Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gerakan Sosial Perkumpulan Papua Pusaka Bangsa (Pendidikan dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat) T2 092010005 BAB II

(1)

14

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

Tinjauan teoritis merupakan pendekatan teori yang akan digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang ditemukan dalam melakukan penelitian. Dalam bab II ini dibahas beberapa pengertian mengenai, penjelasan tentang teori gerakan Sosial untuk perubahan, dan teori strategi gerakan untuk perubahan. Dengan demikian penjelasan itu akan mempermudah pembaca untuk melihat gerakan perubahan sosial yang dilakukan oleh Komunitas gerakan transformasi Papua atau Perkumpulan Papua Pusaka Bangsa (P3B) yang sedang berlangsung sampai saat ini. Untuk itu dibawah ini dijelaskan secara singkat tentang apa yang dimaksudkan dengan hal-hal di atas.

2.1. Teori Gerakan Sosial (Social Movement)

Gerakan sosial adalah aktivitas sosial berupa gerakan sejenis tindakan sekelompok yang merupakan kelompok informal yang berbentuk organisasi, yang berfokus pada suatu isu-isu sosial atau politik gerakan sosial dengan melaksanakan, menolak, atau mengampanyekan sebuah perubahan sosial. Macam-macam tipe gerakan sosial misalnya: gerakan buruh, gerakan petani, gerakan mahasiswa, gerakan sosial, gerakan perempuan, gerakan ideologi,dan gerakan-gerakan sosial lainnya. Adanya keragaman gerakan sosial maka berbagai ahli sosiologi mengelarifikasikan dengan menggunakan kriteria tertentu, misalnya Wahab (2007:7) menampilkan pendapat McCarthy yang tulisannya mengenai struktur mobilisasi bahwa


(2)

15

sejumlah cara kelompok gerakan sosial melebur dalam aksi kolektif termasuk di dalamnya taktik gerakan dan bentuk organisasi gerakan sosial. Struktur mobilisasi juga memasukkan serangkaian posisi sosial dalam kehidupan sehari-hari struktur mobilisasi mikro yang tujuannya adalah mencari lokasi-lokasi di dalam masyarakat untuk dapat melakukan mobilisasi. Dalam konteks ini yang dibutuhkan adalah unit keluarga, jaringan pertemanan, sosialisasi tenaga sukarela, unit-unit tempat kerja, gerakan sosial membentuk suatu jaringan kekerabatan dan persaudaraan menjadi dasar bagi rekrutmen gerakan atau aksi sosial dalam perubahan yang diinginkan.

Gerakan-gerakan sosial selalu melibatkan proyeksi akan sebuah peta aspirasi dan rancangan masa depan yang diinginkan. Masyarakat bertanggung jawab kepada dirinya dan kelompok untuk mengubah, membentuk dirinya dari realitas sosial yang ia alami dalam hidupnya, oleh sebab itu dunia sosial bukanlah sesuatu yang ditakdirkan sebelumnya melainkan diciptakan oleh masyarakat dalam proses perkembangan masyarakat dalam dunia modern seperti saat ini. Dengan demikian gerakan sosial menggunakan dan mencerminkan metode dan strategi-strategi masyarakat untuk memperbaharui diri dan meregenerasi diri melalui aksi kolektif. Misalnya gerakan sosial Perkumpulan Papua Pusaka Bangsa (P3B) secara umum menyediakan sebuah sabuk pengaman untuk memungkinkan masyarakat Papua untuk keluar dari tekanan, beban hidup secara ekonomi, ketimpangan, penindasan, ketidakadilan.


(3)

16

Gerakan sosial semacam ini sudah membentuk sebuah pola pikir baru dalam suatu kelompok atau komunitas untuk perubahan, mulai berpikir bagaimana kita dapat memahami dunia kita dengan melihat relitas sosial yang terjadi dan bertindak dipengaruhi ide-ide untuk perubahan menuju suatu transformasi masyarakat. Gerakan-gerakan sosial muncul ketika ada ruang. Habermas (1962) dalam bukunya The structural Transformation of the public sphere, Habermas mendefinisikan ruang publik sebagai komunitas virtual atau imajiner yang tidak selalu eksis dalam sebuah bentuk dan ruang formal. Secara ideal, ruang publik terbentuk dari kumpulan perorangan yang berkumpul, berserikat dalam “publik” dan mengartikulasikan kebutuhan masyarakat kepada Negara. Ruang publik ditandai dengan aksi berserikat, berdialog untuk mengagas sebuah opini atau aksi untuk menyatakan atau menantang dan selanjutnya mengarahkan kebijakan negara, dalam tema idealnya, ruang publik sebagaimana dinyatakan Rutherford, adalah sumber sebuah opini publik berasal yang dibutuhkan untuk mensahkan otoritas dalam sebuah demokrasi yang berfungsi baik.1

Ruang publik (public sphere) dipandang penting karena

merupakan tempat dimana masyarakat (Civil Society)

mengekspresikan dan merupakan ruang tempat kegiatan intelektual

1

Disampaikan dalam acara seminar Nasional berjudul “Demokrasi Deliberatif: Membedah peran “Ruang Publik”

Dalam filsafat politik Jurgen Habermas yang diadakan oleh Program Studi komunikasi (Fiskom) Pascasarjana

Magister Sosiologi Agama (Teologi) dan Pascasarjana Magister Ilmu Hukum. Di Universitas Kristen Satya Wacana


(4)

17

dan politik diaktualisasikan. Ruang publik disini merujuk pada kehidupan sosial tempat opini terbentuk. Tempat dimana pembentukan intelektualitas kekinian (modern), Seperti yang digambarkan oleh Jurgen Habermas (1989) pembentukan intelektual modern dalam konteks Eropa Barat merupakan bagian dari kemunculan apa yang disebutnya sebagai ruang publik borjuis (bourgeois public sphere) sekitar abad ke 17 dan ke 18.2 Dalam dunia modern kekinian orang mempunyai kebebasan untuk memilih imajinasi dan gaya hidup mereka yang mereka sukai kedengarannya positif. Dengan melakukan diskursus dengan persoalan yang dihadapi oleh negara.

Habermas juga menafsirkan gagasannya bahwa proses

terbentuknya masyarakat dalam kelompok tidak terlepas dari apa yang dimaknai dari dunianya dimana dunia dia tempati/tinggal jadi kehidupan dunia mencerminkan perspektif internal, sedangkan system social mencerminkan pandangan eksternal. Habermas melihat kehidupan dunia dan tindakan komunikatif sebagai dua konsep yang saling mengisi, lebih khusus lagi, tindakan komunikatif dapat dilihat sebagai yang terjadi dalam dunia, maka Habermas menyatakan bahwa:

Kehidupan dunia boleh dikatakan sebagai tempat bertemunya pembicara dan pendengar, dimana mereka saling mengajukan tuntutan bahwa ucapan mereka sesuai dengan apa yang mereka pikirkan dan dimana mereka dapat mengecam dan

2


(5)

18

memperkuat kebenaran yang mereka nyatakan,

menyelesaikan perselisihan pendapat mereka, dan mencapai kesepakatan (Habermas, 1987a:126)

Dalam proses terbentuknya masyarakat juga tidak terlepas dari tindakan komunikatif, atau interaksi sosial dengan menggunakan komunikasi sehingga terbentuk integrasi sosial dan integrasi sistem. Dari perspektif dari integrasi sosial penekanannya pada kehidupan dunia dan cara sistem tindakan integrasikan melalui jaminan normatif atau pencapaian konsensus secara komunikatif. Hal ini di yakini bahwa masyarakat diintegrasikan memulai dengan tindakan komunikatif dan memandang masyarakat sebagai kehidupan sehari-hari. Sementara itu integrasi sistem menurut Habermas bahwa integrasi sistem menekankan pada sistem dan cara sistem diintegrasikan melalui kontrol eksternal terhadap tindakan individual yang terkoordinasi secara subjektif. Dalam konteks kekiniaan tindakan individual juga dipengaruhi oleh pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki. Tindakan juga dipengaruhi intelektualitas sesorang dimana dia memaknai dunianya dan tindakan apa yang dia harus melakukannya. Pengetahuan yang dimiliki adalah sebagai budaya baru, inova, cara berpikir yang baru dan pengembangan baru. Budaya itu membangun nilai-nilai baru dari cara-cara lama ke cara-cara yang baru jadi budaya baru ini tidak terlepas dari pendidikan, pengalaman ilmu yang dimiliki masyarakat atau individu-individu.

