5
Definisi 2.15 Matriks blok segi Misalkan M adalah sebuah matriks blok.
Matriks M disebut matriks blok segi jika a M adalah sebuah matriks segi,
b blok-bloknya membentuk matriks segi, c blok-blok diagonalnya juga merupakan
matriks-matriks segi. [Lipschutz et al., 2002]
Definisi 2.16 Matriks blok segitiga atas Matriks A adalah matriks blok segitiga
atas jika A adalah matriks blok segi dengan
blok-blok di bawah diagonalnya adalah blok nol.
[Lipschutz et al., 2002]
Teorema 2.9 Determinan matriks blok segitiga atas
Misalkan M adalah matriks blok segitiga
atas dengan
blok-blok diagonal
1 2
, ,
,
n
A A A , maka
1 2
det det
det det
n
= A
A A
A .
[Lipschutz et al., 2002]
Teorema 2.10 Aturan Cramer
Jika =
Ax b adalah suatu sistem dari n
persamaan linear
dengan n
variabel sedemikian rupa sehingga det
≠ A
, maka sistem ini memiliki solusi yang unik.
Solusinya adalah
1 2
1 2
det det
det ,
, ,
det det
det
n n
x x
x =
= =
A A
A A
A A
dengan
j
A adalah matriks yang diperoleh
dengan mengganti unsur-unsur kolom ke-j
dari A dengan unsur-unsur pada matriks b.
[Anton Rorres, 2004]
Bukti:
Lihat [Anton Rorres, 2004] halaman
123−124.
2.3 Persamaan Beda Definisi 2.17
Persamaan beda homogen berordo dua dengan koefisien konstan memiliki bentuk
2 1
n n
n
ay by
cy
+ +
+ +
= 0, 1, 2,
n =
Solusi persamaan beda di atas adalah sembarang barisan
n
y yang memenuhi
persamaan tersebut. [Farlow, 1994]
Definisi 2.18 Dua barisan bebas linear
Dua barisan
n
u dan
n
v dengan
n ≥
adalah bebas linear jika {0, 1, 2,
}, n
∀ ∈
n n
Au Bv
A B
+ =
= = .
[Farlow, 1994]
Teorema 2.11
Misalkan
n
u dan
n
v adalah dua solusi
bebas linear
dari
2 1
n n
n
ay by
cy
+ +
+ +
= 0, 1, 2,
n =
, maka setiap solusi
n
w dari persamaan di atas dapat dinyatakan
sebagai
1 2
n n
n
w c u
c v =
+ dengan
1
c dan
2
c adalah konstanta. Barisan
n
u dan
n
v disebut solusi dasar
dari persamaan beda tersebut, sedangkan barisan
n
w disebut solusi umum persamaan
beda tersebut. [Farlow, 1994]
Bukti:
Lihat [Farlow, 1994] halaman 402.
6
Teorema 2.12
Solusi umum dari persamaan beda
2 1
n n
n
ay by
cy
+ +
+ +
= 0, 1, 2,
n =
bergantung pada dua buah akar
1
r dan
2
r dari persamaan karakteristik
2
ar br
c +
+ = . Untuk kasus
1
r dan
2
r adalah dua bilangan real berbeda, maka solusi umum
persamaan beda di atas adalah
1 1 2 2
n n
n
y c r
c r =
+ 0, 1, 2,
n =
dengan
1
c dan
2
c adalah konstanta. [Farlow, 1994]
2.4 Teori Bilangan Definisi 2.19 Keterbagian
Misalkan diberikan dua buah bilangan bulat x dan y. Bilangan bulat y dikatakan
membagi x, notasi:
| y x , jika ada bilangan
bulat q sedemikian sehingga x yq
= .
[Biggs, 1990]
Definisi 2.20 Kekongruenan
Misalkan
1
x dan
2
x adalah bilangan- bilangan bulat serta m adalah bilangan bulat
positif. Bilangan bulat
1
x dikatakan kongruen ke
2
x modulo m, notasi:
1 2
mod x
x m
≡ , jika
1 2
| m x
x −
. [Biggs, 1990]
Teorema 2.13 Algoritma pembagian
Jika diberikan bilangan bulat a dan bilangan bulat positif b, maka ada bilangan-
bilangan bulat q dan r sedemikian sehingga a
bq r
= + dan 0
r b
≤ .
[Biggs, 1990]
Bukti:
Lihat [Biggs, 1990] halaman 14–15.
