Induksi variasi somaklonal dan seleksi in vitro menggunakan peg untuk identifikasi varian kacang tanah yang toleran cekaman kekekringan

(1)

INDUKSI VARIASI SOMAKLONAL

DAN SELEKSI

IN VITRO

MENGGUNAKAN PEG

UNTUK IDENTIFIKASI VARIAN KACANG TANAH

YANG TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN

ENNI SUWARSI RAHAYU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

ii

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi saya yang berjudul ”INDUKSI VARIASI SOMAKLONAL DAN SELEKSI IN VITRO MENGGUNAKAN

PEG UNTUK IDENTIFIKASI VARIAN KACANG TANAH YANG TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN” adalah hasil penelitian saya yang merupakan bagian dari serangkaian penelitian HIBAH TIM PASCASARJANA angkatan I, tahun ke-1, 2 dan 3 (2003-2005) yang berjudul ”Rekayasa Genetika dan Seleksi in vitro untuk Mendapatkan Plasma Nutfah Kacang Tanah dengan Novel Characters – Toleran terhadap Stres Kekeringan dan Resisten Penyakit Busuk Batang Sclerotium” yang diketuai oleh Prof.Dr.Ir. Sudarsono, M.Sc. dan didanai oleh Departemen Pendidikan Nasional. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar dalam program sejenis di perguruan tinggi manapun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2007

Enni Suwarsi Rahayu NRM A.361020041


(3)

iii

ENNI SUWARSI RAHAYU. Induction of Somaclonal Variation and In Vitro

Selection Using PEG for Identification of Drought Tolerant Peanut Variants. Under direction of SUDARSONO, HAJRIAL ASWIDINNOOR, SATRIYAS ILYAS and EDI GUHARDJA.

Drought stress tolerance of peanut cultivar having certain mechanism without decreasing the yield needed to be developed. Somaclonal variation has been successfully used to obtain variant lines with improved drought stress tolerance. In this case, induction of somaclonal variation is followed by in vitro selection on selective medium containing polyethylene-glycol (PEG). The objective of this research were 1) to develop suitable in vitro selection method to obtain peanut somatic embryo that can tolerate stress due to addition of PEG in the selective medium, 2) to determine somaclonal variant indication of peanut, 3) to obtain plant population having somaclonal variation regenerated from in vitro selected somatic embryo, 4) to obtain somaclonal variant plants that are drought stress tolerance, and 5) to identify physiological mechanism involved in peanut drought stress tolerance.

In order to develop suitable in vitro selection method, several experiments were conducted to evaluate the effectiveness of polyethylene glycol (PEG)-6000 as in vitro selective agent; to determine the effective concentration of PEG to inhibit growth and development of seedling, epycotyl and somatic embryo; to evaluate tolerance of the peanut cultivars against PEG stress; and to determine changes in total proline content due to PEG stress. Results of the experiment indicated that addition of PEG 6000 into MS-0 medium inhibited growth and development of peanut seedling, epycotyl, and somatic embryo, but increased the tissue damage score and total proline content of epicotyl. Addition of PEG 6000 might be used to simulate drought stress under in vitro condition. PEG at 15% concentration was effective for inhibiting growth and development of peanut tissue. Based on these results, an in vitro selection method was developed to screen peanut somatic embryo that was drought stress tolerant, by maintaining somatic embryo for three months with three times sub-culturing in selective media MS with addition of 16 µM picloram and 15% PEG 6000.

A number of PEG induced stress insensitive somatic embryos were identified after culturing 500 clumps of embryogenic tissue of peanut cv. Kelinci with three consecutive passages on medium containing 15% PEG. Germination of selected somatic embryos and regeneration of plantlets resulted in 24 peanut R0 lines, nine lines of them produced normal R0:1 seed. In addition, a number of somatic embryos were identified after culturing clumps of embryogenic tissue with three consecutive passages on medium without PEG. Germination of cultured somatic embryos and regeneration plantlets resulted in 38 peanut R0 lines, 20 lines of them produced normal R0:1 seeds. The R1 somaclonal population of both was obtained by planting R0:1 seeds in glass-house, and then R2 somaclonal population was obtained by planting R1:2 seeds produced by R1 somaclones. These R0, R1 and R2 population were evaluated for both qualitative and quantitative characters.

