Endophytic Bacteria Utilization to Increase Yield and Andrographolide Content on King of Bitter (Andrographis paniculata)

(1)

(Andrographis paniculata)

GUSMAINI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Pemanfataan Bakteri

Endofit untuk Meningkatkan Produksi dan Kadar Andrografolid pada Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata) adalah benar karya saya dengan arahan dari

komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Maret 2014

Gusmaini


(4)

(5)

Kadar Andrografolid pada Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata).

Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ, DIDY SOPANDIE, ABDUL MUNIF dan NURLIANI BERMAWIE.

Sambiloto (Andrographis paniculata) merupakan salah satu tanaman yang

banyak digunakan dalam industri obat. Hal tersebut disebabkan karena sambiloto mempunyai banyak khasiat antara lain sebagai antimalaria, antidiabetes, antimikroba, antivirus, antiinflamasi, dan antikanker. Permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkan budidaya tanaman sambiloto yaitu produksi dan kadar andrografolid rendah. Teknik budidaya belum terstandar dan penelitian yang minim adalah salah satu penyebabnya. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan pemberian bakteri endofit dan fosfat. Bakteri endofit mempunyai peran sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan penghasil senyawa metabolit sekunder. Peranan tersebut didukung dengan dihasilkannya senyawa pemacu pertumbuhan tanaman antara lain auksin, giberelin, dan sitokinin, serta dapat menyuplai hara melalui fiksasai N dan melarutkan P. Fosfat berperan sebagai penyusun makro molekul, pembentuk senyawa penyimpanan dan transfer energi, serta regulator reaksi biokimia. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan hasil baik secara kuantitas maupun kualitas.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendapatkan konsorsium bakteri endofit serta dosis fosfat yang mampu meningkatkan produksi dan kadar andrografolid pada tanaman sambiloto. Penelitian ini secara khusus bertujuan: 1) mendapatkan konsorsium bakteri endofit dari tanaman sambiloto pada beberapa kondisi agroklimat yang mampu memicu pertumbuhan tanaman sambiloto, 2) mendapatkan konsorsium bakteri endofit yang berpotensi dalam memicu pertumbuhan, produksi dan kadar andrografolid pada tanaman sambiloto, 3) memperoleh informasi hubungan konsorsium bakteri endofit dan fosfat terhadap pertumbuhan, produksi dan kadar andrografolid pada tanaman sambiloto di lapangan, 4) memperoleh informasi hubungan antara konsorsium bakteri endofit dan fosfat pada media larutan hara dalam meningkatkan produksi dan kadar andrografolid. Disertasi ini disusun berdasarkan percobaan series dari percobaan ke-satu hingga ke-empat.

Percobaan ke-satu berjudul “Eksplorasi, isolasi dan seleksi konsorsium bakteri endofit dari tanaman sambiloto sebagai pemacu pertumbuhan tanaman”. Penelitian ini mengisolasi bakteri endofit yang berasal dari 4 lokasi yaitu Jawa Barat (Bogor), Jawa Tengah (Blora), dan Jawa Timur (Madiun dan Pasuruan) dengan kondisi agroklimat yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diperoleh 24 konsorsium bakteri endofit yang beragam dari bagian tanaman akar, batang, dan daun pada 2 macam konsentrasi media Trytone Soya Agar 5 dan 20%.

Konsorsium yang diisolasi dari jaringan akar (105-106 CFU ml-l) mempunyai populasi yang lebih tinggi dibandingkan yang diperoleh dari daun dan batang yaitu masing-masing 103-105 CFU ml-l. Kedua puluh empat konsorsium berpotensi dalam memacu pertumbuhan, namun ada 4 konsorsium yaitu 5MD, 20BB, 20BD,


(6)

dan 20CD yang lebih unggul daripada yang lain sehingga digunakan untuk percobaan berikutnya.

Percobaan ke-dua berjudul “Potensi konsorsium bakteri endofit sebagai pemacu pertumbuhan dan produksi andrografolid pada tanaman sambiloto”. Percobaan di rumah kaca ini menyeleksi 4 konsorsium bakteri endofit ditambah satu isolat yang berasal dari daun tanaman Graminae di rumah kaca. Pengujian

menggunakan rancangan acak kelompok, 6 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri atas: kontrol, konsorsium 5MD, 20BB, 20BD, 20 CD, dan 90AA (isolat dari Graminae). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsorsium bakteri endofit

berpotensi memacu pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah cabang primer, produksi bahan kering tanaman dan kadar andrografolid pada tanaman berumur 14 MST. Bobot kering tajuk meningkat berkisar 25-82.81%, sejalan dengan meningkatnya serapan hara N, P, dan K. Peningkatan bobot kering tajuk dan produksi andrografolid tertinggi ditunjukkan oleh konsorsium bakteri endofit 20CD. Konsorsium bakteri endofit 20CD, 20BB dan 20BD nyata meningkatkan kadar andrografolid dibandingkan dengan kontrol.

Percobaan ke-tiga berjudul “Penggunaan bakteri endofit dan pupuk P pada tanaman sambiloto”. Percobaan ini merupakan percobaan lapangan menguji konsorsium bakteri endofit dan pupuk P. Penelitian menggunakan RAK, 9 perlakuan, faktorial, dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah konsorsium bakteri endofit yaitu 1) tanpa konsorsium bakteri endofit, 2) konsorsium 20CD, dan 3) konsorsium 20BB. Faktor ke-dua adalah dosis pupuk P terdiri atas: 1) tanpa P, 2) 27 kg ha-1 P, dan 3) 54 kg ha-1 P. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua konsorsium bakteri endofit mampu meningkatkan pertumbuhan, produksi dan kadar andrografolid dibandingkan tanpa konsorsium bakteri endofit pada tanaman berumur 14 MST. Konsorsium bakteri endofit 20CD dan 20BB pengaruhnya sama dalam meningkatkan produksi bahan kering, kadar dan produksi andrografolid. Kadar andrografolid yang dihasilkan 2.42% (20BB) dan 2.69% (20CD). Pemberian pupuk P nyata meningkatkan pertumbuhan, produksi bahan kering tanaman dibandingkan dengan tanpa P. Peningkatan produksi bahan kering tanaman sejalan dengan peningkatan karakter fisiologi tanaman yaitu luas daun, laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih. Dosis 27 dam 54 kg ha-1 P sama dalam menghasilkan produksi bahan kering tanaman dan produksi andrografolid. Pemberian pupuk P tidak meningkatkan kadar andrografolid. Konsorsium bakteri endofit atau pupuk P meningkatkan serapan hara N, P, dan K. Konsorsium bakteri endofit dan pupuk P tidak berinteraksi di lapang.

Percobaan ke-empat berjudul “Tanggap agronomi tanaman sambiloto terhadap konsorsium bakteri endofit dan fosfor pada media larutan hara”. Percobaan ini terdiri atas 2 tahap yaitu a) Tanggap tanaman sambiloto terhadap konsentrasi P pada media larutan hara menggunakan RAK, 6 perlakuan, dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri dari 0, 0.01, 0.05, 0.1, 1.0, dan 2.0 mM KH2PO4; b) Tanggap tanaman sambiloto terhadap konsorsium bakteri endofit dan konsentrasi P pada media larutan hara menggunakan RAK, 4 perlakuan, dan 6 ulangan. Perlakuan terdiri atas: 0.1 mM KH2PO4, 0.1 mM KH2PO4 + konsorsium bakteri endofit 20 CD, 1.0 mM KH2PO4, dan 1.0 mM KH2PO4 + konsorsium bakteri endofit 20CD. Percobaan tahap pertama menghasilkan standar kecukupan yaitu dosis P kurang (0.1 mM KH2PO4) dan dosis P cukup (1.0 mM KH2PO4). Hasil penelitian tahap ke-dua menunjukkan bahwa pemberian P dengan dosis cukup


(7)

yang dihasilkan lebih tinggi (2.7%). Pemberian konsorsium bakteri endofit pada kondisi dosis P kurang dan dosis P cukup tidak berpengaruh terhadap parameter yang diamati didalam media larutan hara.

Hasil dari kempat percobaan tersebut menunjukkan bahwa 24 konsorsium bakteri endofit yang diperoleh dari tanaman sambiloto yang tumbuh pada beberapa agroklimat beragam dan berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Pada kondisi P cukup produksi bahan kering tanaman yang dihasilkan meningkat, tetapi pada kondisi kekurangan P kadar andrografolid yang meningkat, dan konsorsium bakteri endofit tidak berperan didalam media larutan hara. Dua konsorsium bakteri endofit terbaik yaitu 20CD dan 20BB mampu memacu pertumbuhan, produksi dan kadar andrografolid serta serapan hara N, P, dan K pada tanaman sambiloto berumur 14 MST di lapangan. Pemberian pupuk P berperan dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi bahan kering serta produksi andrografolid. Pemberian pupuk P tidak meningkatkan kadar andrografolid. Hasil penelitian ini merekomendasi konsorsium bakteri endofit yang diisolasi dari daun tanaman sambiloto dari daerah Bogor pada media TSA 20% (20CD) dan yang diisolasi dari batang tanaman sambiloto dari daerah Blora pada media TSA 20% (20BB) atau pemupukan P dengan dosis 27 kg ha-1 untuk budidaya tanaman sambiloto pada tanah Latosol atau tanah-tanah yang mempunyai sifat kimia yang sama dengan percobaan ini.


(8)

SUMMARY

GUSMAINI. Endophytic Bacteria Utilization to Increase Yield and Andrographolide Content on King of Bitter (Andrographis paniculata).

Supervised by SANDRA ARIFIN AZIZ, DIDY SOPANDIE, ABDUL MUNIF and NURLIANI BERMAWIE.

King of bitter (Andrographis paniculata) is widely used in the

pharmaceutical industry as antimalarial, antidiabetic, antimicrobial, antiviral, anti-inflammatory, and anticancer. The problems in its cultivation were low yield and andrographolide content since appropriate cultivation techniques have not been standardized and minimal research. One of the solutions was the application of endophytic bacteria and phosphate. Endophytic bacteria have roles as growth promoter and producer of secondary metabolites. They generate plant hormone such as auxin, gibberellins, and cytokinins, and also can supply nutrients such as Nitrogen fixation and Phophate solubilization. Phosphate acts as a constituent of macro molecules and compound storage; transferring energy; and regulating biochemical reactions. This research aimed to increase yield of king bitter plant both in quantity and quality.

This study had general objective to find endophytic bacteria consortia and appropriate phosphate dosage to increase yield and andrographolide content of king of bitter. Specifically it aimed to: 1) obtain endophytic bacteria consortia at king of bitter indigenous from several agro-climatic conditions which can promote plant growth, 2) obtain potential endophytic bacteria consortia which can stimulate plant growth and increase yield and andrographolide content, 3) obtain the information of the association of endophytic bacteria consortia and phosphate on growth, yield and andrographolide content of king of bitter in the field, 4) obtain the information of association of endophytic bacteria consortia and phosphate in increasing the yield and content of andrographolide of king of bitter in nutrient solution media. This dissertation consisted of four experiments.