III PEMBAHASAN
Di bab ini, akan dibuktikan beberapa teorema yang berkaitan dengan evaluasi
determinan matriks rekursif A. Untuk keper-
luan tersebut, akan didefinisikan barisan bilangan bulat
α sebagai
1 2
3 1
, ,
,
i i
α α
α α α
≥
= =
serta matriks
, 1
, i j
i j n
a
≤ ≤
= A
sebagai matriks rekursif berukuran n yang unsur-unsurnya
memenuhi
, 1,
1 1,
, untuk 2 ,
i j i
j i
j
a a
a i j
n
− −
−
= +
≤ ≤ 3.1
dengan syarat-syarat awal
1,
, untuk 1
j j
a j
n α
= ≤
≤ 3.2
dan
,1 1
1 , untuk 2
i
a i
d i
n α
= +
− ≤ ≤ 3.3
Persamaan 3.2 dan Persamaan 3.3 menunjukkan bahwa baris dan kolom pertama
matriks A didefinisikan berdasarkan suku-
suku barisan α , serta berfungsi sebagai
syarat-syarat awal dari Persamaan Rekursif 3.1.
Untuk memudahkan dalam menghitung
nilai determinan matriks A tersebut, maka sebagai langkah awal matriks A difaktorisasi
menjadi =
A LB . Teorema berikut ini
memberikan jaminan bahwa faktorisasi yang dimaksud bisa dilakukan.
7
Teorema 3.1
Misalkan d adalah suatu bilangan bulat
taknol. Matriks A dapat difaktorisasi menjadi
= A
LB , dengan
, 1
, i j
i j n
l
≤ ≤
= L
adalah matriks yang unsur-unsurnya didefinisikan
sebagai
, 1,
1 1,
, untuk 2 ,
i j i
j i
j
l l
l i j
n
− −
−
= +
≤ ≤
3.4 dengan syarat-syarat awal
1,
0, untuk 2
j
l j
n =
≤ ≤
3.5 dan
,1
1, untuk 1
i
l i
n =
≤ ≤ 3.6 serta
, 1
, i j
i j n
b
≤ ≤
= B
adalah matriks yang unsur-unsurnya didefinisikan sebagai
, 1,
1
, untuk 2 ,
i j i
j
b b
i j n
− −
= ≤
≤ 3.7
dengan syarat-syarat awal
1,
, untuk 1
j j
b j
n α
= ≤
≤ 3.8
2,1
b d
= 3.9
dan
,1
0, untuk 3
i
b i
n =
≤ ≤ 3.10
Bukti:
Menurut Definisi 2.2, unsur-unsur matriks
, 1
, i j
i j n
x
≤ ≤
= LB
memenuhi
, ,
, 1
n i j
i k k j
k
x l b
=
= 3.11
Cukup dibuktikan bahwa
, ,
i j i j
x a
= untuk
1 ,
i j n
≤ ≤ .
Untuk kasus 1
i = , Persamaan 3.11
menjadi
1, 1,
, 1,1 1,
1, ,
1 2
=
n n
j k
k j j
k k j
k k
x l b
l b l b
= =
= +
3.12 Dari Persamaan 3.5, Persamaan 3.6,
Persamaan 3.8, serta dengan menggunakan Teorema 2.1a, maka Persamaan 3.12 akan
menjadi
1, ,
2
= 1 =
n j
j k j
j j
k
x b
α α
α
=
⋅ +
⋅ + =
3.13 Karena Persamaan 3.2, maka Persamaan
3.13 akan menjadi
1, 1,
j j
x a
= 3.14
Untuk kasus
1 j
= dan
2 i
n ≤ ≤ ,
Persamaan 3.11 menjadi
,1 ,
,1 ,1 1,1
,2 2,1 ,
,1 1
3
=
n n
i i k
k i
i i k
k k
k
x l b
l b l b
l b
= =
= +
+ 3.15
Dari Persamaan 3.4, Persamaan 3.6, Persamaan 3.8, Persamaan 3.9, Persamaan
3.10, serta dengan menggunakan Teorema 2.1a, maka Persamaan 3.15 akan menjadi
,1 1
1,1 1,2
, 3
1 1,1
1,2 1
1,1 1,2
= 1 3.16
n i
i i
i k k
i i
i i
x l
l d
l l
l d
l l
d α
α α
− −
= −
− −
−
⋅ +
+ +
⋅ =
+ +
+ =
+ +
a Untuk kasus 2
i = , Persamaan 3.16 akan
menjadi
2,1 1
1,1 1,2
x l
l d
α =
+ +
3.17 Karena Persamaan 3.5 dan Persamaan
3.6, maka Persamaan 3.17 akan menjadi
2,1 1
1 1
1 0 =
