Tanggap tanaman sambiloto terhadap bakteri endofit dan P pada media larutan hara

Peubah pertumbuhan tanaman yang diamati antara lain tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun maupun panjang akar menunjukkan pertumbuhan yang terhambat pada larutan hara kekurangan P. Kondisi tersebut disebabkan karena pertumbuhan akar yang terhambat sehingga mempengaruhi komponen pertumbuhan lain. Menurut Ma et al. 2004 bahwa apabila tanaman kekurangan P maka akan terjadi penurunan laju maksimal pemanjangan relatif, memperpendek zona pertumbuhan, dan menurunkan laju produksi sel epidermis akar. Penyebab terhambatnya pertumbuhan akar tersebut diduga salah satunya disebabkan oleh terjadinya penurunan produksi hormon etilen. Komponen bahan kering tanaman Pemberian P berpengaruh nyata dalam meningkatkan hasil bahan kering tanaman sambiloto. Pemberian P dengan konsentrasi 1 mM KH 2 PO 4 mampu meningkatkan bobot kering akar dan tajuk tanaman sambiloto tertinggi pada umur 4 MST didalam media larutan hara. Tabel 6.1. Hal ini sejalan dengan penelitian Lu et al. 2013 bahwa pemberian P meningkatkan bobot kering akar, tajuk dan total biomas tanaman obat Salvia miltiorrhiza dan juga pada tanaman tomat yang ditanam pada larutan hara, semakin tinggi konsentrasi yang diberikan produksi bahan kering meningkat Basirat et al. 2011. Sejalan dengan pertumbuhannya semakin tinggi konsentrasi P yang diberikan, semakin tinggi pula bahan kering tanaman yang dihasilkan. Pemberian konsentrasi yang lebih tinggi dari batas pertumbuhan optimum menyebabkan bahan kering yang dihasilkan menurun. Hasil penelitian ini menunjukkan batas optimal tersebut terdapat pada perlakuan 1.0 mM KH 2 PO 4, kemudian pada konsentrasi 2.0 mM KH 2 PO 4 bahan kering tanaman baik akar maupun tajuk menurun Tabel 6.1. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Agustina 1990 bahwa hubungan konsentrasi pupuk dengan hasil tanaman mengikuti pola kuadratik, artinya pemberian pupuk tertentu dapat meningkatkan hasil tanaman sebaliknya konsentrasi yang berlebihan akan mengakibatkan menurunnya hasil tanaman. Pada konsentrasi 1.0 mM KH 2 PO 4 menunjukkan bobot kering tajuk dan akar masing-masing 0.49 dan 0.13 g tanaman -1 , kemudian menurun pada konsentrasi 2.0 mM KH 2 PO 4 masing-masing menjadi 0.25 dan 0.08 g tanaman -1 . Hal tersebut mengindikasikan bahwa terjadi luxurious consumption atau peningkatan serapan hara tanpa diimbangi dengan peningkatan pertumbuhan tanaman Haller dan Sutton 1973. Tabel 6.1. Bahan kering tanaman dan kadar andrografolid pada media larutan hara umur 4 MST Perlakuan Bobot kering akar g tan -1 Bobot kering tajuk g tan -1 Nisbah bobot kering akar tajuk -1 0 tanpa P 0.07 c 0.15 c 0.47 0.01 mM KH 2 PO 4 0.09 bc 0.19 c 0.47 0.05 mM KH 2 PO 4 0.10 b 0.26 bc 0.38 0.1 mM KH 2 PO 4 0.12 ab 0.33 b 0.36 1.0 mM KH 2 PO 4 0.13 a 0.49 a 0.27 2.0 mM KH 2 PO 4 0.10 b 0.39 b 0.26 KK 15.44 17.29 - Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada DMRT 5. Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa di bawah konsentrasi 1.0 mM KH 2 PO 4 merupakan konsentrasi defisiensi P. Pada konsentrasi tersebut baik pertumbuhan maupun bahan kering yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan konsentrasi 1.0 mM, meskipun demikian tanaman tidak menunjukkan gejala kahat P. Tanaman mampu melakukan adaptasi terhadap P rendah. Ada beberapa strategi adaptasi tanaman dalam menghadapi kekurangan P antara lain modifikasi akar dan translokasi karbon dari tajuk ke akar tanaman Wang et al. 2008. Hal tersebut ditunjukkan dengan nisbah bobot kering akar per bobot kering tajuk yang lebih tinggi pada tanaman tanaman kekurangan P Tabel 6.1. Tanaman yang diberi P dengan konsentrasi rendah menghasilkan bahan kering relatif lebih besar di bagian akar dari pada bagian tajuk dibandingkan dengan tanaman yang diberikan P cukup. Hasil ini sesuai hasil penelitian Jebara et al . 