The title of first experiment was “The exploration, isolation and selection of endophytic bacteria consortia from king bitter plant as plant growth promoter”. The activity in this study was to isolate endophytic bacteria from four locations which has different agro-climatic conditions viz. West Java (Bogor), Central Java (Blora), and East Java (Madiun and Pasuruan). The results showed there were 24 endophytic bacteria consortia from roots, stems, and leaves. Media used for isolation were 5% and 20% Trytone Soya Agar (TSA). The consortia isolated from root tissue (105-106 CFU ml-l) had higher population than from leaves and stems (103-105 CFU ml-l). All the 24 consortia were potential as plant growth promoter. However, only four consortia (5MD, 20BB, 20BD, and 20CD) had better effect on plant growth than others, so chosen and tested for further research.

The title of the second experiment was “The potency of endophytic bacteria consortia to promote growth and andrographolide content on king bitter plant”. Four selected endophytic bacteria and one bacteria isolated from Graminae

leaves, were tested in the greenhouse. The experiment was arranged in randomized block design (RBD), 6 treatments and 4 replications. Treatments consisted of: control, 5MD, 20BB, 20BD, 20CD consortia, and isolate 90AA. The results revealed that the consortia were able to enhance plant height, number of


(9)

indicated by 20CD. Andrographolide content of 20CD, 20BB and 20BD treatments were significantly higher than control.

The title of the third experiment was “The application of endophytic bacteria and P fertilizer on king of bitter in the field”. This research was designed in RBD factorial, 9 treatments, and 3 replications. The first factor was endophytic bacteria consortia treatments 1) no endophytic bacteria consortia, 2) 20CD, and 3) 20BB. The second factor was the rate of P fertilizer consisted of: 1) without P, 2) 27 kg ha-1 P, and 3) 54 kg ha-1 P. The results showed that both endophytic bacterial consortia were capable of enhancing growth, and increasing yield and andrographolide content at 14 WAP. The 20CD and 20BB treatments had similar effect in increasing dry matter production, content and yield of andrographolide. Andrographolide content of 20CD and 20BB treatments were 2.42 and 2.69% respectively. The application of P fertilizer significantly increased growth, dry matter yield than without P. The increased of dry matter yield were indicated by physiological characters of plant such as increase in leaf area, relative growth rate and net assimilation rate. The application of 27 and 54 kg ha-1 P gave similar result at dry matter yield and andrographolide yield. The application of 27 kg ha-1 P did not increase andropholide content. Endophytic bacteria consortia or P fertilizer application increased N, P, and K uptake. There were no interaction between endophytic bacteria consortia and P fertilizer treatments.

The title of the fourth experiment was “The agronomic response of king of bitter to the endophytic bacteria consortia and phosphate in nutrient solution media”. This experiment consisted of two stages: a) the response of king of bitter to several P concentrations in nutrient solution media. The trial was designed in randomized block design, 6 treatments and 4 replications. P concentrations tested were 0, 0.01, 0.05, 0.1, 1.0, dan 2.0 mM KH2PO4, b) the response of king bitter plant to endophytic bacteria consortia and P concentration in nutrient solution media. The trial was arranged in RBD (randomized block design), 4 treatments and 6 replications. The treatments consisted of: 0.1 mM KH2PO4, 0.1 mM KH2PO4 + 20 CD, 1.0 mM KH2PO4, and 1.0 mM KH2PO4 + 20CD. The first stage experiment resulted standard concentrations of P were P deficient (0.1 mM KH2PO4) and P sufficient (1.0 mM KH2PO4). The results of the second stage revealed that the application of P sufficient produced the highest dry matter production and nutrient uptake, but produced low andrographolide content (2.33%). Phosphate deficient produced lower dry matter production, but produced highest andrographolide content (2.7%). The application of endophytic bacteria consortia at condition of P deficient or P sufficient on nutrient solution media had no significant effect on parameters observed.

The conclusion from the four experiments were the acquisition of 24 endophytic bacteria consortia from king of bitter from several agro-climatic potential as plant growth promoter. In the nutrient solution media, at condition of P sufficient increased dry matter production, but at condition of P deficient increased Andrographolide content, and endophytic bacteria consortium no had effect on parameters observed. The 20CD and 20BB had the best effect to promote plant growth, yield, andrographolide content and N, P, and K uptake at


(10)

14 WAP. P fertilizer could enhance plant growth and increase dry matter yield and andrographolide content. Phosphate fertilizer did not increase andrographolide content. The application of endophytic bacteria consortia of 20CD and 20BB or 27 kg ha-1 P fertilizer were recommended for king of bitter cultivation at Latosols or soils that have the similar soil chemistry properties with experiment land. Keywords: Andrographolide, endophytic bacteria consortia, recommendation,


(11)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(12)

(13)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

PEMANFAATAN BAKTERI ENDOFIT UNTUK

MENINGKATKAN PRODUKSI DAN KADAR

ANDROGRAFOLID PADA TANAMAN SAMBILOTO

(Andrographis paniculata)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

GUSMAINI


(14)

1. Ujian Tertutup Tanggal 4 Februari 2014 Penguji Luar Komisi Pembimbing: a. Dr Ir Maya Melati, MS MSc.

Staf Pengajar pada Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

b. Dr Dra Rahayu Widyastuti, MSc

Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

2. Ujian Terbuka Tanggal 26 Maret 2014 Penguji Luar Komisi Pembimbing: a. Dr Ir Yul Bahar

Sekretaris Direktorat Jendral Hortikultura Kementerian Pertanian b. Dr Ir Sudradjat

Staf Pengajar pada Departemen Agronomi dan Hortikkultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor


(15)

Judul Disertasi : Pemanfaatan Bakteri Endofit untuk Meningkatkan Produksi dan Kadar Andrografolid pada Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata)

Nama : Gusmaini

NRP : A262090091

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS Ketua

Prof Dr Ir Didy Sopandie, MAgr Anggota

Dr Ir Abdul Munif, MScAgr Anggota

Dr Ir Nurliani Bermawie Anggota

Diketahui oleh:

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Maya Melati, MS MSc

Tanggal Ujian: 26 Maret 2014

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(16)

PRAKATA

Alhamdulillahi rabbil alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

Disertasi berjudul ”Pemanfataan Bakteri Endofit untuk Meningkatkan Produksi

dan Kadar Andrografolid pada Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata)” disusun

berdasarkan 4 tahap penelitian yang dilaksanakan secara terpadu. Keempat tahap penelitian tersebut merupakan penelitian dalam satu kesatuan baik laboratorium, rumah kaca dan di lapngan. Disertasi ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi mengenai peluang pemanfaatan konsorsium bakteri endofit sebagai agensia hayati dan pemupukan yang dapat bermanfaat dan berguna dalam peningkatan produktivitas dan kandungan andrografolid pada budidaya tanaman sambiloto.

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS, Prof Dr Ir Didy Sopandie, MAgr, Dr Ir Abdul Munif MScAgr, dan Dr Ir Nurliani Bermawie, selaku komisi pembimbing atas segala bimbingan dan arahannya sehingga disertasi ini dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada yang terhormat Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi dan Dr Ir Suryo Wiyono sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan masukan pada ujian prelim lisan. Dr Ir Maya Melati, MS MSc dan Dr Dra Rahayu Widyastuti, MSc selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup, kami ucapkan terima kasih.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Ketua Komisi Pembinaan Tenaga Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan program Doktor di IPB dan mendanai penelitian melalui program KKP3T.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Teknisi Litkayasa Ekofisologi, Laboratorium Uji Balittro yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman seperjuangan Angkatan 2009 Program Studi AGH (Tyas Pratiwi, Amisnaipa, Maisura, Marjani Aliyah, Alce Ilona Noya, M. Cholid, Amrullah, dan La Ode afa) yang selama perkuliahan dan penelitian banyak berinteraksi dan berdiskusi, serta memberikan semangat. Teman-teman di Balittro, Forum petugas belajar Badan Litbang Pertanian di IPB, Yayasan Mahkota Insan Cita, alumni HMI, alumni Faperta Unila 86 serta semua rekan-rekan lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala perhatian, dukungan, bantuan dan doanya dalam penyelesaian studi.

Terima kasih dan penghargaan yang mendalam dan terkasih penulis tujukan kepada suami tercinta Widya Hartono, anak-anakku Dini Aulia Ramadhanty dan M. Dannis Aulia, atas segala kesabaran, ketabahan, pengertian, pengorbanan, dan doanya.

Disertasi ini terkhusus penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda (Zainal Abidinsyah alm) dan terutama ibunda (Sinjarmas almh) yang hingga akhir hayatnya tidak henti-hentinya mendoakan, memberikan dorongan dan semangat agar cepat selesai. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada mertua, kakak-kakak (Sadrawati, Zunafiah, Leaderwan, Yulianti, dan Agustami), adik (Hidayatullah), dan ipar yang telah memberikan dorongan semangat, motivasi, dan doanya. Kepada semua pihak yang telah berperan dalam penelitian dan penulisan disertasi ini yang tidak dapat ditulis satu persatu, penulis ucapkan terima kasih. Akhir kata, penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Bogor, Maret 2014


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR GAMBAR xviii

DAFTAR LAMPIRAN xx

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Hipotesis 3

Kerangka dan Ruang Lingkup Penelitian 3

2. TINJAUAN PUSTAKA 5

3. EKSPLORASI, ISOLASI DAN SELEKSI KONSORSIUM BAKTERI ENDOFIT DARI TANAMAN SAMBILOTO SEBAGAI PEMACU

PERTUMBUHAN TANAMAN 18

Abstrak 18

Pendahuluan 19

Bahan dan Metode 20

Hasil dan Pembahasan 22

Simpulan 31

4 POTENSI KONSORSIUM BAKTERI ENDOFIT SEBAGAI PEMACU

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI ANDROGRAFOLID PADA

TANAMAN SAMBILOTO 32

Abstrak 32

Pendahuluan 33

Bahan dan Metode 34

Hasil dan Pembahasan 37

Simpulan 44

5 PENGGUNAAN KONSORSIUM BAKTER ENDOFIT DAN PUPUK

FOSFAT PADA TANAMAN SAMBILOTO 45

Abstrak 45

Pendahuluan 46

Bahan dan Metode 47

Hasil dan Pembahasan 49

Simpulan 60

6 TANGGAP AGRONOMI TANAMAN SAMBILOTO TERHADAP

KONSORSIUM BAKTERI ENDOFIT DAN FOSFAT PADA MEDIA

LARUTAN HARA 62

Abstrak 62


(18)

Bahan dan Meode 64

Hasil dan Pembahasan 66

Simpulan 75

7. PEMBAHASAN UMUM 77

8. SIMPULAN DAN SARAN 81

DAFTAR PUSTAKA 83

LAMPIRAN 99


(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1. Respon tanaman terhadap keadaan kahat P 18

