Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pendapatan dengan Tingkat
dari program keluarga berencana dan sebaliknya bagi yang berpendidikan rendah, mereka masih berprinsip banyak anak banyak
rejeki. Jadi, tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap partisipasi pasangan usia subur dalam program keluarga berencana.
Pendapatan juga berpengaruh terhadap partisipasi program keluarga berencana. Pendapatan yang rendah dapat berpengaruh
terhadap keikutsertaan pasangan usia subur dalam program keluarga berencana karena mereka beranggapan bahwa untuk membeli atau
memasang alat kontrasepsi memerlukan uang yang banyak, sedangkan uang yang mereka punya hanya bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari
saja. Keadaan sosial yang rendah juga dapat mempengaruhi partisipasi pasangan usia subur karena kurangnya informasi tentang program
keluarga berencana dan kurangnya sosialisasi tentang program keluarga berencana menghambat kesuksesan kegiatan keluarga
berencana. Pendapatan yang tinggi dan tingkat pendidikan yang tinggi
biasanya lebih memilih alat kontrasepsi yang bersifat semi permanen yaitu implantsusuk atau spiral, dibandingkan dengan pendapatan yang
rendah mereka lebih memilih menggunakan pil atau suntik. Mereka beranggapan bahwa memakai pil atau suntik lebih murah bila harus ke
dokter untuk memasang susuk atau spiral. Padahal apabila dihitung per tahunnya biaya dikeluarkan sama saja. Biaya yang dikeluarkan untuk
suntik yaitu Rp 25.000 untuk empat kali suntik setiap tahunnya dengan
jarak waktu tiga bulan, jika dihitung maka biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 100.000. Sedangkan untuk spiral sekali pasang
memerlukan biaya Rp 300.000 untuk 5 tahun sehingga biaya yg dikeluarkan tiap tahun yaitu Rp 60.000, impant sekitar Rp 300.000
untuk 3 tahun sehingga biaya per tahunnya sebesar Rp 100.000. Selain faktor pendapatan dalam pemilihan alat KB terdapat juga faktor cocok
atau tidaknya paangan usia subur dalam menggunakan alat KB. Rata- rata di Desa Menganti lebih memilih suntik karena menurut mereka
efek yang ditimbulkan tidak terlalu banyak.
77