). Suatu kesimpulan dari riset klinis yang didasarkan pada studi follow up menyatakan bahwa beberapa faktor yang berkontribusi dalam mengakibatkan terjadinya kekambuhan adalah ketidakpatuhan terhadap pengobatan, faktor-faktor farmakologi (dosis obat), faktor-faktor psikososial (termasuk dukungan sosial keluarga), penyalahgunaan alkohol dan obat (Ayuso, 1997).
2.2 Dukungan Sosial Keluarga Pada Pasien Skizofrenia Paranoid
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga memberikan dukungan dalam kategori baik sebanyak 21 responden (65,6%) kepada pasien skizofrenia paranoid. Hal ini menunjukkan bahwa anggota keluarga sudah optimal dalam memberikan dukungan sosial untuk mencegah kekambuhan pasien skizofrenia paranoid. Penderita yang mendapatkan dukungan keluarga mempunyai kesempatan berkembang kearah positif sehingga penderita skizofrenia akan bersikap positif, baik terhadap dirinya maupun lingkungannya (Puspitasari, 2009). Studi WHO menunjukkan hasil yang lebih baik pada pasien skizofrenia paranoid secara tradisional, di negara-negara nonbarat, dimana keluarga lebih toleran. Dukungan keluarga terhadap terapi pengobatan mungkin dapat menurunkan atau paling tidak memperlambat kekambuhan pada pasien. Selain itu, studi eksperimen dukungan sosial pada keluarga penderita skizofrenia paranoid
(49)
dengan pengobatan ternyata menghasilakan angaka kekambuhan yang rendah dibandingkan dengan hanya menggunakan pengobatan (Ayuso, 1997). Dukungan keluarga terhadap pasien-pasien skizofrenia menjadi hal yang sangat penting dalam proses penyembuhan selain obat-obatan (Fahanani, 2010).
Berdasarkan data demografi faktor penghasilan, pendidikan, lama menderita skizofrenia paranoid juga mempengaruhi pasien skizofrenia. Dengan mayoritas pengahasilan dibawah Rp. 800.000, pendidikan SMP, dan semakin lama pasien skizofrenia maka mempengaruhi dukungan sosial keluarga dalam proses pengobatan pada penderita skizofrenia paranoid. Yang dapat mempengaruhi dukungan sosial keluarga (meningkat stressor psikososial) adalah masalah dengan kelompok pendukung utama (primary support group), masalah yang berkaitan dengan lingkungan sosial, masalah pendidikan (pendidikan rendah), masalah pekerjaan, masalah perumahan, masalah ekonomi (penghasilan), masalah akses pelayanan kesehatan (APA, 1994)
2.3 Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dan signifikan antara dukungan sosial keluarga terhadap frekuensi kekambuhan
pasien skizofrenia paranoid. Didapat nilai koefisien korelasi (ρ) = -0,388 dan nilai signifikansi (P) = 0,028 dukungan sosial keluarga terhadap frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid dan tanda negatif koefisien korelasi menunjukkan ketidaksearahan, artinya semakin tinggi dukungan sosial keluarga maka semakin rendah frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid. hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan 36
(50)
frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid. Hal ini didukung oleh Fortinash (2000), yang menyatakan bahwa pasien skizofrenia, khususnya dengan paranoid bentuk komunikasi yang empati di antara anggota keluarga dan dukungan pada setiap anggota keluarga akan membantu koping positif pada pasien yang sakit dan menunjukkan efek positif pada kasus skizofrenia. Simanjuntak (2008) menyatakan bahwa dukungan dari keluarga (primary support group) dan pengurangan expressed emotion dalam lingkungan keluarga terhadap pasien-pasien skizofrenia paranoid dapat menurunkan kekambuhan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Sirait (2008), yang memperlihatkan bahwa keluarga penderita skizofrenia yang mengalami kekambuhan mencari dukungan sosial dengan kategori kurang yaitu sebesar 60% sedangkan keluarga penderita skizofrenia yang tidak mengalami kekambuhan mencari dukungan sosial kategori kurang dari 15%. Berdasarkan hasil studi ini, dapat disimpulkan bahwa kurangnya dukungan sosial keluarga akan meningkatkan frekuensi kekambuhan pasien. Interaksi antara keluarga dan pasien terhadap proses gejala dapat diketahui. Oleh karena itu, keluarga terutama keluarga inti harus dapat memberikan support kepada pasien skizofrenia paranoid dan dapat mengenal penyakit yang dideritanya, serta menciptakan lingkungan psikis yang sehat di dalam keluarga. Hal ini penting untuk dikembangkan untuk mengantisipasi rencana yang diambil keluarga ketika anggota keluarga mengidentifikasi perubahan gejala dan memahami keterkaitan stres dan kekambuhan. Ini juga dapat membantu keluarga untuk mewaspadai bentuk aktivitas pasien untuk mendeteksi tanda awal kekambuhan (Carson, 2000).