Herbert Marcuse (1962) dalam Abdul Wahab, (2007:38,39) berpendapat bahwa pendidikan memainkan peran penting dalam


(6)

19

memperkenalkan dan mengembangkan refleksi kritis atas masing-masing individu dalam masyarakat, oleh karena itu universitas dan lembaga pendidikan lainnya adalah kaya atas sumber material yang dapat dipergunakan. Di Universitas inilah ditemukan salah satu kelompok juga menderita dari satu dimensi dan kelompok-kelompok ini relatif muda diubah dengan gagasan-gagasan pembebasan baru, misalnya Universitas Kristen Satya Wacana mendidik mahasiswa/i untuk mengembangkan ilmu yang diberikannya untuk kepentingan masyarakat. Intelektualitas dipergunakan untuk kepentingan kaum tertindas, oleh sebab itu Marcuse berpendapat bahwa mahasiswa memiliki kesempatan terbesar melalui pemberontakan melawan tatanan lama.

Marcuse juga berpendapat bahwa tujuan dari perjuangan adalah untuk memperhatikan masyarakat yang lemah untuk mencapai kebahagiaan bersama, kita harus mengidentifikasi orang-orang tertindas bergabung dalam gerakan pembebasan, gerakan sosial untuk perubahan, untuk mencapai perbaikan ekonomi baik dalam ruang produksi dan konsumsi dalam lapangan politik. Marcuse menyatakan tidak hanya model parlementer sebagai alat tujuan akan tetapi juga kita mendukung gerakan mahasiswa, buruh, gender, ras dan lingkungan hidup. Misalnya gerakan sosial yang sangat kelihatan adalah buruh di PT Freeport meminta kenaikan upah, dan perbaikan kondisi kerja, gerakan mahasiwa Papua Barat atas kekecewaan pada pemerintah Indonesia yang dianggap telah gagal membangun


(7)

20

masyarakat Papua Barat melalu program otsus untuk Papua Barat ( Kompas 28 Mei 2011)3.

Gerakan sosial yang merupakan pilihan rasional setiap individu-individu dan yang bergabung dalam gerakan sosial memiliki alasan tertentu dan alasan ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan untuk beberapa hal alasan-alasan individu bergabung dalam gerakan sosial jauh lebih rasional dibandingkan individu-individu yang hanya begitu saja kondisi sosial yang ada meskipun kondisi sosial tersebut menindas mereka. Gerakan sosial bergeser, dari pusat menjadi menyebar ke berbagai pusat-pusat disiplin ilmu baik dikalangan akademisi maupun para pelaku perubahan atau agen (Wahab, 2007:1,3)

Gerakan-gerakan sosial terletak pada sejauh mana mereka memenangkan pertempuran atas arti. Hal ini berkaitan dengan usaha para pelaku perubahan mempengaruhi makna kebijaksanaan publik oleh karena itu para pelaku perubahan memiliki tugas penting mencapai perjuangan melalui membuat framing, masalah sosial dan ketidakadilan ini sebuah cara untuk meyakinkan kelompok sasaran yang beragam dan luas sehingga mereka terdorong mampu memformulasikan sekumpulan konsep untuk berpikir dengan menyediakan skema interpretasi terhadap masalah-masalah dunia melalui beragam media cetak dan elektronik, buku, pamflet, aktivitas gerakan sosial, mempergunakan warung kopi, café, dan ruang-ruang

3

Data bersumber dari hasil pengamatan peneliti melalui media elektronik, & media cetak, berkaitan dengan gerakan buruh untuk menuntut kenaikan upah dari karyawan, kompas 28 Mei 2011.


(8)

21

pertemuan sebagai media berdebat untuk mensosialisasikan isu sehingga kelompok masyarakat berkeinginan untuk terlibat dalam gerakan sosial tersebut.( Jurnal Basis Edisi Khusus Pierre Bourdieu, 2003)4

Beberapa pendapat seperti Charles Kurzman dan Lymn Owens (2002), Julien Benda (1999) dan Antonio Gramsci (1971) yang ditampilkan oleh Mutahir (2011:4,5) berkenan dengan posisi intelektual dalam masyarakat ada tiga pendekatan yang acap diajukan tiga pendekatan tersebut melihat intelektual sebagai kelas dalam masyarakat, yakni:

1. Pendekatan yang menempatkan intelektual sebagai kelas pada

dirinya sendiri. Pendekatan ini meletakan intelektual berposisi di atas awan. Pendekatan yang kerap disebut dengan Bendaisme ini merujuk pada pandangan Julien Benda yang

termuat dalam penghiyanatan kaum cendekiawan. Dia

mengatakan bahwa terdapat antinomi antara kekuasaan dan kebenaran adalah pekerjaan kaum intelektual. menurut pandangan ini para intelektual yang pekerja di pemerintahan atau perusahaan bisnis dipandang telah menghianati kebenaran karena ingin mendapatkan kekuasaan, popularitas, dan uang.

2. Pendekatan yang menganggap kaum intelektual merupakan

bagian dari kelas itu sendiri, pendekatan ini berakar dari

4Jurnal Basis Edisi khusus Piere Bourdie. Dua bulanan, No 11-12, Tahun ke 52.


(9)

22

pemikiran Antoni Gramsci, Gramsci menyatakan bahwa “semua orang adalah intelektual, namun tidak semua orang mempunyai fungsi intelektual. Dalam masyarakat Gramsci membagi beberapa tipologi intelektual:

3. Intelektual tradisional, yakni intelektual yang menyebarkan ide dan berfungsi sebagai mediator antara massa rakyat dengan kelas atasnya.

4. Intelektual organik, yakni kelompok intelektual dengan badan penelitian dan studi yang berusaha memberi refleksi atas keadaan namun terbatas untuk kepentingan kelompoknya sendiri.

5. Intelektual kritis, yakni intelektual yang mampu melepaskan diri dari hegemoni penguasa elite kuasa yang sedang memerintah dan mampu memberikan pendidikan alternatif untuk proses pemerdekaan.

6. Intelektual universal, yakni tipe intelektual yang berusaha memperjuangkan proses peradaban dan struktur-struktur

budaya yang memperjuangkan pemanusiawian dan

humanisme serta dihormatinya harkat manusia

Dalam kerangka itu kelompok intelektual adalah salah satu dari kelas sosial yang ada, mereka menggunakan pengetahuan untuk mempromosikan kepentingan dan kekuasaan kelas intelektual. Maka jelas terlihat bahwa kaum intelektual yang tergabung dalam aksi sosial, bergabung dengan sebuah kelompok kekuasaan maka intelektualiatasnya dibajak oleh orang-orang yang punya kepentingan,


(10)

23

sehingga intelektualitas yang dimilikinya hanya kepentingan kelas sosial tertentu.