2005 bahwa bobot kering akar secara positif dipengaruhi oleh pengurangan tingkat P. Perubahan partisi karbon yang disebabkan oleh kekurangan suplai P menghasilkan bahan kering bagian akar lebih tinggi pada tingkat P rendah Boutraa 2009. Hal tersebut dapat dilihat pada nisbah akar tajuk -1 , pada P rendah nilai nisbah akar tajuk -1 akan lebih tinggi, dan sebaliknya pada P tinggi maka nilai nisbah akar tajuk -1 akan rendah Tabel 6.1. Peningkatan konsentrasi P nyata meningkatkan pertumbuhan dan bahan kering tanaman. Unsur P banyak terlibat didalam proses metabolisme yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman. Fosfat menguraikan karbohidrat yang dihasilkan selama fotosintesis dan terlibat dalam banyak proses metabolit fotosintesis, glikolisis, respirasi, dan sintesis asam lemak Ray 1999. Unsur P dilaporkan berperan didalam aktifitas pembelahan sel Sano et al. 1999, dan perluasan sel epidermis daun. Blair dan Edwards 2000 menyatakan bahwa meningkatnya unsur hara P dalam tanaman akan meningkatkan terbentuknya fosfolipid, sehingga memperbesar kelarutan lipida yang menyusun membran sel, dan akan memperbesar pula laju zat hara yang melewati membran sel Haryadi 1994. Pembentukan energi dalam kloroplas meningkat akan memperlancar fotofosforilasi sehingga meningkatkan laju fotosintesis Blair dan Edwards 2000. Dengan demikian tanaman akan mampu menghasilkan karbohidrat yang semakin meningkat dan ditunjukkan dengan meningkatnya bahan kering tanaman. Gambar 6.5. Pengaruh pemberian P terhadap A nisbah luas daun NLD dan B luas daun NLD tanaman sambiloto pada media larutan hara umur 4 MST Pola pertumbuhan luas daun meningkat dengan meningkatnya konsentrasi P. Pada kondisi P optimal luas daun tertinggi tetapi nisbah luas daun terendah Gambar 6.5 . Nisbah luas daun menggambarkan bobot kering tanaman per satuan luas daun tanaman yang menunjukkan hasil fotosintesis pada perlakuan 1.0 mM P lebih tinggi pada luasan daun dibandingkan dengan NLD yang lebih tinggi. Nisbah luas daun mencakup proses pembagian dan translokasi asimilat ke tempat sintesa bahan daun dan efisiensi penggunaan substrat dalam pembentukan luas daun. Nisbah luas daun rendah mengindikasikan bahwa tanaman tersebut lebih efisien dalam menggunakan substrat pada proses pembentukan daun dan translokasi asimilat ke tempat sintesa bahan daun lebih tinggi, sehingga daun lebih tebal Sitompul dan Guritno 1995. B. Tanggap tanaman sambiloto terhadap konsorsium bakteri endofit dan konsentrasi P pada media larutan hara Komponen pertumbuhan tanaman Secara umum parameter pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan panjang akar yang diberikan perlakuan P kurang memberikan respon yang paling rendah. Sebaliknya pemberian P cukup memberikan pertumbuhan tanaman yang terbaik seperti halnya penelitian A. Gambar 6.6. Keragaan tanaman setelah aplikasi konsorsium bakteri endofit dan P di dalam media larutan hara umur 4 MST Pemberian konsorsium bakteri endofit pada media larutan hara kekurangan P, tidak menunjukkan perbedaan terhadap kondisi P kurang tanpa pemberian konsorsium bakteri endofit. Demikian juga dengan kondisi P cukup dengan konsorsium bakteri endofit menghasilkan pertumbuhan yang sama dengan P cukup tanpa konsorsium bakteri endofit. Hanya jumlah daun yang berbeda dengan kondisi P kurang Gambar 6.6, Gambar 6.7, dan 6.8. Hal tersebut berarti bahwa pemberian konsorsium bakteri endofit didalam media larutan hara tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sambiloto. P cukup+KBE P kurang+KBE P kurang P cukup Gambar 6.7. Pengaruh konsorsium bakteri endofit dan P terhadap pertumbuhan tanaman sambiloto di dalam larutan hara pada 4 MST Gambar 6.8. Keragaan tajuk tanaman sambiloto setelah pemberian konsorsium bakteri endofit dan P di dalam media larutan hara pada umur 4 MST Produksi bahan kering Produksi bahan kering tanaman yang dihasilkan dari pemberian P kurang dibandingkan dengan P cukup berbeda nyata Tabel 6.2. Adanya peningkatan bobot kering produksi bahan kering pada P cukup mengindikasikan bahwa tanaman tumbuh normal dan menghasilkan produksi bahan kering tajuk lebih P kurang P cukup P kurang+KBE P cukup+KBE tinggi karena kebutuhan hara tercukupi untuk pertumbuhan tanaman. Pada proses fotosintesis tanaman dapat menghasilkan energi berupa ATP yang dipergunakan untuk