3.1. Perlakuan konsorsium bakteri endofit 21

3.2. Kondisi agroklimat daerah asal eksplorasi tanaman sambiloto yang

digunakan pada percobaan ini 22

3.3. Sifat kimia tanah ke-empat lokasi eksplorasi tanaman sambiloto 23 3.4. Kadar andrografolid pada tanaman sambiloto dari daerah eksplorasi 24 3.5. Karakterisasi daun tanaman sambiloto hasil eksplorasi 24 3.6. Karakterisasi morfologi koloni bakteri endofit hasil isolasi dari tanaman

sambiloto 25

3.7. Pertumbuhan tanaman sambiloto setelah diinokulasi bakteri endofit pada

umur 1.5 bulan 29

3.8. Bobot kering tanaman sambiloto setelah diinokulasi bakteri endofit pada

umur 1.5 bulan 31

4.1. Sifat kimia pada tanah dan pupuk kandang 35

4.2. Pengujian HR bakteri endofit pada tanaman tembakau 36 4.3. Pengaruh konsorsium bakteri endofit terhadap pertumbuhan tanaman

sambiloto umur 14 MST 38

4.4. Produksi hormon pada bakteri endofit 39

4.5. Pengaruh konsorsium bakteri endofit terhadap terhadap

produksi bahan segar tanaman sambiloto umur 14 MST 39 4.6. Pengaruh konsorsiium bakteri endofit terhadap produksi

bahan kering tanaman sambiloto 41

4.7. Pengaruh konsorsium bakteri endofit terhadap kadar dan

serapan hara pada tanaman sambiloto 42

4.8. Pengaruh konsorsium bakteri endofit terhadap kadar dan produksi

andrografolid pada tanaman sambiloto 43

5.1. Kondisi lingkungan pada saat percobaan 49

5.2. Pengaruh bakteri endofit dan P terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah cabang primer tanaman sambiloto pada umur 8 dan 14 MST 51 5.3. Pengaruh bakteri endofit dan P terhadap karakter fisiologis tanaman

sambiloto umur 14 MST 52

5.4. Pengaruh konsorsium bakteri endofit dan pupuk P terhadap

produksi bahan kering tanaman sambiloto pada 8 dan 14 MST 54 5.5. Pengaruh bakteri konsorsium endofit dan pupuk P terhadap


(20)

5.6. Pengaruh konsorsium bakteri endofit dan P terhadap kadar dan

produksi andrografolid umur 8 dan 14 MST 59

6.1. Bahan kering tanaman dan kadar andrografolid pada media

larutan hara umur 4 MST 68

6.2. Pengaruh P dan bakteri endofit pada media larutan hara

terhadap produksi bahan kering tanaman sambiloto 4 MST 72 6.3. Pengaruh P dan bakteri endofit pada media larutan hara terhadap serapan


(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1.1. Diagram alir penelitian pemanfaatn konsorsium bakteri endofit untuk

meningkatkan produksi dan kadar andrografolid pada tanaman sambiloto 4 2.1. Biosintesis lintasan mevalonat dan non mevalonat 8

3.1. Benih sambiloto asal aksesi cimanggu 22

3.2. Penampilan lingkungan tumbuh sambiloto di tempat ekplorasi 23 3.3. Penampilan koloni konsorsium bakteri endofit dari bagian tanaman

sambiloto dari 4 lokasi pada konsentrasi TSA 5% 26

3.4. Penampilan koloni konsorsium bakteri endofit dari bagian tanaman

sambiloto dari 4 lokasi pada konsentrasi TSA 20% 27

3.5. Pengaruh inokulasi bakteri endofit terhadap tinggi tanaman

dan panjang akar pada umur 1.5 bulan. 28

3.9. Penampilan tanaman sambiloto pada umur 1.5 bulan setelah

pemberian konsorsium bakteri endofit 28

4.1. Pengujian HR bakteri endofit pada tanaman tembakau 36

4.2. Keragaan koloni konsorsium bakteri endofit 36

4.3. Keragaan tanaman sambiloto setelah aplikasi konsorsium

bakteri endofit pada umur 14 MST 38

4.4. Keragaan bobot segar tajuk sambiloto setelah pemberian

konsorsium bakteri endofit 40

5.1. Keragaan tanaman sambiloto di lapang pada umur 8 dan 14 MST 50 5.2. Pengaruh pemberi bakteri endofit dan P terhadap perakaran tanaman

sambiloto 50

5.3. Keragaan tanaman sesuai perlakuan pada 14 MST 54

5.4. Hubungan umur tanaman dengan LTR pada pemberian

konsorsium bakteri endofit (A) dan pupuk fosfat (B) 56 5.5. Hubungan umur tanaman dengan LAB pada pemberian

konsorsium bakteri endofit (A) dan pupuk fosfat (B) 57 6.1. Keragaan alat percobaan pada media larutan hara 65 6.2. Pengaruh pemberian P terhadap (A) tinggi tanaman dan (B)

panjang akar tanaman sambiloto di dalam media larutan hara 66 6.3. Pengaruh dosis P terhadap pertumbuhan sambiloto pada

media larutan hara umur 4 MST 67

6.4. Penampilan tanaman sambiloto pada keenam konsentasi P didalam


(22)

6.5. Pengaruh pemberian P terhadap luas daun (LA) dan nisbah luas daun

(NLD) tanaman sambiloto pada media larutan hara umur 4 MST 69 6.6. Keragaan tanaman setelah aplikasi konsorsium bakteri endofit dan P

di dalam media larutan hara umur 4 MST 70

6.7. Pengaruh konsorsium bakteri endofit dan P terhadap pertumbuhan

di dalam media larutan hara umur 4 MST 71

6.8. Keragaan tajuk tanaman sambiloto setelah pemberian P dan konsorsium bakteri endofit di dalam media larutan hara umur 4 MST 71 6.9. Pengaruh pemberian P dan konsorsium bakteri endofit terhadap

kadar andrografolid (A) dan produksi androgarolid (B) tanaman

sambiloto di dalam media larutan hara umur 14 MST 75 7.1. Bagan alir pengaruh bakteri endofit terhadap metabolisme tanaman 80


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Cara isolasi konsorsium bakteri endofit 100

2 Lay out percobaan 101

3 Komposisi larutan hara 103


(24)

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Tanaman sambiloto (Andrographis paniculata) merupakan salah satu

tanaman obat yang hidup di daerah tropis dan banyak tumbuh tersebar secara liar di Asia termasuk Indonesia. Tanaman sambiloto merupakan sejenis tanaman herba termasuk famili Acanthaceae yang banyak digunakan dan diyakini

masyarakat Indonesia mempunyai banyak khasiat dan manfaat, namun belum dibudidayakan dengan baik dan benar. Tanaman sambiloto yang dipergunakan untuk industri obat tradisional diambil dari tanaman yang tumbuh liar dengan kondisi lingkungan yang sangat beragam sehingga mutu simplisia yang dihasilkan belum memenuhi standar (Yusron dan Januwati2004).

Tanaman sambiloto mengandung beberapa senyawa kimia antara lain terpenoid, flavonoid, alkane, keton, aldehid, mineral (kalium, kalsium, natrium), asam kersik, dan dammar (Rao et al. 2004). Senyawa-senyawa tersebut banyak

terkandung didalam daun tanaman sambiloto dengan senyawa utama andrografolid yang merupakan senyawa lakton dari golongan terpenoid khususnya diterpenoid (Srivastava dan Akhila 2010). Andrografolid menunjukkan aktivitas sitotoksik dan sitostatik terhadap sel kanker dan anti-tumor (Chen et al. 2007; Akowuah et al. 2006), antihepatoprotektif (Kapil et al.

1993; Batkhuu et al. 2002), antiinflamasi (Wang et al. 2004; Levita et al. 2010),

antioksidan (Lin et al. 2009), antidiabetes (Zhang et al. 2009), dan antimikrob

(Xu et al. 2006).

Beragam hasil penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan produksi biomas dan andrografolid pada tanaman sambiloto antara lain pemberian pupuk (Yusron et al. 2007; Ramesh et al. 2011), penggunaan mikoriza (Arpana dan

Bagyaraj 2007), dan pemberian fitohormon secara eksogen (Anuradha et al.

2010). Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan produksi herba kering berkisar 0.64–1.3 ton ha-1, kadar andrografolid kurang dari 2%, dan potensi produksi andrografolid 15.05–16.25 kg ha-1 (Yusron et al. 2007; Mariani 2009). Hasil

penelitian di India mencapai produksi herba kering sambiloto berkisar 1.4–3.3 ton ha-1, kadar andrografolid 2-2.5%, dan potensi produksi andrografolid berkisar 38-41 kg ha-1 (Ramesh et al. 2011; Singh et al. 2011).

Penyebab rendahnya produksi tersebut diperkirakan karena belum diperolehnya teknologi budidaya yang tepat untuk pengembangan budidaya tanaman sambiloto akibat minimnya penelitian yang dilakukan. Teknologi budidaya tersebut meliputi faktor genetik yaitu dihasilkannya aksesi/varietas yang mempunyai daya hasil tinggi dan lingkungan tumbuh yang sesuai. Penelitian yang banyak dilakukan hanya terfokus pada peningkatan hasil biomas, dan belum banyak yang mengarah pada kandungan bahan aktif (kadar andrografolid). Salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan penggunaan bakteri endofit dan pemberian fosfat.

Peranan bakteri endofit yang cukup signifikan dalam meningkatkan produksi tanaman pangan antara lain pada tanaman tebu (Dong et al. 1995), padi

(Fitri dan Gofar 2009), dan kacang tanah (Lee et al. 2005). Pada umumnya

penelitian bakteri endofit pada tanaman obat hanya terfokus sebagai sumber penghasil senyawa aktif tertentu yang diisolasi langsung dari bakteri tersebut


(25)

seperti antimikroba dan antibiotik (Radji 2005; Ebrahimi et al. 2010), antiviral,

antikanker, antiinflammasi, dan antioksidan (Strobel dan Daisy 2003; Guo et al.

2008). Demikian pula dengan tanaman sambiloto, penelitian bakteri endofit masih terbatas sebagai antimikroba dan antibiotik (Rahardjo dan Syarmalina 2006; Anurachalam dan Gayathri 2010; Kannan et al. 2012), antimalaria (Levita et al. 2010), dan diversifikasi genetik bakteri endofit (Yogiara et al. 2012),

sedangkan peran bakteri endofit dalam budidaya tanaman obat terutama sambiloto masih belum diketahui.

Bakteri endofit diketahui dapat mengikat hara nitrogen dari udara dan melarutkan fosfat sehingga mengurangi pengggunaan pupuk buatan (Pedraza et al. 2004), serta memproduksi fitohormon (Puente et al. 2009). Selain itu, bakteri

endofit dapat pula memproduksi senyawa bioaktif alami (Strobel 2003; Firakova

et al. 2007; Guo et al. 2008). Fitohormon selain dapat memacu perumbuhan

tanaman, juga dapat meningkatkan produksi bahan aktif tanaman. Senyawa andrografolid merupakan senyawa biosintesis yang termasuk didalam golongan terpenoid khususnya diterpenoid (Srivastava dan Akhila 2010) yang diproduksi melalui lintasan asam mevalonat pada sitosol atau non mevalonat pada plastid, yang disintesis dari Isopentenyl Pyrophosphate (IPP) (Croteu et al. 2000;

Brielmann et al. 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian GA3 dan IAA eksogen mampu meningkatkan kadar andrografolid pada tanaman sambiloto (Anurada et al. 2010). Adanya peran-peran bakteri endofit tersebut di atas

diharapkan dapat berdampak positif terhadap pengembangan budidaya tanaman sambiloto.