7. Pendekatan yang melibatkan intelektual secara potensial

bukan merupakan bagian dari kelas mana pun. intelektual merupakan orang bebas “free-floating.” Jadi intelektual merupakan penjaga nilai keseluruhan yang ada di masyarakat, dengan demikian, intelektual tidak bisa dimasukkan dalam kelas mana pun.

Membaca beberapa pendapat atau pandangan di atas kiranya masih kurang relatif misalnya pandangan Bendaisme dan Gramscian keduanya belum memadai untuk melihat intelektual secara komprehensif, pandangan Bendaisme tidak mengartikulasikan pandangan dunia, kepentingan, tujuan dan kemampuan kelas tertentu, sedangkan pandangan Gramscian alih-alih membebaskan diri penindasan, bisa terjebak dalam soal kekuasaan.

Dalam pandangan Piere Bourdieu, (dalam Mutahir, 2011: 9) bahwa intelektual merupakan hasil dari suatu pola hubungan, Relations, seorang menjadi intelektual disatu sisi berdasarkan konsepsi diri dan pandangan terhadap orang lain (subjektif) dan sisi lain seluruh subjektivitasnya ditentukan oleh dan mendapatkan pengaruh dari posisi seseorang di dalam ranah sosial (social field) yang tidak bisa dihilangkan begitu saja. Jadi bagi Bourdieu intelektual

menanggung kepentingan universal, yakni mempertahankan


(11)

24

Jadi apa yang diperlihatkan dalam tulisan maupun dalam prakteknya bahwa Bourdieu memang menghendaki bahwa kita harus mempertahankan intelektual untuk melakukan kritik terhadap suatu kebijakan pemerintah yang meminggirkan kaum minoritas. Jadi kita memiliki suatu perjuangan dengan nilai-nilai sosial, norma, keberanian, membangun kemunikasi yang efektif, dan dengan melalu gerakan intelektual kolektif (collective intellectuals). Kita bermain imajinasi dalam konteks Indonesia, sambil memahami apa yang digambarkan Bourdieu bahwa benar sekali intelektual kian dipinggirkan dalam pemahaman kebjakan publik, intelektual tak punya daya untuk mendorong sebuah kebijakan yang berpihak pada kepentingan publik. Menghadapi semacam itu Bourdieu menawarkan sebuah gerakan untuk mengembalikan otonomi intelektual untuk melawan dominasi terhadap ketidakadilan, gerakan intelektual ini cara baru dalam menghadapi tantangan zaman.

2.2. Strategi Gerakan Perubahan sosial

Strategi gerakan sosial berkembang secara kreatif sesuai dengan kultur dan kondisi sosial politik yang muncul disuatu daerah. Pemahaman demikian harus terlebih dahulu disadari oleh setiap pelaku atau aktor penggerak perubahan sosial sebelum ia memutuskan bekerja dalam dunia gerakan. Muncul gerakan sosial sebagai kekuatan dalam rangka untuk melakukan perubahan masyarakat tidak lepas dari posisi strategis dari sekelompok kekuatan sosial yang menjadi pioner atau katalisator dari sebuah gerakan.


(12)

25

Seperti yang dikemukakan Michel Crozeir dalam Mutahir, (2011:41) bahwa dalam pendekatan strategis, pelaku sosial mempunyai rasionalitas dan sekaligus mempunyai rasionaltas terbatas, mempunya batas kebebasan yang menjadi dasar kekuasaan mereka, jadi keberhasilan strategis, ditentukan oleh strategi lawannya. Untuk membangun suatu strategi yang baik kita mempunyai modal sosial yang termanifetasikan melalui hubungan-hubungan dan jaringan hubungan-hubungan-hubungan-hubungan yang merupakan sumber daya yang berguna dalam penentuan dan reproduksi kedudukan-kedudukan sosial, kemudian yang termasuk modal budaya ialah keseluruhan kualifikasi intelektual yang diproduksi secara formal maupun warisan keluarga. Tercakup dalam modal ini misalnya, ijazah, pengetahuan yang sudah diperoleh,, kode-kode budaya, cara berbicara, kemampuan menulis, cara pembawaan, tata krama atau sopan santun, cara bergaul dan sebagainya.

Menurut Fukuyama (dalam Hasbullah, 2006:82) menyatakan bahwa Trust: Social virtues and the creation of prosperty rasa percaya dan saling mempercayai menentukan kemampuan suatu bangsa untuk membangun masyarakat dan institusi-institusi di dalamnya guna

mencapai kemajuan. Rasa saling mempercayai juga akan

mempengaruhi semangat dan kemampuan berkompetisi secara sehat di tengah masyarakat. Rasa saling percaya itu tumbuh dan berakar dari nilai-nilai yang melekat pada budaya kelompok tersebut.

Strategi dalam pandangan Bourdieu merupakan hasil yang harus berlanjut dari interaksi antara disposisi habitus dan kendala serta


(13)

26

segala kemungkinannya. Strategi merupakan orientasi spesifik dari praktik, dalam Bahasa Bourdieu (1990) strategi adalah “The product of the prctical sense as the feel of game. Ada dua tipe strategi menurut Bourdieu (1984) yaitu:

1. Strategi reproduksi (reproduction strategies) strategi ini

dirancang oleh agen untuk mempertahankan atau

meningkatkan modal ke arah masa depan. strategi ini merupakan sekumpulan praktik, jumlah dan komposisi modal serta kondisi sarana produksi menjadi patokan utama dalam strategi ini.

2. Strategi penukaran kembali (reconversion strategies), strategi ini berkenaan dengan pergerakan-pergerakan agen dalam ruang sosial. Ruang sosial tempat pergerakan agen, terustruktur dalam dua dimensi, yakni keseluruhan jumlah modal yang terustruktur dan pembentukan jenis modal yang dominan dan yang terdominasi, (Mutahir, 2011:71)

Selain dua tipe strategi tersebut menurutnya juga ada strategi yang lain strategi-strategi ialah strategi investasi biologis. Strategi pewarisan, strategi pendidikan, strategi investasi biologi dan strategi investasi simbolis. Strategis biologis terlihat dalam upaya mengontrol jumlah keturunan. Hal itu dilakukan untuk menjamin pewarisan modal dalam memudahkan kenaikan posisi sosial. Strategi pewarisan berfungsi untuk menjamin kekayaan terutama material. Strategi pendidikan diarahkan dengan tujuan agar pelaku sosial mempunyai kecakapan yang sesuai dan yang dibutuhkan dalam struktur sosial agar


(14)

27

mampu menerima warisan kelompok atau bahkan mampu memperbaiki posisi sosial. Sedangkan strategi investasi ekonomi diarahkan untuk mempertahankan untuk menambah berbagai jenis modal, investasi bukan hanya modal ekonomi tetapi juga modal sosial.5

Penggunaan strategi oleh agen adalah untuk mempertahankan posisi, memperbaiki posisi, membedakan diri atau untuk memperoleh posisi baru di dalam arena dalam arena selalu terjadi pertarungan sosial. Rumusan generatif (Habitus x Modal)+Arena = Praktik dikemukakan Bourdieu adalah dalam rangka memajukan sebuah pendekatan dalam memahami realitas sosial secara dialektis.6 Jadi seperti apa yang dikemukakan Bourdieu tidak terlepas dari peran pendidikan yang menuntun cara berpikir dan bertindak karena semua berasal dari pikiran dan tindakan manusia.