= 2 1
x d
d d
α α
α =
+ +
+ +
− 3.18
b Untuk kasus
3 i
n ≤ ≤
, dengan
menggunakan Persamaan 3.4 secara berulang, maka Persamaan 3.16 akan
menjadi
,1 1
1,1 2,1
2,2 1
1,1 2,1
3,1 3,2
1 1,1
2,1 2,1
2,2
= setelah - 3 iterasi
=
i i
i i
i i
i i
i i
x l
l l
d l
l l
l d
n l
l l
l d
α α
α
− −
− −
− −
− −
−
+ +
+ =
+ +
+ +
= +
+ +
+ +
3.19
8 Dari Persamaan 3.4, Persamaan 3.5,
dan Persamaan 3.6, maka Persamaan 3.19 akan menjadi
,1 1
1,1 1,2
2 suku 1
1
= 1 1
1 =
2 1 0 =
1
i i
x l
l d
i d
i d
α α
α
−
+ + +
+ + +
+ −
+ +
+ −
3.20 Karena Persamaan 3.3, Persamaan 3.18,
dan Persamaan 3.20, maka untuk kasus 1
j = dan 2
i n
≤ ≤ diperoleh
,1 1
,1
1
i i
x i
d a
α =
+ −
= 3.21
Untuk kasus 2 ,
i j n
≤ ≤
, Persamaan 3.11 menjadi
, ,1 1,
, ,
2
=
n i j
i j
i k k j
k
x l b
l b
=
+ 3.22
Dari Persamaan 3.4, Persamaan 3.6, Persamaan 3.7, Persamaan 3.8, serta
dengan menggunakan Teorema 2.1b dan Teorema 2.1c, maka Persamaan 3.22 akan
menjadi
, 1,
1 1,
, 2
1, 1
, 1,
, 2
2 1,
1 ,
1, ,
1,1 1, 2
1 1,
1 1,
1 1,
, 2
1 1
1, ,
1 1,
, 1
1
= 1 +
+ +
1 +
n i j
j i
k i
k k j
k n
n j
i k
k j i
k k j
k k
n n
j i
k k j
i k
k j i
j k
k n
n j
i k
k j
i k
k j j
k k
n i
k k j
i k
k j k
k
x l
l b
l b
l b
l b
l b
l b
l b
l b
l b
l b
α α
α α
α
− −
− =
− −
− =
= −
− −
− =
= −
− −
− −
= =
− −
− −
= =
⋅ +
+ =
+ =
+ −
= +
− ⋅ =
3.23
n
Menurut definisi matriks L,
1, i
n
l
−
= , sehingga Persamaan 3.23 akan menjadi
, 1,
, 1
1, ,
1 1
+
n n
i j i
k k j
i k
k j k
k
x l
b l
b
− −
− =
=
= 3.24
Karena Persamaan 3.11, maka Persamaan 3.24 akan menjadi
, 1,
1 1,
i j i
j i
j
x x
x
− −
−
= +
3.25 Persamaan 3.25 adalah persamaan yang
mendefinisikan secara rekursif unsur-unsur
matriks LB dengan syarat-syarat awal:
Persamaan 3.13 dan Persamaan 3.20. Hal tersebut analog dengan definisi matriks
rekursif A.
Jadi, berdasarkan
Persamaan 3.14,
Persamaan 3.21, dan Persamaan 3.25 terbukti bahwa
= A
LB .
Ilustrasi Teorema 3.1 dapat dilihat di Lampiran 2. Selanjutnya, Teorema 3.1 akan
mengakibatkan kondisi berikut.
Akibat 3.2
Untuk matriks-matriks
A dan
B
sebagaimana disebutkan dalam Teorema 3.1, maka det
det =
A B .
Bukti: Dari Teorema 3.1, matriks A dapat
dinyatakan sebagai faktorisasi LB. Akibatnya,
menurut Teorema 2.8 akan diperoleh det
det det det
= =
A LB
L B 3.26
Perhatikan bahwa L adalah matriks
segitiga bawah satuan, yaitu matriks segitiga bawah yang semua unsur diagonal utamanya
bernilai 1. Karena menurut Teorema 2.4, det
1 =
L , maka Persamaan 3.26 akan
menjadi det
1 det det
= ⋅ =
A B
B
Selanjutnya akan dipergunakan notasi D
n untuk menyatakan determinan matriks A
yang berukuran n. Karena Akibat 3.1, Dn bisa dipandang pula sebagai determinan
matriks B yang berukuran n. Hasil yang
terakhir inilah yang akan dipergunakan pada bahasan selanjutnya.
9 Jika barisan
α didefinisikan lebih spesifik, maka akan diperoleh nilai Dn yang lebih
spesifik pula. Untuk itu, analisis akan dilakukan melalui empat barisan bilangan
bulat yang akan menggantikan barisan α .
Berikut ini adalah salah satu barisan bilangan bulat yang dimaksud.
Definisi 3.1 Barisan
k
ω
Untuk suatu bilangan bulat positif k, barisan
k
ω didefinisikan sebagai
1 suku
2 suku suku
1,1, ,1, 0, 0,
, 0 ,1,1, ,1 3.27
k k
i i n
k n
k k
n ω
ω
≤ ≤ −
= =
Sekarang, jika
k
n α
ω =
maka Persamaan 3.8 akan menjadi
1,
, untuk 1
k j
j
b j
n ω
= ≤
≤ 3.28
Tapi berdasarkan Persamaan 3.27, maka Persamaan 3.28 dapat dinyatakan pula
sebagai
1,
1, untuk 1 atau
1 0, selainnya
j
j k
n k
j n
b ≤
≤ − + ≤
≤ =
3.29 Sedangkan, jika
1 d
= maka Persamaan 3.9 akan menjadi
2,1
1 b
= 3.30
Dengan demikian, unsur-unsur matriks B pada
kasus ini didefinisikan secara rekursif oleh Persamaan 3.7 dengan syarat-syarat awal:
Persamaan 3.29, Persamaan 3.30, dan Persamaan 3.10.
Teorema berikut ini akan menjelaskan bahwa untuk kasus
k
n α
ω =
dan 1
d = ,
D n dapat dinyatakan sebagai persamaan
rekursif tertentu, asalkan dipenuhi k
n 3
.
Teorema 3.3
Pada Teorema 3.1, jika
k
n α
ω =
dan
1 d
= , maka 1
1
1
− −
− =
+
k n
D n
D
k
, k
n 3
3.31
Bukti:
Misalkan k
n 3
. Misalkan pula matriks
, 1
, i j
i j n
u
≤ ≤
= U
, matriks
, 1
, i j
i j n
b
≤ ≤
= B
, dan
matriks
, 1
, i j
i j n
l
≤ ≤
= L
berturut-turut didefinisikan oleh
,
1, untuk 1, untuk 1
dan 2
0, selainnya
i j
i j
u i
k j
n k
i =
= − ≤ ≤
= − +
3.32
, ,
1, untuk 1 dan
2 1
1 0, untuk ,
, 1
, selainnya
i j i j
i k
n k
i j
n k
i b
i j n
k n k
b ≤ ≤
− + − ≤
≤ − + − =
= −
− −
3.33
dan
,
1, untuk atau
, 1,
1 1, untuk ,
, 1
0, selainnya
i j
i j
i j n
n k
l i j
n n k
= =
− − −
= −
= − −
3.34
Sekarang akan dibuktikan bahwa matriks
B dapat difaktorisasi menjadi
= B
UBL .
Dari Persamaan 3.32, Persamaan 3.34, serta dengan menggunakan Definisi 2.6,
matriks U dan matriks L berturut-turut dapat
pula dinyatakan sebagai
, 2
1 k
i n k i
i −
+ =
= − U
I e
3.35 dan
1, 1
, 1
n n k
n n k −
− − − −
= + −
L I
e e
3.36 Selanjutnya,
dengan menggunakan
Persamaan 3.35 dan Persamaan 3.36 akan diperoleh
10
, 2
1, 1
, 1
1 ,
2 1,
1 ,
1 1
, 2
1, 1
, 1
1 k
i n k i
n n k
n n k i
k i n
k i n
n k n n k
i k
i n k i
n n k
n n k i
− +
− − −
− − =
− +
− − −
− − =
− +
− − −
− − =
= −
+ −
= −
⋅ +
− =
− ⋅
+ −
UBL I
e B I
e e
IB e
B I
e e
B e
B I
e e
3.37 Perhatikan bahwa menurut Persamaan
3.33, definisi matriks B pada kasus ini, serta