The results showed that phenotypic variation on both qualitative and quantitative characters were observed among R0, R1 and R2 generation of somaclonal lines. Variant phenotype on qualitative characters observed included,


(4)

iv

from in vitro selected somatic embryo. Variant phenotype of quantitative characters included plants with significantly higher plant dry weight, plant height, root dry weight and pod weight. There were four lines with significantly higher root dry weight, and three lines with significantly higher pod weight.

The R1 and R2 populations were also evaluated to identify the drought stress tolerant lines. Drought stress was induced by pouring 15% PEG solution and by reducing watering. To induce stress by pouring 15% PEG, variant peanut seedlings were grown individually in plastic pot (600 ml) containing a mixture of burst rice-hull and manure (1:1, v/v). The seedlings were poured with PEG solution (15%) every two days since four leaves stage seven weeks after planting. Inducing drought stress by reducing watering was conducted by growing plants in polybag (50 cm) containing a mixture of top soil, sand and manure (2:1:1, v/v). These plants were divided into two groups. One group was subjected to stress condition periodically during vegetative and generative periods (12 – 80 days after planting) by watering them only after their 75% leaves have wilted; the other group was grown optimally by watering every two days.

The results of the experiments indicated 1) stress induced by PEG 15% solution at vegetative period reduced shoot growth, but did not affect negatively on root growth, 2) effect of drought stress at vegetative and generative periods on root and shoot growth were different between one population to another, 3) plant regenerated from in vitro cultured and in vitro selected somatic embryo have higher tolerance level to stress induced by PEG than the standard plant, 4) nine lines of progeny of plants regenerated from in vitro cultured and in vitro selected embryo somatic had drought stress tolerance character, and two of them had higher pod number than standard plant, both in optimal and stress condition, 5) the reduction of stomata density and the increase of leaf total proline content play sufficient role, while root/shoot ratio and primary root length did not play a significant role in plant tolerance to drought stress.

In conclusions, the induction somaclonal variation followed or didn’t follow by in vitro selection using PEG 15% were effective to obtain somaclonal variant that tolerate to drought stress without intensive root growth mechanism. Evaluation of drought stress tolerance resulted in four lines (2, 11.3, K0-30.1 and K15-4) that tolerate to drought stress and had higher pod weight than the standard plant.

Keywords : somaclonal variation, in vitro selection, PEG 6000, drought tolerance, tolerance mechanism without intensive root growth, proline,


(5)

v

ENNI SUWARSI RAHAYU. Induksi Variasi Somaklonal dan Seleksi In Vitro

Menggunakan PEG untuk Identifikasi Varian Kacang Tanah yang Toleran Cekaman Kekeringan. Dibimbing oleh SUDARSONO, HAJRIAL ASWIDINNOOR, SATRIYAS ILYAS dan EDI GUHARDJA.

Kultivar kacang tanah yang toleran terhadap cekaman kekeringan dengan mekanisme yang tidak menurunkan hasil panen masih perlu dikembangkan. Variasi somaklonal telah berhasil dimanfaatkan untuk menginduksi galur varian yang meningkat toleransinya terhadap kekeringan. Dalam penelitian ini induksi variasi somaklonal diikuti oleh seleksi in vitro dalam media selektif yang mengandung PEG. Penelitian bertujuan untuk 1) mengetahui metode seleksi in vitro yang efektif dalam rangka memperoleh ES kacang tanah yang toleran terhadap potensial air rendah, 2) mengetahui indikasi varian somaklonal kacang tanah, 3) memperoleh populasi tanaman varian somaklonal hasil seleksi in vitro, 4) memperoleh populasi tanaman varian somaklonal yang toleran terhadap cekaman kekeringan, dan 5) mengetahui mekanisme toleransi tanaman kacang tanah terhadap cekaman kekeringan secara fisiologis.