Selain bakteri endofit, fosfat juga penting dalam peningkatan produksi dan kadar andrografolid tanaman sambiloto. Fosfat mempunyai 3 fungsi yang sangat penting didalam tanaman yaitu sebagai 1) penyusun makro molekul, 2) pembentuk senyawa penyimpanan dan transfer energi, 3) regulator reaksi biokimia melalui fosforilasi yang dapat mengaktivasi atau protein inaktif yang dianggap sebagai faktor kunci dalam sinyal transduksi (Maschner 1995). Fosfat memegang peranan penting pada banyak reaksi enzim, hal ini karena fosfat bagian dari inti sel yang sangat penting dalam pembelahan sel dan perkembangan jaringan meristem, merangsang pertumbuhan akar dan mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, maka apabila terjadi kekurangan fosfat, hal ini mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebagian besar proses metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan fotosintesis (Terry dan Ulrich 1993).

Pada proses metabolisme sekunder terutama biosintesis andrografolid yang tergolong senyawa aktif golongan terpenoid khususnya diterpenoid. Fosfat diperlukan dalam setiap proses mulai dari pembentukan asam mevalonat melalui proses fosforilasi yang memerlukan energi yaitu adenosin trifosfat (ATP). Proses selanjutnya yaitu pembentukan Isopentenyl Pyrophosphate juga memerlukan

suplai fosfat hingga terbentuknya andrografolid (Vickery dan Vickery 1981; Brielmann 2006; Srivastava dan Akhila 2010).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendapatkan konsorsium bakteri endofit serta dosis fosfat yang mampu meningkatkan produksi dan kadar


(26)

3

andrografolid pada tanaman sambiloto sebagai bahan baku obat alami. Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk:

1. Mendapatkan konsorsium bakteri endofit dari tanaman sambiloto pada beberapa kondisi agroklimat yang mampu memicu pertumbuhan tanaman sambiloto.

2. Mendapatkan konsorsium bakteri endofit yang berpotensi dalam memicu pertumbuhan, produksi dan kadar andrografolid pada tanaman sambiloto. 3. Memperoleh informasi hubungan konsorsium bakteri endofit dan fosfat

terhadap pertumbuhan, produksi dan kadar andrografolid pada tanaman sambiloto di lapangan.

4. Memperoleh informasi hubungan antara konsorsium bakteri endofit dan fosfat pada media larutan hara dalam meningkatkan produksi dan kadar andrografolid.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: 1) menyediakan inovasi teknologi untuk menghasilkan bahan baku sambiloto dan mutu yang baik dengan memanfaatkan bakteri endofit, dan 2) menyediakan informasi tentang peranan konsorsium bakteri endofit dan fosfat terhadap produksi dan kadar andrografolid pada tanaman sambiloto.

Hipotesis

1. Konsorsium bakteri endofit dari beberapa kondisi agroklimat yang mampu memacu pertumbuhan tanaman sambiloto.

2. Konsorsium bakteri endofit yang berpotensi mampu meningkatkan pertumbuhan, produksi dan kadar andrografolid pada tanaman sambiloto. 3. Informasi hubungan konsorsium bakteri endofit dan fosfat terhadap

pertumbuhan, produksi dan kadar andrografolid pada tanaman sambiloto di lapangan.

4. Korelasi positif antara pemberian fosfat dan konsorsium bakteri endofit pada media larutan hara dalam meningkatkan produksi dan kadar andrografolid.

Kerangka dan Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menjawab tujuan penelitian dan hipotesis dilakukan serangkaian percobaan yang merupakan satu kesatuan dan tahapan yang ditempuh merupakan proses yang sistematis dalam mencapai tujuan. Penelitian ini menekankan pada peranan konsorsium bakteri endofit sebagai pemacu pertumbuhan dan peningkatan produksi dan kadar andrografolid pada tanaman sambiloto. Percobaan pertama merupakan survei di lapangan untuk mengeksplorasi tanaman sambiloto di beberapa daerah yaitu Jawa Barat, Tengah dan Timur, dan mengisolasi serta menyeleksi konsorsium bakteri endofit sebagai pemacu pertumbuhan tanaman sambiloto. Percobaan ke-dua merupakan pengujian konsorsium bakteri yang terpilih yang berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan, produksi dan kadar andrografolid di rumah kaca. Percobaan ke-tiga merupakan pengujian konsorsium bakteri endofit yang terpilih dari percobaan dua yang dikombinasikan dengan pupuk P di lapangan. Percobaan ke-empat dilakukan di rumah kaca dan menggunakan media larutan hara untuk menjawab hubungan


(27)

antara konsorsium bakteri endofit dengan hara P. Seluruh penelitian dilakukan di laboratorium mikrobiologi, rumah kaca dan kebun percobaan Balittro Bogor. Analisis kimia tanah dan jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Uji Balittro. Analisis andrografolid dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB dan Balittro. Analisis hormon dilakukan di Laboratorium Balai Besar Pasca Panen Litbang Pertanian, dan identifikasi bakteri dilakukan di Laboratorium International Centre Biodiversity Bogor (ICBB). Ruang lingkup penelitian disajikan pada Gambar 1.1 berikut:

Gambar 1.1. Diagram Alir Penelitian Percobaan 1:

Eksplorasi, isolasi dan seleksi bakteri endofit dari tanaman sambiloto sebagai pemacu pertumbuhan tanaman

Percobaan 2:

Potensi konsorsium bakteri endofit sebagai pemacu pertumbuhan dan produksi andrografolid pada tanaman sambiloto

Percobaan 4:

Tanggap agronomi tanaman sambiloto terhadap konsorsium bakteri endofit dan fosfat pada media larutan hara

Percobaan 3:

Penggunaan konsorsium bakteri endofit dan fosfat terhadap produksi dan kadar

andrografolid di lapangan

Rekomendasi konsorsium bakteri endofit dan fosfat untuk meningkatkan produksi dan kadar andrografolid

Pemanfaatan konsorsium bakteri endofit dalam meningkatkan produksi dan kadar andrografolid pada tanaman sambiloto.

Hasil yang diharapkan: 1) Jenis konsorsium bakteri

endofit endogenous tanaman sambiloto

2) Keragaman konsorsium bakteri endofit

Hasil yang diharapkan: Konsorsium bakteri endofit yang berpotensi dalam meningkatkan pertumbuhan, produksi dan kadar

andrografolid di rumah kaca

Hasil yang diharapkan: 1) Konsorsium bakteri endofit

dan dosis P yang terbaik 2) Informasi hubungan

konsorsium bakteri endofit dan fosfat di lapangan

Hasil yang diharapkan: Informasi hubungan antara konsorsium bakteri endofit dan fosfat dalam media larutan hara


(28)

2. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata) Botani dan taksonomi

Sifat morfologi tanaman sambiloto yang tumbuh pada lingkungan tumbuh berbeda pada umumnya sama, kecuali pada sifat morfologi kuantitatif seperti tinggi tanaman, panjang dan lebar daun. Tanaman sambiloto termasuk dalam klasifikasi sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Solanaceae

Famili : Acanthaceae Genus : Andrographis

Spesies : Andrographis paniculata Nees

Produksi dan mutu simplisia tanaman obat pada umumnya dipengaruhi oleh faktor genetik (varietas) dan lingkungan, termasuk di dalamnya teknologi budidaya, kondisi lahan dan penanganan pasca panen. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman antara lain iklim meliputi cahaya, curah hujan, suhu udara, kelembaban dan lingkungan perakaran baik fisik maupun kimia (Pujiasmanto et al. 2007).

Lingkungan tumbuh

Kondisi lingkungan yang optimal akan mendukung tanaman untuk tumbuh dengan baik. Tanaman sambiloto menginginkan lingkungan tumbuh dengan tipe iklim A, B dan C menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson dengan curah hujan 2000-3000 mm tahun-1. Ketinggian tempat yang optimum bagi pertumbuhan dan produksi sambiloto yaitu mulai 1-700 m dpl. Tinggi tempat ini erat hubungannya dengan suhu yang juga sangat berpengaruh terhadap berbagai proses fisiologi tanaman dan akan mempengaruhi produksi sambiloto (Yusron dan Januwati 2004).

Tanaman sambiloto menghendaki banyak sinar matahari, namun demikian tanaman ini masih tumbuh dan berproduksi dengan baik pada kondisi ternaungi sampai 30%, tetapi jika budidaya dilakukan dengan kondisi naungan diatas 30%, mutu simplisia sambiloto cenderung menurun. Hasil penelitian Saravanan et al.

(2008) menunjukkan bahwa total herbal tanaman sambiloto dan hasil andrografolid merupakan yang tertinggi di bawah kondisi cahaya terbuka. Hal tersebut menunjukkan bahwa A. paniculata sesuai untuk budidaya terbuka.

Sambiloto mampu tumbuh hampir pada semua jenis tanah. Pada habitat alamnya, sambiloto ditemui di hutan-hutan pada kondisi solum tanah yang dangkal. Sambiloto dapat tumbuh di ketinggian 180-861 m di atas permukaan laut dengan kondisi lingkungan suhu 20-27oC, kelembaban udara relatif 78-87%, dan curah hujan 2000-3000 mm tahun-1. Sambiloto dapat tumbuh pada tanah dengan kandungan unsur hara N sedang, P rendah, K sedang, Mg rendah, Ca sangat rendah sampai rendah, C organik rendah sampai sedang, dan pH masam sampai sangat masam (Pujiasmanto et al. 2007).

Sambiloto lebih banyak ditemukan di dataran menengah dibandingkan dataran rendah dan tinggi. Kadar andrographolid tertinggi diperoleh dari


(29)

sambiloto yang tumbuh di dataran menengah (2.27 %), sedangkan di dataran rendah (1.37 %) dan dataran tinggi (0.89 %) (Pujiasmanto et al. 2009). Tanaman

sambiloto untuk menghasilkan produksi yang maksimal, memerlukan kondisi tanah yang subur. Kadar andrografolid terbentuk melalui proses metabolisme sekunder dalam tumbuhan sebagai upaya untuk mempertahankan diri dari ekosistem tumbuhnya, oleh karena itu tinggi rendahnya kadar metabolit sekunder dalam setiap tumbuhan dipengaruhi oleh lingkungan seperti ketinggian tempat, curah hujan, kesuburan tanah dan suhu (Vanhaelen et al. 1991).

Senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman sambiloto

Daun dan percabangan tanaman sambiloto mengandung laktone yang terdiri dari deoksi andrografolid, andrografolid, flavonoid, alkane, keton, aldehid, mineral (kalium, kalsium, dan natrium), asam kersik, dan dammar (Rao et al.

2004). Andrografolid termasuk golongan biosintesis diterpenoid yang utama di dalam A. paniculata dan turunannya telah diidentifikasi sebagai kandungan kimia

utama yang bertanggung jawab atas terapeutik tanaman (Chao dan Lin 2010; Wang et al. 2004; Xia 2004; Chen et al. 2007; Wang et al. 2009; Akowuah et al.

2006; Muntha et al. 2003; Nanduri et al. 2004; Rao et al. 2004; Srivastava et al.

2004).

Efek farmakologis tanaman sambiloto

Tanaman sambiloto mempunyai banyak khasiat dan manfaat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara farmakologi, tanaman sambiloto banyak sekali efeknya antara lain sebagai antikanker dan antitumor (Jada et al. 2007;

Akowuah et al. 2006), hepatoprotektif (Kapil et al. 1993; Batkhuu et al. 2002;

Liu et al. 2007; Rao et al. 2004), antiinflamasi (Wang et al. 2004; Levita et al.

