PENDAHULUAN Induksi variasi somaklonal dan seleksi in vitro menggunakan peg untuk identifikasi varian kacang tanah yang toleran cekaman kekekringan

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang Kacang tanah Arachis hypogaea L. merupakan salah satu komoditas pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Komoditas ini adaptatif di daerah tropis, dan mempunyai arti penting sebagai bahan pangan bergizi tinggi, pakan ternak yang potensial, dan tanaman rotasi yang efektif. Sebagai bahan pangan biji kacang tanah mengandung lemak, protein, vitamin B dan E yang relatif tinggi Maesen dan Somaatmadja 1993, Moss dan Rao 1995. Antara tahun 2000 – 2004 produksi kacang tanah Indonesia berkisar antara 736,5 – 839,1 ton, dengan hasil panen faktual rata-rata sebesar 1,08 – 1,16 ton per hektar BPS 2005, lebih rendah dibandingkan hasil panen dalam skala penelitian yang dapat mencapai lebih dari 2 ton per hektar Hidajat et al. 1999. Hal tersebut menyebabkan Indonesia harus mengimpor kacang tanah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya peningkatan produksi kacang tanah. Upaya peningkatan produksi kacang tanah baik melalui perluasan lahan penanaman maupun peningkatan produktivitas menghadapi berbagai cekaman abiotik. Cekaman abiotik utama adalah kekeringan yang pada masa mendatang diduga akan semakin parah karena berkurangnya distribusi air ke sektor pertanian akibat besarnya kebutuhan air pada sektor non-pertanian, menurunnya daya retensi tanah dan kualitas lingkungan Makarim 2005. Di samping itu usaha tani kacang tanah, yang bukan merupakan tanaman pangan utama di Indonesia, pada umumnya dilakukan di lahan kering atau pada akhir musim penghujan, sehingga berpeluang besar mengalami kekurangan air atau cekaman kekeringan. Air merupakan faktor pembatas utama yang menentukan tercapai tidaknya potensi hasil tanaman. Bila air yang terserap tanaman berkurang, maka semua proses biokimia di dalam tanaman akan terhambat dan pertumbuhan serta produksi akan menurun. Produksi kacang tanah dapat menurun hingga 50 akibat cekaman kekeringan Makarim 2005. Periode kritis tanaman kacang tanah terhadap kekeringan adalah umur 3, 25, 50 dan 75 hari Balitkabi 2004. Respon rendahnya produksi kacang tanah pada kondisi kekeringan terjadi pada kultivar tanaman yang peka terhadap kekeringan. Untuk kultivar yang toleran terhadap kekeringan, sampai pada tingkat tertentu yang masih dapat ditoleransi, cekaman kekeringan tidak menimbulkan pengaruh seperti yang terjadi pada kultivar peka. Oleh karena itu untuk budidaya kacang tanah di lahan kering atau musim kering diperlukan kultivar yang toleran cekaman abiotik, terutama cekaman kekeringan, sehingga peningkatan hasil yang diharapkan dapat terwujud. Sampai saat ini, di antara 22 kultivar kacang tanah yang dilepas Departemen Pertanian, hanya enam kultivar yaitu Komodo, Biawak, Jerapah, Panther, Singa dan Turangga yang diidentifikasi toleran terhadap cekaman kekeringan Hidajat et al. 1999. Pada umumnya mekanisme toleransi yang dilakukan oleh kultivar toleran adalah melalui pembentukan akar yang intensif sehingga dapat menurunkan hasil. Kultivar toleran dengan mekanisme yang tidak menurunkan hasil lebih diinginkan Williams dan Boote 1995. Karakter tersebut merupakan hal yang sangat penting untuk diupayakan pada kacang tanah sebab genotipe dengan potensial daya hasil tinggi pada kondisi irigasi optimum biasanya sangat peka terhadap kekeringan. Sebaliknya, genotipe yang memberikan hasil baik pada kondisi tercekam kekeringan, mungkin tidak menjamin hasil yang lebih baik pada kondisi irigasi optimum Gupta 1997 karena besarnya kemampuan pertumbuhan biomassa perakaran. Berdasarkan hal itu pengembangan kultivar kacang tanah toleran kekeringan masih diperlukan. Untuk mengembangkan kultivar yang toleran terhadap kekeringan dengan mekanisme yang