HUBUNGAN STRES MENURUT SKALA SOCIAL READJUSTMENT RATING SCALE DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI SEKSUAL PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR Di PUSKESMAS KOTA KARANG TELUK BETUNG BANDAR LAMPUNG NOVEMBER 2013

(1)

HUBUNGAN STRES MENURUT SKALA SOCIAL READJUSTMENT RATING SCALE DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI SEKSUAL PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR Di PUSKESMAS KOTA KARANG TELUK BETUNG

BANDAR LAMPUNG NOVEMBER 2013

Oleh

Citra Saskia Masri

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRACT

CORELATION OF STRESS ACCORDING TO THE SCALE OF SOCIAL READJUSTMENT RATING SCALE AND THE INCIDENT OF SEXUAL

DYSFUNCTION IN WOMEN OF PRODUCTIVE AGE COUPLES IN PUSKESMAS KOTA KARANG TELUK BETUNG

BANDAR LAMPUNG 2013

By

Citra Saskia Masri

Stress is response to adapt and organize internal and external pressures. Sources of stress can be either biological, physical, psychological, and chemical. Sexual dysfunction can be caused by psychological factors due to high stress. Financial, family, death, and illness can make a woman depressed and experience sexual dysfunction, and affecting harmony in the household.

This study aims to determine corelation of stress according to the scale of social readjustment rating scale with incidence of sexual dysfunction in women of productive age couples in Puskesmas Kota Karang Teluk Betung, Bandar Lampung. This study is an analitic-corelative study with cross sectional design, conducted on November 2013 on 77 respondents using consecutive sampling. The results is 68,84% women of productive age couples experience stress with sexual dysfunction. Characteristics figures mostly in old age and low education.

There is corelation between stress and the incidence of sexual dysfunction in women of productive age couples with p value=0,000.


(3)

ABSTRAK

HUBUNGAN STRES MENURUT SKALA SOCIAL READJUSTMENT RATING

SCALE DENGAN KEJADIAN DISFUNGSI SEKSUAL

PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR Di PUSKESMAS KOTA KARANG TELUK BETUNG

BANDAR LAMPUNG NOVEMBER 2013

Oleh

Citra Saskia Masri

Stres merupakan respon untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan eksternal. Sumber stres dapat berupa biologik, fisik, psikologis, dan kimia. Disfungsi seksual dapat diakibatkan faktor psikis akibat stres yang tinggi. Masalah keuangan, keluarga, kematian, dan penyakit membuat wanita depresi sehingga mengalami disfungsi seksual, dan mempengaruhi keharmonisan dalam rumah tangga .

Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan stres menurut skala social readjustment rating scale dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita pasangan usia subur di Puskesmas Kota Karang Teluk Betung, Bandar Lampung. Penelitian ini adalah penelitian analitik-korelatif dengan pendekatan cross sectional, dilakukan bulan November 2013 pada 77 responden menggunakan consecutive sampling. Dari hasil penelitian 68,84% wanita pasangan usia subur mengalami stres dengan disfungsi seksual. Berdasarkan gambaran karakteristik terbanyak pada usia tua dan berpendidikan rendah.

Terdapat hubungan antara stres dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita pasangan usia subur dengan p=0,000.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

1. Tujuan Umum ... 4

2. Tujuan Khusus ... 4

D. Manfaat Penelitian... 5

E. Kerangka penelitian...6

1. Kerangka teori...6

2. Kerangka konsep...8

F. Hipotesis ... ………9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Stres ... 10

1. Pengertian stres ... 10

2. Penggolongan stres ... 11

3. Sumber stres...11

4. Tanda-tanda bahaya stres...12

5. Tahapan stres...13

6. Reaksi tubuh terhadap stres...16

7. Cara mengendalikan dan penanganan stres...19

B. Pengukuran SRRS ... 20

1. Pengertian SRRS ... 20

C. Seksualitas ... 20

1. Pengertian seksualitas ... 20

2. Fungsi seksualitas ... 21

3. Respon seksual wanita ... 23

D. Disfungsi seksual ... 26

1. Pengertian ... 26


(7)

ii

E. Pengukuran FSFI ... 30

1. Pengertian ... 30

F. Patofisiologi disfungsi seksual akibat stres...31

III. METODE PENELITIAN ... 32

A. Desain Penelitian ... 32

B. Tempat dan Waktu ... 32

C. Populasi dan Sampel ... 33

1. Populasi ... 33

2. Sampel ... 34

D. Identifikasi Variabel Penelitian ... 34

E. Definisi Operasional ... 35

F. Alat dan Cara Penelitian ... 37

1. Alat penelitian ... 37

2. Cara Pengambilan Data ... 37

G. Alur Penelitian... 38

H. Pengolahan dan Analisis Data ... 39

1. Pengolahan Data... 39

2. Analisis Data ... 39

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...42

A. Hasil ... 42

B. Pembahasan ... 57

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN...


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori ...7

2. Kerangka Konsep ... 8

3. Fungsi Seksualitas...22

4. Tahap Resolusi...25

5. Alur Penelitian ... 37

6. Grafik Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 43

7. Grafik Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Ibu ... 44

8. Grafik Distribusi Frekuensi Stres...45

9. Grafik Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan 4 Life event Tertinggi ... 47

10. Grafik Distribusi Frekuensi Disfungsi Seksual Wanita ... 49

11. Grafik Distribusi Berdasarkan 6 Domain Disfungsi Seksual ... 50

12. Grafik Hubungan Faktor Pendidikan Terhadap Stres dengan Kejadian Disfungsi Seksual ... 52

13. Grafik Hubungan Stres Dengan kejadian Disfungsi Seksual ... 54

14. Grafik Hubungan 4 Life Events Penyebab Stres Terbanyak dengan Kejadian Disfungsi Seksu...56


(9)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional... 33

2. Skor Penilaian FSFI ... 34

3. Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan ... 43

4. Distribusi Responden berdasarkan Usia Ibu ... 44

5. Distribusi Responden berdasarkan Kejadian Stres ... 45

6. Distribusi Responden berdasarkan 4 Life Event Tertinggi ... 46

7. Rata-rata skor stres pada wanita pasangan usia subur...47

8. Distribusi Responden berdasarkan Kejadian Disfungsi seksual ... 48

9. Distribusi Responden berdasarkan 6 Domain Disfungsi Seksual ... 49

10. Prevalensi Stres dan Disfungsi Seksual berdasarkan Tingkat Pendidikan 51 11. Prevalensi Stres dengan Kejadian Disfungsi Seksual ... 53

12. Tabulasi Silang antara 4 Life Event Penyebab Stres Terbanyak dengan Kejadian Disfungsi Seksual ... 55


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kota Bandar Lampung merupakan salah satu kota di Propinsi Lampung yang memiliki daerah pesisir. Keberadaan desa pesisir merupakan salah satu bagian wilayah pesisir yang sangat ter-marginal-kan, kesulitan mengatasi masalah kemiskinan di desa-desa pesisir menjadikan wilayah pesisir termasuk wilayah yang rawan di bidang sosial ekonomi. Kerawanan di bidang sosial ekonomi dapat menjadi lahan subur bagii timbulnya kerawanan-kerawanan di bidang kehidupan yang lain. Kota Karang merupakan salah satu daerah pesisir di Bandar Lampung yang memiliki tingkat perkembangan yang rendah (Rahmalia, 2003). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seseorang menjadi stres disebabkan oleh banyak faktor antara lain faktor biologik, fisik, kimia, sosial psikologi, dan spiritual (Rasmun, 2004).

Stres merupakan suatu respon fisiologis, psikilogis manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan eksternal (Pinel, 2009). Dampak yang dapat ditimbulkan dari stres adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh antara lain daya pikir, mulut, kulit, sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem perkemihan, sistem pencernaan, sistem otot dan tulang, sistem endokrin, dan libido (hawari, 2004). Faktor-faktor yang dapat


(11)

2

mempengaruhi seseorang menjadi stres disebabkan oleh banyak faktor antara lain faktor biologik, fisik, kimia, sosial psikologi, dan spiritual (Rasmun, 2004).