2010), antioksidan (Lin et al. 2009), antidiabetes (Zhang et al. 2009), antibakteri

(Xu et al. 2006), agen antivirus (Calabrese et al. 2000; Singh et al. 2001),

antihipertensi (Huang 1987), antihyperglycaemic (Zhang dan Tan 1999), dan

antiHIV (Calabrese et al. 2000), obat demam, sakit tenggorokan, dan malaria

(Pandy dan Mandal 2010). Andrografolid mempunyai beberapa turunan yang berpotensi sebagai antikanker antara lain 14 acetylandrografolid sebagai

antikanker leukemia, ginjal, dan rahim (Jada et al. 2007). Neoandrografolid

sebagai antihepatotoxicity (Kapil et al. 1993; Batkhuu et al. 2002; Liu et al.

2007).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan sel kanker dapat dihambat dengan menggunakan ekstrak andrografolid yang terkandung dalam tanaman sambiloto. Derivat andrografolid yaitu 3.19-isopropylidene andrographolide adalah selektif terhadap leukemia dan sel-sel kanker usus besar

sedangkan 14-acetylandrographolide adalah selektif terhadap leukemia, sel-sel

kanker ovarium dan ginjal (Jada et al. 2007). Jiang et al. (2007) menyatakan

andrografolid dapat menghambat adhesi sel kanker lambung ke sel endotel dengan memblokir ekspresi eselectin (Jiang et al. 2007), dan menghambat sel

kanker manusia (Shi et al. 2008).

Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder atau dikatakan sebagai bahan alami merupakan senyawa yang dihasilkan oleh tanaman, namun tidak memiliki fungsi langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman (Taiz and Zeiger 2002).


(30)

7

Metabolit sekunder dijumpai dalam jumlah terbatas pada tumbuhan dan metabolit sekunder tertentu mungkin dihasilkan pada satu spesies atau beberapa spesies tertentu, sedangkan metabolit primer ditemukan hampir pada semua spesies tumbuhan (Taiz dan Zeiger 2002).

Metabolit sekunder merupakan senyawa yang disintesis tanaman dan digolongkan menjadi lima yaitu glikosida, terpenoid, fenol, flavonoid, dan alkaloid. Senyawa-senyawa tersebut bermanfaat bagi tanaman itu sendiri maupun bagi serangga, hewan dan manusia. Metabolit sekunder sangat diperlukan bagi tumbuhan karena mempunyai fungsi yang cukup penting antara lain: 1) sistem pertahanan terhadap virus, bakteri dan jamur, 2) sistem pertahanan terhadap serangga, 3) sistem pertahanan terhadap tanaman lain melalui allelopati, 4) atraktan serangga untuk membantu penyerbukan, 5) sistem pertahanan terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan, dan 6) sebagai obat, food additive,

flavor, pewarna dan pestisida nabati (Vickery dan Vickery 1981). Pengertian senyawa terpenoid

Tanaman sambiloto mengandung metabolit sekunder yang tergolong dalam senyawa terpenoid khususnya diterpenoid (Srivastava dan Akhila 2010). Terpenoid adalah senyawa metabolit sekunder yang berasal dari senyawa hidrokarbon isometrik dan merupakan kelompok bahan kimia yang paling luas dan beragam dari produk alami. Senyawa ini dihasilkan terutama oleh berbagai macam tanaman, meskipun beragam tetapi memiliki struktur yang sederhana dan mudah diklasifikasikan. Terpenoid adalah kelompok yang unik dari hidrokarbon alam berbasis produk alam, strukturnya diturunkan dari isopren, dan menimbulkan struktur yang dibagi ke dalam unit-unit isopentane

(2-methylbutane) (Brielmann et al. 2006).

Istilah terpenoid atau isoprenoid terdiri atas 5 karbon isopren yang semuanya adalah turunan dari terpenoid (Vickery dan Vickery 1981). Terpenoid berasal dari berbagai jenis zat produk alami yang disintesis tumbuhan dengan berbagai fungsi yang penting secara fisiologi maupun terhadap manusia. Lebih dari 40000 jenis terpenoid telah diisolasi dari tanaman, binatang dan berbagai spesies bakteri (Rohdich et al.

2005).

Struktur dan biosintesis terpenoid

Struktrur terpenoid berasal dari isoprene memiliki rumus molekul C5H8. Rumus molekul dasar senyawa terpen merupakan kelipatan (C5H8)n dengan n adalah jumlah unit isoprene terkait. Struktur-struktur yang terkait dalam pembentukan terpenoid adalah: isoprene,

dimethylalllil pyrophospat (DMAPP), dan Isopentenyl Pyrophosphate (IPP)

(Vickery dan Vickery 1981; Brielmann et al. 2006). Senyawa Terpenoid dapat

terbentuk melalui 2 lintasan yaitu: 1) lintasan mevalonat yang terbentuk di sitosol dan 2) lintasan non mevalonat yang terbentuk di plastid (Rohmer 1999, Dubay et al. 2003).

Biosintesis terpenoid melalui lintasan mevalonat

Pembentukan senyawa terpenoid melalui lintasan mevalonat yang diturunkan dari senyawa acetyl CoA melalui pembentukan intermediate acetoacetyl CoA dan 3-hydroxy-3-methyl-glutaryl CoA (HMG CoA), reaksi ini

dikatalisasi oleh masing-masing enzim acetyl CoA acetyltransferase dan HMG CoA synthase. Reduksi dari HMG CoA dikatalis oleh HMG CoA reduktase

kemudian membentuk asam mevalonat kemudian membentuk terpenoid. Sebelum senyawa terpenoid terbentuk terdapat beberapa proses yang harus dilalui yaitu proses fosforilasi dan dekarboksilasi, serta isomerasi.


(31)

Gambar 2.1. Biosintesis Lintasan Mevalonat dan Non Mevalonat (Vickery dan Vickery 1981; Dubay et al. 2003)

Setelah asam mevalonat terbentuk lalu difosforilasi oleh ATP dan enzim asam mevalonate kinase kemudian terbentuk asam mevalonat 5-pyrophosphate.

Asam mevalonat 5-pyrophosphate melalui proses dekarboksilasi-dehidrasi

menjadi isopentenyl phyrophosphate, reaksi ini dikatalis oleh enzim pyrophospho mevalonat decarboxylase. Asam mevalonat adalah prekusor utama untuk semua

terpenoid melalui lintasan mevalonat yang dibiosintesis oleh tanaman. Secara umum lintasan biosintesis terpenoid dari proses asam mevalonat sehingga menghasilkan kelompok-kelompok terpenoid. Akhir proses yaitu dengan


(32)

9

mengisomer isopentenyl phyropphosphate menjadi dimethylallyl phyropphosphate oleh enzim isopentenyl phyropphosphate isomerase (Dubay et al. 2003; Brielmann 2006; Srivastava dan Akhila 2010) (Gambar 2.1)

Biosintesis terpenoid melalui lintasan non mevalonat

Sebagian besar peneliti mengungkapkan bahwa pembentukan senyawa terpenoid umumnya melalui lintasan mevalonat, namun ada yang mengatakan dapat melalui lintasan non mevalonat yang berasal dari asam piruvat. Jalur non mevalonat berbeda dengan jalur mevalonat biosintesis isoprenoid. Tanaman dan protozoa

apicomplexan seperti parasit malaria memiliki kemampuan untuk memproduksi isoprenoids

(terpenoid) menggunakan jalur alternatif yaitu jalur non-mevalonat yang terjadi dalam plastid mengarah pada pembentukan IPP dan DMAPP (Rohmer 1999) (Gambar 2.1), setelah terbentuknya IPP dan DMAPP proses selanjutnya yaitu pembentukan kelompok terpenoid (Gambar 2.1). Sebagian besar bakteri termasuk patogen seperti bakteri

Mycobacterium tuberculosis mensintesis IPP dan DMAPP melalui jalur non-mevalonat

(Lichtenthaler 1999). Klasifikasi Terpenoid

Terpenoid dapat diklasifikasikan menurut jumlah unit isoprene dan dapat dibagi berdasarkan jumlah atom C. Menurut Vickery dan Vickery (1981); Brielmann et al.

(2006), terpenid dapat dikelompokkan yaitu: Hemiterpenoids 1 unit isoprene (C-5), Monoterpenoid 2 unit isoprene (C-10), Seskuiterpenoid 3 unit isoprene (C-15), Diterpenoids 4 unit isopren (C-20), Sesterterpenoids 5 unit isopren (C-25) (jarang ditemukan), Triterpenoid unit 6 isopren (C-30), Tetraterpenoids 8 unit isopren (C-40), Polyterpenoids dengan jumlah yang lebih besar dari unit isopren.

Biosintesis andrografolid pada tanaman sambiloto

Senyawa andrografolid termasuk ke dalam biosintesis terpenoid khususnya kelompok diterpenoid. Diterpenoid terdiri atas empat unit isopren dan memiliki rumus molekul C20H32 (Srivastava dan Akhila 2010). Selain andrografolid, giberelin termasuk golongan diterpenoid, berperan penting sebagai hormon pertumbuhan pada tumbuhan tingkat tinggi.

Bakteri Endofit

Bakteri endofit didefinisikan sebagai bakteri yang hidup atau mengkoloni pada jaringan tanaman sehat baik pada akar, batang maupun daun tanpa memperlihatkan tanda yang jelas atau mengganggu tanaman inangnya dan hidup didalam jaringan vaskuler tanaman yang sehat (Kloepper et al. 1999, Lindow dan

Brandl 2003). Bakteri tersebut membentuk agregat dan berinteraksi dengan tanaman dalam bentuk hubungan tertentu mulai dari hubungan bebas, patogen hingga hubungan substansial seperti komensialisme, mutualisme, dan simbiosis (Andrews dan Haris 2000).


(33)

Jenis bakteri endofit

Tiap tanaman mengandung satu atau lebih bakteri endofit (Strobel 2003; Strobel dan Daisy 2003). Hampir semua tanaman vaskular yang hidup di iklim tropis memiliki bakteri endofit (Firakova et al. 2007; Zhang et al. 2006). Bakteri

endofit tersebut berada pada seluruh bagian tanaman baik daun, akar, batang, maupun kulit pada tanaman angiospermae (Banarjee 2011).

Hasil penelitian Thompson et al. (1993), menunjukkan lebih dari 78 spesies

bakteri dari 37 genus yang berhasil diidentifikasi dan 12 genus yang tidak dapat diidentifikasi dari permukaan daun antara lain berasal dari genus Pseudomonas, Enterobacteriacae, bakteri gram negatif dan bakteri gram positif. Jenis Pseudomonas yang banyak ditemukan antara lain P. aureofasciens dan P. syringae. Jenis Enterobacteriacae,Erwina herbicola merupakan jenis isolat yang

paling dominan. Bakteri gram positif antara lain Arthrobacter oxydans, Micrococcus roseus dan Mycobacterium lacticum.