(51)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dengan uji statistik dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Gambaran frekuensi variabel dukungan sosial keluarga dan variabel frekuensi kekambuhan dalam penelitian ini menunjukkan :
1) Berdasarkan kategori data terhadap dukungan sosial keluarga pada pasien skizofrenia paranoid maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas keluarga memberikan dukungan sosial yang baik yaitu sebesar 65,6%. 2) Berdasarkan kategori data terhadap frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas pasien skizofrenia paranoid mempunyai frekuensi kekambuhan yang rendah yaitu sebesar 44,0%.
b. Gambaran hubungan variabel dukungan sosial keluarga dengan variabel frekuensi kekambuhan dalam penelitian ini menunjukkan:
Ada hubungan yang bermakna antara dukungan sosial keluarga terhadap frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid dengan nilai signifikansi (P) = 0,028 dan nilai koefisien korelasi (ρ) = -0,38
(52)
2. Saran
2.1 Praktek Keperawatan
Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat perlu melibatkan peran keluarga misalnya memberikan penyuluhan tentang penyakit skizofrenia paranoid kepada keluarga, memberikan informasi tentang cara minum obat kepada keluarga, merujuk keluarga membawa pasien skizofrenia paranoid ke tempat pelayanan kesehatan apabila kambuh dan memberikan pengertian kepada keluarga akan menerima pasien skizofrenia paranoid selama di rumah.
2.2 Pendidikan Keperawatan
Dalam penelitian ini didapatkan data bahwa ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dalam merawat pasien di rumah dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofenia paranoid, sehingga menjadi bahan masukan untuk perkuliahan agar mempersiapkan mahasiswa untuk melibatkan anggota keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan.
2.3 Penelitian Selanjutnya
Diharapkan penelitian lebih lanjut tentang hubungan frekuensi kekambuhan dengan faktor-faktor lain (koping keluarga, stressor psikososial, ketidakpatuhan) dengan jumlah sampel yang representatif sehingga didapatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan frekuensi kekambuhan agar program pengobatan dapat berjalan terintegrasi dan sistemik.
(53)
2.4 Keluarga
Berdasarkan hasil di lapangan praktek sehari-hari banyak anggota keluarga yang kurang membawa pasien kontrol ke rumah sakit. Oleh karena itu diharapkan bagi keluarga agar memberikan perhatian, bantuan dan penghargaan, memberi semangat sehingga proses kesembuhan dapat berjalan lebih optimal. Selain itu, keluarga juga perlu mengetahui informasi yang dibutuhkan tentang pasien skizofrenia paranoid sehingga apabila kambuh segera membawa ke tempat pelayanan kesehatan.
(54)
Andri, (2008). Kongres Nasional Skizofrenia V Closing The Treathment Gap for Schizophrenia.
APA. (1994) Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Fourth Edition. Washington DC : American Psychiatric Association
Arikunto, Suharsimi. (1999) Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Ayuso, Guiterrez. (1997) Factor Inluencing Relapse in The Long Term Course of Schizophrenia. Schizophrenia Research
Buchanan, R.W., & Carpenter, T.W. (2000). Schizophrenia: Introduction and overview. Kaplan & Sadock’s comprehensive textbook of psychiatry (7th ed.). Philadelphia: Lippincott, Williams & Wilkins, Inc
Carson, Ross. (1987) Factors influencing relapse in the long-term course of schizophrenia. Schizophrenia Research
Carson, V. Benner (2000).Mental Health Nursing :The Nurse Patient Journey Philadelphia :W.B. Saunders Company
Chandra. (2005) Kenali Gejala Dini Skizofrenia. Dibuka pada website
_______. (2006) Skizofrenia danPenyalahgunaan Napza.Dibuka pada website
Dahlan, M.S. (2008)Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan.Jakarta:Salemba Medika. Daley, Dennis. (2001) Clinician’s Guide to Mental Illnes. Singapore : Mc. Graw Hill Darsana, W. (2009). Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Tingkat
Kecemasan Pasien Angina Pectoris. Dibuka pada website
Demsey A.P & Demsey DA, (2002).Riset Keperawatan:Buku Ajar dan Latihan Edisi 4.Jakarta:EGC.