metabolisme tanaman selanjutnya. Unsur P banyak berperan didalam tanaman antara lain sebagai penyusun makro molekul, pembentuk senyawa penyimpanan dan transfer energi, dan regulator reaksi biokimia melalui fosforilasi yang dapat mengaktivasi atau protein inaktif yang dianggap sebagai faktor kunci dalam transduksi sinyal Maschner 1995 . Tanaman yang tercukupi kebutuhan hara P mampu mengkonversi energi matahari dan mengakumulasikan produk fotosintesis dengan cepat dan ditandai dengan bobot kering tajuk tinggi Sitompul dan Guritno 1995. Bobot kering tajuk tinggi mampu menghasilkan fotosintat yang cukup besar untuk dialokasikan ke bagian tanaman lain yang sedang tumbuh sehingga dapat menghasilkan produksi tinggi. Hasil ini sejalan dengan penelitian Lu et al. 2013, pemupukan P meningkatkan produksi tanaman obat Thevetia periviana. Tabel 6.2. Pengaruh P dan bakteri endofit pada media larutan hara terhadap produksi bahan kering tanaman sambiloto 4 MST Perlakuan Bobot kering akar g tanaman -1 Bobot kering tajuk g tanaman -1 Nisbah bobot kering akar tajuk -1 P kurang 0.11 b 0.39 b 0.28 P kurang+KBE 0.10 b 0.56 b 0.20 P cukup 0.14 a 0.79 a 0.18 P cukup+KBE 0.12 ab 0.73 a 0.16 KK 14.22 16.38 - Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada DMRT 5. Tanaman yang diberikan P kurang memberikan hasil yang kurang baik karena pada kondisi ini tanaman mengalami stress hara. Pertumbuhan tajuk daun sangat berkurang yang menyebabkan terjadinya penurunan laju fotosintesis dan berdampak terhadap penurunan asimilat. Matsumoto et al. 2003 menyatakan bahwa pada kondisi kekurangan P tersebut, tanaman mengalami kekurangan karbohidrat karena pasokan hara dari akar ke tajuk berkurang akibatnya terjadi penurunan pertumbuhan tajuk. Tanaman untuk mempertahakan hidupnya pada lingkungan tersebut melalui mekanisme adaptasi. Mekanisme adaptasi yang dilakukan melalui translokasi fotosintesis dari tajuk ke akar, agar kebutuhan hara P terpenuhi sehingga tanaman tumbuh lebih baik Cakmak 1994, akibatnya terjadi akumulasi karbohidrat di akar dan menurunnya hasil bersih fotosintesis Hernadez et al. 2007; Morcuende et al. 2007. Hal tersebut ditunjukkan dengan nisbah bobot kering akar tajuk -1 tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain Tabel 6.2. Rasio akar tajuk -1 lebih tinggi pada kondisi P kurang dibandingkan P cukup juga sejalan dengan hasil penelitian pada tanaman gandum dalam larutan hara Jian et al. 2003. Selain itu diduga terdapat mekanisme adaptasi lain untuk meningkat serapan hara pada kondisi defisiensi P yatu melalui peningkatan asam-asam organik. Hal tersebut diungkapkan oleh Syarif 2008 bahwa jumlah eksudasi asam organik per tanaman pada tanaman padi kahat P meningkat, sehingga tanaman dapat menyerap hara secara efisien. Hal tersebut merupakan respon fisiologis tanaman terhadap keterbatasan hara P, sehingga kemampuan tanaman untuk mempertahankan produksi bahan kering dalam keadaan defisiensi hara dapat dicapai. Dengan demikian tanaman masih mampu mempertahankan laju metabolismenya, tanpa menunjukkan gejala defisiensi hara Marschner 1995. Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa pemberian konsorsium bakteri endofit pada kondisi P kurang ataupun P cukup tidak berbeda nyata terhadap produksi bahan kering tanaman sambiloto. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsorsium bakteri endofit kurang efisien didalam larutan hara. Adapun adanya peningkatan produksi bahan kering pada kondisi P cukup+KBE lebih disebabkan karena pengaruh pupuk P yang cukup, bukan disebabkan karena pemberian konsorsium bakteri endofit. Hal tersebut ditunjukkan oleh hasil yang sama dengan hanya pada kondisi cukup tanpa penambahan konsorsium bakteri endofit. Diduga banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain nutrisi. Nutrisi merupakan hal yang terpenting bagi kehidupan bakteri dapat berupa gula antara lain fruktosa dan sukrosa Mercier dan Lindow 2000. Nutrisi juga berhubungan dengan sumber karbon, nitrogen, mineral, dan vitamin. Nutrisi yang terdapat didalam media larutan hara diduga tidak mencukupi untuk kebutuhan bakteri