Untuk mengembangkan metode seleksi in vitro yang efektif dilakukan percobaan yang bertujuan menguji efektivitas PEG 6000 sebagai bahan penyeleksi dalam media in-vitrodengan mengevaluasi respon kecambah, tunas dan embrio somatik kacang tanah terhadap kondisi cekaman oleh PEG, menentukan konsentrasi PEG yang efektif menghambat pertumbuhan dan perkembangan jaringan eksplan, menentukan konsentrasi PEG sub-letal, dan mengukur perubahan kandungan prolina total jaringan akibat cekaman PEG. Dari hasil percobaan disimpulkan bahwa penambahan larutan PEG dalam media in-vitro memberikan kondisi cekaman yang ditandai dengan terhambatnya perkembangan eksplan dan peningkatan kandungan prolina dalam jaringan seperti respon terhadap cekaman kekeringan. Konsentrasi PEG 15% efektif menghambat pertumbuhan dan perkembangan jaringan eksplan dan merupakan konsentrasi sub letal yang dapat menapis jaringan dengan sifat yang toleran dari jaringan lain dengan sifat peka terhadap cekaman akibat PEG.

Berdasarkan hal ini dikembangkan metode seleksi in vitro untuk menapis embrio somatik kacang tanah yang toleran terhadap cekaman kekeringan, yaitu dengan memelihara embrio somatik varian selama tiga bulan dalam media selektif MS dengan fitohormon pikloram 16µM ditambah PEG 15%.

Sejumlah embrio somatik yang insensitif terhadap cekaman akibat PEG telah diperoleh dengan mengkulturkan 500 clump kalus embriogenik kacang tanah cv. Kelinci dalam medium yang mengandung PEG 15% selama tiga kali berturut-turut. Perkecambahan embrio somatik hasil seleksi dilanjutkan regenerasi plantlet menghasilkan 24 galur tanaman R0, sembilan di antaranya menghasilkan benih R0-1 normal. Selain itu, sejumlah embrio somatik juga telah diperoleh dengan mengkulturkan kalus embriogenik dalam medium yang tidak mengandung PEG. Perkecambahan embrio somatik yang diperoleh tanpa seleksi ini menghasilkan 38 galur tanaman R0, 20 galur di antaranya dapat menghasilkan benih R0-1 normal. Populasi tanaman R1 diperoleh dengan menanam benih R0-1 di rumah kaca, dan selanjutnya populasi tanaman R2 diperoleh dengan menanam benih R1-2 di rumah kaca pula. Populasi R0, R1 dan R2 dievalusi untuk mengetahui variasi somaklonal pada karakter kualitatif dan kuantitatif.


(6)

vi

pentafoliat, steril partial, steril total, daun roset, daun varigata, ujung daun meruncing, daun hexafoliat, dan daun oktafoliat. Variasi pada populasi tanaman hasil kultur in vitro lebih beragam dibandingkan pada populasi tanaman hasil seleksi in vitro. Variasi karakter kuantitatif yang bersifat positif tampak pada karakter bobot kering tajuk, tinggi tanaman, bobot kering akar dan bobot polong bernas. Ada empat galur tanaman yang me mpunyai variasi positif untuk bobot kering akar, dan tiga galur untuk bobot polong bernas.

Populasi tanaman R1 dan R2 juga dievaluasi untuk mengidentifikasi galur yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan diinduksi dengan dua metode, yaitu dengan penyiraman PEG 15% dan dengan pengurangan penyiraman air. Untuk menginduksi cekaman dengan penyiraman PEG 15%, kecambah kacang tanah ditanam dalam pot plastik (600 ml) yang berisi media campuran arang sekam dan pupuk kandang (1:1, v/v). Kecambah disiram dengan larutan PEG 6000 15% setiap dua hari sekali, mulai tanaman mempunyai empat daun hingga berumur tujuh minggu. Induksi cekaman kekeringan melalui pengurangan penyiraman air dilakukan dengan menumbuhkan tanaman dalam polibag (diameter 50 cm) yang berisi media campuran tanah, pasir dan pupuk kandang (2:1:1, v/v). Tanaman-tanaman tersebut dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama diberi perlakuan cekaman kekeringan secara individual dengan menyiram air hanya setelah 75% daun yang dimiliki tanaman tersebut layu, sedangkan kelompok lain diberi penyiraman optimum setiap dua hari sekali.

Hasil percobaan menunjukkan 1) cekaman akibat penyiraman larutan PEG 15% pada fase vegetatif nyata menurunkan pertumbuhan tajuk, tetapi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan akar, 2) pengaruh cekaman kekeringan akibat pengurangan penyiraman air terhadap pertumbuhan tajuk dan akar berbeda antar populasi, 3) tanaman hasil kultur in vitro dan seleksi in vitro mempunyai tingkat toleransi terhadap cekaman kekeringan yang lebih tinggi dibandingkan tanaman standar, 4) diperoleh sembilan galur tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro yang toleran terhadap cekaman kekeringan, dua di antaranya mempunyai jumlah polong bernas lebih tinggi dibandingkan tanaman standar, baik pada kondisi optimum maupun cekaman, 5) penurunan densitas stomata dan peningkatan kadar prolina total memainkan peran yang cukup berarti dalam mekanisme terhadap cekaman kekeringan, tetapi panjang akar primer dan nisbah akar/tajuk tidak berperan dalam mekanisme toleransi terhadap cekaman kekeringan.

Dari hasil semua tahap percobaan di atas, disimpulkan bahwa induksi variasi somaklonal dengan atau tanpa disertai seleksi in vitro menggunakan PEG 15% efektif untuk memperoleh tanaman varian somaklonal kacang tanah yang toleran terhadap kekeringan, dengan mekanisme yang tidak melalui pertumbuhan akar yang intensif. Dari evaluasi toleransi terhadap cekaman kekeringan diperoleh empat galur, yaitu K0-2, K0-11.3, K0-30.1 dan K15-4 yang toleran terhadap cekaman kekeringan dan mempunyai bobot polong bernas lebih besar daripada tanaman standar.

Kata kunci: variasi somaklonal, seleksi in vitro , PEG 6000, toleransi terhadap kekeringan, mekanisme toleransi tanpa akar intensif, prolina


(7)

vii

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor,

tahun 2007

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi,


(8)

viii

INDUKSI VARIASI SOMAKLONAL DAN

SELEKSI

IN VITRO

MENGGUNAKAN PEG

UNTUK IDENTIFIKASI VARIAN KACANG TANAH

YANG TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN

ENNI SUWARSI RAHAYU

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor pada Departemen Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007


(9)

ix

Menggunakan PEG untuk Identifikasi Varian Kacang Tanah yang Toleran Cekaman Kekeringan

Nama : Enni Suwarsi Rahayu NRM : A. 361020041

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc. Ketua

Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc. Anggota

Dr.Ir. Satriyas Ilyas, MS Anggota

Prof.Dr.Ir. Edi Guhardja, MSc. Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Satriyas Ilyas, MS Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS


(10)

x

Alhamdulillahirabbil alamin, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Atas izin dan petunjuk Allah Yang Maha Rahman dan Rahim pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi yang berjudul ”Induksi Variasi Somaklonal dan Seleksi In vitro Menggunakan PEG untuk Identifikasi Varian Kacang Tanah yang Toleran Cekaman Kekeringan”. Disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar doktor dari Institut Pertanian Bogor.

Disertasi ini disusun berdasarkan serangkaian penelitian yang merupakan bagian dari penelitian Hibah Tim Pasca Sarjana angkatan I, tahun 1, 2 dan 3 (tahun 2003 – 2005) yang berjudul ”Rekayasa Genetika dan Seleksi in-Vitro untuk Mendapatkan Plasma Nutfah Kacang Tanah dengan Novel Characters – Toleran terhadap Stres Kekeringan dan Resisten Penyakit Busuk Batang Sclerotium” yang diketuai oleh Prof.Dr.Ir. Sudarsono, M.Sc. dan didanai oleh Departemen Pendidikan Nasional.

Penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan karena peran dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberi ijin untuk menempuh studi program doktor,

2. Sekolah Pasca Sarjana IPB dan Program Studi Agronomi SPS IP B yang telah menerima penulis sebagai mahasiswa program doktor pada tahun 2002,

3. Departemen Pendidikan Nasional, yang telah memberikan dana studi selama tujuh semester melaui BPPS tahun 2002 – 2006 dan dana penelitian melalui penelitian Hibah Tim Pascasarjana angkatan I tahun 1, 2 dan 3 (tahun 2003 – 2005),

4. Bapak Prof.Dr.Ir. Sudarsono, MSc. selaku Ketua Komisi Pembimbing, yang telah memprakarsai penelitian Hibah Tim Pascasarjana yang merupakan sumber utama dana penelitian disertasi ini, dan yang telah memberikan bimbingan intensif dalam pelaksanaan penelitian, analisis data, penulisan publikasi serta penulisan naskah disertasi,

5. Bapak Dr.Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc, Ibu Dr.Ir. Satriyas Ilyas, MS dan Bapak Prof.Dr.Ir. Edi Guhardja, MSc sebagai Anggota Komisi Pembimbing;


(11)

xi

6. Penguji Luar Komisi Dr. Ir. Yudiwanti, MS, Dr.Ir. Sriani Sujiprihati, MS dan

Dr. Ir. Ika Mariska S.; yang telah memberikan saran perbaikan yang sangat berarti dalam penulisan disertasi,

7. Rekan-rekan Tim Peneliti di Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman Faperta IPB : Dr.Ir. Yusnita, MSc, Dr.Ir. Endang Pujihartati, MSi, Dr. Ir. Farid Hemon, MSc, Dr.Ir. Ahmad Riduan, MSi, Dr. Ir. Dwi Hapsoro, MSc, Dr.Ir. Zuyasna, MSc., Ir. Yusniwati, MSi; atas persahabatan dan kesediaan menjadi mitra diskusi yang handal,

8. Rekan-rekan dari Jurusan Biologi Universitas Negeri Semarang yang bersama-sama menempuh studi S3 di IPB : Ir. Amin Retnoningsih, MSi, Dra. Margareta Rahayuningsih, MSi, drh. R.Susanti, MP, Niken Subekti, Ssi, MSi dan Drs. Y.Ulung Anggraito, MSi.; atas persahabatan dan dukungan secara moril

9. Rekan-rekan teknisi di Laboratorium PMB Faperta IPB (Susilawati, Agus) dan di Balitbiogen Bogor (Pak Juanda) atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian,

10. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan ujian yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Secara khusus terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada suami tercinta Drs.H. Tri Widayat K. atas keikhlasannya memberi ijin, doa, kesabaran, dukungan moril serta materiil yang tidak terhingga nilainya; sehingga penulis merasa bahwa keberhasilan ini adalah keberhasilan berdua. Juga kepada anak-anak tersayang K. Widayati Ajiningtyas (Tyas), K. Wiidyo Aji Bagaskoro (Aji) dan K. Widyan Radityo Ilmiaji (Adit) atas keikhlasan, kesabaran dan dukungan moril yang diberikan.

Semoga segala dukungan dan bantuan yang dilakukan dalam penyelesaian penelitian dan penulisan disertasi ini dapat dinilai sebagai ibadah oleh Allah SWT, baik bagi penulis maupun semua pihak yang telah berperanserta. Amin. Akhirnya penulis berharap semoga hasil penelitian ini membawa manfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2007 Enni Suwarsi Rahayu


(12)

xii

Penulis lahir di Cilacap Jawa Tengah pada tanggal 16 September 1960, merupakan anak pertama dari Bapak Soekadi (almarhum) dan Ibu Soewarti. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Semarang, lulus pada tahun 1983. Pada tahun 1995 lulus dari jenjang S2 Program Studi Biologi Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, kemudian sejak tahun 2002 terdaftar sebagai mahasiswa program doktor di Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional.

Sejak tahun 1986 sampai sekarang tercatat sebagai staf pengajar jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang (Unnes). Sejak menjadi staf pengajar penulis aktif dalam sejumlah kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat dengan dana dari Departemen Pendidikan Nasional, dan dalam berbagai pelatihan serta seminar ilmiah tingkat regional maupun nasional.

Selama mengikuti program S3, penulis bersama Komisi Pembimbing telah menulis beberapa artikel dari hasil penelitian selama studi. Poster dan karya ilmiah berjudul ”Cekaman oleh PEG dalam media in vitro dan penapisan toleransi kacang tanah terhadap kekeringan” telah disajikan pada Seminar Nasional PERIPI di Bogor, tanggal 5 – 7 Agustus 2004. Sebuah artikel telah diterbitkan di jurnal ilmiah terakreditasi, yaitu Berkala Penelitian Hayati volume 11 (1):39-48 tahun 2005 yang berjudul ”Polietilena glikol (PEG) dalam media in vitro menyebabkan kondisi cekaman yang menghambat perkembangan tunas kacang tanah (Arachis hypogaea L.)”. Sebuah artikel lain berjudul ”Seleksi in vitro embrio somatik kacang tanah pada medium dengan polietilen glikol untuk stimulasi kondisi cekaman kekeringan” telah dimuat di jurnal ilmiah terakreditasi Biosfera volume 23 (1) tahun 2006.


(13)

xiii

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xix

DAFTAR ISTILAH xxii

I PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Pendekatan Masalah dan Strategi Penelitian ... 3

II TINJAUAN PUSTAKA Variasi Somaklonal Kacang Tanah ... 9

Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Tanaman ... 11

Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Keke-ringan ... 13 Seleksi in Vitro untuk Toleransi terhadap Cekaman Kekeringan ... 17 III EFEKTIVITAS POLIETILENA GLIKOL SEBAGAI BAHAN PENYELEKSI SIFAT TOLERANSI TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN DALAM MEDIA IN VITRO Abstrak ... 20

Abstract ... 21

Pendahuluan ... 22

Bahan dan Metode Bahan Tanaman dan Perlakuan PEG ... 24

Perkecambahan dan Pertumbuhan Tunas ... 24

Respon Eksplan terhadap Cekaman PEG ... 24

Pengamatan dan Analisis Data ... 25

Pengukuran Kandungan Prolina Jaringan Eksplan ... 26

Hasil Respon Eksplan Kecambah terhadap Cekaman PEG 27 Respon Eksplan TDK terhadap Cekaman PEG ... 30

Respon Eksplan TTK terhadap Cekaman PEG ... 31

Akumulasi Prolina akibat Cekaman PEG ... 32

Pembahasan ... 35

Simpulan ... 40

IV SELEKSI IN VITRO EMBRIO SOMATIK KACANG TANAH PADA MEDIA DENGAN POLIETILENA GLIKOL YANG MENSIMULASIKAN KEKERINGAN Abstrak ... 41

Abstract ... 42

Pendahuluan ... 43

Bahan dan Metode Bahan Tanaman dan Induksi ES Kacang Tanah ... 44


(14)

xiv

Konsentrasi Sub-letal ………. 45

Regenerasi Tanaman R0 dari ES Hasil Seleksi in vitro 45 Hasil Respon ES Kacang Tanah terhadap Cekaman PEG .. 46