berbeda diperlukan keragaman baru sifat toleransi pada plasma nutfah kacang tanah. Peningkatan keragaman sifat toleransi dapat dilakukan secara in vitro melalui kultur jaringan. Teknik ini berpotensi untuk menghasilkan varian somaklonal yang mempunyai karakteristik tertentu. Varian yang secara alamiah terjadi acak pada berbagai karakter tersebut kemudian diseleksi dalam media selektif yang sesuai sehingga diperoleh varian dengan sifat yang diinginkan. Dengan menggunakan seleksi in vitro, intensitas seleksi lebih besar dan homogen sehingga dapat meningkatkan efisiensi didapatkannya varian tanaman dengan sifat-sifat yang diharapkan Specht dan Graef 1996. Dalam kultur jaringan terdapat tiga teknik yang dapat dilakukan, yaitu proliferasi tunas pucuk, regenerasi tunas adventif dan regenerasi embrio somatik. Di antara ketiga teknik tersebut regenerasi embrio somatik merupakan teknik yang paling efisien dan paling besar peluangnya untuk memperoleh varian. Selain itu kecepatan multiplikasi lebih tinggi, prosesnya dapat dipertahankan dalam jangka panjang sehingga tidak selalu tergantung pada ketersediaan eksplan dan tidak mengakibatkan khimera Maluszynski 1995. Pada regenerasi embrio somatik eksplan diinduksi berturut-turut menjadi kalus, embrio somatik, dan tunas. Karena embrio somatik berasal dari sel tunggal, maka frekuensi terbentuknya varian relatif besar. Untuk mendapatkan varian yang toleran terhadap cekaman kekeringan digunakan bahan seleksi yang dapat mensimulasikan kondisi kekeringan di lapang. Ada beberapa bahan seleksi yang dapat digunakan, antara lain manitol, sorbitol, dan PEG poly ethylene glycol. Dibandingkan agen seleksi yang lain, PEG terutama yang mempunyai berat molekul lebih dari 3500 mempunyai kelebihan yaitu tidak dapat diserap oleh tanaman. PEG yang ditambahkan ke dalam media kultur dapat menurunkan potensial air media secara homogen karena sifatnya yang larut sempurna dalam air. Besarnya penurunan potensial air tergantung pada konsentrasi dan berat molekul PEG Michel dan Kaufmann 1973, Steuter 1981. Bila varian yang toleran terhadap potensial air rendah tersebut dapat diperoleh dan dapat diregenerasikan menjadi tanaman maka kemungkinan besar akan berkembang menjadi tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui metode seleksi in vitro yang efektif dalam rangka memperoleh ES kacang tanah yang toleran terhadap potensial air rendah 2. Mengetahui indikasi varian somaklonal kacang tanah 3. Memperoleh populasi tanaman varian somaklonal hasil seleksi in vitro 4. Memperoleh populasi tanaman varian somaklonal yang toleran terhadap cekaman kekeringan 5. Menduga mekanisme toleransi tanaman kacang tanah terhadap cekaman kekeringan secara fisiologis Pendekatan Masalah dan Strategi Penelitian Untuk mencapai tujuan tersebut harus dilakukan tahap-tahap seperti disebut di bawah ini. 1. Mengembangkan populasi embrio somatik ES kacang tanah dan varian somaklonal 2. Mengembangkan teknik seleksi in vitro yang mengandung bahan penyeleksi yang dapat mensimulasikan kondisi kekeringan di lapang 3. Menyeleksi populasi varian dalam media selektif in vitro untuk mengidentifikasi varian yang toleran terhadap potensial air rendah 4. Meregenerasikan varian yang toleran terhadap potensial air rendah menjadi populasi tanaman lengkap 5. Mengevaluasi karakter kualitatif dan kuantitatif populasi tanaman yang diregenerasikan dari ES varian hasil seleksi in vitro untuk mengidentifikasi adanya variasi di antara populasi tanaman yang diperoleh 6. Mengevaluasi respon tanaman hasil seleksi in vitro terhadap cekaman kekeringan dengan beberapa pendekatan, untuk mengidentifikasi adanya tanaman varian yang toleran terhadap cekaman kekeringan 7. Menganalisis secara fisiologis populasi tanaman yang toleran untuk menentukan mekanisme toleransi terhadap cekaman kekeringan. Untuk dapat melakukan tahap-tahap tersebut dibutuhkan: 1. metode induksi ES dan variasi somaklonal untuk memperoleh ES varian somaklonal, 2. metode seleksi in vitro untuk mendapatkan ES varian somaklonal yang toleran cekaman kekeringan, 3. metode regenerasi ES menjadi tanaman lengkap, 4. indikasi adanya varian somaklonal pada karakter kualitatif dan kuantitatif 5. metode evaluasi respon tanaman terhadap cekaman kekeringan, dan 6. metode analisis fisiologis untuk penentuan mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan. Metode induksi ES kacang tanah yang efektif telah berhasil dikembangkan menggunakan eksplan leaflet dengan media MS-P16 yaitu media MS Murashige – Skoog ditambah zat pengatur tumbuh golongan auksin yaitu pikloram amino trichloropicolinic acid sebanyak 16 μMl. Metode ini terbukti cukup efektif menginduksi ES primer dan sekunder paling tidak untuk 16 kultivar kacang tanah yang diuji Nursusilawati 2003. Penelitian awal untuk mendapatkan metode seleksi dalam rangka memperoleh galur kacang tanah yang toleran cekaman kekeringan telah dilakukan dan menunjukkan bahwa pemberian larutan PEG dalam media in vivo memberikan efek negatif terhadap pertumbuhan tanaman selama fase vegetatif. Pada penelitian tersebut penambahan konsentrasi PEG secara gradual menyebabkan peningkatan efek negatif pada beberapa peubah pertumbuhan Nursusilawati 2003. Dari hasil penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa PEG dapat digunakan sebagai bahan penyeleksi kacang tanah dalam kondisi ex vitro untuk memperoleh tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan, namun efektivitasnya secara in vitro masih perlu diteliti. Metode regenerasi tanaman kacang tanah dari ES telah dapat dikembangkan secara efektif, yang meliputi tahap maturasi, perkecambahan, dan pengakaran. Maturasi dilakukan dengan menumbuhkan ES dalam media MSAC, yaitu media MS tanpa fitohormon ditambah active charcoal arang aktif 2 gl agar ES berkembang sempurna. ES sekunder yang telah mengalami tahap maturasi kemudian dikecambahkan dalam media MS yang ditambah BAP 6- benzylamino purine, zat pengatur tumbuh sejenis sitokinin sebanyak 22 μM sampai terbentuk tunas. Tunas yang tumbuh dipilih yang mempunyai panjang 2 – 3 cm, kemudian dipindahkan ke media pengakaran yang tersusun dari media MS ditambah NAA naphtalene acetic acid, zat pengatur tumbuh sejenis auksin sebanyak 10 mgl selama satu minggu. Setelah itu dipindahkan lagi ke MSAC dan ditumbuhkan sampai membentuk akar yang sempurna yang biasanya berlangsung selama 4 minggu. Dalam semua tahap tersebut kultur diinkubasikan dalam ruang kultur dengan temperatur konstan 24 o C dalam kondisi terang terus menerus. Tunas yang telah berakar akan berkembang menjadi plantlet yang siap diaklimatisasi Nursusilawati 2003. Berdasarkan hal-hal tersebut maka strategi penelitian yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: 1. mengembangkan metode seleksi in vitro dalam rangka memperoleh ES kacang tanah yang toleran terhadap potensial air rendah dengan mengkaji pengaruh konsentrasi PEG terhadap pertumbuhan jaringan kacang tanah secara in vitro, dan menentukan konsentrasi sub-letal PEG pada sejumlah kultivar kacang tanah yang dilaporkan sebagai kultivar toleran, medium dan peka terhadap cekaman kekeringan, 2. menginduksi terjadinya ES sekunder dan varian somaklonal tanpa seleksi PEG dan meregenerasikannya menjadi tanaman lengkap untuk mengetahui indikasi varian somaklonal kacang tanah, 3. menginduksi terbentuknya ES sekunder dan varian somaklonal kemudian menyeleksi dalam media selektif PEG, meregenerasikan untuk memperoleh populasi tanaman varian somaklonal, dan mengevaluasi karakter kualitatif dan kuantitatif varian, 4. mengevaluasi respon tanaman varian somaklonal terhadap cekaman kekeringan yang dilakukan secara ex vitro di rumah kaca untuk memperoleh populasi tanaman varian somaklonal yang toleran terhadap cekaman kekeringan, dan 5. menganalisis secara fisiologis untuk mengetahui mekanisme toleransi terhadap cekaman kekeringan. Penelitian dimulai dengan mengetahui efektitivitas PEG dalam mensimulasikan cekaman kekeringan dalam media in vitro dengan mengevaluasi respon tunas dan kecambah sembilan kultivar kacang tanah terhadap konsentrasi PEG 0, 5 10, 15 dan 20. Sembilan kultivar kacang tanah tersebut berdasar penelitian sebelumnya mempunyai tingkat toleransi yang berbeda, yaitu Singa, Komodo dan Jerapah toleran, Kelinci, Trenggiling dan Gajah medium toleran, Macan dan Simpai peka serta Badak yang belum diketahui tingkat toleransinya terhadap cekaman kekeringan. Kemudian dilanjutkan dengan mengevaluasi respon ES primer dari empat kultivar kacang tanah, yaitu Singa, Kelinci, Badak dan Zebra terhadap lima konsentrasi PEG yang sama seperti percobaan sebelumnya. Empat kultivar tersebut dipilih karena induksi pembentukan ES relatif mudah dan berbeda tingkat toleransinya terhadap cekaman kekeringan. Dari percobaan ini dapat diketahui konsentrasi PEG sub-letal dan metode seleksi in vitro yang efektif. Bersamaan dengan hal tersebut dilakukan induksi variasi somaklonal pada ES kacang tanah cv. Kelinci dan Singa karena kedua kultivar tersebut selain mudah diinduksi membentuk ES, juga mempunyai daya hasil yang relatif tinggi, masing-masing sebesar 2,3 tonha dan 2,6 tonha. Sebagian ES diseleksi dalam media seleksi yang telah dikembangkan sehingga diperoleh ES yang insensitif terhadap cekaman PEG, kemudian bersama-sama dengan ES yang tidak diseleksi diregenerasikan menjadi tunas. Jadi pada setiap kultivar terdapat dua populasi tunas kacang tanah, yaitu tunas yang diseleksi dan yang tidak diseleksi. Tunas-tunas tersebut diakarkan sehingga diperoleh plantlet. Plantlet dikembangkan melalui aklimatisasi menjadi tanaman R0. Tanaman R0 ditumbuhkan di rumah kaca dibiarkan menyerbuk sendiri sehingga diperoleh benih R0-1. Benih kemudian ditanam di rumah kaca. Tanaman R1 yang diperoleh dibiarkan menyerbuk sendiri sehingga diperoleh benih R1-2. Selanjutnya benih tersebut ditanam sehingga didapatkan tanaman R2. Pada setiap generasi tanaman R0, R1 dan R2 dilakukan pengamatan ciri kualitatif dan kuantitatif untuk mengevaluasi terjadinya variasi somaklonal. Sejumlah tanaman R1 dan R2 juga dievaluasi responnya terhadap cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dan pengurangan penyiraman. Dari serangkaian percobaan tersebut diharapkan diperoleh galur yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Galur tersebut kemudian dievaluasi mekanisme toleransinya secara fisiologis yaitu dengan mengukur kandungan prolina. Strategi penelitian secara keseluruhan disajikan pada Gambar 1 berikut. Gambar 1. Diagram alir strategi penelitian dan keterkaitan antar percobaan dari seluruh kegiatan penelitian PERCOBAAN 1 Evaluasi efektivitas PEG untuk mensimulasikan cekaman kekeringan PERCOBAAN 2A Penentuan konsentrasi sub letal PEG MEDIA SELEKSI IN VITRO PERCOBAAN 2B Seleksi ES varian dalam media selektif dan regenerasi ES insensitif menjadi tanaman R0 PERCOBAAN 3A Induksi ES varian somaklonal dan regenerasinya menjadi tanaman R0 TANAMAN R0 VARIAN TANPA SELEKSI DAN DENGAN SELEKSI INSENSITIF PEG PERCOBAAN 3B Regenerasi tanaman R1 dan R2 serta evaluasi karakter varian pada tanaman R0, R1 dan R2 KARAKTER VARIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF POPULASI TANAMAN VARIAN SOMAKLONAL GENERASI R1 DAN R2 PERCOBAAN 4 Evaluasi toleransi terhadap cekaman PEG dan mekanisme toleransinya PERCOBAAN 5 Evaluasi toleransi terhadap cekaman kekeringan dan mekanisme toleransinya 1 TANAMAN VARIAN TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN 2 MEKANISME TOLERANSI TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN 9

II. TINJAUAN PUSTAKA