Erwin. (2002). Pengertian Skizofrenia. Dibuka pada websit dibuka pada tanggal 29 januari 2011
Fahanani, Fitriana. (2010) Hubungan Pengetahuan Tentang Gangguan Jiwa dengan Dukungan Keluarga yang Mempunyai Anggota Keluarga Skizofrenia Di RSJD Surakarta. Skripsi Sarjana Keperawatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
(55)
Fortinash, K. M., & Holoday-Worret, P.A. (2000). The schizophrenia. Psychiatric mental health nursing (2nd ed.). St. Louis: Mosby, Inc.
Hawari. (2001).Manajemen stress, cemas dan depresi .Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hooley, J. M., & Hiller, J. B. (2000). Expressed emotion and the pathogenesis of relapse in schizophrenia. Journal of Abnormal Psychology
Irmansyah. (2006) Faktor Genetika Pada Skizofrenia. Dibuka pada website
Isaacs, Ann. (2005).Keperawatan Jiwa & Psikiatri. Edisi 3 Jakarta:EGC
Jenkins, J., & Karno, M. (2003). An Attributional Analysis of Expressed Emotion in
Mexican-American Families With Schizophrenia.Journal of Abnormal Psychology
Kaplan, Harold. (1998) Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat Jakarta : Widya Medika Keliat, Budi. (1996). Peran Serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa.
Jakarta : EGC
Kuntjoro, H. (2002). Dukungan Sosial pada Lansia. Dibuka pada websit
Maramis, W. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9 Surabaya : Airlangga University Press
Nevid, Rathus Greene. (2003).Psikologi Abnormal.Jakarta:Erlangga
Niven, N. (2000). Psikologi Kesehatan:Pengantar untuk perawat dan Profesional kesehatan lain.Jakarta:EGC
Nolen, Hoeksema, S. (2004). Abnormal Pyschology (3rd ed.). New York, NY: McGraw-Hill.
Notoadmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi 3 Jakarta:Rineka Cipta
Notosoedirdjo & Latipun. (2005).Kesehatan Mental, Konsep, dan Penerapan. Malang:UMM Press
Nurdiana. (2007). Korelasi Peran Serta Keluarga Terhadap Tingkat Kekambuhan Klien Skizofrenia. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keeperawatan Volume 3 Banjarmasin:Stikes Muhammadiyah
Nursalam.(2003).Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Jakarta:Salemba Medika
(56)
Polit, D.F. & Hungler, B.P.(1999).Nursing Research:Principles and Methods (6 th ed). Philadelphia:Lippincott
Puspitasari, Esti. (2009).Peran Dukungan Keluarga dalam Penanganan Penderita Skizofrenia. Skripsi Sarjana Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Rahmawati, N. (2009). Pengaruh Tingkat Depresi Pada Lansia di Desa Ngadirojo
Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Pacitan Jawa Timur. Dibuka pada website
Saifullah. (2005) Penanganan Penderita Skizofrenia Secara Holistik di badan
Pelayanan Kesehatan Jiwa Nangroe Aceh Darussalam. Tesis Pascasarjana USU
Sena, E. (2003) Relapse in Patients With Schizophrenia: a comparison between risperidone and haloperidol.Rev Bras Psiquiatr
Setiadi.(2007).Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan Edisi 1 Yogyakarta :Graha Ilmu
Simanjuntak, Yusak. (2008). Faktor Risiko Terjadinya Relaps pada Pasien Skizofrenia Paranoid. Tesis Magister Kedokteran Klinik. Universitas Sumatera Utara
Sirait, Asima. (2008) Pengaruh Koping Keluarga Terhadap Kejadian Relaps pada Skizofrenia Remisi Sempurna Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara Tahun 2006. Tesis Magister Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara
Sudiharto. (2007). Asuhan Keperawatan dengan Pendekatan Transkultural. Jakarta: EGC
Sudjana.(2002).Metode Statistika.Bandung:Tarsito
Tomb, David.(2004).Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. Jakarta : EGC
Videbeck, Sheila L. (2008) Buku Ajar Keperawatan Jiwa Jakarta : EGC
Vijay.(2005) Cara Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Gangguan Jiwa. Dibuka pada websit
Yosep, Iyus. (2008).Faktor Penyebab dan Proses terjadinya Gangguan Jiwa dibuka pada websit
(57)
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Judul Penelitian : Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan
Peneliti : Septian Mixrofa Sebayang NIM : 071101019
Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Jalur A Universitas Sumatera Utara yang melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan.