endofit selama percobaan berlangsung. Kebutuhan bahan organik yang berada didalam kultur hara hanya berasal dari eksudat akar tanaman, sedangkan di media tanah terdapat banyak sumber bahan organik. Bahan organik tersebut merupakan nutrisi bagi bakteri. Informasi mengenai hal tersebut belum diketahui sehingga belum dapat dijelaskan dengan baik. Pemberian bakteri endofit pada kondisi P cukup menghasilkan produksi bahan kering nyata lebih tinggi dibandingkan P kurang baik dengan penambahan atau tanpa penambahan konsorsium bakteri endofit. Hasil tersebut diduga lebih disebabkan karena kondisi hara yang tercukupi bukan disebabkan karena pengaruh konsorsium bakteri endofit. Hal ini didukung dari hasil yang sama dengan perlakuan P cukup tanpa pemberian konsorsium bakteri endofit. Hal yang sama juga terdapat pada penambahan atau tanpa konsorsium bakteri endofit pada kondisi P kurang. Serapan hara N, P, dan K Serapan hara meningkat dengan meningkatnya konsentrasi P. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada kondisi P cukup, serapan hara yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi P kurang atau P kurang dengan penambahan konsorsium bakteri endofit. Sejalan dengan produksi bahan kering yang dihasilkan, serapan hara N, P, dan K meningkat pada kondisi media larutan hara P cukup. Perlakuan yang diberikan tidak mempengaruhi kadar hara N, P, dan K Tabel 6.3. Peningkatan serapan hara yang terdapat pada perlakuan P cukup tanpa atau dengan penambahan konsorsium bakteri lebih disebabkan karena peningkatan bahan kering bukan karena peningkatan kadar hara. Peningkatan serapan hara dengan pemberian P juga dikemukakan oleh Sharma dan Sharma 2013, serapan hara N, P, dan K meningkat dengan pemberian P pada tanaman kedelai. Rendahnya serapan hara pada P kurang disebabkan karena rendahnya produksi bahan kering yang dihasilkan. Hal tersebut diduga karena terdapat beberapa pengaruh defisiensi P terhadap asimilasi NO 3 - : 1 pengurangan NO 3 - yang diserap akar Jeschke et al. 1997. Hal tersebut disebabkan oleh terbatasnya ATP yang tersedia di akar dan dalam sistem transport membran Rufty et al. 1993, 2 menurunnya translokasi NO 3 - dari akar ke tajuk. Hal ini berhubungan dengan menurunnya tekanan air melalui akar dan xylem Jeschke et al. 1997. Semua faktor ini mengurangi aktivitas enzim nitrate reductase dan menyebabkan pengurangan assimilasi NO 3 - Sanchez et al. 2009. Pengurangan ini menyebabkan pembentukan organ-organ tanaman juga menjadi berkurang, sehingga produksi bahan kering yang dihasilkan juga berkurang. Dampak dari pengurangan produksi bahan kering tersebut menyebabkan hara yang diserap juga berkurang. Tabel 6.3. Pengaruh konsorsium bakteri endofit dan P pada media larutan hara terhadap kadar dan serapan hara N, P, dan K pada tanaman sambiloto umur 4 MST Perlakuan Kadar hara Serapan hara N P K N P K mg tan -1 P kurang 5.45 a 0.37 a 5.72 a 21.26 b 1.44 b 22.31 c P kurang+KBE 5.36 a 0.36 a 5.88 a 27.87 b 1.87 b 30.58 b P cukup 5.43 a 0.42 a 4.76 a 42.90 a 3.32 a 37.60 a P cukup+KBE 5.49 a 0.35 a 4.76 a 40.08 a 2.56 a 34.75 ab KK 11.54 12.67 13.25 10.49 13.32 16.34 Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada DMRT 5. Sebaliknya pada kondisi media larutan hara P cukup, tanaman dapat memanfaatkan hara yang tersedia dan faktor lingkungan lain secara optimal dan efisien seperti halnya dapat menghasilkan energi dari proses fotosintesis untuk dimanfaatkan pada proses metabolisme yang lain sehingga menghasilkan tanaman tumbuh dan berkembang serta menghasilkan produk fotosintesis lebih baik. Pada P cukup mampu menghasilkan fotosintat yang cukup besar untuk dialokasikan ke bagian tanaman lain yang sedang tumbuh sehingga dapat menghasilkan produksi yang tinggi. Seperti halnya produksi bahan kering, pemberian konsorsium bakteri endofit juga tidak mempengaruhi serapan hara baik pada kondisi P kurang ataupun P cukup. Kadar dan produksi andrografolid Kadar andrografolid yang dihasilkan nyata lebih tinggi pada perlakuan P kurang, baik tanpa maupun dengan penambahan konsorsium bakteri endofit dibandingkan dengan kondisi larutan