Bakteri tersebut terdapat pada trikhom, stomata, sepanjang tulang daun, dinding sel epidermis (Mariano dan Carter 1993) dan spora serta jaringan intraseluler vaskular (Hallmann 2001). Menurut Werner (1992), jenis bakteri yang paling sering ditemui di daun adalah Pseudomonas, Xanthomon&as, Flavobacterium, Archromobacter, Bacillus, Mycobacterium, Beijerinckia, Azotobacter, dan Mycoplana. Methylobacterium adalah salah satu jenis bakteri

yang hidup berasosiasi dengan tanaman.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan bakteri endofit

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberadaan bakteri pada daun baik terhadap jumlah maupun keragamannya antara lain: kondisi daun, ketersediaan nutrisi, kelembaban, temperatur, pencucian, serta mikroorganisme di udara (Sundin dan Jacobs 1999). Nutrisi merupakan hal yang terpenting bagi kehidupan bakteri yaitu berupa gula antara lain fruktosa dan sukrosa (Mercier dan Lindow 2000). Nutrisi ini tidak menyebar secara merata pada permukaan daun, hanya dijumpai pada sel epidermis dekat tulang daun dan stomata (Leveau 2001). Umumnya bakteri ditemukan dalam jumlah lebih besar pada permukaan bawah daun dibandingkan bagian atas karena pada bagian bawah daun banyak terdapat stomata (Beattie dan Lindow 1999).

Hasil penelitian Freiberg (1998), menunjukkan bahwa faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap penambatan N2 pada daun adalah curah hujan. Kecepatan maksimum penambatan N2 oleh sianobakteri daun per luas daun per jam sebesar 26 ng cm-2 N pada periode ada hujan, dan menurun hingga nol selama dua sampai tiga hari pada periode tanpa hujan, sedangkan intensitas cahaya matahari kurang berpengaruh terhadap bakteri endofit (Freiberg 1998). Radiasi matahari berpengaruh kuat terhadap ekologi bakteri endofit, yang ditunjukkan oleh persentase hunian bakteri dari genus Curtobacterium pada

permukaan atas lebih banyak dibandingkan bagian permukaan bawah daun (Jacob dan Sundin 2001).

Beberapa bakteri mampu mempertahankan diri dari kondisi kurang menguntungkan dengan mengeluarkan senyawa tertentu antara lain P. syringae

pv syringae menghasilkan senyawa alginat, yaitu polisakarida yang dihasilkan


(34)

11

kurang menguntungkan akibat pemanasan oleh sinar infra merah, sehingga bakteri dapat bertahan pada permukaan daun (Penazola et al. 1997).

Kelembaban udara dapat mempengaruhi populasi bakteri. Kelembaban sangat diperlukan untuk kolonisasi bakteri pada permukaan daun khususnya pada tumbuhan yang hidup pada iklim basah dan curah hujan tinggi. Hasil penelitian Timmer et al. (1987) menunjukkan bahwa populasi Xanthomonas campestris pv. vesicatoria meningkat pada kelembaban yang tinggi (≥ 90%), berfluktuasi pada

kelembaban sedang (50–65%), dan menurun bahkan tidak teramati pada kelembaban rendah (10–25%).

Peranan Bakteri Endofit Pemicu pertumbuhan tanaman

Beberapa pengaruh yang menguntungkan dari interaksi bakteri endofit dengan tanaman inang antara lain 1) sebagai penghasil hormon yang berperan dalam memacu pertumbuhan tanaman (Morris 2001), 2) penambat N2 (Dong et

al. 1995; Asis et al. 2004), hal tersebut cukup penting karena dapat mengurangi

setengah dari kebutuhan N melalui aktivitas fiksasi Nnya pada tanaman tebu di Brazil (Boddey et al. 1995), 3) dapat melawan patogen tanaman melalui induksi

ketahanan sistemik dan dihasilkannya senyawa antagonis (Kloepper et al. 1999,

Sturz dan Nowak 2000), dan 4) meningkatkan resistensi tanaman terhadap kondisi tertekan seperti cekaman air (Azevado et al. 2000), meningkatkan hasil,

mengurangi infeksi patogen, serta mengurangi stres biotik atau abiotik tanaman, tanpa patogenisitas (Welbaum et al. 2004; van Loon dan Bakker 2005;

Lugtenberg dan Kamilova 2009).

Umumnya tumbuhan memenuhi kebutuhan terhadap hormon melalui kemampuannya mensintesis fitohormon (Taiz dan Zeiger 2002; Salisbury dan Ross 1992). Fitohormon yang dihasilkan tanaman merupakan senyawa kimia yang memediasi komunikasi antar sel yang mempengaruhi bentuk dan fungsi tanaman (Salisbury dan Ross 1992). Fitohormon juga dapat disekresikan oleh bakteri yang hidup di sekitar tanaman.

Peranan bakteri endofit yang cukup penting adalah sebagai pemicu pertumbuhan tanaman yaitu dengan dihasilkannya fitohormon antara lain Indole Acetic Acid (IAA) (Ergun et al. 2002; Pedraza et al. 2004), sitokinin (Taller dan

Wang 1989: Ergun et al. 2002), dan giberelin (GA3) (Ergun et al. 2002; Kharwar

et al. 2008). Beberapa bakteri yang dapat memproduksi berbagai jenis hormon

secara in vitro antara lain bioaktivitas sitokinin telah dideteksi dari filtrat kultur Azotobacter chrococcum, A. beijerinckia, dan A. vinelandii (Taller dan Wong

1989), dan juga diproduksi oleh bakteri Paenibacillus polymyxa pada fase

pertumbuhan logaritmik akhir (Timmusk et al. 1999). Satu strain Azotobacter

mengekskresikan 3–50 µg IAA ml-1 (Vancura 1988), dan bakteri penambat N2 (Herbaspirillum seropodicae dan Bukholderia brasiliensis) yang hidup pada

tanaman padi juga secara nyata mensekresikan fitohormon auksin (Padua et al.

2001).

Bakteri endofit, selain menghasilkan fitohormon IAA dan sitokinin, bakteri endofit juga menghasilkan hormon giberrelin (GA3). Bastian et al. (1998) melaporkan terdapat kandungan IAA dan GA3 pada Acetobacter diazotrhopicus dan Herbaspirillum seropedicea. GA3 juga terdapat pada Aspergillus fumigates (Hamayun 2009), dan dari tanaman timun menghasilkan bakteri endofit Phoma


(35)

sp. GAH7 yang mensintesis giberrelin (Hamayun 2010). Fitohormon yang dihasilkan tanaman diperlukan oleh bakteri agar dapat tumbuh dengan baik, sedangkan hormon yang dihasilkan bakteri membantu agar tanaman dapat tumbuh secara normal, seperti mencegah pertumbuhan sel secara cepat, kerusakan tanaman akibat pembekuan sel dan kerusakan tanaman akibat cuaca dingin (Leveau 2001).

Bakteri penambat N2 pada daun ada yang hidup bebas dan ada yang bersimbiosis membentuk nodul pada daun. Tanaman tropika tertentu diketahui bersimbiosis dengan Chromobacterium dan Klebsiella dan membentuk nodul

daun. Bakteri penambat N2 tertentu dijumpai didalam nodul daun Marlberry (famili Rubiaceae) (Oevelan et al. 2003). Bakteri penambat N2 dipengaruhi oleh cahaya yang menunjukkan ketergantungannya terhadap fotosintesis (Pereg et al.

1994). Boddey et al. (1995), mendapatkan bakteri penambat N2 (BNF) pada tanaman tebu kultivar tertentu di Brazil yang dapat mengurangi setengah dari kebutuhan unsur nitrogen melalui aktivitas menambat N2 yaitu lebih dari 150 kg N ha-1 tahun-1, dan bakteri penambat N2 ditemukan pada jaringan akar, tajuk, dan daun tebu (Kennedy et al. 1997). Bakteri penambat N2 tidak semua menguntungkan bagi tanaman dari hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa strain bakteri penambat N2 ada yang dapat menstimulasi pertumbuhan tanaman padi, ada yang sedikit berpengaruh, dan ada pula yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi (Rolfed dan Weinman 2001), dan tanaman kentang (Sturz 1995).

Penghasil senyawa bioaktif

Bakteri endofit selain memacu pertumbuhan tanaman, dapat juga menghasilkan senyawa metabolit sekunder, yaitu senyawa bioaktif yang dapat berfungsi sebagai obat. Sejumlah besar tanaman, bakteri, dan hewan laut telah diperiksa metabolit sekunder atau bioaktifnya (Firakova et al. 2007). Bakteri

endofit sebagai sumber produk bioaktif (Strobel 2003). Penelitian Melliawati (2006), telah mengisolasi senyawa aktif dari bakteri endofit sebagai antibakteri untuk proteksi tanaman. Beberapa jenis mikroorganisme menunjukkan kekhususan inang dan aktivitas antagonis spesifik lain; kekhususan ini melibatkan interaksi biokimia yang kompleks antara tanaman dan mikroorganisme (Gomez 2010). Informasi yang tersedia dapat memberikan arahan dalam pemilihan jenis organisme yang terkait dengan tanaman obat ketika mencari produk alami yang baru (Strobel 2003).

Kemampuan bakteri endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder (Strobel et al. 2003; Radji

2005). Beberapa bakteri endofit telah diisolasi senyawa aktifnya yang berfungsi sebagai antibakteri (Strobel et al. 2003), antivirus (Guo et al. 2000); antibiotik

(Arunachalam dan Gayathri, 2010) dan antioksidan (Anurada et al. 2010).

Fitohormon

Hormon tumbuhan merupakan senyawa senyawa kimia yang terjadi secara alamiah didalam tanaman yang berperan dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta aktif pada konsentrasi yang kecil (George dan Sherington 1984). Menurut Salibury dan Ross (1995); Wattimena (1991), hormon tanaman adalah senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil,


(36)

13

yang disintesiskan pada bagian tertentu dari tanaman dan pada umumnya diangkut ke bagian lain tanaman kemudian zat tersebut menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis dan morfologis. Zat pengatur tumbuh dalam konsentrasi rendah dapat mempengaruhi proses fisiologis tumbuhan. Hal ini disebabkan karena adanya asam yang langsung mempengaruhi sintesis protein dan mengatur aktivitas enzim (Gardner et al. 1991). Fitohormon tersebut antara

lain auksin (IAA) dan GA3.

Peranan fitohormon terhadap pertumbuhan tanaman

Istilah auksin digunakan pada sekelompok senyawa kimia yang memiliki fungsi utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang. Beberapa auksin dihasilkan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA (Indole Acetic Acid). Auksin merupakan salah satu hormon yang sangat penting didalam

pertumbuhan tanaman dan berperan untuk memacu pertumbuhan sepanjang sumbu longitudinal. Hal spesifik yang terlihat berupa peningkatan pembesaran sel yang berlangsung ke segala arah secara isodiametrik. Auksin juga berperan dalam pembelahan dan pembentangan sel (Wattimena 1991).

Pengaruh IAA nyata meningkatkan pertumbuhan tanaman kunyit pada 200 ppm. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat meningkatkan sel sekretori, tetapi menurunkan diameter sel sekretori rimpang kunyit (Wijayati et al. 2005).

Pemberian IAA dalam konsentrasi tinggi tidak lagi memacu pembentangan sel tetapi menghambat karena melampaui batas optimum (Hopkins 1995). Peristiwa ini berhubungan dengan terhambatnya pemasukan air kedalam sel karena konsentrasi IAA yang terlalu tinggi menyebabkan pH dinding sel berubah, sehingga air tidak dapat terserap secara maksimal. Sel menjadi tidak dapat mengembang dan membesar akibat terhambatnya pemasukan air. Hal ini kurang sesuai dengan fungsi dari IAA itu sendiri yaitu meningkatkan tekanan osmotik sel yang diatur oleh gradien potensial pada plasma membran (Davies 1995).