Menengok sedikit terhadap dua bangsa terkenal di dunia Cina dan Yahudi bagaimana mereka bertindak dan berkembang keduanya mempunyai bersamaan dan perbedaan dalam proses berpikir di dalam dunia usaha untuk bertahan dan berkembang, mereka lebih menyukai mempercayai dan menjalankan kesatuan (unity) kelompoknya, menjalankan koneksi dan birokrasi kekuatan-kekuatan pasar dan aturan hukum, tetapi bangsa Yahudi lebih tertutup dan Unity-nya lebih kuat dari bangsa Cina. Faktor sejarahlah yang membuatnya

5Intelektual kolektif Piere Bourdieu, sebuah gerakan melawan dominasi. Arizal

Mutahir, 2011. hal 72 6

Intelektual kolektif Piere Bourdieu, sebuah gerakan melawan dominasi. Arizal Mutahir, 2011.hal 73


(15)

28

mereka sebagai kelompok minoritas yang pernah dikucilkan dan dibantai. Bagaimana bangsa Yahudi mengembangkan strategi agar tetap bertahan dan menjadi manusia super di muka bumi, hanya satu kata: pendidikan. Mereka memiliki pengetahuan, dan hal ini menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi memiliki pendidikan yang cukup tinggi dan terarah dengan baik, orang-orang Yahudi tidak hanya mengejar pendidikan untuk semata-mata mendapatkan uang tetapi juga demi pendidikan serta ilmu pengetahuan itu sendiri,(Wang Xiang Jun, 2010:6,9)

Jadi setiap strategi dan gerakan sosial berkembang secara kreatif sesuai dengan kultur dan kondisi sosial politik yang muncul disuatu daerah. Pemahaman demikian harus terlebih dahulu disadari oleh setiap pelaku atau aktor penggerak perubahan sosial sebelum ia memutuskan bekerja dalam dunia gerakan. Muncul gerakan sosial sebagai kekuatan dalam rangka untuk melakukan perubahan masyarakat tidak lepas dari posisi strategis dari sekelompok kekuatan sosial yang menjadi pioner atau katalisator dari sebuah gerakan. Pierre Bourdieu adalah intelektual yang aktif terlibat dalam gerakan-gerakan sosial dan politik, ia memberontak melawan mekanisme-mekanisme dominasi sosial dan membela kelompok-kelompok terpinggir dan tertindas. Alasan Bourdieu sendiri membela yang lemah adalah dia sendiri salah satu korban moralisme bebas-nilai, seakan yang ilmiah tidak boleh berimplikasi politik, sehingga melalui perubahan sikap Bourdieu sendiri untuk memberontak terhadap ketidakadilan yang terjadi di dalam masyarakat. Perubahan


(16)

29

ini bukannya tanpa dipengaruhi keprihatinan mendasar Bourdieu terhadap lingkungan sosial dan hasrat terhadap perubahan. Pengalamannyalah yang menjadi bagian kelompok sosial yang didominasi mengakibatkan promosi sosial yang diperoleh sekolah, universitas dan intelektual ia membuka segi-segi kehidupan sosial yang tidak dilihat oleh intelektual lainnya.7

Pendekatan strategis yang dikemukakan Michel Crozeir (dalam Mutahir 2011:40,41) bahwa hubungan-hubungan kekuasaan dan organisasi-organisasi merupakan tekanan utama bagi analisis realitas sosial. Dalam pendekatan strategi pelaku sosial mempunyai

rasionalitas dan sekaligus mempunyai rasionalitas terbatas,

mempunyai batas kebebasan yang menjadi dasar kekuasaan mereka. Keberhasilan strategi ditentukan oleh strategi lawannya. Crozeir mencoba menjelaskan dialektika antara pelaku dan sistem, disatu sisi struktur-struktur sosial diciptakan, dilanggengkan dan diubah oleh pelaku-pelaku sosial, sebaliknya disisi lain pelaku sosial meski dikatakan bebas dikondisikan struktur-struktur tersebut, pada pendekatan ini dimensi dualitas pelaku dan struktur masih sangat kuat.8

Bourdieu menyatukan kedua unsur yang belum terdamaikan oleh pemikir di atas dengan mencoba mempertemukan pertentangan

7

Lihat Pierre Bourdieu, kritik terhadap neoliberalisme, Basis menembus fakta. Majalah Sciences Humaines/repro no 11-12, tahun ke 52November-Desember 2003 hlm 3-8

8

Lihat Arizal Mutahir 2011: 40,41) Intelektual Kolektif Pierre Bourdieu (sebuah gerakan untuk melawan dominasi)


(17)

30

antara pelaku dan struktur, antara subjektivisme dan objektivisme9

melalui metode yang disebut strukturalis genetis (genetic

stucturalism) struktur genetis berusaha mendiskripsikan suatu cara berpikir dan cara mengajukan pertanyaan dengan metode tersebut

Bourdieu mencoba mendeskripsikan, menganalisis dan

memperhitungkan asal-usul seseorang dan asal-usul berbagai struktur sosial. Dengan demikian menurutnya bahwa asal usul analisis struktur objektif tidak bisa dipisahkan dari analisis asal usul struktur-struktur mental dalam individu-individu biologis yang sebagian merupakan produk dari struktur-struktu sosial itu sendiri.

Strukturalisme merupakan cara berpikir yang melihat bahwa semua masyarakat mempunyai struktur yang sama dan tetap, ( dalam Mutahir, 2011:42), dan bahasa menekankan utama dalam pendekatan strukturalisme bahasa merupakan suatu sistem tanda-tanda yang mengekspresikan ide-ide, bahasa adalah paling penting, karena itu suatu orang dapat membayangkan suatu ilmu yang mempelajari kehidupan tanda-tanda dalam rangka kehidupan sosial Saussure, (dalam Mutahir, 2011: 43), jadi pendekatan strukturalisme merupakan sebuah tanggapan atas demam pendekatan fenomenologi yang diwakili eksistensialisme dalam ranah intelektual, pendekatan fenomenologi merupakan pendekatan yang menitik beratkan pada analisis terhadap gejala yang membanjiri kesadaran manusia, kesadaran manusia akan sesuatu, kesadaran selalu terarah kepada yang lain dari dirinya, ( dalam Mutahir, 2011: 44-45).

9


(18)

31

Pendekatan fenomenologi secara garis besar menyatakan bahwa realitas sosial merupakan keadaan kontingen yang terus dibentuk oleh subjek berdasarkan kreativitasnya dalam kehidupan sehari-hari, dengan kata lain masyarakat merupakan hasil dari putusan tindakan dan kesadaran pikiran individu dalam dunia yang ditempatinya dan berarti bagi dirinya. Dengan demikian Bourdieu mengkaji pendekatan strukturalisme dan fenomenologinya bahwa Bourdieu menyebut tiga metode pengetahuan teoritis dalam ilmu sosial, ( dalam Mutahir 2011: 46)

1. Fenomenologi: atau etnometodologi. Metodologi pengetahuan

teoritis ini menekankan pada pencarian kebenaran

pengalaman dasar dunia sosial, atau kebiasaan yang tidak dipertanyakan, atau pengertian tentang dunia sosial yang tidak dipertanyaankan lagi.

