PENGGUNAAN KONSORSIUM BAKTERI ENDOFIT DAN PUPUK FOSFAT PADA TANAMAN SAMBILOTO

percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok, terdiri dari 9 perlakuan, faktorial dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah konsorsium bakteri endofit KBE yaitu 1 tanpa konsorsium bakteri endofit, 2 konsorsium bakteri endofit 20CD, dan 3 konsorsium bakteri endofit 20BB. Faktor kedua adalah dosis pupuk P yaitu a tanpa pupuk P, b 27 kg ha -1 P 2 O 27 kg ha -1 SP-36, dan c 54 kg ha -1 P 2 O 150 kg ha -1 SP-36. Persiapan lahan dan penanaman Petakan dibuat dengan ukuran 4 m x 2 m = 8 m 2 sebanyak 27 petak yang terbagi dalam 3 ulangan, masing-masing ulangan ada 9 petak sesuai perlakuan. Jarak petak dalam ulangan dan jarak antar ulangan 1 m, serta jarak tanamnya adalah 40 cm x 60 cm. Penanaman dilakukan setelah benih disemaikan terlebih dahulu selama ± 1 bulan, kemudian dipindahkan kedalam polibag selama ± 1 bulan. Bibit ditanam sebanyak 25 tanaman petak -1 . Seminggu sebelum bibit ditanam lubang tanam terlebih dahulu diberi pupuk kandang sebanyak 0.25 kg lubang -1 . Persiapan pemupukan Dosis P yang dipergunakan sesuai dengan standar operasional prosedur yang dihasilkan oleh Balittro. Dosis 27 kg ha -1 75 kg ha -1 SP-36 adalah 0.5 dari dosis SOP dan dosis 54 kg ha -1 P 150 kg ha -1 SP-36 sesuai SOP Yusron et al. 2005. Pupuk P dalam bentuk SP-36 diberikan sesuai perlakukan pada saat tanam. Urea diberikan dengan dosis 200 kg ha -1 yaitu ½ dosis diberikan pada saat tanaman berumur 4 MST dan dan ½ dosis lagi pada saat tanaman berumur 8 MST, serta KCl pada saat tanaman berumur 1 BST. Pengamatan dan panen Paramater yang diamati meliputi pertumbuhan tanaman yaitu tinggi tanaman, dan jumlah cabang primer dimulai 2-14 MST. Komponen hasil yang diukur antara lain bobot segar dan kering tajuk dan akar tanaman, nisbah daun batang -1 NDB, serapan hara N, P, dan K, kadar dan produksi andrografolid serta karakterisasi bakteri endofit. Karakter fisiologi yang diamati adalah laju asimilasi bersih LAB, laju tumbuh relatif LTR, nisbah luas daun NLD, luas daun LA dan indeks luas daun ILD. Kadar andrografolid yang diukur pada umur 8 MST fase vegetatif dan 14 MST mulai fase generatif menggunakan High Performance Liquid Chromatography HPLC di laboratorium Biofarmaka Institut Pertanian Bogor. Bakteri endofit diidentifikasi di laboratorium Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology ICBB, Bogor. Tanaman dipanen 4 kali yaitu pada umur 8, 10, 12, dan 14 MST. Aplikasi konsorsium bakteri endofit Konsorsium bakteri endofit diperbanyak dengan media TSA selama 2x24 jam. Suspensi bakteri endofit diberikan sesuai perlakuan dengan kepadatan populasi 10 10 cfu ml -1 sebanyak 100 ml tan -1 dimulai pada tanaman berumur 3 MST, dengan frekuensi 5 kali dan selang waktu 2 minggu yaitu pada tanaman berumur 3, 5, 7, 9, dan 11 MST. Cara aplikasi dengan menyemprotkan ke daun dan disiram ke tanah masing-masing sebanyak 50 ml. Analisis data Pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati dilakukan dengan menggunakan analisis ragam, selanjutnya menggunakan DMRT pada taraf 5. Karakterisasi konsorsium bakteri endofit Hasil identifikasi bakteri endofit menunjukkan bahwa bakteri yang menyusun konsorsium 20CD dan 20BB didominasi oleh golongan Bacillus sp. Hasil dan Pembahasan Kondisi lingkungan pada saat percobaan Kondisi lingkungan yang diamati antara lain pH tanah tempat percobaan adalah 5.5 tergolong tanah masam dengan kadar P tersedia 4.21 ppm termasuk katagori rendah, sehingga perlu dilakukan pemupukan P agar kebutuhan P untuk pertanaman sambiloto tercukupi. Temperatur cukup tinggi berkisar 32-35 º C dan curah hujan sangat sedikit Tabel 5.1. Pada saat pelaksanaan percobaan ini kondisi cuaca cukup ekstrim yaitu terjadi kemarau panjang, hujan terjadi hanya beberapa hari sebelum panen dengan intensitas yang sangat rendah. Pemilihan lokasi ini memang diarahkan terutama pada tanah-tanah yang mempunyai kandungan P rendah, untuk melihat respon dan efisiensi pemupukan P dan pemberian bakteri endofit. Tabel 5.1. Kondisi lingkungan tempat percobaan di lapang Jenis pengujian Hasil pengujian Keterangan P total P tersedia ppm C-org N-total 0.067 4.21 1.91 0.20 Rendah Rendah Rendah Rendah Suhu o C 32-35 Cukup tinggi CH mmhari - Kemarau panjang pH 5.27 Masam Pola pertumbuhan tanaman sambiloto Pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman dan jumlah cabang primer yang diamati mulai dari tanaman berumur 2-14 MST. Pola pertumbuhan tanaman secara umum untuk semua perlakuan menunjukkan hal yang sama yaitu terjadi peningkatan hingga umur 14 MST, meskipun sudah mencapai proses awal generatif tanaman. Pemberian bakteri endofit dan pupuk P menunjukkan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah cabang yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Keragaan pertanaman sambiloto di lapang pada umur 8 dan 14 MST terdapat pada Gambar 5.2. Pertumbuhan tanaman pada 8 dan 14 MST Pertumbuhan tanaman sambiloto berumur 8 MST masih pada fase vegetatif. Hasil analisis ragam pada pada fase ini menunjukkan pemberian bakteri endofit dan pupuk P belum memberikan pengaruh nyata bagi pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah cabang primer tetapi sebaliknya untuk luas daun meningkat secara nyata dibandingkan kontrol. Pada tanaman berumur 14 MST, pemberian bakteri endofit memberikan pengaruh nyata dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi dan jumlah cabang primer maupun luas daun, sedangkan pemberian pupuk P hanya berpengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah cabang primer tanaman sambiloto. Kedua faktor tersebut antara