Zat pengatur tumbuh lain yang dapat mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu asam giberelat. Giberelin adalah turunan dari asam giberelat merupakan hormon tumbuhan alami yang merangsang pembungaan, pemanjangan batang dan membuka benih yang masih dorman. Ada sekitar 100 jenis giberelin, namun Gibberellic Acid (GA3) yang paling umum digunakan. Senyawa ini merupakan hormon pada tanaman yang mempunyai pengaruh memacu pertumbuhan, serta dapat meningkatkan ukuran daun, bunga, dan buah. Respon tanaman terhadap GA meliputi peningkatan pembelahan sel dan pembesaran sel. Asam giberelat diketahui dapat mendukung proses pembentukan RNA baru serta sintesis protein (Taiz dan Zeiger 2002).

Asam giberelat merupakan hormon tanaman yang mempunyai efek fisiologis dapat mempengaruhi diferensiasi kambium dalam proses pembentukan berkas pengangkut. Pemberian GA dapat meningkatkan jumlah floem yang terbentuk (Davies 1995). Selulosa dan lignin sebagai penyusun dinding sel akan meningkat jumlahnya seiring peningkatan jumlah floemnya. Selulosa dan lignin merupakan penentu kualitas serat. Hormon ini juga dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta memperpendek siklus hidup tanaman.

Pengaruh GA3 terhadap diferensiasi sel telah dilaporkan oleh Maryani (1992), bahwa perlakuan GA3 pada konsentrasi 30 ppm memacu pembentukan sklerenkim batang Hibiscus cannabius. Perlakuan giberelin juga berpengaruh


(37)

panen, diameter bunga, dan panjang tangkai bunga krisan (Zuhriyah 2004). Pemberian GA3 pada konsentrasi 50 ppm optimum untuk meningkatkan luas daun dan pada konsentrasi 75 ppm optimum untuk meningkatkan bobot kering dan kadar saponin pada tanaman daun sendok (Plantago major) (Khristyana et al.

2005). Perlakuan GA3 memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan diameter batang tunas, tinggi batang tunas tanaman rami dan kandungan lignin (Mudyantini 2008).

Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa peningkatan GA3 endogen dapat meningkatkan hidrolisis pati, fruktan, dan sukrosa menjadi molekul glukosa dan fruktosa. Selulosa merupakan penggabungan unit-unit glukosa menjadi senyawa makromolekul yang tidak larut dalam semua pelarut yang biasa digunakan (Fengel dan Gerd 1995). Pemberian GA3 dapat meningkatkan kandungan glukosa dalam tanaman maka kandungan selulosa juga akan meningkat (Mudyantini 2008).

Peranan fitohormon terhadap bahan aktif tanaman

Hormon pertumbuhan selain dihasilkan tanaman, juga dapat disekresikan oleh bakteri yang hidup di sekitar dan di dalam jaringan tanaman. Hormon tumbuh ternyata tidak hanya mampu memacu pertumbuhan dan produksi tetapi juga dapat meningkatkan mutu dan kadar bahan aktif. Pemberian zat pengatur tumbuh GA3 sebesar 50 mg l-1 mampu meningkatkan produksi artemisinin dari 0.77 menjadi 1.10 mg g-1. Kinetin 10 dan 20 mg l-1 meningkatkan produksi artemisia. Hormon tumbuh disintesis dari bakteri endofit dan dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi dan kadar artemisinin (Farooqi et al. 1996). Pemberian

GA3 dan IAA eksogen mampu meningkatkan kadar andrografolid pada tanaman sambiloto (Anurada et al. 2010).

Bakteri endofit dapat mensintesis giberelin dan memacu pertumbuhan tanaman padi (Khan et al. 2009), dan timun (Hamayun et al. 2010). Bakteri

endofit mampu meningkatkan produksi segar herba dan minyak tanaman Ocimum sanctum (Tiwari et al. 2009), meningkatkan produksi dan kandungan N pada

tanaman padi sawah tadah hujan (Pedraza et al. 2009), padi lahan gambut (Fitri

dan Gofar, 2009), dan kacang tanah (Lee at al. 2005).

Fosfat Peranan unsur fosfat terhadap tanaman

Unsur fosfat merupakan salah satu unsur esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi tanaman selain nitrogen dan kalium (Salisbury dan Ross 1992; Taiz dan Zeiger 2002). Jika tanpa salah satu unsur esensial maka siklus hidup tanaman tidak akan lengkap siklus hidupnya, tidak dapat digantikan oleh unsur lain dan terlibat langsung dalam metabolisme tanaman (Fageria 2009). Bila pasokan P pada tanaman tidak tercukupi maka tidak dapat memberikan potensi hasil yang maksimal (Fageria dan Gheyi 1999) karena pertumbuhan dan perkembangannya tidak normal (Glass 1989). Fosfat berperan penting didalam penyimpanan dan transfer energi dalam tanaman (Marschner 1995; Fageria dan Gheyi 1999).

Menurut Marschner (1995), fungsi P pada tanaman dibagi dalam 3 golongan. Fungsi pertama adalah sebagai penyusun makro molekul. Fungsi ke-dua adalah sebagai pembentuk senyawa penyimpanan dan transfer energi. Fungsi ke-tiga adalah sebagai regulator reaksi biokimia melalui fosforilasi yang dapat


(38)

15

mengaktivasi atau protein inaktif yang dianggap sebagai faktor kunci dalam transduksi sinyal. Fosfat memegang peranan penting pada banyak reaksi enzim, hal ini karena P bagian dari inti sel yang sangat penting dalam pembelahan sel dan perkembangan jaringan meristem, merangsang pertumbuhan akar dan mempercepat pembungaan dan pemasakan buah. Fosfat berfungsi dalam pertumbuhan dan metabolisme tanaman, maka kekurangan fosfor mengindikasikan pada pengurangan secara umum sebagian besar proses metabolisme seperti pembelahan dan pembesaran sel, respirasi dan fotosintesis (Terry dan Ulrich 1993).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan pentingnya pemberian P yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Pemberian P akan menghasilkan tanaman serealia, kacang-kacangan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan tanpa pemberian P, meskipun pemupukan N dan K diberikan (Fageria 2009). Selain berperan dalam proses metabolisme primer, unsur P berperan pula di dalam proses metabolit sekunder terutama kelompok terpenoid, baik melalui lintasan asam mevalonat maupun non mevalonat (Vickery dan Vickery 1986; Srivastava dan Akhila 2010).

Tanaman biasanya mengabsorbsi P dalam bentuk ion orthofosfat primer (H2PO4-), orthofosfat sekunder (HPO42-) (Leiwakabessy et al. 2003), PO43-, H2PO3-, dan HPO32- (Avila et al. 2013). Gardner et al. (1991) menyatakan fosfor berasal dari pecahan organik dan inorganik tanah sebagai berikut: 1) larutan tanah sedikit mengandung P yang dapat larut seperti orthofosfat (H2PO-4 dan HPO42-), 2) mineral yang berisi P seperti apatit, Ca, Mg, Fe, dan Al-P, 3) genangan labil mengandung P yang diabsorbsi oleh koloid tanah, Fe dan Al-P dalam keseimbangan dengan P larutan tanah. Konsentrasi ion P dipengaruhi oleh kemasaman tanah. Bentuk H2PO4- banyak dijumpai pada tanah masam, dan HPO42- dijumpai pada tanah alkali. Selain itu dipengaruhi pula oleh waktu, temperatur, dan ketersediaan bahan organik didalam tanah. Disamping ion-ion tersebut, tanaman dapat menyerap P dalam bentuk asam nukleat, fitin dan fosfohumat (Havlin et al. 1999).

Fosfat yang diserap tanaman tidak direduksi, melainkan berada didalam senyawa-senyawa organik dan anorganik dalam bentuk teroksidasi. Fosfat anorganik banyak terdapat didalam cairan sel sebagai komponen sistem penyangga tanaman. Fosfat dalam bentuk organik terdapat sebagai: (1) fosfolipid, yang merupakan komponen membran sitoplasma dan kloroplas; (2) fitin, yang merupakan simpanan fosfat dalam biji; (3) gula fosfat, yang merupakan senyawa antara dalam berbagai proses metabolisme tanaman; (4) nukleoprotein, komponen utama DNA dan RNA inti sel; (5) ATP, ADP, AMP, dan senyawa sejenis, sebagai senyawa berenergi tinggi untuk metabolisme; (6) NAD dan NADP, merupakan koenzim penting dalam proses reduksi dan oksidasi; dan (7) FAD dan berbagai senyawa lain, yang berfungsi sebagai pelengkap enzim tanaman (Salisbury dan Ross 1995).

Adenosin trifosfat (ATP) terbentuk melalui proses fosforilasi oksidatif pada asimilasi fosfat oleh tumbuhan. Fosfat yang diasimilasi menjadi ATP dengan cepat segera ditransfer melalui reaksi metabolisme berikutnya menjadi berbagai macam bentuk fosfat dalam tanaman, diantaranya gula fosfat, fosfolipid, dan nukleotida. Asam deoksiribonukleat (DNA) yang tersusun dari basa purin dan pirimidin, gula pentosa dan fosfat, berfungsi sebagai pembawa informasi genetik,


(39)

sedangkan RNA sebagai penterjemah informasi dan keterlibatan lain dalam sintesis protein. Fosfat juga merupakan penyusun fitin, yaitu bentuk utama P yang tersimpan dalam biji. Substansi ini merupakan garam kalsium dan magnesium inositol asam heksafosfat, sedangkan fosfolipid merupakan bahan yang berperanan penting dalam mengatur permeabilitas membran sel dan pengangkutan ion (Salisbury dan Ross 1995).

Pergerakan fosfat didalam tanah

Pergerakan hara P didalam tanah diserap oleh akar melalui proses difusi yang didasarkan pada perbedaan konsentrasi unsur hara yang berada pada suatu tempat dengan tempat yang lain di dalam bentuk larutan tanah. Pergerakan ion fosfat menuju akar tanaman terdiri dari dua cara yakni aliran massa dan difusi (Tisdale et al. 1985). Kadar P larutan tanah di luar sel akar umumnya hanya 1

μM, sedangkan kadar dalam sitoplasma adalah 103-104 lebih tinggi. Fosfat yang diserap tanaman tidak mengalami reduksi akan tetapi tetap dalam bentuk oksidatif tertinggi (Marschner 1995)

Respon tanaman terhadap defisiensi fosfat

Mekanisme adaptasi tanaman terhadap kahat P dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1) mekanisme internal yang berkaitan dengan penggunaan P oleh jaringan tanaman, dan 2) mekanisme eksternal yang memungkinkan efisiensi serapan P yang lebih tinggi oleh akar (Peng dan Ismail 2004 dalam Sopandie 2006). Mekanisme internal dicapai melalui kemampuan tanaman untuk: a) memanfaatkan P dengan efisien, dan b) memobilisasi P dari jaringan yang tidak lagi aktif bermetabolisme. Mekanisme eksternal meliputi: 1) kemampuan tanaman untuk membentuk perakaran yang lebih panjang, 2) kemampuan meningkatkan luas serapan dengan pertumbuhan rambut akar, 3) kemampuan melarutkan P tidak tersedia melalui perubahan pH atau sekresi senyawa pengkelat, 4) kemampuan menggunakan P organik melalui sekresi fosfatase, dan 5) kemampuan dalam bersimbiosis dengan mikoriza (Peng dan Ismail 2004

dalam Sopandie 2006).