2. Objektivitas: Ini adalah metode pengetahuan teoritis berusaha

menjawab kebenaran objektif pengalaman dasar dan kondisi yang terkait dengan kemungkinan pengalaman-pengalaman yang terbentuk.

3. Metode pengetahuan teoritis yang berusaha menguji

kemungkinan kondisi-kondisi pengalaman terbentuk sembari menyelidiki batas pertimbangan objektif yang menyatakan bahwa prosedur eksternal memengaruhi pemahaman tindakan praktis.

Dalam proses pembentukan dan perkembangannya, ketiga pengetahuan teoritis tersebut, secara garis besar Bourdieu


(19)

32

menunjukan terjadinya dikotomi dalam ilmu sosial yakni objektivisme dan subjektivisme (Bourdieu 1990 dalam Arizal Mutahir 2011:47). Jadi untuk proses perubahan si agen perubahan memberikan kontribusi data, ide-ide, fakta, nilai konsep, tegaknya nila-nilai keadilan, kesejahteraan, kebenaran, dan kemajuan peradaban, jadi seorang agen perubahan sosial adalah seorang agen transformasional dalam kemajuan masyarakat suatu daerah untuk menuju perubahan (Edi Suharto 1997:69).

Pemberdayaan masyarakat seringkali melibatkan perencanaan, pengorganisasian, dan pengembangan aktivitas, pembuatan program, usaha untuk perubahan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan sosial (social well-being) masyarakat. Menurut pengertian yang diberikan oleh PBB, pengertian perencanaan sosial meliputi Edi Suharto (1997:72).

1. Perencanaan sosial sebagai perencanaan pada sektor-sektor

sosial, seperti sektor kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan, kependudukan, dan kekeluargaan berencana.

2. Perencanaan sosial sebagai perencana lintas sektoral

pengertian ini sifatnya lebih menyeluruh dalam arti perencanaan yang lebih dari sekedar perencanaan ekonomi saja.

3. Perencanaan sosial sebagai perencana pada aspek sosial dari

perencana ekonomi, dalam pengertian ini, pertama

perencanaan sosial memiliki dua dimensi, pertama


(20)

33

perencanaan ekonomi. Kedua, perencanaan sosial dipandang sebagai perencana bagai akibat sosial yang tidak diharapkan dari adanya pembangunan ekonomi, misalnya keretakan keluarga, kenalan remaja, polusi, pelacuran dan sebagainya.

2.3. Habitus

Para ahli antropologi menyatakan bahwa kebudayaan merupakan manifestasi dalam lingkungan individu yang bermasyarakat yang kemudian dapat mempengaruhi individu-individu lainnya yang berada

dalam lingkungan masyarakat tersebut. Reaksi-reaksi dari

pengaruhnya terhadap kehidupan bermasyarakat ini kemudian merubah pola hidup dari lingkungan masyarakat tersebut. Untuk memahami suatu budaya, tindakan dan reaksi masyarakat tersebut kita melihat dari apa yang dikemukakan atau dideskripsikan oleh filsuf Prancis bernama Pierre Bourdieu. Konsepnya yang dia bicarakan adalah Habitus. Menurut Pierre Bourdieu10,

bahwa habitus adalah struktur mental atau kognitif yang

diinternalkan (internalized) yang melaluinya individu

memahami kehidupan sosial. Habitus menghasilkan dan dihasilkan oleh bermasyarakat. Lapangan adalah jaringan hubungan antara berbagai posisi objektif. Struktur lapangan membantu memaksa atau menghambat agen, yang mungkin individual atau kolektif.


(21)

34

Jadi apa yang dikemukakan Bourdieu di atas mendiskripsikan bahwa manusia sebagai mahluk sosial dimana manusia saling berinteraksi satu sama yang lainnya dengan membentuk jaringan-jaringan sosial. Pembentukan jaringan-jaringan sosial itu terjadi pada ruang dan waktu, dimana masyarakat itu menjalankan kehidupan. Kehidupan adalah dunia mikro tempat individu berinteraksi dan berkomunikasi. Hal inilah yang dikemukakan Bourdieu betapa akrabnya modal sosial yang dikembangkan dalam komunitas masyarakat diarena atau yang dia sebut dengan lapangan. Karena secara menyeluruh Bourdieu memusatkan perhatiannya pada hubungan habitus dan lapangan dengan menyatakan bahwa lapangan mensyaratkan adanya habitus dan habitus merupakan lapangan jadi ada hubungan dialektis antara habitus dan lapangan. Dia melihat bahwa sistem sosial tumbuh dengan mengembangkan ciri-ciri strukturalnya sendiri. Ketika strukturnya tumbuh dengan bebas dan kuat makinlama makin memaksakan dunia kehidupan.

Ketika kita memperhatikan dari kehidupan ini bahwa gerakan kearah integrasi mikro-makro dan agen struktur menguat, gerakan akan meluas dengan mengikuti arus dan gerakan menuju integrasi yang lebih kompak dapat meningkatkan status sosiologis. Kemudian ada usaha untuk membawa ide-ide individu-ke individu atau indivud ke kelompok atau kelompok ke kelompok untuk memperkuat kekuatan kelompok sosial masyarakat untuk suatu gerakan perubahan. Untuk melakukan suatu gerakan perubahan ada aktor, aktor menjadi agen gerakan perubahan, kesadaran dan kemauan agen


(22)

35

yang mampu mempengaruhi atau mengendalikan praktek mereka dalam komunitas tersebut. Aktor merupakan representative daripada kelompok tersebut dia mampu membimbing dan mengarahkan anggotanya untuk melakukan suatu gerakan sosial.

Maka seperti apa yang dikemukakan Bourdieu bahwa dimana agen berpartisipasi sesuai dengan posisi mereka di dalam ruang sosial dan sesuai dengan struktur mental yang menyebabkan agen dapat memahami ruang sosial. Ruang sosial dipahami sebagai pusat pembentukkan praktik-praktik sosial, misalnya ide-ide, inovatif, kreativitas, dan membentuk struktur masyarakat dan membangun kehidupan sosial. Jadi habitus ada dalam pikiran orang atau di dalam pikiran aktor. Jadi menurut Bourdieu:

habitus adalah “struktur mental atau kognitif” yang digunakan aktor untuk menghadapi kehidupan sosial. Aktor dibekali serangkaian skema atau pola yang diinternalisasikan yang mereka gunakan untuk merasakan, memahami, menyadari, dan menilai dunia sosial. Melalui pola-pola itulah aktor memproduksi tindakan mereka dan juga menilainya. Secara dialektika habitus adalah “produk internalisasi struktur “ dunia sosial.11

Sehingga disini kita bisa memahami apa yang digambarka Bourdieu bahwa habitus yang merupakan produk histrois, hasil ciptaaan kehidupan kolektif yang berlangsung selama periode relatif panjang. Dan habitus menghasilkan dan dihasilakan, oleh kehidupan sosial


(23)

36

dengan artian bahwa kebiasaan individu tertentu diperoleh melalui pengalaman hidupnya dan terjadi melalui kebiasaan itu terjadi. Disatu pihak Bourdieu menyatakan habitus adalah struktur yang menstruktur (structuring structure) yakni ialah struktur yang strukturisasi oleh dunia sosial. Maka apa yang digambar Bourdieu bahwa tindakanlah yang mengantarai habitus dan kehidupan sosial. Tetapi jelas disini kita juga pahami bahwa apa yang dikemukakan (Myles,1999)12 berkaitan dengan habitus bahwa walaupun habitus adalah sebuah struktur yang diinternalisasikan, yang mengendalikan pikiran dan pilihan tindakan, namun habitus tidak menentukannya.