Partisipasi saudara dalam penelitian ini adalah bersifat sukarela dan tidak ada paksaan dari pihak manapun. Apabila saudara bersedia menjadi responden dalam penelitian ini maka saudara akan diberi formulir persetujuan menjadi responden untuk ditandatangani sebagai lembar persetujuan.
Peneliti akan menjaga kerahasiaan identitas dan data yang responden berikan. Informasi yang responden berikan akan saya simpan sebaik mungkin dan apabila dalam pemberian informasi ada yang kurang dimengerti maka responden dapat menanyakannya kepada peneliti.
Terima kasih atas partisipasi saudara/i dalam penelitian ini.
Medan, Januari 2011
Peneliti Responden
(Septian M Sebayang) ( ) 44
(58)
KUESIONER PENELITIAN
Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan
(Diisi oleh peneliti)
No. Responden :
Hari/Tanggal/Jam : I. Kuesioner Data Demografi
Petunjuk Pengisian :
Bapak/Ibu/Saudara/I diharapkan :
3 Menjawab setiap pernyataan yang tersedia dengan memberikan tanda checklist (√ ) pada tempat yang tersedia.
4 Semua pernyataan harus dijawab.
5 Tiap satu pernyataan ini diisi dengan satu jawaban.
6 Bila ada pertanyaan yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti.
1. Umur : Tahun
2. Jenis kelamin :
( ) Laki-laki ( ) Perempuan 3. Hubungan keluarga dengan pasien : ( ) Ayah ( ) Adik
( ) Ibu ( ) Lain-lain, Sebutkan…. ( ) Kakak
4. Status :
( ) Menikah ( ) Belum Menikah ( ) Janda/Duda
5. Agama :
( ) Islam ( ) Buddha ( ) Protestan ( ) Hindu ( ) Katolik
(59)
6. Suku bangsa :
( ) Batak ( ) Minang ( ) Jawa ( ) Aceh
( ) Melayu ( ) Lain-lain, Sebutkan ….
7. Tingkat Pendidikan :
( ) Tidak Sekolah ( ) SMA ( ) SD ( ) Sarjana ( ) SMP
8. Pekerjaan :
( ) Petani ( ) Wiraswasta
( ) Pegawai Negeri ( ) Lain-lain, Sebutkan…. ( ) Pegawai Swasta
9. Penghasilan :
( ) Rp. < 800.000 per bulan
( ) Rp. 800.000-1.500.000 per bulan ( ) Rp. >1.500.000 per bulan
10. Lama anggota keluarga menderita skizofrenia paranoid : ( ) >1 tahun ( ) > 5 tahun
(60)
II Kuesioner Dukungan Sosial Keluarga
Petunjuk Pengisian :
4. Bacalah pernyataan ini dengan baik, kemudian berikan tanda checklist (√) pada jawaban yang sesuai dengan kondisi yang Bapak/Ibu/Saudara/I alami.
5. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan sejujurnya dan peneliti menjamin kerahasiaan atas jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara/I berikan.
6. Tiap pernyataan diisi dengan satu jawaban.
Ket :
Selalu : 7 kali dalam seminggu Sering : 4-6 kali dalam seminggu Jarang : 1-3 kali dalam seminggu Tidak pernah : belum pernah dilakukan
No. Pernyataan Tidak
Pernah
Jarang Sering Selalu
1 Keluarga membeda-bedakan pasien dengan anggota keluarga lainnya.
2 Keluarga memberi dorongan/support kepada pasien saat sedang menghadapi masalah. 3 Keluarga merawat pasien dengan cinta dan
kasih sayang sehari-hari.
4 Keluarga mengikutsertakan pasien dalam kegiatan sehari-hari.
5 Keluarga mengingatkan pasien tentang manfaat obat yang diminum
6 Keluarga membantu pasien dengan memberikan informasi yang tepat tentang segala sesuatu yang dibutuhkan pasien selama pengobatan.