hara P cukup atau P cukup dengan penambahan konsorsium bakteri endofit Gambar 6.9A. Sebaliknya produksi andrografolid yang dihasilkan nyata lebih tinggi pada kondisi larutan hara P cukup tanpa atau dengan penambahan konsorsium bakteri dibandingkan Gambar 6.9B. Selain faktor genetik faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap produksi dan senyawa bioaktif tanaman. Akumulasi bahan aktif didalam tanaman dapat dirangsang oleh ekspose tanaman pada stres lingkungan. Pupuk P merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperan didalam metabolisme primer maupun sekunder tanaman. Stres lingkungan seperti kekurangan atau kelebihan hara berpengaruh terhadap level dari beberapa metabolit sekunder Kirakosyan 2004. Pada kondisi defisiensi P tanaman mengalami stress, sehingga kandungan metabolit sekundernya meningkat. Hal tersebut diungkapkan John et al. 2009 bahwa metabolit sekunder meningkat pada tanaman yang kekurangan P. Sejalan dengan hasil penelitian Sarker dan Karmoker 2011, pada tanaman Lens culinaris Medik menunjukkan bahwa defisiensi P meningkatkan senyawa aktif seperti proline dan fenolik di akar dan batang, sedangkan di daun, kadar antosianin meningkat. Peningkatan metabolit sekunder tersebut merupakan indikator tanaman stres karena defisiensi P Sarker dan Karmoker 2011. Peningkatan metabolit sekunder tersebut merupakan perlindungan tanaman untuk melindungi diri dari cekaman lingkungan baik biotik maupun abiotik agar dapat tumbuh dan berkembang lebih baik Wink 2010. Produksi andrografolid pada kondisi kekurangan P juga lebih rendah dibandingkan dengan P cukup. Hal tersebut disebabkan karena produksi bahan kering yang dihasilkan rendah, meskipun kadar andrografolidnya tinggi sehingga menghasilkan produksi andrografolid lebih rendah. Sebaliknya pada P cukup menghasilkan produksi bahan kering tinggi meskipun kadar andrografolidnya lebih rendah maka bisa menghasilkan produksi andrografolid lebih tinggi. Peningkatan produksi andrografolid lebih disebabkan karena produksi bahan kering tanaman. Gambar 6.9. Pengaruh konsentrasi P dan konsorsium bakteri endofit terhadap kadar andrografolid A dan produksi andografolid B di dalam media larutan hara umur 4 MST Simpulan Pemberian P berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil bahan kering tanaman sambiloto. Konsentrasi yang diperoleh untuk tanaman sambiloto pada media larutan hara dengan kondisi P kurang adalah 0.1 mM KH 2 PO 4 dan untuk konsentrasi P cukup yaitu 1.0 mM KH 2 PO 4 . Pada kondisi P cukup menghasilkan produksi bahan kering, dan produksi andrografolid tertinggi, tetapi kadar andrografolid lebih rendah 2.33. Sebaliknya, pada kondisi P kurang menghasilkan produksi bahan kering, dan produksi andrografolid tetapi kadar andrografolid lebih tinggi 2.7. Pemberian konsorsium bakteri endofit pada kondisi P kurang atau P cukup tidak mempengaruhi produksi bahan kering dan kadar andrografolid didalam media larutan hara.

7. PEMBAHASAN UMUM

Budidaya tanaman sambiloto dihadapkan pada permasalahan produksi biomas dan kadar andrografolid beragam dan belum memenuhi standar yang diharapkan. Hal tersebut disebabkan karena tanaman sambiloto belum banyak dibudidayakan dan hasil penelitian yang berhubungan dengan produksi dan kandungan andrografolid juga minim. Penelitian ini diawali dengan eksplorasi bakteri endofit dari tanaman sambiloto di beberapa daerah lingkungan tumbuh yang berbeda untuk memperoleh jenis-jenis bakteri endofit yang secara genetik beragam. Hasil eksplorasi tanaman sambiloto yang berasal dari daerah Bogor Jawa Barat, Blora Jawa Tengah, Pasuruan dan Madiun Jawa Timur menghasilkan 24 konsorsium bakteri endofit yang relatif bervariasi, baik dari populasi, warna, ukuran dan bentuk koloni. Secara umum konsorsium bakteri endofit yang diisolasi dari jaringan akar mempunyai populasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan daun dan batang. Akar merupakan bagian tanaman yang langsung kontak dengan tanah, tempat beragam mikoroganisme hidup dan berkembang. Bakteri yang hidup didalam tanah tersebut masuk kedalam jaringan akar tanaman