2.4.Modal (kapital) Menurut Pierre Bourdieu

Para ahli sosiologi memahami modal sosial merupakan konsep sosiologi yang digunakan dalam beragam ilmu seperti bisnis, ekonomika, perilaku organisasi, politik, kesehatan masyarakat dan ilmu-ilmu sosial. Semua itu untuk menggambarkan adanya hubungan di dalam dan antarjejaring sosial. Jaringan sosial (social network) itu memiliki nilai (value), kepercayaan (trust). Seperti halnya modal fisik atau modal manusia yang dapat meningkatkan produktifitas individu dan kelompok maka modal sosial pun demikian pula. Bourdieu (1986), dalam bukunya The Forms of Capital membedakan tiga bentuk modal yakni modal ekonomi, modal budaya, dan modal sosial. Dia mendefinisikan modal sosial sebagai "the aggregate of the actual or potential resources which are linked to possession of a durable


(24)

37

network of more or less institutionalised relationships of mutual acquaintance and recognition”.

2.4.1.1. Modal Sosial

Menurut Pierre Bourdieu modal sosial sebagai “sumber daya aktual dan potensial yang dimiliki oleh seseorang berasal dari jaringan sosial yang terlembagakan serta berlangsung terus menerus dalam bentuk pengakuan dan perkenalan timbal balik (atau dengan kata lain: keanggotaan dalam kelompok sosial) yang memberikan kepada anggotanya berbagai bentuk dukungan kolektif”13. Sementara itu James Coleman mendefinisikan modal sosial sebagai “sesuatu yang memiliki dua ciri, yaitu merupakan aspek dari struktur sosial serta memfasilitasi tindakan individu dalam struktur sosial tersebut”. Dalam pengertian ini, bentuk-bentuk modal sosial berupa kewajiban dan harapan, potensi informasi, norma dan sanksi yang efektif, hubungan otoritas, serta organisasi sosial yang bisa digunakan secara tepat dan melahirkan kontrak sosial.14 Sedangkan Robert Putnam modal sosial sebagai suatu nilai mutual trust antara anggota masyarakat dan masyarakat terhadap pemimpinnya. Modal sosial didefinisikan sebagai institusi sosial yang melibatkan jaringan (Networks), norma-norma (Norms), dan kepercayaan sosial (social trust) yang mendorong pada

13Copyright@2003,Institute For Research And Empowerment (IRE), Pemberdayaan

Masyarakat Adat. 14

Copyright@2003,Institute For Research And Empowerment (IRE), Pemberdayaan Masyarakat Adat.


(25)

38

sebuah kolaborasi sosial (koordinasi dan kooperasi) untuk kepentingan bersama15.

Akhir dari ketiga definisi mendasar tersebut tidak membedakan modal sosial yang berlainan tetapi ketiga merujuk pada modal sosial yang mengikat yang artian ikatan dalam komunitas yang berlangsung selama akitivitas dalam organisasi dan saling berinteraksi terhadap satu sama lain. Jadi modal sosial adalah jaringan sosial yang membentuk dan merupakan aset yang sangat bernilai sebuah jaringan sosial memberikan koneksi antar kelompok dan antar individu ke individu jadi membentuk konektifitas sosial atau kohesi sosial karena mendorong orang untuk bekerjasama satu sama yang lain dalam komunitasnya untuk menyukseskan tujuan yang ingin dicapai. Jadi modal sosial termanifestasikan melalui hubungan-hubungan yang merupakan sumber daya yang berguna dalam penentuan dan reproduksi kedudukan sosial.

2.4.2.1. Modal Ekonomi

Dalam pemikiran ekonomi istilah modal pada awalnya berarti sejumlah uang. Dalam pandangan Bourdieu bahwa modal ekonomi menurutnya ‘modal ekonomi adalah akar dari semua jenis modal lain’ ia mengingatkan pembaca bahwa modal adalah akumulasi kerja dan ia tertarik pada bagaimana hal ini dapat dikombinasikan dengan bentuk modal lain untuk menciptakan dan memproduksi

15

Copyright@2003,Institute For Research And Empowerment (IRE), Pemberdayaan Masyarakat Adat


(26)

39

ketimpangan. Selain berbicara modal budaya Bourdieu juga berbicara modal ekonomi dan modal sosial, menurutnya bahwa keduanya diperoleh individu-individu dari jaringan relasi sosial mereka. Berkaitan dengan modal ekonomi Bourdieu menjelaskan bahwa modal ekonomi misalnya alat-alat reproduksi, mesin, tanah, tenaga kerja, materi pendapatan dan benda-benda yang dihasilkan melalui karya orang dan uang yang terakhir ini bisa digunakan untuk segala tujuan dan itu biasanya diwariskan dari satu generasi ke generasi berikut.

2.4.3.2. Modal Budaya

Menurut Bourdieu modal budaya adalah sebagai bentuk modal simbolik, jauh lebih luas daripada konsep modal manusia yang berkembang dalam wacana ekonomi. Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Modal budaya dalam kondisi-kondisi tertentu dapat ditukar dengan kapital ekonomi dan dapat dilembagakan dalam bentuk kualifikasi pendidikan. Modal budaya itu wujud yang nyata dalam bentuk ijazah merupakan sertifikat yang dipercayai orang sebagai kapital untuk bekerja. Artinya bahwa melalui disertifikatkan itu mencerminkan sungguh-sungguh kemampuan manusia dalam bentuk keahlian atau keterampilan. Seperti Mutahir menampilkan pendapatnya Pierre Bourdieu Mutahir (2011:69), bahwa modal budaya ialah keseluruhan kualifikasi intelektual yang diproduksi secara formal maupun warisan keluarga. Tercakup dalam modal ini


(27)

40

misalnya ijazah, pengetahuan yang sudah diperoleh, kode-kode budaya, cara berbicara, kemampuan menulis, cara pembawaan, tata karma atau sopan santun, cara bergaul dan sebagainya yang berperan di dalam penentuan dan reproduksi kedudukan sosial.

2.4.4.3. Modal Simbolik

Modal simbolik menurut Bourdieu menunjuk pada kapital apapun bentuknya sejauh dia terwakili, artinya secara simbolik dimengerti dalam hubungannya dengan pengetahuan, atau lebih tepatnya lagi dalam hubungan dengan penolakan atau penerimaan, yang mengandaikan adanya intervensi habitus sebagai suatu kapasitas kognitif yang dibentuk secara sosial, Bourdieu dalam Lawang, (2005:23). Jadi apa yang dikemukakan pendapat Bourdieu di atas bahwa modal simbolik menunjuk kepada penggunaan simbol-simbol untuk melegitimasi kepemilikannya dalam berbagai tingkatan. Baik di dalam organisasi, kelompok-kelompok sosial dari level paling kecil sampai yang paling besar. Mereka memiliki simbol sebagai identitas. Bourdieu menyebut beberapa jenis modal yang menjadi pertaruhan dalam arena yakni modal ekonomi, modal sosial, modal budaya dan modal simbolis. Menurut Bourdieu bahwa modal simbolis dimengerti tidak lepas dari kekuasaan

simbolis, yakni kekuasaan yang memungkinkan untuk

mendapatkan setara dengan apa yang diperoleh melalui kekuasaan fisik dan ekonomi berkat akibat khsus suatu mobilisasi. Modal ini bisa berupa rumah di daerah perumahan yang mahal, kantor di


(28)

41

pusat berdagangan, mobil dengan sopirnya. Modal-modal tersebut menurut Bourdieu semuanya dipertaruhkan dan diperebutkan di dalam arena.16 Maka modal simbolik adalah setiap spesies modal yang dipandang melalui skema klasifikasi, yang ditanamkan secara sosial.