Pengukuran stres dapat menggunakan life events yang mengacu pada peristiwa-peristiwa yang besar yang terjadi pada kehidupan seseorang seghingga memerlukan derajat penyesuaian psikologis (Sarafino, 1998). Salah satu skala live event yang digunakan adalah SRRS (Social Readjustment Rating Scale/SRRS). Skala ini mempunyai kemampuan untuk mewakili kejadian-kejadian pada individu dalam cakupan yang cukup luas sehingga dapat menemukan peristiwa yang dapat menimbulkan stres. (Lazarus dan Folkman dalam Sarafino, 1998). SRRS terdiri dari 43 pertanyaan, yang masing-masing pertanyaan memiliki nilai skor tersendiri, hasil skor SRRS >150 menandakan seseorang mengalami stres, sedangkan skor <150 menandakan seseorang relatif bebas dari stres (Sarafino, 1998).

Disfungsi seksual dapat diakibatkan oleh faktor psikis akibat stres yang tinggi. Misalkan ketika menghadapi masalah keuangan, keluarga, pekerjaan, penyakit, atau kematian anggota keluarga dapat membuat seorang wanita depresi sehingga mengalami disfungsi seksual (Manan, 2013).

Disfungsi seksual merupakan merupakan penurunan libido atau hasrat seksual pada seseorang atau lawan jenisnya, baik pria maupun wanita. Gangguan ini dapat terjadi karena berbagai hal, baik secara medis maupun psikologis, serta memberikan efek yang kurang baik terhadap keharmonisan hubungan suami istri (Manan, 2013).


(12)

Menurut DSM IV (Diagnostic and Statistic Manual version IV) dari American Phychiatric Assocation, dan ICD-10 (International Classification of Disease) dari WHO, disfungsi seksual wanita ini dibagi menjadi empat kategori yaitu gangguan minat/keinginan seksual (desire disorders), gangguan birahi (arousal disorder), gangguan orgasme (orgasmic disorder), dan gangguan nyeri seksual (sexual pain disorder). Pada wanita perimenopause sekitar 10-15% mengalami disfungsi seksual dan sekitar 5 % wanita perimenopause mengalami gangguan minat seksual, dan 20 % mengalami gangguan birahi.

Angka kejadian disfungsi seksual wanita di setiap negara bisa berbeda-beda seperti di Turki (48,3%), Ghana (72,8%), Nigeria (63%), dan Indonesia (66,2%), jika dirata-rata didapatkan angka prevalensi sebesar 58,04% (Sutyarso, 2011). Sementara angka kejadian disfungsi seksual pada kaum wanita di Bandar Lampung mencapai 66,2% (Imronah, 2011). Itu artinya lebih dari separuh kaum wanita di dalam suatu negara berpotensi mengalami gangguan fungsi seksual. Dengan prevalensi sebesar itu wajar bila disfungsi seksual wanita tidak bisa dipandang remeh, karena menyangkut kualitas hidup lebih dari separuh populasi wanita (Sutyarso, 2011).

Female Sexual Function Index (FSFI) merupakan alat ukur yang valid dan akurat terhadap fungsi seksual wanita. Kuesioner ini terdiri dari 19 pertanyaan yang terbagi dalam enam subskor, termasuk hasrat seksual, rangsangan seksual, lubrikasi, orgasme, kepuasan, dan rasa nyeri (Walwiener dkk, 2010). FSFI digunakan untuk mengukur fungsi seksual termasuk hasrat seksual dalam empat minggu terakhir. Skor yang tinggi pada tiap domain menunjukkan level fungsi seksual yang lebih baik (Rosen dkk, 2010).


(13)

4

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai hubungan stres menurut skala SRRS dengan kejadian disfungsi seksual.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

Adakah hubungan antara stres dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita pasangan usia subur?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah 1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan stres menurut skala SRRS dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita pasangan usia subur .

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui prevalensi stres pada wanita pasangan usia subur

b. Mengetahui prevalensi disfungsi seksual pada wanita pasangan usia subur c. Mengetahui prevalensi penderita stres yang mengalami disfungsi seksual pada wanita pasangan usia subur


(14)

D.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah

1. Bagi peneliti, untuk meningkatkan kemampuan peneliti teatang hubungan stres menurut skala SRRS dengan kejadian disfungsi seksual.

2. Bagi Institusi pendidikan dan Masyarakat, Menambah pengetahuan tentang hubungan stres menurut skala SRRS dengan kejadian disfungsi seksual, dan Dapat menambah bahan kepustakaan dalam lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

3. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang penting bagi ilmu pengetahuan dan dapat berguna sebagai referensi di penelitian selanjutnya.

C.Kerangka Penelitian 1. Kerangka teori

Stres adalah keadaan yang disebabkan oleh adanya tuntutan internal maupun eksternal (stimulus) yang dapat membahayakan, tak terkendali atau melebihi kemampuan individu sehingga individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun psikologis (respon) dan melakukan usaha-usaha penyusuaian diri terhadap situasi tersebut (proses). Beberapa faktor yang dapat menghambat siklus respon seksual, yang normalnya membutuhkan stimulasi fisik dan psikologis diantaranya alkohol, kegelisahan, depresi, masalah emosional, gangguan penyakit, persepsi negatif terhadap tubuh dan stres (Stanley J, dkk 2011). Sumber stres


(15)

6

dapat berasal dari dalam tubuh dan diluar tubuh, sumber stres dapat berupa biologi, sosial psikosiologi, fisik, kimia, dan sosial spiritual (Rasmun, 2004).

Disfungsi seksual dapat diakibatkan oleh faktor psikis akibat stres yang tinggi. Misalkan ketika menghadapi masalah keuangan, masalah dalam keluarga, pekerjaan, penyakit, atau kematian anggota keluarga dapat membuat seorang wanita depresi sehingga mengalami disfungsi seksual (Manan, 2013). Disfungsi seksual pada wanita adalah penyakit yang umum, di mana dua dari lima wanita memiliki setidaknya satu jenis disfungsi seksual, dan keluhan yang paling banyak terjadi adalah rendahnya gairah seksual / Libido (Michael A, 2007).


(16)

Bagan 1. Kerangka teori hubungan stres dengan kejadian disfungsi seksual Penurunan libido Rasa tidak nyaman saat

melakukan hubungan seksual

Disfungsi seksual Faktor ekternal

1. Stresor fisik 2. Stresor biologik 3. Stresor kimia

Stres

Faktor internal 1 . Stresor Spiritual 2. Stresor sosial


(17)

8

2. Kerangka konsep

Bagan 2. Kerangka konsep hubungan stres dengan kejadian disfungsi seksual berdasarkan skoring SRRS dan FSFI

Tidak stres ≤ 150 SRRS

Stres > 150

FSFI

Disfungsi seksual

≤ 26,5

Tidak disfungsi seksual

> 26,5 Stresor Eksternal

Dan Stresor Internal


(18)

D.Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat diambil suatu hipotesis :

Ho : Tidak terdapat hubungan antara stres dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita pasangan usia subur

Ha : Terdapat hubungan antara stres dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita pasangan usia subur


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Stres

1. Pengertian Stres

Stres merupakan suatu respon fisiologis, psikilogis manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan eksternal (Pinel,2009). Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan yang terganggu, suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang mengalaminya, stres memberi dampak secara total pada individu yang terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial dan spiritual, stres dapat mengancam keseimbangan fisiologis (Rasmun, 2004). Yang dimaksud dengan stres (Hans Selye) adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Misalnya bagaimana respon tubuh seseorang manakala yang bersangkutan mengalami beban pekerjaan yang berlebihan. Bila ia sanggup mengatasinya artinya tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh, maka dikatakan yang bersangkutan tidak mengalami stres. Tetapi sebaliknya bila ternyata ia mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres (Hawari, 2004).


(20)

2. Penggolongan stres

Apabila ditinjau dari penyebab stres, dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Stres Fisik, disebabkan oleh suhu atau temperature yang terlalu tinggi atau rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat arus listrik. b. Stres Kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun,

hormon atau gas.

c. Stres Mikrobiologik, disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan penyakit.

d. Stres Fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak normal.

e. Stres Proses Pertumbuhan dan Perkembangan, disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga tua.

f. Stres Psikis/emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan interpersonal, sosial, budaya, atau keamanan menurut (Sunaryo, 2004).

3. Sumber stres

Sumber stres dapat berasal dari dalam tubuh dan diluar tubuh, sumber stres dapat berupa biologi atau psikosiologi, kimia, psikologok, sosial spiritual.

a. Stresor biologik dapat berupa : mikroba, bakteri, virus dan jasad renik lainnya, hewan, binatang, bermacam tumbuhan dan makhluk hidup lainnya yang dapat mempengaruhi kesehatan.

b. Stresor fisik dapat berupa : perubahan iklim, alam, suhu, cuaca, geografi, yang mengikuti letak tempat tinggal, domisili, demografi, berupa jumlah anggota dalam keluarga, nutrisi, radiasi, kepadatan penduduk, imigrasi dan kebisingan.