dan merupakan sumber utama bakteri endofit. Hal tersebut diduga menyebabkan populasi konsorsium bakteri endofit yang berada didalam jaringan akar lebih tinggi dibandingkan batang dan daun Hallman et al. 1997. Keduapuluh empat konsorsium bakteri endofit tersebut pada tanaman sambiloto mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang cukup beragam. Secara umum konsorsium bakteri endofit mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hasil tersebut menunjukkan bahwa konsorsium bakteri endofit berpotensi sebagai pemicu pertumbuhan tanaman. Dari hasil pengujian ini diperoleh 4 konsorsium bakteri endofit yang menunjukkan hasil paling baik terhadap pertumbuhan tanaman yaitu konsorsium bakteri endofit 5MD, 20BB, 20BD dan 20CD. Pengujian selanjutnya menunjukkan bahwa ke-empat konsorsium bakteri endofit juga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman sambiloto pada umur 14 MST. Peningkatan tinggi tanaman mencapai 15.7-24.7 dan jumlah cabang primer 31.9-42.2. Peningkatan produksi bahan segar yang diperoleh sebesar 57.8- 102.6 dan produksi bahan kering sebesar 25-82.8, serta produksi andrografolid sebesar 31-142 dibandingkan dengan kontrol. Dari hasil percobaan ini dipilih dua konsorsium bakteri endofit yang terbaik yaitu 20BB dan 20CD yang diuji di lapangan. Hasil pengujian di lapangan menunjukkan bahwa konsorsium bakteri endofit 20BB dan 20CD juga dapat meningkatkan produksi kering tajuk masing-masing 15.1 dan 20.4, dan produksi andrografolid masing- masing 37.6 dan 45.7 dibandingkan tanpa konsorsium bakteri endofit. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hung et al. 2007 bahwa bakteri endofit mampu memacu pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai dan padi Raja et al. 2006; Fitri dan Gofar 2009. Kedua konsorsium tersebut di lapangan secara statistik menunjukkan hasil yang sama. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan tanaman dengan bakteri endofit yang bersifat simbiosis mutualis. Hal tersebut diungkapkan oleh Usuki dan Narisawa 2007 yang menyatakan bahwa, mekanisme interaksi simbiosis antara tanaman dengan bakteri endofit adalah terjadinya pertukaran nutrisi dimana bakteri memfiksasi N 2 menjadi tersedia bagi tanaman dalam bentuk NH 3 serta menghasilkan fitohormon berupa IAA, Sitokinin, Giberrelin dan berbagai senyawa lainnya. Tanaman mentransferkan karbongula dan asam amino, jenis gula terutama sukrosa dan glukosa untuk bakteri endofit. Bakteri endofit memproduksi IAA 585.7 ppm untuk 20BB dan 323.1 ppm untuk 20CD dan GA 3 54 ppm untuk 20BB dan 60 ppm untuk 20CD. Fitohormon yang dihasilkan bakteri endofit tersebut dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan. Peranan bakteri endofit dalam memacu pertumbuhan tanaman direfleksikan dalam peningkatan tinggi tanaman dan jumlah cabang primer. Hal tersebut tidak terlepas dari hormon pertumbuhan IAA dan GA 3 yang dihasilkan oleh kedua konsorsium yang digunakan tersebut. Hormon IAA berfungsi memacu pemanjangan sel dan pembelahan sel tanaman Taiz dan Zeiger 2002; Taghavi et al. 2009 pada batang dan pembentukan akar adventif, selain itu pula berpengaruh terhadap proses perkembangan tanaman Taiz dan Zeiger 2002, membantu dalam proses pertambahan tinggi, panjang akar dan bobot basah tanaman Spaepen et al. 2007. Bakteri endofit yang menghasilkan IAA tinggi memberikan petumbuhan kecambah lebih baik Akbari et al . 2007. Giberelin yang dihasilkan bakteri endofit berperan seperti halnya IAA yaitu dapat merangsang pembelahan, pemanjangan sel, memiliki kemampuan memodifikasi pola pertumbuhan tanaman, biosintesis enzim-enzim, karbohidrat, dan pigmen fotosintesis Taiz dan Zeiger 2002; Soad et al. 2010. Pada umumnya bakteri endofit mampu menghasilkan beberapa macam hormon pertumbuhan selain IAA, GA, ABA, dan sitokinin Subhash et al. 2010 sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Peningkatan produksi bahan kering yang diperoleh, sejalan dengan meningkatnya serapan hara baik N, P, maupun K. Hal tersebut diduga disebabkan karena konsorsium bakteri endofit dapat menyuplai hara melalui fiksasi N dan membantu ketersediaan