(61)
7 Keluarga membimbing pasien untuk bisa bekerja dan beraktivitas seperti biasanya. 8 Keluarga mengingatkan pasien untuk
melakukan teknik dalam mengurangi gejala dan yang telah diajarkan perawat misalnya menghardik suara-suara
9 Keluarga menyediakan dana untuk pengobatan pasien.
10 Keluarga tidak menyediakan waktu menemani pasien kontrol ke rumah sakit. 11 Keluarga selalu berusaha meluangkan waktu
untuk mendengarkan masalah yang dialami pasien.
12 Keluarga memfasilitasi transportasi yang dibutuhkan oleh pasien selama kontrol ke rumah sakit.
13 Keluarga tidak memotivasi pasien untuk minum obat secara teratur.
14 Keluarga memotivasi pasien untuk mengikuti program pengobatan berkelanjutan misalnya kontrol ke rumah sakit
15 Keluarga memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan kegiatan secara tepat.
16 Keluarga membantu meningkatkan harga diri pasien selama perawatan sehingga pasien tetap merasa berharga dan berguna.
(62)
III. Kuesioner Frekuensi Kekambuhan
Petunjuk Pengisian :
Berilah tanda checklist (√ ) pada tempat yang disediakan.
1. Dalam dua tahun ini berapa kali pasien menunjukkan gejala kekambuhan ? ( ) Tidak Pernah
( ) 1 kali ( ) 2 kali
(63)
HASIL UJI RELIABILITAS
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 10 100.0
Excluded(a) 0 .0
Total 10 100.0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's
Alpha N of Items
.839 16
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
VAR00001 2.7000 .94868 10
VAR00002 2.9000 .31623 10
VAR00003 2.8000 .42164 10
VAR00004 2.1000 1.28668 10
VAR00005 1.6000 1.34990 10
VAR00006 2.6000 .96609 10
VAR00007 2.8000 .42164 10
VAR00008 2.8000 .63246 10
VAR00009 2.7000 .94868 10
VAR00010 1.7000 1.41814 10
VAR00011 2.8000 .42164 10
VAR00012 2.8000 .42164 10
VAR00013 1.7000 1.41814 10
VAR00014 2.8000 .42164 10
VAR00015 2.9000 .31623 10
VAR00016 2.5000 .70711 10
(64)
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
VAR00001 37.5000 52.056 .317 .838
VAR00002 37.3000 58.678 -.307 .850
VAR00003 37.4000 53.600 .569 .831
VAR00004 38.1000 42.544 .780 .805
VAR00005 38.6000 44.933 .582 .823
VAR00006 37.6000 50.044 .462 .830
VAR00007 37.4000 55.378 .276 .838
VAR00008 37.4000 54.933 .209 .841
VAR00009 37.5000 50.722 .419 .832
VAR00010 38.5000 39.833 .863 .797
VAR00011 37.4000 53.600 .569 .831
VAR00012 37.4000 55.378 .276 .838
VAR00013 38.5000 38.722 .938 .789
VAR00014 37.4000 55.822 .205 .840
VAR00015 37.3000 56.456 .154 .841
VAR00016 37.7000 51.567 .514 .828
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
(65)
HASIL UJI SPEARMAN RHO Correlations
Dukungan Sosial Keluarga
Frekuensi Kekambuhan
Spearman's rho Dukungan Sosial Keluarga Correlation Coefficient 1.000 -.388(*)
Sig. (2-tailed) . .028
N 32 32
Frekuensi Kekambuhan Correlation Coefficient -.388(*) 1.000
Sig. (2-tailed) .028 .