(21)

12

c. Stresor kimia, dapat berupa obat-obatan, pengobatan, pemakaian alkohol, pencemaran lingkungan, bahan kosmetik dan bahan pengawet.

d. Stresor sosial psikologi, yaitu labelling dan prasangka, ketidak kepuasan terhadap diri sendiri terhadap suatu hal yang dialami, kekejaman, konflik peran, percaya diri yang rendah, perubahan ekonomi, emosi yang negatif, dan kehamilan.

e. Stresor spiritual yaitu adanya persepsi negatif terhadap nilai-nilai ke-Tuhanan (Rasmun, 2004).

4. Tanda-tanda bahaya stres

Ada beberapa tanda bahaya yang menunjukan kerja destruktif dari stres. Tanda-tanda ini bersifat fisiologis dan psikologis. Penyakit psikologis, meskipun senyata dan sedestruktif penyakit fisik, bisa lebih sulit dideteksi dan disembuhkan. Ada berbagai penyakit emosional dan psikologis yang ditimbulkan oleh stres, dari yang ringan sampai yang meningkat, dari yang sementara sampai yang kronis. Serangannya bisa pelahan-lahan atau mendadak. Penyakit-penyakit ini dapat dipicu oleh sebab biologis dan sebab psikologis. Ini merupakan sebuah topik besar, dan saya disini hanya menyebutkan beberapa tanda yang mengindikasikan berjangkitnya stres.

Keletihan yang tak diketahui sebab-musababnya :

a. Gangguan makan, seperti kehilangan nafsu makan atau makanan berlebihan. b. Gangguan tidur, seperti tak bisa tidur, tidur tapi sebentar bentar bangun, dan

mimpi buruk berulang.

c. Keluarnya air mata tanpa bisa dikendalikan. d. Pikiran untuk bunuh diri.


(22)

e. Hilangnya ketertarikan pada hal-hal seperti berpenampilan rapi dan aktifitas-aktifitas sosial.

f. Tak bisa berkonsentrasi.

g. Sering merasa mengerut ketika demam dan terkenak infeksi. h. Tegang atau sakit kepala yang tak diketahui sebab-musababnya. i. Minum alkohol secara berlebihan atau merasa panik.

j. Lekas marah atau mudah terprovokasi. k. Selalu ingin melakukan sesuatu yang radikal. 5. Tahapan stres

a. Tahap I Stres

Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan, dan biasanya di sertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :

1. Semangat bekerja besar, berlebihan(over acting) 2. Penglihatan“tajam” tidak sebagaimana biasanya

3. Merasa mapu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa di sadari cadangan energi dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang berlebihan pula

4. Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin bertambah semangat, namun tanpa di sadari cadangan energi semakin menipis.

b. Stres Tahap II

Dalam tahapan ini dampak stres yang semula “menyenangkan” sebagaimana yang di uraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang di sebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Keluhan-keluhan yang sering


(23)

14

dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stress tahap II adalah sebagai berikut :

1. Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar. 2. Merasa mudah lelah sesudah makan siang

3. Lekas merasa lelah menjelang sore hari

4. Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman

5. Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar) 6. Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang

7. Tidak bisa santai c. Stres Tahap III

Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa keluhan-keluhan sebagaimana di uraikan pada stres tahap II tersebut diatas, maka yang bersangkutan akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu yaitu :

1. Gangguan lambung dan usus semakin nyata, misalnya keluhan “maag” (gastritis), buang air besar tidak teratur (diare).

2. Ketegangan otot-otot semakin terasa

3. Perasaan tidak tenang dan ketegangan emosional semakin meningkat

4. Ganguan pola tidur(insomnia)misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi/dini hari tidak dapat kembali tidur (lae insomnia)


(24)

d. Stres tahap IV

Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri ke dokter sehubungan dengan keluhan-keluhan stres tahap III diatas, oleh dokter dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya.Maka gejala stres tahap IV akan muncul :

1. Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit

2. Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudan diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit

3. Yang semula tanggapan terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespon secara memadai

4. Ketidak mampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari 5. Gangguan pola tidur di sertai dengan mimpi-mimpi yang menyenagkan 6. Sering kali menolak ajakan karena tiada semangat dan kegairahan 7. Daya konsentrasi dan daya ingat menurun

8. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat di jelaskan apa penyebabnya.

e. Stres tahap V

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V yang di tandai dengan hal-hal berikut :

1. Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical and psychological exhaustion)

2. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana


(25)

16

4. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, mudah binggung dan panik.

f. Stres Tahap VI

Tahap ini merupakan tahap klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack)dan perasaan takut mati, tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini berulang kali di bawa ke UGD bahkan ke ICCU, meskipun pada akhirnya di pulangkan karena tidak di temukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut :

1. Debar jantung teramat keras

2. Susah bernafas (sesak dan megap-megap)

3. Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran 4. Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan

5. Pingsan atau kolaps (Hawari, 2004) 6. Reaksi tubuh terhadap stres

Sebagaimana telah disebutkan dimuka bahwa yang dimaksud dengan stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Kecuali gejala-gejala tahapan stres maupun perubahan perilaku yang telah di uraikan diatas, maka seseorang yang mengalami stres dapat pula di lihat ataupun di rasakan dari perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya antara lain:

a. Daya pikir

Kemampuan berfikir dan mengingat serta konsentrasi menurun. Orang menjadi pelupa dan sering kali mengeluh sakit kepala atau pusing.


(26)

b. Ekspresi wajah

Wajah seseorang yang stres tampak tegang, dahi berkerut, mimik tampak serius, tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum/tertawa dan kulit muka kedutan (tin facialis).

c. Mulut

Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum. Selain daripada itu pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan sehingga ia sukar menelan, hal ini di sebabkan karena otot-otot lingkar di tenggorokan mengalami spasme (muscle cramps)sehingga serasa “tercekik”.

d. Kulit

Pada orang yang mengalami stres reaksi kulit bermacam-macam pada kulit dari sebahagian tubuh terasa panas atau dingin atau keringat berlebihan.

e. Sistem pernafasan

Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat terganggu misalnya nafas terasa berat dan sesak di sebabkan terjadi penyempitan pada saluran pernafasan mulai dari hidung, tenggorokan dan otot rongga dada.

f. Sistem Kardiovaskuler

Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat terganggu faalnya karena stres.

g. Sistem pencernaan

Orang yang mengalami stres sering kali mengalami gangguan pada sistem pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual dan pedih.


(27)

18

h. Sistem perkemihan

Orang yang sedang menderita stres faal perkemihan (air seni) dapat juga terganggu. Yang sering di keluhkan orang adalah frekuensi untuk buang air kecil lebih sering dari biasanya.

i. Sistem otot dan tulang

Stres dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada otot dan tulang (musculosceletal). Yang bersangkutan sering mengeluh otot terasa sakit (keju) seperti di tusuk-tusuk, pegal dan tegang.

j. Sistem Endokrin

Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang mengalami stres, dapat berupa gangguan pada produksi hormon pertumbuhan, hormon pencernaan, dan hormon seksual.

k. Libido

Kegairahan seseorang di bidang seksual dapat pula terpengaruh karena stress, disebabkan adanya gangguan dari produksi hormon seksual (Hawari, 2004).

7. Cara mengendalikan dan penanganan stres

Kiat untuk mengendalikan stress menurut Grant Brecht (2000) sebagai berikut : 1. Sikap, keyakinan dan pikiran kita harus positif, fleksibel, rasional, dan adaptif

terhadap orang lain. Artinya, jangan terlebih dahulu menyalahkan orang lain sebelum introspeksi diri dengan pengendalian internal.

2. Kendalikan factor-faktor penyebab stress dengan jalan : a. Kemampuan menyadari(awareness skills)

b. Kemampuan untuk menerima(acceptance skills) c. Kemampuan untuk menghadapi(coping skills)


(28)

d. Kemampuan untuk bertindak(action skills)

e. Perhatikan diri anda, proses interpersonal dan interaktif, serta lingkungan anda. f. Mengembangkan sikap efisien

g. Relaksasi

h. Visualisasi (angan-angan terarah)

Tehnik singkat untuk menghilangkan stress, misalnya melakukan pernafasan dalam, tertawa, pijat, membaca, kecanduan positif (melakukan yang di sukai secara teratur), istirahat teratur dan bersosialisasi (Sunaryo, 2004).