2.5. Modal Spiritual

Menurut ( Zohar dan Marshall: 2004)17 spiritual capital adalah makna, tujuan, dan pandangan yang kita miliki bersama mengenai hal

yang paling berarti dalam hidup. Spiritual capital sebagai

penyemangat sekaligus kegelisahan, keprihatinan, kebutuhan dan pergulatan riil eksistensial manusia yang mendalam untuk melakukan sesuatu guna menjadikan hidup mengabdi menjadi tujuan penuh makna. Menurut Zohar dan Marshall aktualisasi diri berupa memaksimumkan penggunaan kemampuan, keahlian dan potensi justru memegang peranan penting dalam mengembangkan modal spiritual.

2.6. Modal Politik

Melihat perkembangan masyarakat dalam realita hidup bahwa modal politik Capital politic sebagai bagian dari suatu sistem produksi yang tentunya suatu cara berpikir yang dipengaruhi oleh

16

Pendapat Pirre Bourdieu yang ditampilkan oleh Mutahir dalam bukunya Intelektual kolektif Pierre Bourdieu, sebuah gerakan untuk melawan dominasi, (2011) hl. 69.


(29)

42

paradigma/cara berpikir itu. Sehingga dalam konteks ini definisi mengenai modal politik masih dimengerti dalam konteks modal sosial18. Modal politik seperti modal sosial melekat dalam hubungan antar-orang, yang dapat diperoleh melalui partisipasi masyarakat atau suka sukarela, yang ikut dalam kegiatan sosial,termasuk dalam organisasi sosial P3B, ikut terlibat dalam kegiatan organisasi kegerejaan, yang juga terlibat dalam kegiatan politik.

Peneliti mengacu pada apa yang dilkuakan oleh organisasi P3B gerakan sosial untuk transformasi Papua Barat ini mereka menggunakan modal-modal modal sosial yang ada dalam komunitas untuk menciptakan modal politik. Peneliti mendefinisikan modal politik dalam konteks ini kegiatan-kegiatan/aktivitas yang dilakukan kelompok P3B adalah bagian daripada modal politik.

Gerakan sosial ini bersifat modal sosial tetapi gerakan sosial ini menunjukan adanya suatu ideologi bagaimana hubungan antara modal sosial, ekonomi dan budaya dalam konteksnya. Menggunakan simbol-simbol kedaerahan dan nilai-nilai kristiani yang ditanamkan dan koneksi masyarakat adalah bagian daripada modal sosial yang ada dalam komunitas itu untuk menciptakan modal politik.

Adapun dalam penelitian ini kerangka pikir yang akan dikembangkan tergambar dibawah ini:

18

Pernyataan di atas mengikuti apa yang dikemukakan Lawang dalam bukunya kapital sosial dalam perspektif sosiologis (2005:35).


(30)

43

Gambar 1. 1. Kerangka Pikir

Sumber: Arsip P3B (2012) Gerakan Sosial

Papua pusakabangsa

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pemberdayaan

Pendidikan Kegiatan/Aktivitas

-Strategi Perjuangan -Aktor

-Trajectory -Habitus

-Isu yang diangkat -Modal/kapital -Modal Sosial

-Modal modal ekonomi -Modal budaya -Modal simbolik -Modal spiritual -Modal politik -Pencapain Perjuangan -Kondisi yang mempengaruhi dukungan -Kondisi yangmpengaruhi hambatan

-Relevansi gerakan sosial P3B dengan masalah pembangunan -Kesimpulan -Saran -Strategi Perjuangan -Aktor -Trajectory -Habitus

-Isu yang diangkat -Modal/kapital -Modal Sosial

-Modal modal ekonomi -Modal budaya -Modal simbolik -Modal spiritual -Modal politik -pencapain Perjuangan -Kondisi yang mempengaruhi dukungan

-Kondisi yang mempengaruhi hambatan

-Relevansi gerakan sosial P3B dengan masalah

pembangunan -Kesimpulan -Saran


(1)

38

sebuah kolaborasi sosial (koordinasi dan kooperasi) untuk

kepentingan bersama15.

Akhir dari ketiga definisi mendasar tersebut tidak membedakan

modal sosial yang berlainan tetapi ketiga merujuk pada modal sosial

yang mengikat yang artian ikatan dalam komunitas yang berlangsung

selama akitivitas dalam organisasi dan saling berinteraksi terhadap

satu sama lain. Jadi modal sosial adalah jaringan sosial yang

membentuk dan merupakan aset yang sangat bernilai sebuah jaringan

sosial memberikan koneksi antar kelompok dan antar individu ke

individu jadi membentuk konektifitas sosial atau kohesi sosial karena

mendorong orang untuk bekerjasama satu sama yang lain dalam

komunitasnya untuk menyukseskan tujuan yang ingin dicapai. Jadi

modal sosial termanifestasikan melalui hubungan-hubungan yang

merupakan sumber daya yang berguna dalam penentuan dan

reproduksi kedudukan sosial.

2.4.2.1. Modal Ekonomi

Dalam pemikiran ekonomi istilah modal pada awalnya berarti

sejumlah uang. Dalam pandangan Bourdieu bahwa modal ekonomi

menurutnya ‘modal ekonomi adalah akar dari semua jenis modal

lain’ ia mengingatkan pembaca bahwa modal adalah akumulasi

kerja dan ia tertarik pada bagaimana hal ini dapat dikombinasikan

dengan bentuk modal lain untuk menciptakan dan memproduksi

15

Copyright@2003,Institute For Research And Empowerment (IRE), Pemberdayaan Masyarakat Adat


(2)

39

ketimpangan. Selain berbicara modal budaya Bourdieu juga

berbicara modal ekonomi dan modal sosial, menurutnya bahwa keduanya diperoleh individu-individu dari jaringan relasi sosial

mereka. Berkaitan dengan modal ekonomi Bourdieu menjelaskan

bahwa modal ekonomi misalnya alat-alat reproduksi, mesin, tanah,

tenaga kerja, materi pendapatan dan benda-benda yang dihasilkan

melalui karya orang dan uang yang terakhir ini bisa digunakan

untuk segala tujuan dan itu biasanya diwariskan dari satu generasi

ke generasi berikut.

2.4.3.2. Modal Budaya

Menurut Bourdieu modal budaya adalah sebagai bentuk modal

simbolik, jauh lebih luas daripada konsep modal manusia yang

berkembang dalam wacana ekonomi. Budaya diartikan sebagai

keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan (belief)

manusia yang dihasilkan masyarakat. Modal budaya dalam

kondisi-kondisi tertentu dapat ditukar dengan kapital ekonomi dan dapat

dilembagakan dalam bentuk kualifikasi pendidikan. Modal budaya itu

wujud yang nyata dalam bentuk ijazah merupakan sertifikat yang

dipercayai orang sebagai kapital untuk bekerja. Artinya bahwa melalui

disertifikatkan itu mencerminkan sungguh-sungguh kemampuan

manusia dalam bentuk keahlian atau keterampilan. Seperti Mutahir

menampilkan pendapatnya Pierre Bourdieu Mutahir (2011:69), bahwa

modal budaya ialah keseluruhan kualifikasi intelektual yang diproduksi


(3)

40

misalnya ijazah, pengetahuan yang sudah diperoleh, kode-kode

budaya, cara berbicara, kemampuan menulis, cara pembawaan, tata karma atau sopan santun, cara bergaul dan sebagainya yang berperan

di dalam penentuan dan reproduksi kedudukan sosial.