bakteri endofit dan pupuk P tidak menunjukkan pengaruh interaksi terhadap pertumbuhan tanaman Tabel 5.2. Keragaan tanaman sambiloto umur 8 dan 14 MST terdapat pada Gambar 5.1 dan pengaruh perlakuan terhadap perakaran terdapat pada Gambar 5.2. A B Gambar 5.1. Keragaan Tanaman Sambiloto di Lapang pada umur 8 A dan 14 B MST Gambar 5.2. Pengaruh pemberian konsorsium bakteri endofit dan P terhadap perakaran tanaman sambiloto berumur 14 MST M0P0=kontrol M1P0=20CD M1P0=20BB M0P1=27 kg ha -1 P M1P1=20CD+27 kg ha -1 P M1P1=20BB+27 kg ha -1 P- M0P2=54 kg ha -1 P M1P2=20CD+54 kg ha -1 P M1P2=20BB+54 kg ha -1 P Bakteri endofit yang diberikan kedalam tanah maupun yang disemprotkan ke daun dapat berkembang dengan baik dan berkompetisi dengan bakteri yang lain, sehingga bertahan hidup dan berkembang, dengan demikian bakteri tersebut dapat berperan sesuai dengan fungsinya. Peranan bakteri endofit dalam memacu pertumbuhan tanaman, nampak berimplikasi pada terjadinya peningkatan tinggi tanaman dan jumlah cabang primer. Bakteri pemicu pertumbuhan secara langsung memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan mengubah fisiologi tanaman termasuk regulasi tekanan osmotik, perubahan respon stomata, penyesuaian dalam ukuran dan morfologi akar, modifikasi akumulasi nitrogen, dan peningkatan serapan hara tertentu Compant et al. 2005. Peningkatan pertumbuhan tanaman yang diaplikasikan bakteri endofit selain menghasilkan fitohormon diduga karena kemampuannya menyuplai hara baik unsur N, P maupun unsur-unsur lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Bakteri endofit sebagai penyuplai hara N diperoleh melalui mekanisme fiksasi N dari udara Asis et al. 2004. Adapun mekanisme ketersediaan N dari M2P0 M2P2 M2P1 M1P0 M1P2 M1P1 M0P0 M0P1 M0P2 udara bagi tanaman adalah hasil kerja enzim nitrogenase yang terkandung di dalam sel bakteri yang memfiksasi N 2 tersebut. Bakteri dengan bantuan enzim tersebut, 78 N yang berada di udara direduksi menjadi bentuk N yang tersedia bagi tanaman Postgate 1998. Bakteri endofit yang dapat memfiksasi N 2 telah banyak diisolasi dari batang tanaman tebu seperti Gluconacetobacter diazotrophicus, Herbaspirillum rubrisubalbicans Asis et al 2004; Lysinibacillus sp. Reghuvaran et al. 2012. Tabel 5.2. Pengaruh konsorsium bakteri endofit dan P terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah cabang primer tanaman sambiloto pada umur 8 dan 14 MST Perlakuan 8 MST 14 MST Luas daun cm 2 tan -1 Tinggi tanaman cm Jumlah Cabang Luas daun cm 2 tan -1 Tanpa KBE 1058.9 b 58.5 b 51.1 b 3140.8 b 20CD 1267.4 a 61.6 a 57.2 a 3547.6 a 20BB 1369.8 a 62.0 a 57.6 a 3140.8 b Tanpa P 1094.2 b 59.3 a 51.5 b 2844.6 b 27 kgha P 1246.6 ab 60.8 a 55.9 a 3238.1 a 54 kgha P 1355.4 a 62.0 a 56.5 a 3563.6 a KK 12.4 15.9 11.5 17.8 Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata dengan DMRT 5. Sumbangan P dari bakteri tersebut melalui mekanisme pelarutan hara P yang ada didalam tanah dari bentuk tidak tersedia menjadi bentuk tersedia bagi tanaman. Hal tersebut dapat terjadi melalui mekanisme yaitu sel-sel bakteri mengsekresikan asam-asam organik yang dapat melepaskan ikatan-ikatan di dalam koloid tanah Bardiya dan Gaur 1972. Mekanisme lainnya yaitu proses mineralisasi merupakan mekanisme ketersediaan hara secara tidak langsung, bakteri mati dan terjadi mineralisasi dari bakteri tersebut, sehingga unsur hara yang dibutuhkan tanaman menjadi tersedia Hurek dan Hurek 1998. Beberapa hasil penelitian telah mengisolasi bakteri endofit sebagai pelarut fosfat Panhwar 2009; Xinxian 2010; Hussain et al. 2013. Kondisi kandungan hara P total maupun yang tersedia pada lahan percobaan rendah sehingga adanya penambahan bakteri maupun P, menyebabkan tanaman lebih cepat merespon. Penggunaan pupuk P meningkatkan jumlah cabang dan luas daun tanaman. Menurut Gardner et al. 1985 bahwa P merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan jumlah cabang dan pertumbuhan vegetatif tanaman. Pemberian P dosis 54 kg ha -1 , tanaman memberikan respon yang sama dengan pemberian P dengan dosis 27 kg ha -1 . Hal tersebut diduga pada dosis P rendah, tanaman masih mampu beradaptasi dengan lingkungan untuk mempertahankan hidupnya melalui mekanisme internal berkaitan dengan penggunaan P oleh jaringan tanaman yaitu kemampuan tanaman untuk memanfaatkan P dengan efisien, dan memobilisasi P dari jaringan yang tidak lagi aktif bermetabolisme Peng dan Ismail 2004 dalam Sopandie 2006. Selain itu diduga bahwa pada dosis 54 kg ha -1 P merupakan dosis berlebih sehingga tidak efisien lagi dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman sambiloto. Karakter fisiologis tanaman Karakter fisiologis tanaman sambiloto diukur dengan parameter antara lain laju tumbuh relatif LTR, laju asimilasi bersih LAB, nisbah luas daun NLD, dan indeks luas daun ILD. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsorsium bakteri endofit atau pupuk P nyata meningkatkan karakter fisiologi tanaman sambiloto Tabel 5.3, dan tidak terdapat pengaruh interaksi antara konsorsium bakteri dan pupuk P terhadap tanaman. Tabel 5.3. Pengaruh bakteri endofit dan P terhadap karakter fisiologis tanaman sambiloto umur 14 MST Perlakuan ILD NLD cm g -1 LTR 12-14 MST g hari -1 LAB 12-14 MST g cm 2-1 hari -1 Tanpa KBE 1.28 b 30.64 a 0.03 b 0.0010 b 20CD 1.48 a 30.82 a 0.05 a 0.0015 a 20BB 1.23 b 24.67 b 0.04 ab 0.0015 a Tanpa P 1.18 b 29.39 a 0.03 b 0.0012 b 27 kg ha -1 P 1.35 ab 28.37 a 0.04 ab 0.0015 a 54 kg ha -1 P 1.46 a 28.38 a 0.05 a 0.0016 a KK 16.54 18.23 26.05 15.55 Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata dengan DMRT 5, Laju tumbuh relatif LTR menggambarkan produksi bahan kering tiap harinya, dan jika LTR tinggi maka hasil fotosintesis juga akan tinggi. Tabel 5.3 menunjukkan hanya bakteri endofit 20CD atau pemberian P dengan dosis 54 kg ha -1 yang mampu meningkatkan LTR secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Adanya hormon yang terkandung didalam bakteri endofit yang membantu dalam pembelahan dan pemanjangan sel dan peranan P yang sangat dibutuhkan dalam proses fotosintesis dan ketersediaan energi dalam proses tersebut dapat mendorong pertumbuhan lebih cepat sehingga menghasilkan produksi bahan kering tinggi. Laju asimilasi bersih LAB merupakan suatu pengukuran efisiensi tanaman dalam menggunakan CO 2 dan hara tersedia dalam akumulasi bahan kering yang digambarkan dengan bobot kering tajuk -1 luas daun -1 hari produksi bahan kering per satuan luas daun tiap harinya. Konsorsium bakteri endofit atau dosis P nyata meningkatkan LAB dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut berhubungan dengan produksi tajuk kering yang dihasilkan juga meningkat. Hubungan LTR dan LAB berbanding lurus sehingga bila LTR meningkat maka LAB juga akan meningkat, dan sebaliknya Shamsuddin dan Paul 1988. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian Kuhlase et al. 2009 pada tanaman kentang. Nisbah Luas Daun NLD menggambar perbandingan luas daun dengan bobot kering tajuk. Hanya konsorsium bakteri endofit 20BB nyata menurunkan NLD baik terhadap kontrol maupun 20CD. Pemberian P tidak memberikan pengaruh terhadap NLD. Efisiensi yang rendah dalam menghasilkan bahan kering tanaman ditunjukkan oleh NLD yang tinggi yang disebabkan peningkatan umur daun dan jumlah luas permukaan daun yang aktif dalam berfotosintesis Guritno dan Sitompul 1995. NLD juga menunjukkan ketebalan daun jika NLD rendah berarti ketebalan daun tanaman lebih tinggi. Konsorsium 20BB dan pupuk P menghasilkan NLD rendah, dengan demikian ketebalan daunnya lebih tinggi. Indeks Luas Daun ILD menggambarkan perbandingan luas daun dengan jarak tanam. Hasil penelitian ini menunjukkan hanya konsorsium bakteri endofit 20CD dan pupuk P dengan dosis 54 kg ha -1 P nyata meningkat dibandingkan dengan kontrol. ILD mempengaruhi LAB tanaman, jika ILD meningkat maka LAB juga meningkat Kuhlase et al. 2009. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ILD, LTR, dan LAB memberikan pola yang sejalan yaitu meningkat pada perlakuan bakteri endofit 20CD atau dosis 54 kg ha -1 P Tabel 5.3. Produksi bahan kering Sejalan dengan pertumbuhannya pemberian konsorsium bakteri endofit meningkatkan produksi bahan kering tanaman baik bobot kering tajuk maupun akar pada umur tanaman 8 MST, tetapi pada umur tanaman 14 MST hanya bobot kering akar yang tidak berbeda nyata dibandingkan tanpa konsorsium bakteri endofit. Pemberian P nyata meningkatkan produksi bahan kering tanaman baik umur 8 maupun 14 MST dibandingkan tanpa P. Kedua faktor antara konsorsium bakteri endofit dan P tidak terdapat pengaruh interaksi terhadap produksi bahan kering tanaman. Tanaman memberikan respon yang sama terhadap pemberian kedua konsorsium bakteri endofit 20CD dan 20BB pada umur 8 dan 14 MST. Tanaman memberikan respon yang berbeda terhadap pemberian dosis pupuk P pada umur 8 MST, tetapi pada 14 MST tanaman memberikan respon yang sama terhadap pemberian kedua dosis P 27 dan 54 kg ha -1 Tabel 5.4. Penampilan ke-9 perlakuan terdapat pada Gambar 5.3. Parameter bobot biomas tanaman merupakan karakter agronomis untuk menggambarkan akumulasi pertumbuhan tanaman. Tanaman yang mampu mengkonversi energi sinar matahari dan mengakumulasikannya dengan cepat akan menghasilkan biomas tinggi Sitompul dan Guritno 1995. Kemampuan tanaman sambiloto dalam menghasilkan bahan kering akibat perlakuan bakteri endofit dan pupuk P diamati pada panen terakhir yaitu awal terbentuknya bunga pada umur tanaman 14 MST. Konsorsium bakteri endofit mampu meningkatkan bobot kering tajuk tanaman -1 berkisar 40.6 20CD dan 41.2 20BB pada umur 8 MST dan 15.1 20CD dan 21.4 20BB pada umur 14 MST. Adanya peningkatan tersebut merupakan implikasi dari pertumbuhan tanaman yang juga meningkat. Peranan bakteri endofit yang dapat menghasilkan fitohormon pertumbuhan merangsang tanaman untuk tumbuh dengan cepat sehingga menghasilkan bahan tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa penggunaan bakteri endofit. Hal tersebut ditunjukkan dengan LTR yang juga lebih tinggi yang merupakan indikasi percepatan pertumbuhan tanaman dan laju fotosintesis yang lebih tinggi sehingga menghasilkan bahan kering yang tinggi pula Sitompul dan Guritno 1995. LTR akan meningkat sejalan dengan meningkatnya ILD Gardner et al . 1991. Hal tersebut juga didukung oleh LAB yang tinggi, yang ditunjukkan oleh jumlah bahan kering yang dihasilkan melalui fotosintesis per satuan luas daun lebih tinggi. Sejalan dengan hasil penelitian Ghulamahdi et al. 2008, laju pertumbuhan tanaman daun dewa yang lebih pesat ditunjukkan oleh LTR yang tinggi. Tabel 5.4. Pengaruh konsorsium bakteri endofit dan pupuk P terhadap produksi bahan kering tanaman sambiloto pada 8 dan 14 MST Perlakuan Umur 8 MST 14 MST Bobot kering tajuk Bobot kering akar Bobot kering tajuk Bobot kering akar g tanaman -1 Tanpa KBE 13.57 b 3.47 b 100.23 b 11.81 a 20CD 15.57 ab 4.88 a 115.35 a 11.52 a 20BB 17.57 a 4.90 a 120.68 a 11.29 a Tanpa P 13.97 b 3.37 c 97.18 b 10.43 b 27 kg ha -1 P 15.77 ab 4.59 b 114.40 a 12.27 a 54 kg ha -1 P 16.96 a 5.28 a 124.68 a 11.92 a KK 14.81 14.95 17.47 11.62 Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata dengan DMRT 5, Gambar 5.3. Keragaan tanaman sesuai perlakuan Penggunaan konsorsium bakteri endofit mempunyai kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan tanaman melalui peningkatan ketersediaan hara, pengikatan N secara biologi dan menghasilkan fitohormon Shishido et al. 1999. Nitrogen merupakan penyusun asam amino yang berperan dalam pembentukan protein. Selain itu berperan pula dalam pemanjangan sel batang dan daun Tanpa KBE+ 27 kg ha -1 P Tanpa KBE+ 54 kg ha -1 P 20CD + Tanpa P Tanpa KBE+ Tanpa P 20CD + 27 kg ha -1 P 20CD + 54 kg ha -1 P 20BB + Tanpa P 20BB + 27 kg ha -1 P 20BB + 54 kg ha -1 P sehingga dapat meningkatkan produksi kering daun. Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah relatif besar pada setiap tahap pertumbuhan tanaman khususnya pada tahap pertumbuhan vegetatif, seperti pada pembentukan tunas, atau perkembangan batang dan daun Novizan 2003. Hal ini berkaitan dengan meningkatnya LA dan ILD pada tanaman sambiloto. Sumbangan hara lain diberikan oleh bakteri endofit diduga melalui proses mineralisasi antara lain P, K, Ca, dan Mg serta unsur-unsur mikro seperti Fe. Pada kondisi keterbatasan P, penggunaan bakteri endofit mampu melarutkan P dan Fe sehingga meningkatkan ketersediaan didalam tanah dan berkontribusi terhadap serapan P Matsuoka et al. 2012. Beberapa penelitian menunjukkan juga bahwa selain menghasilkan fitohormon bakteri endofit juga sekaligus berperan mengikat N dan dapat melarutkan P seperti yang diisolasi dari tanaman apel Miliūtė dan Buzaitė 2011, tebu Shi et al. 2009. Bakteri endofit juga menghasilkan chitinase dan selulosa pada akar tanaman sebagai sistem pertahanan tanaman, hal tersebut penting dalam memacu pertumbuhan dan kesehatan tanaman Quecine et al. 2012. Hasil penelitian Shi 2009 menunjukkan bahwa tanaman yang diinokulasikan bakteri endofit, hormon endogenusnya nyata lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kontrol, sehingga memacu dalam meningkatkan pembelahan dan pemanjangan sel, akibatnya pertumbuhan tanaman lebih baik. Hal tersebut berimplikasi terhadap meningkatnya produksi bahan kering tanaman. Demikian pula hasil penelitian Prabhu et al. 2009, pemberian biostimulan yang mengandung fitohormon IAA, GA, dan Sitokinin dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi herba kering tanaman sambiloto, dan tanaman padi Feng et al. 2006. Pemupukan P mampu meningkatkan bobot kering tajuk berkisar 36.2 pada dosis 27 kg ha -1 P dan 56.7 pada dosis 54 kg ha -1 P pada umur 8 MST dan 17.1 pada dosis 27 kg ha -1 P dan 30.2 pada dosis 54 kg ha -1 P pada umur 14 MST. Unsur P merupakan hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta memiliki fungsi dan peran penting dalam proses metabolisme tanaman. Fosfat memberikan kontribusi yang besar dalam proses fotosintesis, pembentukan energi dan produksi gula, sintesis asam nukleat, dan juga memacu fiksasi N 2 Saber et al. 2005. Pembentukan batang, cabang dan daun ditentukan oleh jumlah fotosintat yang dihasilkan tanaman yang diperoleh dari proses fotosintesis tersebut. Adanya pemberian P kedalam tanah membantu ketersediaan P untuk dapat diserap tanaman sehingga proses metabolisme tanaman tidak terganggu. Pengaruh pemberian pupuk P terhadap tanaman obat telah banyak diteliti dan memberikan respon positif terhadap peningkatan produksi bahan kering tanaman. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Arpana Bagyaraj 2007; Nuraini 2011 pada tanaman sambiloto dan pegagan Sutardi 2008. Hubungan umur dan karakter fisiologis tanaman Laju tumbuh relatif LTR Secara umum hubungan umur tanaman dan LTR menunjukkan bahwa semakin bertambah umur tanaman maka LTR menurun baik dengan pemberian konsorsium bakteri endofit maupun pupuk P Gambar 5.4. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa untuk kedua faktor menunjukkan masih terjadi pertumbuhan tanaman. Fotosintesis masih berjalan dengan baik hingga umur 12- 14 MST. Laju tumbuh relatif pada perlakuan tanpa pemberian konsorsium bakteri endofit lebih rendah dibandingkan konsorsium 20BB dan 20CD. Hal tersebut mengindikasikan bahwa konsorsium bakteri endofit mampu memacu pertumbuhan tanaman dengan dihasilkannya bahan kering tanaman yang lebih tinggi. Hal yang sama juga terjadi pada pemberian pupuk P yang menunjukkan bahwa tanpa pupuk P, laju tumbuh relatifnya lebih rendah. Gambar 5.4. Hubungan umur tanaman dengan LTR pada pemberian konsorsium bakteri endofit A dan pupuk fosfat B Laju asimilasi bersih LAB Hubungan umur tanaman dan LAB menunjukkan pola yang sama yaitu semakin meningkat umur tanaman maka semakin tinggi LAB, baik pemberian konsorsium bakteri endofit maupun fosfat Gambar 5.5A dan B. Laju asimilasi bersih merupakan indikator fotosintat yang dihasilkan tanaman. Pemberian konsorsium bakteri endofit 20CD pada umur 10-12 lebih tinggi dibandingkan 20BB, namun pada umur 12-14 MST kedua konsorsium tersebut menghasilkan LAB yang sama. Pada akhir percobaan 20CD dan 20BB menghasilkan bahan kering yang sama. Hubungan LTR dan LAB berbanding lurus apabila LTR meningkat maka LAB juga akan meningkat, dan sebaliknya Shamsuddin dan Paul 1988. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian Kuhlase et al. 2009 pada tanaman kentang. Konsorsium bakteri endofit antara 20BB dan CD menghasilkan karakter fisiologis baik LTR, LAB, LA, maupun NLD yang sama. Demikian pula antara dosis 27 dan 54 kg ha -1 P pada umur tanaman 14 MST. Hal tersebut menunjukkan bahwa peranan konsorsium bakteri endofit 20CD dan 20BB tidak berbeda dalam menghasilkan pertumbuhan dan produksi tajuk kering tanaman sambiloto. Demikian pula antara dosis 27 dan 54 kg ha -1 P, hal tersebut berarti bahwa dosis 27 kg ha -1 P lebih efisien didalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tajuk kering tanaman sambiloto. Gambar 5.5. Hubungan umur tanaman dengan LAB pada pemberian bakteri endofit A dan pupuk fosfat B Serapan hara N, P, dan K Hasil analisis kandungan hara di dalam jaringan tanaman tidak terdapat perbedaan dengan pemberian konsorsium bakteri endofit maupun P. Sebaliknya serapan hara N, P, K, meningkat dibandingkan dengan kontrol Tabel 5.5. Serapan hara berkaitan dengan produksi bahan kering dan kandungan hara yang terdapat pada tanaman. Pemberian konsorsium 20BB menyerap hara sama dengan konsorsium 20CD, demikian pula dosis 27 dan 54 kg ha -1 P. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Esitken et al. 2004, bahwa bakteri yang disemprotkan pada tanaman aprikot dapat meningkatkan serapan hara N, P, K, Ca dan Mg. Serapan hara N, P, dan K meningkat dengan pemberian konsorsium bakteri endofit, hal tersebut diduga karena bakteri endofit mampu memacu pertumbuhan tanaman yang berdampak terhadap peningkatan biomas tanaman. Hal tersebut dapat terjadi karena 1 bakteri endofit langsung dapat mengikat hara terutama N dari udara, dan melarutkan P yang terdapat didalam tanah sehingga menjadi tersedia bagi tanaman, 2 bakteri endofit mampu memproduksi fitohormon yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan tanaman sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman optimal, 3 bakteri dapat melepaskan senyawa organik asam-asam organik yang dapat melepaskan K dari fraksi liat yang tidak dapat dipertukarkan menjadi tersedia sehingga serapan hara K dapat meningkat Dosani et al . 1999. Hal yang sama juga terjadi dengan peningkatan serapan hara akibat penambahan pupuk P. Pemberian P menyebabkan tersedianya P bagi tanaman. Penambahan pupuk P tersebut meningkatkan produksi bahan kering tanaman. Dengan meningkatnya produksi bahan kering tanaman maka serapan hara meningkat. Peningkatan serapan hara N, P, dan K pada percobaan ini tidak disebabkan karena kadar hara yang meningkat tetapi karena produksi bahan kering yang meningkat. Tabel 5.5. Pengaruh konsorsium bakteri endofit dan P terhadap kadar dan serapan hara tanaman sambiloto pada umur 14 MST Perlakuan Kadar Hara Serapan Hara N P K N P K g tanaman -1 Tanpa bakteri 2.57 a 0.24 a 2.29 a 2.88 b 0.27 b 2.57 b 20CD 2.54 a 0.23 a 2.20 a 3.22 ab 0.29 b 2.79 ab 20BB 2.62 a 0.25 a 2.35 a 3.46 a 0.33 a 3.10 a Tanpa P 2.69 a 0.24 a 5.07 a 2.89 b 0.26 b 5.46 b 27 kg ha -1 P 2.38 a 0.24 a 5.66 a 3.01 b 0.30 ab 7.17 ab 54 kg ha -1 P 2.67 a 0.25 a 5.99 a 3.65 a 0.34 a 8.18 a KK 12.43 14.67 14.92 13.06 16.78 15.89 Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom atau baris, tidak berbeda nyata dengan DMRT 5. Kadar dan produksi andrografolid Pemberian konsorsium bakteri endofit tidak berdampak signifikan terhadap kadar andrografolid, namun berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi andrografolid dibandingkan kontrol. Pada umur tanaman 14 MST, konsorsium bakteri endofit memberikan pengaruh nyata terhadap kadar dan produksi andrografolid dibandingkan kontrol, tetapi antar konsorsium tidak ada perbedaan. Pemberian pupuk P juga meningkatkan kadar dan produksi andrografolid baik pada umur 8 MST. Pada tanaman berumur 14 MST, pemberian konsorsium bakteri endofit hanya meningkatkan produksi andrografolid, sedangkan kadar andrografolid sebaliknya. Pemberian pupuk P antara dosis 27 dan 54 kg ha -1 P tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap produksi andrografolid Tabel 5.6. Konsorsium bakteri endofit dapat meningkatkan produksi andrografolid 16.7-38.9 pada umur 8 MST. Pada umur 14 MST, kadar andrografolid meningkat 16.9 20BB dan 29.9 20CD, dan produksi andrografolid 37.6 20BB dan 45.7 20CD. Kadar andrografolid tertinggi terdapat dengan memberikan konsorsium bakteri endofit 20CD yaitu 2.69. Peningkatan andrografolid tersebut diduga karena peranan konsorsium bakteri endofit yang dapat mempengaruhi biosintesis andrografolid. Bakteri endofit yang dapat menghasilkan fitohormon, tidak hanya dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi biomas tanaman tetapi juga dapat mempengaruhi kadar bahan aktif yang terkandung didalam tanaman. Pemberian IAA 50 mg l -1 efektif meningkatkan kandungan andrografolid 45 dan biomas kering 120 Gudhate et al. 2009. Menurut Anuradha et al. 2010, zat pengatur tumbuh seperti IAA dan GA 3 dapat meningkatkan kadar metabolit sekunder pada tanaman sambiloto. Peningkatan produksi tajuk kering tanaman dan peningkatan kadar andrografolid maka menghasilkan produksi andrografolid juga meningkat. Penelitian Vidyalakshmi dan Ananthi 2013 menunjukkan bahwa produksi andrografolid dapat diinduksi pada kalus dengan penambahan fitohormon IAA, NAA dan GA. Menurut Guo et al . 2008 bahwa bakteri endofit dapat memproduksi secara langsung senyawa metabolit sekunder seperti yang terkandung di dalam tanaman inang. Tabel 5.6. Pengaruh konsorsium bakteri endofit dan pupuk P terhadap kadar dan produksi andrografolid pada 8 dan 14 MST Perlakuan 8 MST 14 MST Kadar andrografolid Produksi andrografolid g tan -1 Kadar andrografolid Produksi andrografolid g tan -1 Tanpa Bakteri 1.31 a 0.18 b 2.07 b 2.10 b 20CD 1.34 a 0.21 ab 2.69 a 3.06 a 20BB 1.39 a 0.25 a 2.42 a 2.89 a Tanpa P 1.22 b 0.17 b 2.48 a 2.41 b 27 kg ha -1 P 1.42 a 0.23 a 2.56 a 2.93 a 54 kg ha -1 P 1.40 a 0.24 a 2.14 b 2.66 ab KK 10.52 20.52 12.32 10.25 Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom atau satu baris, tidak berbeda nyata dengan DMRT 5. Pemberian pupuk P nyata meningkatkan kadar andrografolid 16.4 27 kg ha -1 P dan 14.8 54 kg ha -1 P, produksi andrografolid 35.3 27 kg ha -1 P dan 41.1 54 kg ha -1 P pada tanaman berumur 8 MST. Fosfat mempunyai peranan penting didalam proses metabolisme yang