Adapun berbagai strategi penanganan stress dapat di lakukan dengan banyak cara. Satu hal yang penting dalam penanganan stress yang efektif adalah bahwa kita dapat menggunakan lebih dari satu strategi untuk membawa mereka menghadapi stress. Sebagai contoh, saran yang di berikan pada mereka yang mengalami sejumlah besar stress dapat berupa hal-hal berikut ini :

a. Mengembangkan sikap percaya b. Mengurangi kemarahan

c. Meningkatkanself-efficacy

d. Menggunakan berbagai strategi koping

e. Menyisihkan waktu untuk bermain dan relaksasi f. Berhenti merokok

g. Turunkan berat badan

h. Berolahraga beberapa kali seminggu


(29)

20

B. Pengukuran SRRS

Pengukuran stres dapat menggunakan life events yang mengacu pada peristiwa-peristiwa yang besar yang terjadi pada kehidupan seseorang sehingga memerlukan derajat penyesuaian psikologis (Sarafino, 1998). Salah satu skala live event yang digunakan adalah SRRS (Social Readjustment Rating Scale/SRRS). Skala ini mempunyai kemampuan untuk mewakili kejadian-kejadian pada individu dalam cakupan yang cukup luas sehingga dapat menemukan peristiwa yang dapat menimbulkan stres (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 1998). SRRS terdiri dari 43 pertanyaan, yang masing-masing pertanyaan memiliki nilai skor tersendiri, hasil skor SRRS >150 menandakan seseorang mengalami stres, sedangkan skor ≤150 menandakan seseorang relatif bebas dari stres (sarafino, 1998).

C. Seksualitas 1. Pengertian

Perilaku seksual adalah manisfestasi aktivitas seksual yang mencakup baik hubungan seksual ( intercourse; coitus) maupun masturbasi. Hubungan seksual diartikan sebagai hubungan fisik yaitu hubungan yang melibatkan aktivitas seksual alat genital laki-laki dan perempuan (Zawid, 1994 dalam Perry & Potter, 2005). Hubungan seksual merupakan pengalaman manusia yang paling sulit untuk didefinisikan karena bersifat kontradiktif, multi dimensi yang di dalamnya termasuk perasaan, sikap dan tindakan. Komponen dalam berhubungan seksual meliputi aspek biologi dan kultural, yang memberi efek langsung pada fisik individu, emosional, sosial dan respon intelektual sepanjang kehidupan manusia (Andrew, 1997; Pilliteri, 2003).


(30)

Dorongan/ nafsu seksual adalah minat/ niat seseorang untuk memulai atau mengadakan hubungan seksual (sexual relationship). Kegairahan seksual (Sexual excitement) adalah respon tubuh terhadap rangsangan seksual. Ada dua respon yang mendasar yaitu myotonia (ketegangan otot yang meninggi) dan vasocongestion(bertambahnya aliran darah ke daerah genital) (Chandra, 2005). 2. Fungsi seksualitas

Salah satu kajian mengenai sikap dan pandangan kaum wanita tentang pentingnya fungsi seksual yang cukup menarik untuk diulas adalah survei yang diprakarsai oleh Bayer Healthcare yang dilakukan di 12 negara pada April hingga Mei 2006. Negara-negara tersebut adalah: Brasil, Prancis, Jerman, Italia, Meksiko, Polandia, Saudi Arabia, Afrika Selatan, Spanyol, Turki, Inggris dan Venezuela. Jumlah responden di setiap negara tersebut paling sedikit 1000 wanita berusia di atas 18, sehingga jumlah keseluruhan responden adalah 12.065 orang. Hasilnya, 8996 responden (75% wanita) mengakui bahwa kegiatan seksual adalah sesuatu yang penting atau sangat penting bagi mereka. Ketika kepada mereka (8996 responden) yang mengaku seksual sebagai sesuatu yang penting itu ditanyakan apa alasan mereka berpendapat bahwa seksual penting, maka respon yang muncul adalah sebagai berikut. Enam dari sepuluh (58%) wanita mengaku seksual penting untuk memperkuat dan meningkatkan kualitas hubungan dengan pasangan. Selanjutnya, hampir separuh (47%) responden merasa bahwa seksual bertalian dengan kebanggaan diri, masing-masing 29% merasa memiliki daya tarik dan 18% merasa lebih percaya diri. Juga, tidak kurang dari 47% responden berpandangan bahwa seksual berkontribusi positif buat fisik mereka, masing-masing 25%


(31)

22

merasa mendapat kepuasan fisik dan 22% merasa seksual membuat dirinya lebih sehat (Bayer, 2006).

Gambar 1. Kepentingan seksual menurut wanita (Bayer, 2006)

Selanjutnya, terhadap pertanyaan apa pentingya kepuasan seksual bagi diri mereka, 85% responden mengaku bahwa kepuasan seksual merupakan sesuatu yang sangat penting (33%) dan penting (52%). Hanya 15 persen dari responden beranggapan bahwa kepuasan seksual tidak terlalu berarti bagi mereka (Bayer,2006)


(32)

Berdasarkan data-data yang ditampilkan Gambar 1 dan Gambar 2 dijelaskan bahwa kaum wanita menempatkan kepuasan seksual sebagai sesuatu yang penting bagi hidup mereka. Dengan demikian kaum wanita menyadari bahwa kualitas fungsi seksualnya sebagai bagian tak terpisahkan dari kualitas hidupnya, khususnya dalam bidang kesehatan jiwa dan raga (rohani dan jasmani). Artinya, kualitas fisik dan psikologis seorang wanita tidak bisa disebut baik bila fungsi seksualnya terganggu (Sutyarso, 2011). Menurut RISKESDAS (2010) pasangan usia subur berusia 20-49 tahun.

3. Respon seksual wanita (Sexual Respone Cycle- SRC)

Hal – hal yang terjadi saat seseorang mengalami bangkitan/ rangsang seksual (bergairah secara seksual) dan berperilaku seksual secara umum melibatkan tahap-tahap sebagai berikut (Masters & Johnson, 1966) :

a. Tahap istirahat (tidak terangsang)

Dalam keadaan tidak terangsang, vagina dalam keadaan kering dan kendur. b. Tahap rangsangan (excitement) melibatkan stimuli sensoris

Pada saat minat seksual timbul, karena stimuli/ rangsangan psikologis atau fisik, mulailah tahap rangsangan/ excitement. Pada pria maupun wanita ditandai dengan vasokongesti (bertambahnya aliran darah ke genitalia-rongga panggul) dan myotonia(meningkatnya ketegangan/tonus otot, terutama juga di daerah genitalia) (Halstead and Reiss, 2006).

Selama fase gairah, klitoris, mukosa vagina dan payudara membengkak akibat peningkatan aliran darah. Tejadi lubrikasi vagina, ukuran labia minora, labia mayora dan klitoris meningkat, uterus terangkat menjauhi kandung kemih dan vagina, dan puting susu menjadi ereksi (Hendersons, 2006).


(33)

24

c. Tahapplateu( pendataran)

Jika kegairahan meningkat, orang akan masuk tahap plateu yaitu vasokongesti dan mytoniamendatar tetapi minat seksual tetap tinggi. Fase plateudapat singkat atau lama tergantung rangsangan dan dorongan seksual individu, latihan sosial dan konstitusi/ tubuh orang itu. Sebagian orang menginginkan orgasme secepatnya, orang lain dapat mengendalikannya, yang lain lagi menginginkan plateuyang lama sekali (Chandra, 2005).

Saat wanita mencapai fase plateu, lapisan ketiga terluar dari vagina membengkak akibat aliran darah dan distensi, klitoris mengalami retraksi dan “sex flush” (Masters and Johson, 1966) yang merupakan suatu ruam seperti campak, dapat meyebar dari payudara ke semua bagian tubuh (Hendersons, 2006).

d. Tahap orgasme : melibatkan ejakulasi, kontraksi otot

Tahap orgasme relatif singkat saja. Ketegangan psikologis dan otot dengan cepat meningkat, begitu juga aktifitas tubuh, jantung dan pernapasan. Orgasme dapat dicetuskan secara psikologis dengan fantasi dan secara somatik dengan stimulasi bagian tubuh tertentu, yang berbeda bagi tiap orang (vagina, uterus pada wanita). Selama fase orgasme, ketegangan otot mencapai puncaknya dan kemudian ketegangan otot tersebut akan menurun karena darah didorong keluar dari pembuluh darah yang membengkak. Denyut nadi, frekuensi nafas, dan tekanan darah meningkat dan terjadi kontraksi ritmis uterus. Orgasme disertai dengan sensasi kenikmatan yang intens. Kemudian tiba-tiba terjadi pelepasan/ release ketegangan seksual, disebut klimaks/ orgasme.