Faktor utama penyebab ketersediaan hara P rendah di tanah adalah akibat fiksasi (Syarif 2007). P tersedia bagi tanaman kurang dari 1% P total tanah (Masrchner 1995). Pada umumnya ketersediaan P terdapat pada kisaran pH 5.5 sampai 7.0. Ketersediaan P menurun di bawah pH 5.5 karena terfiksasi oleh Al, Fe, hidroksida, dan liat, sedangkan di atas pH 7.0, fosfat difiksasi oleh Ca dan Mg (Tisdale et al. 1985). Ketersediaan P tanah yang rendah tersebut menyebabkan mekanisme eksternal menjadi lebih penting, tanaman mengembangkan berbagai mekanisme untuk membuat P menjadi tersedia dan juga untuk meningkatkan kemampuan menyerap P. Salah satu mekanisme eksternal yang penting dalam meningkatkan ketersediaan P adalah dengan peningkatan kinetika serapan P (Kochian et al. 2004 dalam Sopandie 2006).

Perubahan fisiologi akar merupakan mekanisme ketenggangan tanaman terhadap terbatasnya suplai P yang terutama disebabkan oleh perubahan kinetika serapan. Kinetika serapan P menunjukkan adanya high affinity transporter yang lebih aktif dibandingkan low affinity transporter pada konsentrasi P rendah (Sopandie 2006). Kompartementasi P intraseluler dapat mempengaruhi efisiensi penggunaan P tanaman. Mimura et al. (1996) dalam Sopandie (2006) menunjukkan terjadi pergerakan P dari vakuola ke sitoplasma pada kondisi


(40)

17

defisiensi P yang memungkinkan kadar P dalam sitoplasma dapat dipertahankan agar proses fisiologis berjalan normal. Kondisi tanaman terhadap kahat P disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Respon tanaman terhadap keadaan kahat P

Tingkatan respon tanaman Respon tanaman

Morfologi Peningkatan nisbah akar-tajuk, perubahan morfologi dan arsitektur akar, peningkatan jumlah dan panjang rambut akar, akumulasi pigmen antosianin, pembentukan akar proteoid

Fisiologi Peningkatan serapan P, penurunan fluks Pi,

peningkatan efisiensi penggunaan P, mobilisasi Pi dari vakuola ke sitoplasma, proton sekresi fosfatase dan RNase, perubahan metabolisme karbon, fotosisntesis dan fiksasi nitrogen.

Biokimia Aktivasi enzim-enzim, peningkatan produksi

fosfatase, RNase dan asam organik, perubahan dalam fosforilasi protein.

Molekuler Aktivasi gen-gen yang mengendalikan sintesa

RNase, fosfatase, fosfat transforter, Ca-ATPase, beta glukosidase dan PEPCase.

Sumber: Raghothama (1999) dalam Sopandie (2006)

Keberhasilan suatu tanaman untuk tumbuh dan berkembang secara optimal sangat tergantung kepada kemampuan tanaman untuk memanfaatkan P tanah. Peningkatan serapan hara per tanaman dapat dicapai antara lain dengan (a) peningkatan sistem perakaran yang dapat meningkatkan kontak dengan hara, terutama hara yang kurang mobil seperti P, (b) peningkatan serapan per unit akar dengan meningkatkan kinetika serapan, dan (c) kemampuan untuk menggunakan bentuk-bentuk hara yang relatif kurang tersedia bagi tanaman seperti P anorganik tidak larut (Syarif 2007).

Eksudasi asam organik (malat, sitrat dan oksalat) adalah mekanisme lain tanaman untuk meningkatkan ketersediaan P dari tanah. Asam organik dapat meningkatkan ketersediaan P melalui mekanisme pelarutan senyawa P sukar larut (Al-P dan Fe-P) dengan penurunan pH atau desorbsi P dari jerapan dengan pertukaran anion (Crowley dan Rengel (2000) dalam Sopandie (2006)). Anion

asam organik dapat membentuk kompleks dengan Al atau Fe sehingga dapat melepaskan ion P atau mencegah ion P bereaksi dengan ion Al atau Fe (Sopandie 2006).


(1)

Lampiran 1. Cara Isolasi Bakteri Endofit Cara :

a) Bagian tanaman (akar, batang dan daun) dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan air yang mengalir, lalu dikeringkan dengan kertas filter yang steril. Permukaan daun dibersihkan lalu dipotong-potong seberat 1 g dan disteril dengan menggunakan modifikasi metode Dobranic et al. (1995) yaitu menggunakan etanol dan sodium hypochlorite. Potongan daun direndam etanol 70% selama 30 detik kemudian dengan sodium hypochlorite (1-2%) selama 1-2 menit, lalu dibilas dengan air yang steril sebanyak 4 kali.

b) Masing-masing potongan bagian tanaman sambiloto (akar, batang, dan daun) yang telah steril digerus dengan menggunakan mortar steril, lalu diberi air destilasi sebanyak 10 ml. Air larutan kemudian diencerkan hingga 102 - 105. Hasil pengenceran diambil 0,1 ml ditempatkan ke dalam cawan petri yang telah berisi media TSA 5 dan 20%, lalu disegel dengan menggunakan plastik seal. Cawan petri yang telah disegel diinkubasi dengan suhu 30°C, selama 24-48 jam. Petri tersebut dikontrol tiap hari untuk melihat pertumbuhan koloni mikroba endofit dari tanaman sambiloto. Koloni yang tumbuh lalu dihitung.


(2)

Lampiran 2. Lay Out Percobaan

1. Seleksi konsorsium bakteri endofit sebagai pemicu pertumbuhan pada tanaman sambiloto

Ulangan I Ulangan II Ulangan III

KME 0 KME 21 KME 24

KME 1 KME 22 KME 11

KME 2 KME 23 KME 12

KME 3 KME 24 KME 18

KME 4 KME 11 KME 21

KME 5 KME 12 KME 0

KME 6 KME 18 KME 1

KME 7 KME 19 KME 2

KME 8 KME 20 KME 3

KME 9 KME 13 KME 22

KME 10 KME 9 KME 23

KME 11 KME 0 KME 19

KME 12 KME 1 KME 20

KME 13 KME 2 KME 13

KME 14 KME 3 KME 9

KME 15 KME 4 KME 7

KME 16 KME 5 KME 8

KME 17 KME 6 KME 10

KME 18 KME 7 KME 16

KME 19 KME 8 KME 25

KME 20 KME 10 KME 17

KME 21 KME 14 KME 4

KME 22 KME 15 KME 5

KME 23 KME 16 KME 6

KME 24 KME 25 KME 14

KME 25 KME 17 KME 15

2. Seleksi konsorsium bakteri endofit yang berpotensi meningkatkan produksi dan kadar andrografolid pada tanaman sambiloto.

Ulangan I Ulangan II Ulangan

III

Ulangan IV

A C E B

B A B C

C E D E

D B K K

E K A D


(3)

3. Tanggap agronomi tanaman sambiloto terhadap bakteri endofit danP pada media larutan hara

3a. Tanggap tanaman sambiloto terhadap P pada media larutan hara

Ulangan I Ulangan II Ulangan

III

P0 P3 P2

P1 P2 P4

P2 P0 P3

P3 P5 P2

P4 P1 P5

P5 P4 P1

3b. Tanggap tanaman sambiloto terhadap bakteri endofit dan P pada media larutan hara Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV Ulangan V Ulangan VI

P0E0 P0E1 P1E0 P1E1 P1E0 P0E1

P0E1 P1E1 P0E0 P0E1 P0E0 P1E0

P1E0 P0E0 P1E1 P1E0 P0E1 P1E1

P1E1 P1E0 P0E1 P0E0 P1E1 P0E0

4. Pengujian konsorsium bakteri endofit dan dosis pupuk P terhadap produksi dan kadar andrografolid tanaman sambiloto

Ulangan I Ulangan II Ulangan III

M0P0 M1P1 M0P2

M0P1 M1P2 M2P0

M0P2 M2P0 M1P1

M1P0 M0P0 M1P2

M1P1 M0P1 M2P2

M1P2 M2P1 M2P1

M2P0 M2P2 M1P0

M2P1 M0P2 M0P0


(4)

Lampiran 3. Komposisi Larutan Hara (Sopandie 1990) No Komposisi hara

1. 1.5 mM Ca(NO)3. 4H2O

2. 1.0 mM NH4NO3

3. 0.4 mM MgSO4. 7H2O

4. 0.5 ppm MnSO4. 4H2O

5. 0.02 ppm CuSO4. 5H2O

6. 0.05 ppm ZnSO4. 7 H2O

7. 0.5 ppm H3BO3

8. 0.01 ppm NH2Mo7O24

9. 68 µM Fe EDTA 10. 1mM KCl


(5)

Lampiran 4. Karakter fisiologis

LAB = Laju Asimilasi Bersih (NAR = Nett Assimilation Ratio) (W2 – W1) x (Ln A2 – Ln A1) g/cm2/hari

14 A2 – A1

LTR = Laju Tumbuh Relatif: (RGR = Relative Growth Ratio) Ln W2 – Ln W1 g/hari

T

NLD = Nisbah Luas daun (LAR = Leaf Area Ratio) Luas daun (minggu tertentu) cm2/g

BK Total (minggu tertentu)

ILD = Indeks Luas Daun (LAI = Leaf Area Index) Luas Daun (minggu tertentu)

Jarak Tanam

Keterangan :

W1 = bobot kering daun pada panen ke-1 W2 = bobot keirng daun pada panen ke-2 A1 = luas daun pada panen 1

A2 = luas daun pada panen 2 T = selang waktu panen (14 hari) BK =berat kering total


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjungkarang pada tanggal 13 Agustus 1967 merupakan putri ke enam dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak H. Zainal Abidinsyah (alm) dan Ibu Hj. Sinjarmas (almh). Pada tahun 1995 menikah dengan Widya Hartono dan dikaruniai dua anak, Dini Aulia Ramadhanty (16 tahun) dan M. Dannis Aulia (8 tahun).

Penulis menamatkan pendidikan formal dari SD hingga SMA di Bandar Lampung. Pendidikan di SMAN II Tanjungkarang diselesaikan tahun 1986. Pada tahun 1990, penulis mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Jurusan Budidaya Pertanian dengan Program Studi Ilmu Tanah. Pada tahun 2002 melanjutkan pendidikan ke Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Tanah. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan ke Program Doktor di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Sebagian hasil penelitian telah diterbitkan pada publikasi nasional di jurnal Littri (terakreditasi LIPI) pada volume 19 nomor 4 tahun 2013 dengan judul

“Potensi bakteri endofit dalam upaya meningkatkan pertumbuhan, produksi dan kandungan andrografolid pada tanaman sambiloto. Publikasi internasional di Journal of Agronomy (terindeks scopus) pada volume 12 nomor 3 tahun 2013 dengan judul “Isolation and selection of endophytic bacteria consortia from medicinal plant (Andrographis paniculata) as plant growth promoting agents”.

Penulis bekerja sebagai staf di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor pada tahun 1994-1995. Sejak tahun 1995-sekarang penulis bekerja sebagai peneliti pada kelompok peneliti ekofisiologi di Balai Penelitian Tanaman Rempah