menyusun asam nukleat, koenzim, fosfolipid, DNA, NADP dan yang paling penting ATP. Unsur P mengaktifkan koenzim untuk menghasilkan asam amino yang digunakan dalam sintesis protein, menghasilkan karbohidrat dalam proses fotosintesis serta terlibat di banyak proses metabolisme pertumbuhan tanaman seperti glikolisis, sintesis asam lemak, dan respirasi Hendawy dan Khalid 2011, termasuk dalam proses metabolisme sekunder. Senyawa kaya energi hasil proses fotosintesis yang berupa glukosa 6 fosfat dari metabolit primer sebagai prekursor ke metabolit sekunder Vickery dan Vickery, 1981. Sebelum terbentuk senyawa terpenoid terdapat beberapa proses yang harus dilalui yaitu proses fosforilasi dan dekarboksilasi, serta isomerasi. Setelah asam mevalonat terbentuk lalu difosforilasi oleh ATP kemudian terbentuk asam mevalonat 5-pyrophosphate . Asam mevalonat 5-pyrophosphate melalui proses dekarboksilasi-dehidrasi menjadi isopentenyl phyrophosphate. Akhir proses yaitu dengan mengisomer isopentenyl phyropphosphate menjadi dimethylallyl phyropphosphate Dubay et al. 2003; Brielmann 2006; Srivastava dan Akhila 2010. Kemudian terbentuk geranyl pyrophosphate dengan penambahan IPP maka akan terbentuk feranyl pyrophosphate. Geranyl pyrophosphate menjadi prekursor dari diterpenoid Vickery and Vickery 1981. Seluruh rangkaian proses tersebut berhubungan dengan proses fosforilasi yang memerlukan ketersediaan P. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sutardi 2011 dan Hartoyo 2012, pemberian P pada tanaman pegagan dapat meningkatkan kadar asiatikosida. Sebaliknya berbeda dengan umur 8 MST, pemberian P tidak nyata meningkatkan kadar andrografolid pada umur 14 MST tetapi hanya produksi andrografolid yang meningkat. Peningkatan produksi andrografolid disebabkan karena peningkatan produksi tajuk kering. Perbedaan hasil kadar andrografolid pada umur 8 dan 14 MST tersebut diduga karena fosfat didalam tanah mudah berubah, sehingga pada proses metabolisme sekunder diduga P tidak tersedia bagi tanaman. Leiwakabessy 1988 melaporkan bahwa ion fosfat dalam larutan tanah yang berasal dari mineral primer maupun dari bahan organik dan pupuk segera diubah menjadi berbagai bentuk tergantung dari keadaan lingkungan. Hal yang sama juga dihasilkan oleh Arpana dan Bagyaraj 2007 bahwa pemupukan P tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar andrografolid. Pada hasil percobaan ini menunjukkan bahwa antara dosis 2 7 dan 54 kg ha -1 P tidak berbeda nyata untuk semua parameter yang diamati. Hal tersebut diduga bahwa; 1 Ketersediaan hara P pada lahan percobaan rendah, sehingga apabila diberikan P dengan dosis sedikit saja, maka tanaman akan cepat memberikan respon. 2 Tanaman tidak efisien dalam menyerap hara P dengan dosis yang lebih tinggi. Unsur P didalam tanah merupakan unsur yang bersifat tidak bergerak immobile, jika P diaplikasikan kedalam tanah dalam jumlah yang tinggi maka akan segera diubah menjadi bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman Rodriguez dan Raga 1999. Demikian pula yang diungkapkan oleh Jones 1982 tanaman memanfaatkan P hanya sebesar 10-30 dari pupuk P yang diberikan, berarti 70- 90 pupuk P tetap berada didalam tanah. 3 Dosis 27 kg ha -1 sudah cukup untuk pertumbuhan dan produksi tanaman sambiloto. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Arpana dan Bagyaraj 2007, yang menunjukkan bahwa pemberian pupuk P dengan dosis 75 dan 100 rekomendasi tidak berbeda nyata dalam menghasilkan bahan kering dan serapan hara tanaman sambiloto. Konsorsium bakteri endofit dan pupuk P tidak memberikan interaksi nyata untuk semua parameter yang diamati. Hal tersebut diduga karena didalam tanah banyak faktor yang mempengaruhi antara lain ketersediaan hara P didalam tanah percobaan tergolong rendah. Pemberian konsorsium bakteri endofit diduga membantu melepaskan hara tersebut baik dari jerapan mineral tanah maupun dari logam-logam yang mengikat hara P. Kondisi tersebut menyebabkan tanaman dapat menyerap P yang ada didalam tanah. Selain itu penyebab yang lain diduga karena pemberian P dapat menyebabkan kondisi iklim mikro di sekitar perakaran tanaman terjadi perubahan, sehingga aktivitas mikrob didalam tanah menjadi terhambat. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Bertham dan Nusantara 2011, bahwa pemupukan P menekan perkembangan mikoriza, aktivitas alkalin fosfatase dan kadar C biomassa jasad renik tanah. Demikian pula yang diungkapkan oleh Domsch 1984, bahwa terjadinya penurunan keragaman dan populasi mikrob tanah yang bermanfaat dalam penyediaan hara didalam tanah akibat pemupukan yang lebih banyak, disebabkan lingkungan sekitar perakaran berubah terutama suhu, maka kehidupan mikroorganisme akan terganggu. Simpulan Pemberian konsorsium bakteri endofit berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, produksi biomas, kadar dan produksi andrografolid serta serapan hara. Pemberian konsorsium 20CD dan 20BB memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan, produksi bahan kering, kadar andrografolid dan produksi andrografolid tanaman -1 pada umur 14 MST. Bakteri endofit juga mampu meningkatkan serapan hara N, P, dan K. Kadar andrografolid tertinggi diperoleh pada perlakuan 20CD yaitu 2.69. Pemberian pupuk P memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan produksi bahan kering, dan produksi andrografolid, tetapi kadar andrografolid tidak berbeda nyata. Dosis 27 kg ha -1 P direkomendasikan untuk menghasilkan produksi bahan kering dan produksi andrografolid, dengan kadar andrografolid yang diperoleh 2.56. Tanaman lebih baik dipanen pada fase awal generatif 14 MST dibandingkan pada fase vegetatif 8 MST.