(34)

e. Tahap resolusi (mencakup pasca senggama)

Sesudah orgasme, pria biasanya segera memasuki fase resolusi menjadi pasif dan tidak responif, penis mengalami detumescence, sering pria tertidur dalam fase ini. Sebagian wanita juga mengalami seperti itu, tetapi sebagian besar umumnya masih responif secara seksual, bergairah dan masuk ke dalam fase plateu lagi, orgasme lagi sehingga terjadi orgasme multipel. Sesudah orgasme, baik pria maupun wanita kembali (mengalami resolusi) ke fase istirahat. Keduanya mengalami relaksasi mental dan fisik, merasa sejahtera. Banyak pria dan wanita merasakan kepuasan psikologis atau relaksasi tanpa mencapai orgasme yang lain merasa kecewa bila tanpa orgasme (Chandra, 2005).


(35)

26

D. Disfungsi Seksual

Disfungsi seksual merupakan penurunan libido atau hasrat seksual pada seseorang atau lawan jenisnya, baik pria maupun wanita. Gangguan ini dapat terjadi karena berbagai hal, baik secara medis maupun psikologis, serta memberikan efek yang kurang baik terhadap keharmonisan hubungan suami istri (Manan, 2013).

The Diagnostic and Statistical Manual, Edisi keempat (DSM-IV) menjabarkan disfungsi seksual sebagai gangguan hasrat seksual dan atau di dalam siklus tanggapan seksual yang menyebabkan tekanan berat dan kesulitan hubungan antar manusia. Disfungsi seksual ini dapat terjadi pada 1 atau lebih dari 4 fase siklus tanggapan yaitu hasrat (libido), bangkitan, orgasme/pelepasan, dan pengembalian. Meskipun hampir sepertiga pasien disfungsi seksual terjadi tanpa pengaruh (penggunaan)obat, beberapa petunjuk mengarahkan bahwa antidepresan dapat mencetuskan atau membangkitkan disfungsi seksual. Gangguan organik atau fisik dapat terjadi pada organ, bagian-bagian badan tertentu atau fisik secara umum. Bagian tubuh yang sedang terganggu dapat menyebabkan disfungsi seksual dalam berbagai tingkat (Tobing, 2006).

Disfungsi seksual wanita secara tradisional terbagi menjadi gangguan minat/ keinginan seksual atau libido, gangguan birahi, nyeri/ rasa tidak nyaman dan hambatan mencapai puncak atau orgasme.

Pada DSM IV ( Diagnostic and Statistic Manual version IV) dari American Phychiatric Assocation, dan ICD-10 (International Classification of Disease) dari WHO, disfungsi seksual wanita ini dibagi menjadi empat kategori yaitu :

a. Gangguan minat/ keinginan seksual (desire disorders)ditandai dengan kurang atau hilangnya keinginan/ hasrat seksual


(36)

b. Gangguan birahi (arousal disorder) ditandai dengan kesulitan mencapai atau mempertahankan keterangsangan saat melakukan aktivitasnya seksual.

c. Gangguan orgasme (orgasmic disorder) ditandai dengan tertundanya atau gagalnya mencapai orgasme saat melakukan aktivitas seksual.

d. Gangguan nyeri seksual(sexual pain disorder)(Rosen et al., 2000).

Menurut Glaiser and Gebbie (2005) adapun beberapa gangguan seksual yaitu : a) Hilangnya kenikmatan

Seorang wanita mungkin melakukan hubungan intim, tetapi gagal merasakan kenikmatan dan kesenangan yang biasanya ia rasakan. Apabila ia tidak terangsang, maka pelumasan normal vagina dan pembengkakan vulva tidak terjadi dan hubungan intim pervagina dapat menimbulkan rasa tidak nyaman atau bahkan nyeri, yang semakin menghambat dirinya menikmati hubungan tersebut.

Wanita yang mengalami hambatan nafsu seksual mungkin tidak menginginkan atau tidak menikmati seksual. Tetapi dia mengijinkan pasangannya untuk bersenggama dengannya, sebagai suatu kewajiban. Wanita yang lain mungkin sangat cemas dengan gagasan bersenggama sehingga menolak atau membuat alasan menghindarinya.

b) Hilangnya minat seksual

Hal ini sering terjadi bersamaan dengan hilangnya kenikmatan, wanita seperti ini tidak memiliki keinginan untuk berhubungan seksual dan tidak menikmatinya seandainya terjadi. Seperti pada pria, faktor- faktor yang menyebabkan hilangnya gairah seksual bervariasi dan sering sulit diidentifikasi. Perubahan alam perasaan sangat penting bagi wanita, tidak saja sebagai penyakit depresi kronik tetapi juga sebagai variasi dalam alam perasaan depresi di sekitar waktu menstruasi yang


(37)

28

dirasakan oleh beberapa wanita. Banyak wanita menyadari bahwa mereka mengalami tahap siklus menstruasi tertentu, walaupun waktunya berbeda dari satu wanita ke wanita lain. Tetapi mereka yang biasanya merasa murung sebelum menstruasi biasanya kehilangan minat seksual pada saat tersebut, dan mendapati bahwa fase pasca menstruasi secara seksual merupakan saat yang terbaik bagi mereka.

Pada beberapa wanita yang mengalami perubahan nyata dalam perasaan di sekitar menstruasi, kapasitas mereka untuk terangsang menjadi terbatas ke beberapa hari setelah menstruasi, dan tidak jarang kapasitas ini malah akhirnya hilang sama sekali. Konflik yang tidak terpecahkan atau kemarahan dalam hubungan dapat merupakan hal yang mendasari hilangnya kenikmatan dan minat seksual. Wanita yang menghadapi bentuk-bentuk kanker yang mengancam nyawa, misalnya kanker payudara atau ginekologis, dapat bereaksi secara psikologis terhadap stres penyakit dan dampak terapi (masektomi). Faktor – faktor fisik juga mungkin memiliki peran langsung. Hilangnya minat seksual adalah hal yang wajar dalam keadaan sakit dan hal ini mungkin secara spesifik disebabkan oleh kelainan status hormon. Testosteron tampaknya penting untuk gairah seksual pada banyak wanita, seperti halnya pada pria. Penurunan substansial testosteron, seperti terjadi setelah ovariektomi atau bentuk lain kegagalan atau supresi ovarium, dapat menyebabkan hilangnya gairah.

c) Keengganan seksual

Pada beberapa kasus, sekedar pikiran tentang aktivitas seksual sudah menyebabkan ketakutan atau ansietas yang besar sehingga terbentuk suatu pola menghindari kontak seksual. Pada kasus-kasus seperti ini, penyebabnya sering


(38)

dapat diidentifikasi dari pengalaman traumatik sebelumnya, tetapi kadang-kadang pangkal masalahnya tetap tidak jelas.

d) Disfungsi orgasme

Sebagian wanita secara spesifik mengalami kesulitan mencapai orgasme, baik dengan kehadiran pasangannya atau pada semua situasi. Hal ini mungkin merupakan bagian dari hilangnya kenikmatan seksual secara umum, atau relatif spesifik, yaitu manusia masih dapat terangsang dan menikmati seksual tetapi gagal mencapai orgasme. Walaupun obat tertentu dapat menghambat orgasme pada wanita, namun pada sebagian kasus faktor psikologis tampaknya menjadi penyebab.

e) Vaginismus

Kecenderungan spasme otot-otot dasar panggul dan perivagina setiap kali dilakukan usaha penetrasi vagina ini dapat timbul akibat pengalaman traumatik insersi vagina (perkosaan atau pemeriksaan panggul yang sangat kasar oleh dokter). Namun lebih sering tidak terdapat penyebab yang jelas dan tampaknya otot-otot tersebut memiliki kecenderungan mengalami spasme reflektif saat dicoba untuk dilemaskan. Vaginismus biasanya adalah kesulitan seksual primer yang dialami wanita saat mereka memulai kehidupan seksual, dan sering menyebabkan hubungan seksual yang tidak sempurna. Kelainan ini jarang timbul kemudian setelah wanita menjalani fase hubungan seksual normal, terutama apabila ia sudah pernah melahirkan. Apabila memang demikian, kita perlu mencari penyebab nyeri atau rasa tidak nyaman lokal yang dapat menyebabkan spasme otot (Llewellyn, 2005).