N 32 32
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
(66)
TAKSASI DANA
1.Persiapan Proposal
- Biaya tinta dan kertas print proposal Rp. 90.000,- - Foto kopi sumber- sumber tinjauan pustaka Rp. 100.000,-
- Perbanyak Proposal Rp. 50.000,-
- Biaya Internet Rp. 20.000,-
- Sidang Proposal Rp. 60.000.-
2.Pengumpulan Data
- Transportasi Rp. 100.000.-
- Penggandaan kuesioner Rp. 100.000,-
-Biaya Penelitian Rp. 35.000,- 3. Analisa Data dan Penyusunan Laporan Perbaikan
- Biaya kertas dan tinta print Rp. 100.000,-
- Penjilidan Rp. 100.000.-
-Sidang Skripsi Rp. 100.000,-
-Penggandaan laporan penelitian Rp. 70.000.-
4. Biaya tak terduga Rp. 100.000,-
Jumlah ______________
(67)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Diri
Nama : Septian Mixrofa Sebayang Tempat/Tgl Lahir : Medan, 10 September 1989 Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Sunggal No. 45 Medan 20122
Pendidikan Formal
1. 1995-2001 : SD Swasta Santo Thomas 2 Medan 2. 2001-2004 : SMP Negeri 1 Medan
3. 2004-2007 : SMA Negeri 15 Medan 4. 2007- : Fakultas Keperawatan
(1)
III. Kuesioner Frekuensi Kekambuhan
Petunjuk Pengisian :
Berilah tanda checklist (√ ) pada tempat yang disediakan.
1. Dalam dua tahun ini berapa kali pasien menunjukkan gejala kekambuhan ? ( ) Tidak Pernah
( ) 1 kali ( ) 2 kali
(2)
HASIL UJI RELIABILITAS
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 10 100.0
Excluded(a) 0 .0
Total 10 100.0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.839 16
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
VAR00001 2.7000 .94868 10
VAR00002 2.9000 .31623 10
VAR00003 2.8000 .42164 10
VAR00004 2.1000 1.28668 10
VAR00005 1.6000 1.34990 10
VAR00006 2.6000 .96609 10
VAR00007 2.8000 .42164 10
VAR00008 2.8000 .63246 10
VAR00009 2.7000 .94868 10
VAR00010 1.7000 1.41814 10
VAR00011 2.8000 .42164 10
(3)
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item
Deleted
VAR00001 37.5000 52.056 .317 .838
VAR00002 37.3000 58.678 -.307 .850
VAR00003 37.4000 53.600 .569 .831
VAR00004 38.1000 42.544 .780 .805
VAR00005 38.6000 44.933 .582 .823
VAR00006 37.6000 50.044 .462 .830
VAR00007 37.4000 55.378 .276 .838
VAR00008 37.4000 54.933 .209 .841
VAR00009 37.5000 50.722 .419 .832
VAR00010 38.5000 39.833 .863 .797
VAR00011 37.4000 53.600 .569 .831
VAR00012 37.4000 55.378 .276 .838
VAR00013 38.5000 38.722 .938 .789
VAR00014 37.4000 55.822 .205 .840
VAR00015 37.3000 56.456 .154 .841
VAR00016 37.7000 51.567 .514 .828
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
(4)
HASIL UJI SPEARMAN RHO
Correlations
Dukungan Sosial Keluarga
Frekuensi Kekambuhan Spearman's rho Dukungan Sosial Keluarga Correlation Coefficient 1.000 -.388(*)
Sig. (2-tailed) . .028
N 32 32
Frekuensi Kekambuhan Correlation Coefficient -.388(*) 1.000
Sig. (2-tailed) .028 .
N 32 32
(5)
TAKSASI DANA
1.Persiapan Proposal
- Biaya tinta dan kertas print proposal Rp. 90.000,- - Foto kopi sumber- sumber tinjauan pustaka Rp. 100.000,-
- Perbanyak Proposal Rp. 50.000,-
- Biaya Internet Rp. 20.000,-
- Sidang Proposal Rp. 60.000.-
2.Pengumpulan Data
- Transportasi Rp. 100.000.-
- Penggandaan kuesioner Rp. 100.000,-
-Biaya Penelitian Rp. 35.000,- 3. Analisa Data dan Penyusunan Laporan Perbaikan
- Biaya kertas dan tinta print Rp. 100.000,-
- Penjilidan Rp. 100.000.-
-Sidang Skripsi Rp. 100.000,-
-Penggandaan laporan penelitian Rp. 70.000.-
4. Biaya tak terduga Rp. 100.000,-
Jumlah ______________
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Diri
Nama : Septian Mixrofa Sebayang Tempat/Tgl Lahir : Medan, 10 September 1989 Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Sunggal No. 45 Medan 20122
Pendidikan Formal
1. 1995-2001 : SD Swasta Santo Thomas 2 Medan 2. 2001-2004 : SMP Negeri 1 Medan
3. 2004-2007 : SMA Negeri 15 Medan 4. 2007- : Fakultas Keperawatan