hidroksil, tiga diantaranya adalah atom karbon primer C1’, C6 dan C6’ dan lima lainnya dalam ikatan sekunder Khan, 1979. Lindley 1987,
menyatakan bahwa rasa manis dari sukrosa tidak dapat konstan dikarenakan terjadinya reaksi inversi selama masa penyimpanan menjadi glukosa dan
fruktosa. Sebagai contoh, pada pH 2,5 sekitar lima puluh persen kandungan sukrosa terinversi setelah 25 hari pada suhu ruang. Selama terinversi,
intensitas kemanisan akan berubah. Hal ini disebabkan glukosa dan fruktosa yang merupakan hasil inversi sukrosa, merupakan gula pereduksi. Intensitas
kemanisan dari fruktosa cenderung sensitif terhadap suhu dan pH.
D. PENDUGAAN UMUR SIMPAN
Hine 1997, menyatakan bahwa istilah umur simpan mengandung pengertian tentang waktu antara saat produk mulai dikemas sampai dengan
mutu produk masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Ellis 1994, mengemukakan bahwa pengetahuan akan umur simpan pada produk pangan
sangatlah penting. Termasuk pula pada penanganan akan bahan pangan tersebut. Hal ini berarti pertumbuhan, pemasok bahan-bahan tambahan,
produsen, seluruh penjual, retail, dan konsumen temasuk didalamnya. Umur simpan pada produk pangan dapat diartikan sebagai waktu antara produksi dan
pengemasan produk dengan waktu saat produk mencapai titik tertentu yang tidak dapat diterima dibawah kondisi lingkungan tertentu.
Floros 1993, menyatakan umur simpan produk pangan dapat diduga dan kemudian ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan menggunakan dua
konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies
ESS dan Accelerated Storage Studies ASS. ESS yang sering juga disebut sebagai metoda konvensional adalah penentuan tanggal kadaluarsa
dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai
tingkat mutu kadaluarsa. Pendugaan umur simpan produk dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak
dapat lagi diterima oleh konsumen.
6
Selama penyimpanan dan distribusi, produk pangan terbuka pada kondisi lingkungan. Faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban,
kandungan oksigen, dan cahaya dapat memicu beberapa reaksi yang dapat menyebabkan penurunan mutu produk tersebut. Sebagai konsekuensi dari
mekanisme tersebut, produk pangan dapat ditolak oleh konsumen, atau dapat membahayakan orang yang mengkonsumsinya. Oleh karena itu, pemahaman
yang baik terhadap reaksi-reaksi yang dapat menyebabkan penurunan mutu produk pangan menempati prioritas untuk pengembangan prosedur spesifik
guna mengevaluasi umur simpan produk pangan. Perubahan secara kimiawi, fisik, dan mikrobial merupakan penyebab pada penurunan mutu produk
pangan Singh, 1994. Ellis 1994, menyatakan bahwa banyak komponen pada produk pangan mengalami perubahan karena oksigen. Kerusakan pada
lemak pada produk beremulsi menyebabkan ketengikan. Pigmen alami mengalami perubahan warna seperti pada saus tomat dari warna merah
menjadi kecoklatan. Arpah 2001, menyatakan bahwa penyimpangan mutu produk dari
mutu awalnya disebut sebagai deteriorasi. Produk pangan mengalami deteriorasi segera setelah diproduksi. Reaksi deteriorasi dimulai dari
persinggungan produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya, atau akibat perubahan suhu. Reaksi ini dapat juga diawali oleh hentakan mekanis seperti
vibrasi, kompresi dan abrasi. Lebih lanjut, Arpah 2001, menyatakan bahwa reaksi deteriorasi pada
produk pangan juga dapat disebabkan oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang selanjutnya akan memicu reaksi didalam produk berupa reaksi kimia,
enzimatis, atau lainnya seperti proses fisik dalam bentuk penyerapan uap air atau gas dari lingkungan. Hal ini akan meyebabkan perubahan-perubahan
terhadap produk yang meliputi perubahan tekstur, flavor, warna, penampakan fisik, nilai gizi, maupun mikrobiologis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas adalah keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme
berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, ukuran kemasan
7
dalam hubungannya dengan volume, kondisi atmosfer, terutama suhu dan kelembaban dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum
digunakan, serta kemasan keseluruhan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat Labuza,
1982. Metode Arrhenius merupakan pendugaan umur simpan dengan
menggunakan metode simulasi. Untuk menganalisa penurunan mutu dengan metode simulasi diperlukan beberapa pengamatan, yaitu harus ada parameter
yang diukur secara kuantitatif dan parameter tersebut harus mencerminkan keadaan mutu yang akan terjadi pada kondisi ini Syarif dan Halid, 1993.
Lebih lanjut Syarif dan Halid 1993 mengungkapkan dalam penentuan umur simpan, metode Arrhenius sangat baik untuk diterapkan dalam
penyimpanan produk pada suhu penyimpanan yang relatif stabil dari waktu ke waktu. Selanjutnya laju penurunan mutu ditentukan dengan persamaan
Arrhenius berdasarkan persamaan.
k = k
o
. e
-EaRT
keterangan : k
= Konstanta penurunan mutu k
o
= Konstanta tidak tergantung pada suhu E
a
= Energi aktivasi kalmol T
= Suhu mutlak K R
= Konstanta gas 1,986 kalmol K Interpretasi E
a
energi aktivasi dapat memberikan gambaran mengenai besarnya pengaruh temperatur terhadap reaksi. Nilai E
a
diperoleh dari slope grafik garis lurus hubungan ln K dengan 1T. Dengan demikian, energi
aktivasi yang besar mempunyai arti bahwa nilai ln K berubah cukup besar dengan hanya perubahan beberapa derajat dari temperatur. Dengan demikian,
nilai slope akan besar Arpah, 2001. Lebih lanjut, besarnya nilai energi aktivasi dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1. Kecil E
a
2-15 kkalmol, kerusakan produk diakibatkan karena kerusakan karatenoid, klorofil, atau oksidasi asam lemak.
8
2. Sedang E
a
15-30 kkalmol, kerusakan produk diakibatkan karena kerusakan vitamin, kerusakan pigmen yang larut air dan reaksi Mailard.
3. Besar E
a
50-100 kkalmol, kerusakan produk diakibatkan karena denaturasi enzym, inaktivasi mikroba dan sporanya.
Labuza 1982, menyatakan penilaian tentang umur simpan dapat dilakukan pada kondisi dipercepat accelerated shelflife test yang selanjutnya
dapat memprediksi umur simpan yang sebenarnya. Metode ini dapat dilakukan dengan mengkondisikan bahan pangan pada suhu dan kelembaban relatif yang
tinggi sehingga kadar air kritis lebih cepat tercapai. Penentuan umur simpan dengan metode Arrhenius termasuk kedalam metode akselerasi ini
Semakin sederhana model yang digunakan untuk menduga umur simpan, maka semakin banyak asumsi yang dipakai. Asumsi-asumsi yang
digunakan dalam pendugaan metode Arrhenius adalah : 1.
Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja. 2.
Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu. 3.
Proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat proses-proses yang terjadi sebelumnya.
4. Suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap.
9
III. METODOLOGI PENELITIAN