(39)

30

f) Dispareunia

Nyeri saat melakukan hubungan intim sering terjadi dan umumnya dapat disembuhkan. Apabila menjadi masalah yang berulang, maka antisipasi nyeri dapat dengan mudah menyebabkan hambatan timbulnya respon seksual normal sehingga masalah menjadi semakin parah karena pelumasan normal vagina terganggu. Nyeri atau rasa tidak nyaman dapat dirasakan di introitus vagina, akibat spasme otot- otot perivagina atau peradangan atau nyeri di introitus yang dapat ditimbulkan oleh episiotomi atau robekan perineum. Kista atau abses Bartholin dapat menyebabkan nyeri hanya oleh rangsangan seksual, karena kecendrungan kelenjar ini mengeluarkan sekresi sebagai respon terhadap stimulasi seksual (Kusuma, 1999).

E. Pengukuran FSFI

Female Sexual Function Index (FSFI) merupakan alat ukur yang valid dan akurat terhadap fungsi seksual wanita. Kuesioner ini terdiri dari 19 pertanyaan yang terbagi dalam enam subskor, termasuk hasrat seksual, rangsangan seksual, lubrikasi, orgasme, kepuasan, dan rasa nyeri (Walwiener dkk, 2010). FSFI digunakan untuk mengukur fungsi seksual termasuk hasrat seksual dalam empat minggu terakhir. Skor yang tinggi pada tiap domain menunjukkan level fungsi seksual yang lebih baik (Rosen dkk, 2010).


(40)

F. Patofisiologi disfungsi seksual akibat stres

Tubuh yang mengalami stres akan mengirim implus kepada hipotalamus sehingga akan merangsang hipotalamus, pada bagian hipofisis anterior untuk mengeluarkan Adenocorticotropic Hormone (ACTH). ACTH akan merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan kortisol sebagai hormon yang akan membantu tubuh untuk menangani stres yang terjadi, ACTH juga akan meningkatkan sintesis dari glukokortikoid untuk membantu tubuh dalam menghadapi stresor yang ada. Adanya jumlah kortisol yang berlebih di dalam tubuh akan mengganggu dari fungsi hormon androgen adrenal terutama testosteron dan estrogen, hormon testosteron yang bersifat lipofilik akan diubah sifatnya oleh kortisol menjadi hidrofilik, sehingga hormon testosteron akan banyak terbuang melalui urin, sedangkan hormon estrogen yang ada didalam tubuh akan berikatan dengan reseptor glukokortikoid yang kemudian akan diubah fungsinya untuk membantu tubuh menghadapi stres yang sedang dialami. Dengan demikian hormon testosteron dan estrogen di dalam tubuh tidak dapat dimanfaatkan sebagaimana fungsinya (Gannong, 2003). Pada keadaan sakit atau stres hilangnya minat seksual adalah hal yang wajar, hal ini mungkin secara spesifik disebabkan oleh kelainan status hormon. Hormon testosteron dan estrogen penting untuk gairah seksual pada banyak wanita. Penurunan substansial testosteron dan estrogen dapat menyebabkan hilangnya gairah seksual (Llewellyn, 2005).


(41)

(42)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analitik – korelatif dengan pendekatan crossectional, dimana pengumpulan data dilakukan pada waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan pada pasien yang datang ke Puskesmas Kota Karang Teluk Betung Bandar Lampung, secara bersamaan dengan kejadian disfungsi seksual di Puskesmas Kota Karang Teluk Betung Bandar Lampung.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Kota Karang, Teluk Betung, Bandar Lampung.

2. Waktu Penelitian


(43)

33

C.Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek atau obyek penelitian yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Dahlan, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien wanita pasangan usia subur di Puskesmas Kota Karang Teluk Betung,Bandar Lampung.

Teknik pengumpulan sampel dalam peneltian ini adalah consequtive sampling. Consequtive sampling adalah merupakan teknik pengumpulan sampel dimana sampel yang memenuhi kriteria inklusi (Dahlan, 2009).

Kriteria Inklusi:

1. Wanita pasangan usia subur 20-49 tahun

Kriteria eksklusi:

1. Tidak bersedia menjadi subjek penelitian dengan tidak menandatangani inform concent

2. Sudah Menopouse

3. Tidak hadir pada saat dilakukannya penelitian 4. Hambatan etis


(44)

Besar sampel dihitung dengan rumus perkiraan proporsi dalam suatu populasi:

Dengan persamaan besar sampel yaitu : n = Zα² x P x Q

n = 1,64² x 0,5 x 0,5 0,1²

n = 67 dibulatkan menjadi 70 sampel + 10% jumlah sample = 77 sample

Keterangan :

Zα = deviat baku alfa

P = proporsi kategori variabel yang diteliti Q = 1- P

d = presisi

D. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel bebas adalah variabel yang apabila nilainya berubah akan mempengaruhi variabel yang lain (Dahlan, 2010). Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah disfungsi seksual. Variabel bebasnya adalah stres.


(45)

35

E. Definisi operasional

Untuk memudahkan pelaksanan penelitian ini dan agar penelitian tidak terlalu luas maka dibuat definisi operasional sebagai berikut :

Tabel 2. Definisi operasional

No. Variabel Definisi Alat ukur

Hasil ukur Skala

1 Stres Wanita pasangan usia subur yang mengalami keluhan psikologis sesuai dengan skala SRRS

Kuesioner SRRS

Iya / tidak Iya > 150 Tidak ≤ 150

Ordinal

2 Disfungsi seksual

Wanita pasangan usia subur yang mengalami keluhan seksual sesuai dengan kuesioner disfungsi seksual

Kuesioner FSSI

Iya/tidak 1 = Iya. Dengan skor ≤26,5 0 = Tidak. Dengan skor >26,5


(46)

Untuk skor domain individu, tambahkan nilai dari item individu yang terdiri dari domain dan kalikan jumlah tersebut dengan faktor domain. Tambahkan nilai enam domain untuk mendapatkan skala penuh. Perlu dicatat bahwa domain individu, nilai domain nol menunjukkan bahwa subjek yang dilaporkan tidak memiliki aktivitas seksual sebulan terakhir. Skor subjek penelitian dapat dimasukkan dalam kolom kanan.

Tabel 2. Skor Penilaian FSFI

No. Domain Pertanyaan Rentang

Skor

Faktor Skor minimal

Skor maksimal

Skor

1. Hasrat

seksual

1,2 1-5 0,6 1,2 6,0

2. Rangsangan

seksual

3,4,5,6 0-5 0,3 0 6,0

3. Lubrikasi

vagina

7,8,9,10 0-5 0,3 0 6,0

4. Orgasme

(klimaks)

11,12,13 0-5 0,4 0 6,0

5. Kepuasan 14,15,16 0 atau

(1-5)

0,4 0 6,0

6. Kesakitan 17,18,19 0-5 0,4 0 6,0

Rentang Skor

Skala penuh


(47)

37

F. Alat dan Cara Penelitian 1. Alat Penelitian

Pada penelitian ini digunakan alat – alat sebagai berikut : 1. Kuesioner Stres

2. Kuesioner Disfungsi seksual 3. Alat tulis

4. Lembar persetujuan

5. Formulir untuk mencatat hasil observasi

2. Cara penggambilan data

Dalam penelitian ini, seluruh data diambil secara langsung dari responden (data primer), yang meliputi :

1. Penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian 2. Pengisian informed consent

3. Pengisian kuesioner


(48)

G. Alur Penelitian

Membuat surat izin penelitian dari Fakultas Kedokteran Unila untuk melakukan penelitian di Puskesmas Kota Karang Teluk Betung, Bandar Lampung yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung

Mendapatkan surat izin penelitian di Puskesmas Kota Karang Teluk Betung, Bandar Lampung dari Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung

Mendapatkan izin penelitian di Puskesmas Kota Karang Teluk Betung, Bandar Lampung dari Kepala Puskesmas Kota Karang Teluk Betung,

Bandar Lampung

Menyebarkan kertas informed concent dan 2 kuesioner (kuesioner SRRS dan kuesioner FSFI) kepada calon responden di Puskesmas Kota Karang

Teluk Betung, Bandar Lampung

Setelah pasien bersedia menjadi responden dalam penelitian, pengisian kuesioner dilakukan dengan cara terbimbing

Didapatkan jawaban responden berdasarkan kuesioner dengan jawaban tertutup melalui wawancara

Pengolahan data

Analisis data

Kesimpulan


(49)

39

H. Pengolahan dan Analisis data 1. Pengolahan data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah kedalam bentuk tabel - tabel, kemudian data diolah menggunakan program yang telah ada, dengan nilaiα = 0,1

Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri beberapa langkah :

1. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

2. Data entry, memasukkan data kedalam komputer.

3. Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan kedalam komputer.

4. Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer kemudian dicetak.

2. Analisis Statistika

Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan program, dimana akan dilakukan 2 macam analisa data, yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.

a. Analisa Univariat

Analisa ini digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi variabel bebas dan variabel terikat .


(50)

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan anatara variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statististik.

Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Uji Chi square

Chi-kuadrat digunakan untuk mengadakan pendekatan dari beberapa faktor atau mengevaluasi frekuensi yang diselidiki atau frekuensi hasil observasi dengan frekuensi yang diharapkan dari sampel apakah terdapat hubungan atau perbedaan yang signifikan atau tidak. Dalam statistik, distribusi chi square termasuk dalam statistik nonparametrik. Distribusi nonparametrik adalah distribusi dimana besaran-besaran populasi tidak diketahui. Distribusi ini sangat bermanfaat dalam melakukan analisis statistik jika kita tidak memiliki informasi tentang populasi atau jika asumsi-asumsi yang dipersyaratkan untuk penggunaan statistik parametrik tidak terpenuhi.

2. Uji Fisher Exact

Fisher probability exact test merupakan salah satu metode statistik non parametrik untuk menguji hipotesis. Prosedur ini ditemukan oleh R.A. Fisher pada pertengahan tahun 1930. Pada penelitian dua variabel dengan data yang dinyatakan dalam persen, pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan statistik parametrik chi-kuadrat. Bila sampel yang digunakan terlalu kecil (n<20) dan nilai ekspektasi < 5 maka chi-kuadrat tidak dapat digunakan walaupun telah mengalami


(51)

41

koreksi dari Yates. Untuk mengatasi kelemahan uji chi-kuadrat tersebut digunakan Fisher probability exact test (Budiarto, 2002).

Menurut Sugiyono (2005), uji exact fisher digunakan untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif dua sampel kecil independen bila datanya berbentuk nominal. Untuk memper-mudahkan perhitungan. Dalam pengujian hipotesis, maka data hasil pengamatan perlu disusun ke dalam tabel kontingensi 2 x 2. Fisher exact test ini lebih akurat daripada uji chi-kuadrat untuk data-data berjumlah sedikit. Walaupun uji ini biasanya digunakan pada tabel sebanyak 2 x 2, namun kita dapat melakukan Uji exact Fisher dengan jumlah tabel yang lebih besar (Sugiyono, 2005).

Siegel (1992) menganjurkan untuk menggunakan uji exact fisher bila pada uji chi-kuadrat dilakukan dengan sampel kecil tersebut akan baik bila digunakan pada kondisi sebagai berikut:

1. Bila sampel total kurang dari 20 atau

2. Bila jumlah sampel 20 < n < 40 dengan nilai ekspektasinya <5

3. Pada nilai marginal yang tetap dapat disusun berbagai kombinasi. Dari setiap kombinasi yang dihasilkan dapat dihitung selisih persentase antara yang berhasil (+) dan tidak berhasil (-) dan dihitung nilai p.


(52)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan stres menurut skala Social Readjustment Rating Scale (SRRS) dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita pasangan usia subur di Puskesmas Kota Karang, Teluk Betung Bandar Lampung. Dengan menggunakan niali p = 0,000.

2. Dari hasil penelitian menggunakan kuesioner SRRS dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden mengalami stres dengan skor stres rata-rata 196,63. Karena hasil skor SRRS >150 menandakan seseorang mengalami stres.

3. Dari hasil penelitian didapatkan prevalensi disfungsi seksual pada wanita pasangan usia subur di Puskesmas Kota Karang Teluk Betung, Bandar Lampung sebanyak 55 orang dari jumlah sample 77 orang atau sebanyak 71,4 % dari sample yang digunakan.


(53)

67

4. Dari hasil penelitian didapatkan prevalensi stres dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita pasangan usia subur di Puskesmas Kota Karang Teluk Betung, Bandar Lampung sebanyak 53 orang dari jumlah sample 77 orang.

B. Saran

Dari hasil penelitian , peneliti menyarankan agar :

1. Dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal.

2. Perlu dilakukan penelitian yang lebih dalam untuk menganalisis hubungan antara stres dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita pasangan usia subur.

3. Dalam melakukan wawancara terbimbing dengan responden sebaiknya peneliti membuat responden dalam keadaan yang nyaman sehingga dalam mengisi kuesioner responden dapat mengisi dengan bener dan jujur, terutama dalam kuesioner FSFI karena memiliki pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi.

4. Perlu untuk masyarakat sebagai ilmu pengetahuan dan untuk ketrampilan tenaga kesehatan sehingga dapat memberikan edukasi bagaimana cara menangani stres yang baik sehingga dalam jangka waktu tertentu tidak menyebabkan disfungsi seksual, paling tidak meminimalisasi efek negatif yang dapat ditimbulkan dari stres.

5. Dapat memberikan konseling dan edukasi kepada pasangan suami istri agar terjaganya keharmonisan dalam rumah tangga.


(54)

American Pschiatric Association. (2000). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Dissorder Fourth Edition Text Revision. Arlington, VA: American Pschiatric Association.

Bayer Healthcare. Sex & the modern woman: Report findings. USA: Bayer Healthcare

Budiarto, E. 2002. Biostatistika untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC

Brecht, G. 2000. Mengenal dan menanggulangi stres. Jakarta: P.T.Prenhallindo Chandra, L.2005. Gangguan Fungsi atau Perilaku Seksual dan Penanggulangannya.

Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran

Dahlan,M.S. 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika

Dahlan, M.S. 2010. Langkah-langkah Membuat proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.

Ganong, William F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Glaiser.A, Gebbie,A. 2005. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekolog. Jakarta: Hipocrates Halstead, M., Reiss, M. 2006. Pendidikan Seksual Bagi Remaja. Yogyakarta: Alenia

Press

Henderson, C. 2006. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC Hawari, D. 2004. Manajemen Stres,Cemas,dan Depresi. Jakarta: FKUI Holmes, T.H. & Rahe, R.H. 1967. The social readjustment rating scale.


(55)

Imronah. 2011. Hubungan pemakaian kontrasepsi suntik DMPA dengan disfungsi seksual pada wanita di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung. Tesis Pasca Sarjana STIKES MITRA Lampung: pp. 40.

Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 1994. Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar. Jakarta : Presiden Republik Indonesia

Kusuma, W. 1999. Buku Pintar Kesehatan Wanita. Batam: Interaksara

Lazarus, R.S.,& Folkman, S. 1984. Stress, Appraisal and Coping. New York: Spanger

Llewellyn, D. 2005. Setiap Wanita. Jakarta : PT. Delapratasa Publishing

Masters, W.H.; Johnson, V.E. (1996). Human Sexual Respon. Toronto; New York: Bantam Books

Manan, El. 2013. Bebas dara ancaman disfungsi seksual khusus wanita. Cetakan 1. Buku biru. Jakatra

Manuaba,I.1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: ARCAN

Michael A, O’Keane V. Sexual dysfunction in depression. Hum Psychopharmacol. 2007;15:337-345

Notoatmodjo, S. 2010. Dasar – dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Pangkahila, Wimpie. (2006). Seks yang Membahagiakan: Menciptakan Keharmonisan Suami Isteri. Jakarta: Kompas.

Pinel, John P.J. 2009. Biopsikologi. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar Pedak, M. 2009. Metode Supernol Menaklukkan Stres. Jakarta: Hikmah.


(56)

Rasmun, 2004. Pengertian Stres, Sumber Stres, dan Sifat Stresor. Dalam: Stres, Koping, dan Adaptasi. Edisi 1. Sagung Seto. Jakarta

Rosen, R. C., Taylor, J. F., Leiblum, S. R., & Bachmann, G. A. 1993. Prevalence of sexual dysfunction in women: results of a survey of 329 women in an outpatient gynecological clinic. Journal of Sex & Marital Therapy

Santoso,B. 2007. Panduan Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: SKP Publishing Sarafino, E.P. 1998. Health Psychology: Biopsychososial Interaction. New York:

John wiley and Sonc.Inc.