6. TANGGAP AGRONOMI TANAMAN SAMBILOTO TERHADAP KONSORSIUM BAKTERI ENDOFIT DAN

FOSFAT PADA MEDIA LARUTAN HARA Abstrak Fosfat dan bakteri endofit merupakan dua hal yang penting dan diperlukan di dalam pengembangan budidaya tanaman sambiloto. Kedua faktor tersebut tidak hanya diperlukan dalam proses metabolisme primer tetapi juga pada metabolisme sekunder. Tujuan penelitian ini memperoleh informasi hubungan antara konsorsium bakteri endofit dan fosfat dalam meningkatkan produksi dan kadar andrografolid pada tanaman sambiloto didalam media larutan hara. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu 1 tanggap agronomi tanaman sambiloto terhadap P pada media larutan hara, menggunakan rancangan acak kelompok, 6 perlakuan, dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari kontrol, 0.01, 0.05, 0.1, 1.0, dan 2.0 mM KH 2 PO 4 . 2 Tanggap agronomi tanaman sambiloto terhadap P dan bakteri endofit pada media larutan hara, menggunakan rancangan acak kelompok, 4 perlakuan dan 6 ulangan. Perlakuan terdiri dari P kurang 0.1 mM KH 2 PO 4 , P cukup 1.0 mM KH 2 PO 4 , P kurang+konsorsium bakteri endofit, dan P cukup+konsorsium bakteri endofit. Pada tahap ke-dua ini menggunakan konsorsium bakteri endofit 20CD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian P meningkatkan pertumbuhan dan hasil bahan kering tanaman. Konsentrasi P kurang pada media larutan hara yang diperoleh untuk tanaman sambiloto yaitu 0.1 mM KH 2 PO 4 dan untuk konsentrasi P cukup yaitu 1.0 mM KH 2 PO 4. Produksi bahan kering tanaman dan serapan hara N, P, dan K nyata meningkat dan tertinggi diperoleh pada pemberian konsentrasi P cukup, sedangkan kadar andrografolid terbaik terdapat pada perlakuan P kurang 2.7. Pemberian konsorsium bakteri endofit pada kondisi P kurang atau P cukup tidak berpengaruh terhadap parameter yang diamati. Kata kunci: Sambiloto, bakteri endoft, P kurang, P cukup, larutan hara Abstract Phosphate and endophytic bacteria are two component needed for primary and secondary metabolic processes of king of bitter. This study aims to obtain the information of association between endophytic bacteria consortia and phosphate in increasing the yield and andrographolide content of king of bitter in nutrient solution media. This experiment consisted of two stages: a the response of king of bitter to several P concentrations in nutrient solution media. The trial was designed in randomized block design, 6 treatments and 4 replications. P concentrations tested were 0, 0.01, 0.05, 0.1, 1.0, dan 2.0 mM KH 2 PO 4 , b the response of king bitter plant to endophytic bacteria consortia and P concentration in nutrient solution media. The trial was arranged in RBD randomized block design, 4 treatments and 6 replications. The treatments consisted of: 0.1 mM KH 2 PO 4 , 0.1 mM KH 2 PO 4 +20 CD, 1.0 mM KH2PO4, and 1.0 mM KH 2 PO 4 +20CD. Two concentrations of P were obtained from the first stage: P deficient 0.1 mM KH 2 PO 4 and P sufficient 1.0 mM KH 2 PO 4 . The results of the second stage revealed that the application of P sufficient produced the highest dry matter production and nutrient uptake, but produced low andrographolide content 2.33. Phosphate deficient produced lower dry matter production, but produced highest andrographolide content 2.7. The application of endophytic bacteria consortia at condition of P deficient or P sufficient on nutrient solution media had no significant effect on the parameters observed. Kata kunci: King of bitter, endophytic bacteria, P deficient, P sufficient, nutrient solution Pendahuluan Fosfat P merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta metabolit sekunder terutama golongan terpenoid. Pada proses metabolisme tanaman, P dapat menyuplai energi yang diperlukan untuk proses fotosintesis, produksi gula, dan sintesis asam nukleat Saber et al. 2005. Pertumbuhan dan produksi tanaman sering dibatasi oleh ketersediaan P didalam tanah yang rendah Hernandez et al. 2007. Tanaman mampu beradaptasi dengan P rendah dengan cara mengefisienkan penggunaan P. Proses yang terjadi didalam tanah sangat kompleks sehingga banyak faktor yang berpengaruh terhadap penyerapan unsur hara oleh tanaman. Berbagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan P antara lain dengan memberikan pupuk P anorganik, organik dan penggunaan mikroorganisme. Penggunaan pupuk P anorganik bisa langsung tersedia dan dimanfaatkan bagi tanaman, namun apabila diberikan dalam konsentrasi tinggi selain tidak efisien, juga dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Tingginya daya jerap P oleh tanah membuat lebih dari 90 pupuk P yang ditambahkan dengan cepat diubah menjadi bentuk-bentuk tidak tersedia. Tanaman akan tumbuh lambat pada tanah yang kandungan fosfat rendah. Tanah harus menyediakan konsentrasi fosfat yang cukup untuk keperluan produksi pertanian agar tanaman tumbuh optimal. Salah satu untuk mengatasi kekurangan P tersebut dengan melakukan pemupukan fosfat, sehingga ketersediaan unsur P dapat terpenuhi Watson dan Mullen, 2007. Unsur P selain berperan didalam proses metabolit primer, juga dalam metabolit sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa P berperan didalam meningkatkan senyawa bioaktif pada tanaman obat seperti Salvia miltiorrhiza Lu et al. 2013, dan Lens culinaris Medik Sarker dan Karmoker 2011. Pemupukan fosfat sampai dengan 150 kg ha -1 meningkatkan persentase minyak atsiri tanaman Mentha piperita Sulandjari et al. 2007. Penelitian Bahl et al. 2000 menunjukkan bahwa pemupukan dengan fosfat 30 kg ha -1 , nyata meningkatkan kandungan minyak bunga matahari. Biosintesis andrografolid pada tanaman sambiloto dan