hara. Hara N adalah hara yang secara langsung dapat difiksasi dari udara oleh bakteri endofit. Selain itu dapat membantu ketersediaan hara P yang terjerap didalam tanah. Dengan adanya ketersediaan hara tersebut, tanaman dapat langsung mempergunakannya untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Dengan demikian proses fotosintesis berjalan dengan baik, dan menghasilkan fotosintat yang lebih tinggi. Kondisi ini didukung dengan laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih konsorsium 20BB dan 20CD lebih tinggi dibandingkan tanpa konsorsium bakteri endofit. Bakteri endofit selain berperan dapat memacu pertumbuhan tanaman juga dapat memacu produksi senyawa metabolit sekunder Hallmann et al. 1997; Strobel 2003; Strobel dan Daisy 2003. Hasil percobaan di lapangan juga menunjukkan bahwa konsorsium bakteri endofit dapat meningkatkan kadar andrografolid yaitu 2.42 20BB dan 2.69 20CD dibandingkan tanpa konsorsium bakteri endofit 2.07. Peranan bakteri endofit dalam memacu pertumbuhan tanaman dan andrografolid pada tanaman sambiloto dapat secara tidak langsung maupun langsung. Bakteri endofit secara langsung dapat mempengaruhi proses metabolisme primer dengan memberikan sumbangan hara N melalui fiksasi N dan membantu ketersediaan hara P. Selain itu secara langsung memproduksi fitohormon IAA dan GA 3 yang juga membantu pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya berdampak terhadap fotosintat yang dihasilkan. Secara tidak langsung fotosintat yang dihasilkan dari proses metabolisme primer tersebut dipergunakan sebagai prekusor untuk pembentukan metabolit sekunder terutama andrografolid. Hal tersebut diduga karena hormon- hormon yang dihasilkan tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan tanaman tetapi juga proses biosintesis dari golongan terpenoid. Hormon GA 3 meningkatkan kerja enzim yang terdapat pada biosintesis andrografolid yaitu enzim DX sintase dan reduktase pada lintasan non mevalonat dan enzim HMG reduktase pada lintasan asam mevalonat. Menurut Strobel 2003, mikroba endofit secara langsung dapat memproduksi senyawa metabolit sekunder yang terkandung didalam tanaman. Hasil percobaan di lapangan juga menunjukkan bahwa konsorsium bakteri endofit dapat meningkatkan kadar andrografolid yaitu 2.42 20BB dan 2.69 20CD dibandingkan tanpa konsorsium bakteri endofit 2.07 Gambar 7.1. Peningkatan hasil produksi bahan kering tanaman oleh pemberian P disebabkan karena peranan P yang cukup penting didalam metabolisme tanaman. Peranan tersebut menyangkut pembentukan senyawa penyimpanan dan transfer energi, dan regulator reaksi biokimia Maschner 1995. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak berarti semakin tinggi P yang diberikan semakin tinggi pula hasil yang diperoleh. Tanaman mempunyai batas tertentu dalam menyerap hara untuk kebutuhan pertumbuhan dan perkembangannya. Pemberian dosis berlebih dapat menghambat dan menganggunya proses metabolisme tanaman. Hal ini ditunjukkan oleh pemberian dosis 27 kg ha -1 P menghasilkan produksi kering tajuk dan produksi andrografolid yang sama dengan pemberian dosis 54 kg ha -1 P. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dosis 27 kg ha -1 P merupakan dosis yang sudah mencukupi untuk kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan tanaman sambiloto. Pada dosis 54 kg ha -1 merupakan dosis yang dianggap berlebih luxurious consumption, namun demikian belum sampai menimbulkan kerusakan. Sebaliknya kadar andrografolid yang dihasilkan oleh tanaman yang kekurangan pupuk yaitu tanpa pemberian P 2.48 dan dosis 27 kg ha -1 P 2.56 lebih tinggi dibandingkan dosis 54 kg ha -1 P 2.14. Hasil percobaan di lapangan tersebut didukung dengan hasil percobaan di dalam media larutan hara. Percobaan didalam media larutan hara menunjukkan bahwa pada tanaman yang mengalami kekurangan P, menghasilkan pertumbuhan dan produksi bahan kering tanaman kurang baik, tetapi kadar andrografolid yang dihasilkan lebih tinggi. Sebaliknya pada kondisi P cukup menghasilkan pertumbuhan dan produksi bahan kering lebih tinggi, tetapi kadar andrografolid yang dihasilkan