Sastroatmodjo, S dan S. Ismael. 1995. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Binarupa Aksara. Jakarta.

Selye, H. The Stress of Life. New York: McGrawHill, 1956. Rev. ed. 1976. Siegel, Sidney. 1992. Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta:

PT.Gramedia Pustaka Utama

Sugiyono. 2005. Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Sutyarso., Kanedi,M. 2011. Disfungsi Seksual Wanita dan Kemungkinan Dampaknya

Pada Kinerja Professional Mereka.Providing Nasional Symposium and workshop on Sexology 2011. Asosiasi Seksologi Indonesia. Jakarta 28-29 Oktober: 9-13

Sutyarso., Kanedi,M. 2013. Kualitas Fungsi Seksual Guru Perempuan Sekolah Dasar di Bandar Lampung. Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung Tobing, L. 2006. Seks Tuntunan bagi Pria. Jakarta: EMK

Triaryati, Nyoman. 2003. Pengaruh Adaptasi Kebijakan Mengenai Work Family Issue Terhadap Absen dan Turn Over. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol. 5 No. 1 Maret. Universitas Kristen Petra


(57)

Walwiener M., Walwiener L., Seeger H., Mueck A,.Zipfel S., Bitzer J., Walwiener C. (2010) Effect of Sex Hormones in Oral Contraceptives on the Female Sexual Function Score : A Study in German Female Medical Student. In Contraception (Ed) New York, Springerverlag.

WHO. 2006. International Classification of Disease-10 10’th Revision. World Health Organization. 10 : 150-152.

Widyastuti,Y., Rahmawati, A., Yuliasti,E. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan stres menurut skala Social Readjustment Rating Scale (SRRS) dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita pasangan usia subur di Puskesmas Kota Karang, Teluk Betung Bandar Lampung. Dengan menggunakan niali p = 0,000.

2. Dari hasil penelitian menggunakan kuesioner SRRS dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden mengalami stres dengan skor stres rata-rata 196,63. Karena hasil skor SRRS >150 menandakan seseorang mengalami stres.

3. Dari hasil penelitian didapatkan prevalensi disfungsi seksual pada wanita pasangan usia subur di Puskesmas Kota Karang Teluk Betung, Bandar Lampung sebanyak 55 orang dari jumlah sample 77 orang atau sebanyak 71,4 % dari sample yang digunakan.


(2)

67

4. Dari hasil penelitian didapatkan prevalensi stres dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita pasangan usia subur di Puskesmas Kota Karang Teluk Betung, Bandar Lampung sebanyak 53 orang dari jumlah sample 77 orang.

B. Saran

Dari hasil penelitian , peneliti menyarankan agar :

1. Dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal.

2. Perlu dilakukan penelitian yang lebih dalam untuk menganalisis hubungan antara stres dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita pasangan usia subur.

3. Dalam melakukan wawancara terbimbing dengan responden sebaiknya peneliti membuat responden dalam keadaan yang nyaman sehingga dalam mengisi kuesioner responden dapat mengisi dengan bener dan jujur, terutama dalam kuesioner FSFI karena memiliki pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi.

4. Perlu untuk masyarakat sebagai ilmu pengetahuan dan untuk ketrampilan tenaga kesehatan sehingga dapat memberikan edukasi bagaimana cara menangani stres yang baik sehingga dalam jangka waktu tertentu tidak menyebabkan disfungsi seksual, paling tidak meminimalisasi efek negatif yang dapat ditimbulkan dari stres.

5. Dapat memberikan konseling dan edukasi kepada pasangan suami istri agar terjaganya keharmonisan dalam rumah tangga.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

American Pschiatric Association. (2000). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Dissorder Fourth Edition Text Revision. Arlington, VA: American Pschiatric Association.

Bayer Healthcare. Sex & the modern woman: Report findings. USA: Bayer Healthcare

Budiarto, E. 2002. Biostatistika untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC

Brecht, G. 2000. Mengenal dan menanggulangi stres. Jakarta: P.T.Prenhallindo Chandra, L.2005. Gangguan Fungsi atau Perilaku Seksual dan Penanggulangannya.

Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran

Dahlan,M.S. 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika

Dahlan, M.S. 2010. Langkah-langkah Membuat proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.

Ganong, William F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Glaiser.A, Gebbie,A. 2005. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekolog. Jakarta: Hipocrates Halstead, M., Reiss, M. 2006. Pendidikan Seksual Bagi Remaja. Yogyakarta: Alenia

Press

Henderson, C. 2006. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC

Hawari, D. 2004. Manajemen Stres,Cemas,dan Depresi. Jakarta: FKUI

Holmes, T.H. & Rahe, R.H. 1967. The social readjustment rating scale. Journal of Psychosomatic Research, 11, 213-218.


(4)

Imronah. 2011. Hubungan pemakaian kontrasepsi suntik DMPA dengan disfungsi seksual pada wanita di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung. Tesis Pasca Sarjana STIKES MITRA Lampung: pp. 40.

Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 1994. Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar. Jakarta : Presiden Republik Indonesia

Kusuma, W. 1999. Buku Pintar Kesehatan Wanita. Batam: Interaksara

Lazarus, R.S.,& Folkman, S. 1984. Stress, Appraisal and Coping. New York: Spanger

Llewellyn, D. 2005. Setiap Wanita. Jakarta : PT. Delapratasa Publishing

Masters, W.H.; Johnson, V.E. (1996). Human Sexual Respon. Toronto; New York: Bantam Books

Manan, El. 2013. Bebas dara ancaman disfungsi seksual khusus wanita. Cetakan 1. Buku biru. Jakatra

Manuaba,I.1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: ARCAN

Michael A, O’Keane V. Sexual dysfunction in depression. Hum Psychopharmacol. 2007;15:337-345

Notoatmodjo, S. 2010. Dasar – dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Pangkahila, Wimpie. (2006). Seks yang Membahagiakan: Menciptakan Keharmonisan Suami Isteri. Jakarta: Kompas.

Pinel, John P.J. 2009. Biopsikologi. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar


(5)

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktek. Alih Bahasa. Ed. 4. Jakrta: EGC

Rasmun, 2004. Pengertian Stres, Sumber Stres, dan Sifat Stresor. Dalam: Stres, Koping, dan Adaptasi. Edisi 1. Sagung Seto. Jakarta

Rosen, R. C., Taylor, J. F., Leiblum, S. R., & Bachmann, G. A. 1993. Prevalence of sexual dysfunction in women: results of a survey of 329 women in an outpatient gynecological clinic. Journal of Sex & Marital Therapy

Santoso,B. 2007. Panduan Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: SKP Publishing

Sarafino, E.P. 1998. Health Psychology: Biopsychososial Interaction. New York: John wiley and Sonc.Inc.

Sastroatmodjo, S dan S. Ismael. 1995. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Binarupa Aksara. Jakarta.

Selye, H. The Stress of Life. New York: McGrawHill, 1956. Rev. ed. 1976.

Siegel, Sidney. 1992. Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama

Sugiyono. 2005. Memahami penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Sutyarso., Kanedi,M. 2011. Disfungsi Seksual Wanita dan Kemungkinan Dampaknya Pada Kinerja Professional Mereka.Providing Nasional Symposium and workshop on Sexology 2011. Asosiasi Seksologi Indonesia. Jakarta 28-29 Oktober: 9-13

Sutyarso., Kanedi,M. 2013. Kualitas Fungsi Seksual Guru Perempuan Sekolah Dasar di Bandar Lampung. Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Lampung

Tobing, L. 2006. Seks Tuntunan bagi Pria. Jakarta: EMK

Triaryati, Nyoman. 2003. Pengaruh Adaptasi Kebijakan Mengenai Work Family Issue Terhadap Absen dan Turn Over. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol. 5 No. 1 Maret. Universitas Kristen Petra


(6)

Walwiener M., Walwiener L., Seeger H., Mueck A,.Zipfel S., Bitzer J., Walwiener C. (2010) Effect of Sex Hormones in Oral Contraceptives on the Female Sexual Function Score : A Study in German Female Medical Student. In Contraception (Ed) New York, Springerverlag.

WHO. 2006. International Classification of Disease-10 10’th Revision. World Health Organization. 10 : 150-152.

Widyastuti,Y., Rahmawati, A., Yuliasti,E. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya