23
II.3. Bentuk-Bentuk Diakonia
Diakonia sebagai pelayanan kasih tidak lagi hanya dimonopoli kegiatan institusi Gereja melainkan telah dilakukan oleh Lembaga Pelayanan Kristen LPK dan juga Lembaga
Sosial Masyarakat LSM di luar Gereja.
40
Bentuk-bentuk dan cara diakonia yang dilakukan oleh organisasi sosial Kristen dan dan LSM ini telah berkembang lebih cepat daripada yang
dilakukan oleh institusi Gereja. Pada umumnya cara berdiakonia dapat dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu diakonia karikatif, diakonia reformatif dan diakonia transformatif
pembebasan.
II.3.1. Diakonia Karitatif
Diakonia Karitatif berasal dari kata Charity Inggris yang berarti belas kasihan. Diakonia ini merupakan bentuk yang paling tua yang dipraktekkan oleh Gereja dan pekerja
sosial.
41
Diakonia Karitatif sering diwujudkan dalam bentuk pemberian makanan dan pakaian kepada orang miskin, menghibur orang sakit, dan perbuatan amal kebajikan. Diakonia ini
didukung dan dipraktekkan oleh institusi Gereja karena: dapat memberikan manfaat langsung yang segera dapat dilihat, memberikan penampilan yang baik terhadap diri si pemberi,
memusatkan perhatian pada hubungan pribadi, bisa digunakan untuk menarik seseorang yang dibantu
menjadi anggota
agama mereka,
menciptakan hubungan
subjek-objek ketergantungan dan status quo.
Diakonia karitatif merupakan produk dan perkembangan dari industrialisasi di Eropa dan Amerika Utara pada abad ke 19. Diakonia Karitatif ini sangat digemari oleh bangsawan
dan wanita kelas menengah di Inggris pada zaman Victoria karena dapat mengembangkan hubungan prbadi yang hangat dengan pihak yang dibantu Philpot 1986:14.
42
Hubungan yng
40
Josep P. Widiat m adja, Yesus Wong Cilik: Praksis Diakonia Transform at if dan Teologi Rakyat Indonesia, 31
41
Ibid, 31-36
42
Ibid, 32
24
dibangun dalam diakonia karitatif menggambarkan hubungan antara pemberipenyalur bantuan dan pihak yang menerima bantuan.
Diakonia karitatif disebarkan ke seluruh dunia oleh misi dan zending selama masa penjajahan. Diakonia ini sangat didukung oleh pemerintah penjajah tetapi sangat dikecam
oleh golongan kritis dan kelompok agama lainnya di negeri jajahan. Menurut Woodward diakonia karitatif cenderung mempertahankan ideologi dan teologi status quo, karena:
kemiskinan tidak terhindarkan yang disebabkan situasi dan ketidakmampuan yang bersangkutan, percaya bahwa melalui kerja keras seseorang dapat memperbaiki
kesejahtraannya bukan melalui perubahan sosial, mendesak perlunya tanggungjawab moral dari yang kaya untuk melakukan amal demi mengurangi kemiskinan.
43
Pendekatan diakonia karitatif sebagai warisan zaman kolonial mendapat kritik tajam dari orang di luar Gereja dan kalangan oikumenis. Bagi kalangan di luar Gereja, diakonia
karitatif sering kali dikecam karena dituduh sebagai alat untuk menarik seseorang untuk masuk kedalam Gereja. Sebaliknya, bagi kelompok oikumenis diakonia ini dikecam karena
diakonia karitatif menghasilkan ketergantungan dan status quo. Bentuk diakonia karitatif yang sering dilakukan oleh Gereja adalah mengunjungi
orang dalam penjara dengan membawa makanan dan memimpin renungan, menyedikan beras untuk membantu keluarga miskin, serta mendirikan poliklinik gratis atau murah untuk orang
miskin. Walaupun diakonia karitatif digambarkan dengan memberikan ikan dan roti kepada yang lapar tanpa memberdayakan mereka, diakonia karitatif tetap masih diperlukan terutama
dalam keadaan darurat seperti musibah, bencana alam, dll. Tidak dapat disangkal bahwa diakonia karikatif memiliki kelemahan dan
keterbatasan. Tetapi di dalam kehidupan sehari-hari, diakonia karitatif tidak dapat dihindari.
43
Ibid, 32
25
Sebab, masalah sosial yang membutuhkan tanggap-darurat sebelum menangani akar masalahnya yang lebih bersifat memberdayakan.
II.3.2. Diakonia Reformatif Pembangunan