setiap tahapan prosesnya memerlukan P, hingga terbentuk Isopentenyl Pyrophsophate IPP Vickery dan Vickery 1981; Dubay et al. 2003. Penggunaan mikroorganisme seperti bakteri yang berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman berpengaruh sangat signifikan terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Umumnya pemanfaatan bakteri endofit banyak dimanfaatkan pada tanaman pangan antara lain padi, tebu, dan kacang-kacangan, sedangkan pada budidaya tanaman obat-obatan belum diketahui. Beberapa hasil penelitian penggunaan bakteri sebagai pemacu pertumbuhan yang menghasilkan fitohormon maupun penyuplai hara memberikan respon positif terhadap tanaman inangnya, baik pada media tanah maupun pada kondisi hidroponik. Pseudomonas fluorescence dapat merangsang pertumbuhan akar jagung Benizri et al. 1998 dan bakteri Bacillus dan beberapa mikroba lain dapat meningkatkan pertumbuhan kecambah pada tanaman kacang hijau dengan kondisi hidroponik Aryantha et al. 2004. Bakteri endofit dan bakteri tanah mempunyai peran yang sama didalam meningkatkan pertumbuhan tanaman. Peningkatan pertumbuhan tanaman oleh bakteri pemicu pertumbuhan diakibatkan bakteri tersebut mempunyai satu atau beberapa mekanisme yang dapat menguntungkan tanaman antara lain sebagai pengendali biologi melalui kompetisi, produksi antibiotik Lugtenberg dan Kamilova 2009, fitohormon Shi et al. 2009, induksi resistensi tanaman Sturz dan Nowak 2000, peningkatan ketersediaan hara melalui fiksasi N Rolfe dan Wienman 2001, dan peningkatan kelarutan fosfat organik dan anorganik Hussain et al. 2013. Hal-hal tersebut merupakan kunci terhadap keberhasilan pertanaman. Pemberian P dan bakteri endofit diharapkan dapat meningkatkan produksi metabolit primer dan sekunder tanaman sambiloto. Adanya penelitian ini dapat memberikan gambaran kebutuhan hara P dan peranan bakteri endofit dalam mendukung pertumbuhan dan kadar androggrafolid pada tanaman sambiloto. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh mekanisme hubungan antara konsorsium bakteri endofit dan fosfat dalam meningkatkan produksi dan kadar andrografolid pada media larutan hara. Bahan dan Metode Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Rumah Kaca Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Bogor Balittro, dari bulan Januari-Juli 2013. Bahan dan alat Bahan yang digunakan adalah tanaman sambiloto aksesi Cimanggu Balittro, konsorsium bakteri endofit dari hasil seleksi yaitu 20CD, bahan untuk perbanyakan isolat bakteri endofit dan bahan kimia untuk larutan hara antara lain: CaNO 3 4H 2 O, NH 4 NO 3 , MgSO 4 7H 2 O, MnSO 4 . 4H 2 O, CuSO 4 . 5H 2 O, ZnSO 4 7H 2 O, H 3 BO 3 , NH 2 Mo 7 O 24 , 68 µM Fe EDTA, KCl dan KH 2 PO 4 Komposisi larutan terdapat di Lampiran 3. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan 2 tahap yaitu:

A. Tanggap tanaman sambiloto terhadap konsentrasi P pada media larutan hara

Konsentrasi larutan hara pada penelitian ini menggunakan komposisi larutan hara Hoagland yang sudah dimodifikasi Sopandie 1990. Adapun komposisi larutan hara dikombinasikan dengan beberapa konsentrasi unsur P. Percobaan ini menggunakan rancangan acak kelompok, faktor tunggal, 6 perlakuan konsentrasi P dan 4 ulangan. Konsentrasi P yang digunakan yaitu 0, 0.01, 0.05, 0.1, 1.0 dan 2.0 mM KH 2 PO 4 . Benih tanaman sambiloto disemai memerlukan waktu 1 bulan untuk berkecambah, setelah tumbuh kecambah diperlukan waktu 1 bulan lagi untuk siap ditanam pada media larutan hara sesuai dengan perlakuan. Hal tersebut dilakukan agar perakaran tanaman sambiloto benar-benar kuat untuk dipindahkan kedalam media larutan hara. Bibit yang dipilih dengan panjang akar yang seragam diambil dan telah tumbuh 4-6 daun yang sempurna. Bibit sambiloto dimasukkan kedalam pot yang berisi larutan hara sebanyak 1 liter pot -1 sesuai dengan perlakuan. Air yang hilang akibat transpirasi diganti dengan air bebas ion setiap hari dengan pH tetap dipertahankan sekitar 5.5. Kondisi ini dipertahankan hingga tanaman berumur 4 MST. Keragaan alat percobaan terdapat pada Gambar 6.1. Gambar 6.1. Keragaan alat percobaan pada media larutan hara Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan tanaman antara lain tinggi tanaman, jumlah daun diamati mulai dari 1-4 MST, dan di akhir percobaan diamati panjang akar, panjang dan lebar daun serta bobot kering tajuk dan akar. Kadar andrografolid yang dianalisis pada umur 4 MST yaitu setelah diketahui pertumbuhan tanaman pada level P kurang dan P cukup. Pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan DMRT 5.

B. Tanggap tanaman sambiloto terhadap bakteri endofit dan P pada media larutan hara

Hasil penelitian A diperoleh 2 konsentrasi P yang digunakan untuk penelitian ini yaitu P kurang 0.1 mM KH 2 PO 4 dan P cukup 1.0 mM KH 2 PO 4 , kemudian dikombinasikan dengan bakteri endofit. Percobaan ini merupakan percobaan laboratorium, menggunakan RAK, 4 perlakuan dan 6 ulangan. Adapun kombinasi perlakuan sebagai berikut: 1 P kurang 0.1 mM KH 2 PO 4 , 2 P cukup 1.0 mM KH 2 PO 4 , 3 P kurang+konsorsium bakteri endofit P kurang+KBE, 4 P cukup+ konsorsium bakteri endofit P cukup+KBE. Penelitian ini menggunakan bahan tanaman dan media larutan hara dengan komposisi seperti pada penelitian A. Konsorsium bakteri endofit yang diberikan dengan kepadatan 10 10 cfu ml -1 sebanyak 10 ml pot -1 setelah tanaman berumur 3- 4 hari setelah tanam. Konsorsium bakteri endofit yang digunakan adalah 20CD. Tanaman ditumbuhkan pada media larutan hara selama 4 MST. Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan tanaman antara lain tinggi tanaman, jumlah daun diamati mulai dari 1-4 MST, dan di akhir percobaan