2.4.4.3. Modal Simbolik

Modal simbolik menurut Bourdieu menunjuk pada kapital

apapun bentuknya sejauh dia terwakili, artinya secara simbolik

dimengerti dalam hubungannya dengan pengetahuan, atau lebih

tepatnya lagi dalam hubungan dengan penolakan atau penerimaan,

yang mengandaikan adanya intervensi habitus sebagai suatu

kapasitas kognitif yang dibentuk secara sosial, Bourdieu dalam

Lawang, (2005:23). Jadi apa yang dikemukakan pendapat Bourdieu

di atas bahwa modal simbolik menunjuk kepada penggunaan

simbol-simbol untuk melegitimasi kepemilikannya dalam berbagai

tingkatan. Baik di dalam organisasi, kelompok-kelompok sosial dari

level paling kecil sampai yang paling besar. Mereka memiliki simbol

sebagai identitas. Bourdieu menyebut beberapa jenis modal yang

menjadi pertaruhan dalam arena yakni modal ekonomi, modal

sosial, modal budaya dan modal simbolis. Menurut Bourdieu

bahwa modal simbolis dimengerti tidak lepas dari kekuasaan

simbolis, yakni kekuasaan yang memungkinkan untuk

mendapatkan setara dengan apa yang diperoleh melalui kekuasaan

fisik dan ekonomi berkat akibat khsus suatu mobilisasi. Modal ini


(4)

41

pusat berdagangan, mobil dengan sopirnya. Modal-modal tersebut

menurut Bourdieu semuanya dipertaruhkan dan diperebutkan di dalam arena.16 Maka modal simbolik adalah setiap spesies modal

yang dipandang melalui skema klasifikasi, yang ditanamkan secara

sosial.

2.5. Modal Spiritual

Menurut ( Zohar dan Marshall: 2004)17 spiritual capital adalah

makna, tujuan, dan pandangan yang kita miliki bersama mengenai hal

yang paling berarti dalam hidup. Spiritual capital sebagai

penyemangat sekaligus kegelisahan, keprihatinan, kebutuhan dan

pergulatan riil eksistensial manusia yang mendalam untuk melakukan

sesuatu guna menjadikan hidup mengabdi menjadi tujuan penuh

makna. Menurut Zohar dan Marshall aktualisasi diri berupa

memaksimumkan penggunaan kemampuan, keahlian dan potensi

justru memegang peranan penting dalam mengembangkan modal

spiritual.

2.6. Modal Politik

Melihat perkembangan masyarakat dalam realita hidup bahwa

modal politik Capital politic sebagai bagian dari suatu sistem produksi

yang tentunya suatu cara berpikir yang dipengaruhi oleh

16

Pendapat Pirre Bourdieu yang ditampilkan oleh Mutahir dalam bukunya Intelektual kolektif Pierre Bourdieu, sebuah gerakan untuk melawan dominasi, (2011) hl. 69.

17 Komunitas, jurnal pengembangan masyarakat Islam


(5)

42

paradigma/cara berpikir itu. Sehingga dalam konteks ini definisi

mengenai modal politik masih dimengerti dalam konteks modal sosial18. Modal politik seperti modal sosial melekat dalam hubungan

antar-orang, yang dapat diperoleh melalui partisipasi masyarakat atau

suka sukarela, yang ikut dalam kegiatan sosial,termasuk dalam

organisasi sosial P3B, ikut terlibat dalam kegiatan organisasi

kegerejaan, yang juga terlibat dalam kegiatan politik.

Peneliti mengacu pada apa yang dilkuakan oleh organisasi P3B

gerakan sosial untuk transformasi Papua Barat ini mereka

menggunakan modal-modal modal sosial yang ada dalam komunitas

untuk menciptakan modal politik. Peneliti mendefinisikan modal

politik dalam konteks ini kegiatan-kegiatan/aktivitas yang dilakukan

kelompok P3B adalah bagian daripada modal politik.

Gerakan sosial ini bersifat modal sosial tetapi gerakan sosial ini

menunjukan adanya suatu ideologi bagaimana hubungan antara

modal sosial, ekonomi dan budaya dalam konteksnya. Menggunakan

simbol-simbol kedaerahan dan nilai-nilai kristiani yang ditanamkan

dan koneksi masyarakat adalah bagian daripada modal sosial yang ada

dalam komunitas itu untuk menciptakan modal politik.

Adapun dalam penelitian ini kerangka pikir yang akan dikembangkan

tergambar dibawah ini:

18

Pernyataan di atas mengikuti apa yang dikemukakan Lawang dalam bukunya kapital sosial dalam perspektif sosiologis (2005:35).


(6)

43

Gambar 1. 1. Kerangka Pikir

Sumber: Arsip P3B (2012)

Gerakan Sosial

Papua pusakabangsa

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pemberdayaan

Pendidikan Kegiatan/Aktivitas

-Strategi Perjuangan -Aktor

-Trajectory -Habitus

-Isu yang diangkat -Modal/kapital -Modal Sosial

-Modal modal ekonomi -Modal budaya -Modal simbolik -Modal spiritual -Modal politik -Pencapain Perjuangan -Kondisi yang mempengaruhi dukungan -Kondisi yangmpengaruhi hambatan

-Relevansi gerakan sosial P3B dengan masalah pembangunan -Kesimpulan -Saran -Strategi Perjuangan -Aktor -Trajectory -Habitus

-Isu yang diangkat -Modal/kapital -Modal Sosial

-Modal modal ekonomi -Modal budaya -Modal simbolik -Modal spiritual -Modal politik -pencapain Perjuangan -Kondisi yang mempengaruhi dukungan

-Kondisi yang mempengaruhi hambatan

-Relevansi gerakan sosial P3B dengan masalah

pembangunan -Kesimpulan -Saran


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wirausaha Migran Makassar di Papua T2 092010004 BAB II

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Migran dalam Bingkai Orang Papua T2 092011007 BAB II

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gerakan Sosial Perkumpulan Papua Pusaka Bangsa (Pendidikan dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat)

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gerakan Sosial Perkumpulan Papua Pusaka Bangsa (Pendidikan dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat) T2 092010005 BAB I

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gerakan Sosial Perkumpulan Papua Pusaka Bangsa (Pendidikan dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat) T2 092010005 BAB IV

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gerakan Sosial Perkumpulan Papua Pusaka Bangsa (Pendidikan dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat) T2 092010005 BAB V

0 1 119

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gerakan Sosial Perkumpulan Papua Pusaka Bangsa (Pendidikan dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat) T2 092010005 BAB VI

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gerakan Sosial Perkumpulan Papua Pusaka Bangsa (Pendidikan dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat)

0 0 10

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Transmigrasi Lokal Pemerintah Provinsi Papua T2 BAB II

0 0 44

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Magister Manajemen Pendidikan Program Pascasarjana FKIPUKSW T2 BAB II

0 3 18