lebih rendah. Pembentukan kadar andrografolid lebih dominan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang tercekam. Kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan seperti kekurangan hara P menyebabkan tanaman mengalami stress. Pada situasi ini tanaman memacu produksi senyawa metabolit sekunder. Senyawa metabolit sekunder tersebut digunakan tanaman untuk melindungi dari cekaman lingkungan agar dapat tumbuh baik Wink 2010. Sebaliknya pada kondisi lingkungan optimal, tanaman tidak terpacu untuk menghasilkan senyawa metabolit sekunder termasuk andrografolid. Hal tersebut ditunjukkan dengan dihasilkannya kadar andrografolid lebih tinggi pada P kurang 2.70 dibandingkan pada P cukup 2.33. Pemberian konsorsium bakteri endofit di lapangan berperan secara tunggal, karena tidak ada pengaruh interaksi dengan pupuk P. Hal tersebut diduga karena didalam tanah banyak faktor yang mempengaruhi antara lain ketersediaan hara P. Pada lahan percobaan ketersediaan P tergolong rendah. Pemberian konsorsium bakteri endofit diduga membantu melepaskan hara P, baik dari jerapan mineral tanah maupun dari logam-logam yang mengikat hara P. Kondisi tersebut menyebabkan tanaman dapat menyerap P yang ada didalam tanah tanpa penambahan P. Bakteri endofit berfungi optimal pada kondisi lahan yang kekurangan P, jika ketersediaan P didalam tanah cukup maka bakteri tidak bekerja efisien. Hal tersebut diduga karena pemberian P dapat menyebabkan kondisi iklim mikro di sekitar perakaran tanaman terjadi perubahan, sehingga aktivitas mikrob didalam tanah menjadi terhambat. Hal ini juga diungkapkan oleh Bertham dan Nusantra 2011, bahwa pemupukan P menekan perkembangan mikoriza, aktivitas alkalin fosfatase dan kadar C biomassa jasad renik tanah. Demikian pula yang diungkapkan oleh Domsch 1984, bahwa terjadinya penurunan keragaman dan populasi mikrob tanah yang bermanfaat dalam penyediaan hara didalam tanah akibat pemupukan yang tinggi, disebabkan lingkungan sekitar perakaran berubah terutama suhu, maka kehidupan mikroorganisme akan terganggu. Hal yang sama juga terjadi didalam media larutan hara. Penambahan konsorsium bakteri endofit pada kondisi hara P cukup atau P kurang tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi bahan kering tanaman, maupun kadar andrografolid. Hal tersebut juga didukung dengan hara yang diserap tanaman. Adanya peningkatan serapan hara dan produksi andrografolid pada P cukup dengan penambahan konsorsium bakteri endofit, lebih disebabkan karena kandungan P yang cukup. Hal tersebut diduga berhubungan dengan ketersediaan nutrisi. Pada kondisi di lapangan, konsorsium bakteri endofit berperan cukup baik diduga disebabkan karena sumber nutrisi didalam tanah cukup banyak. Sumber nutrisi tersebut merupakan bahan organik yang berasal dari pupuk kandang yang diberikan dan juga eksudat yang dikeluarkan oleh tanaman atau dari dekomposisi mikroorganisme lain. Selain itu aplikasi konsorsium yang dilakukan di lapangan tidak hanya diberikan didalam tanah tetapi diaplikasikan melalui daun. Bakteri endofit memperoleh nutrisi dari tanaman berupa gula antara lain fruktosa dan sukrosa Mercier dan Lindow 2000; Usuki dan Narisawa 2007, sehingga bakteri dapat hidup dengan baik. Sebaliknya pada percobaan kultur hara, sumber bahan organik hanya berasal dari eksudat tanaman inang. Kondisi ini bisa saja tidak mencukupi kebutuhan nutrisi dari bakteri endofit, namun informasi mengenai hal tersebut belum diketahui dan belum dapat dijelaskan dengan baik. Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa untuk pengembangan budidaya tanaman sambiloto tidak hanya dapat dilakukan pada tanah Latosol. Pengembangan budidaya tanamn sambiloto dapat dilakukan pada jenis tanah yang lain tetapi dengan memodifikasi kondisi sifat kimia tanahnya seperti pada percobaan ini. Konsorsium bakteri endofit yang diperoleh dari hasil isolasi terutama 20BB dan 20CD dapat digunakan untuk budidaya tanaman sambiloto baik yang menggunakan varietasaksesi sesuai dengan yang digunakan pada penelitian ini yaitu aksesi cimanggu atau untuk varietasaksesi sambiloto yang lain.