Konsentrasi Sub-letal PEG ... 47

ES Kacang Tanah yang Insensitif terhadap PEG Konsentrasi Sub-letal ... 48

Tanaman R0 dari ES Hasil Seleksi in vitro ... 50

Pembahasan ... 51

Simpulan ... 53

V VARIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF KACANG TANAH HASIL KULTUR IN VITRO DAN HASIL SELEKSI IN VITRO Abstrak ... 54

Abstract ... 55

Pendahuluan ... 56

Bahan dan Metode Bahan Tanaman dan Induksi Variasi Somaklonal ... 57

Pertumbuhan ES Varian dalam Media Kultur dan Media Selektif serta Regenerasinya menjadi Tanaman R0 ... 57

Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman R0, R1 dan R2 ... 58

Penentuan Varian ... 59

Hasil Tanaman R0, R1 dan R2 ... 60

Varian Kualitatif ... 59

Varian Kuantitatif ... 63

Pembahasan ... 68

Simpulan ... 71

VI TOLERANSI GALUR KACANG TANAH HASIL KULTUR DAN SELEKSI IN VITRO TERHADAP CEKAM AN AKIBAT PENYIRAMAN PEG Abstrak ... 73

Abstract ... 74

Pendahuluan ... 75

Bahan dan Metode Bahan Tanaman ... 76

Evaluasi Respon terhadap Cekaman PEG ... 76

Analisis Respon terhadap Cekaman PEG ………. 78

Hasil Respon Pertumbuhan Tanaman Kacang Tanah terhadap Cekaman PEG ... 80

Toleransi terhadap Cekaman PEG ... 85

Mekanisme Toleransi terhadap Cekaman PEG ... 86

Pembahasan ... 88


(15)

xv

Abstrak ... 94

Abstract ... 95

Pendahuluan ... 96

Bahan dan Metode Bahan Tanaman ... 97

Evaluasi Respon terhadap Cekaman Kekeringan ... 98

Evaluasi Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan ... 99

Analisis Mekanisme Toleransi terhadap Cekaman Kekeringan ... 99

Hasil Respon Pertumbuhan Tajuk terhadap Cekaman Kekeringan ... 100

Respon Pertumbuhan Akar terhadap Cekaman Kekeringan ………... 102

Respon Hasil terhadap Cekaman Kekeringan ……….. 105

Toleransi Galur Kacang Tanah Varian terhadap Cekaman Kekeringan ... 107

Mekanisme Toleransi terhadap Cekaman Kekeringan... 108

Pembahasan ... 110

Simpulan ... 116

VIII PEMBAHASAN UMUM ... 117

IX SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 125

Saran ... 127

X DAFTAR PUSTAKA ... 128

LAMPIRAN ... 137


(16)

xvi

Halaman

1 Pengaruh konsentrasi PEG dalam medium in vitro terhadap PET, PDT dan PAT dari sembilan kultivar kacang

tanah ... 28 2 Pengaruh konsentrasi PEG dalam medium in vitro

terhadap panjang epikotil, panjang akar utama, jumlah akar cabang dan jumlah daun kecambah sembilan kultivar kacang tanah serta nilai relatifnya terhadap perlakuan

PEG 0% ... 29 3 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap pertambahan tinggi,

jumlah daun dan jumlah akar utama pada eksplan tunas yang berasal dari benih dengan kotiledon (TDK) dan nilai

relatifnya terhadap konsentrasi PEG 0% ... 30 4 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap jumlah daun layu

dan skor kerusakan tunas pada eksplan tunas yang

berasal dari benih dengan kotiledon (TDK) ... 32 5 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap jumlah daun layu per

botol pada eksplan tunas yang berasal dari poros embrio

tanpa kotiledon (TTK) ... 33 6 Pengaruh konsentrasi PEG dalam medium in vitro

terhadap pertambahan tinggi dan jumlah daun pada eksplan tunas yang berasal dari poros embrio tanpa kotiledon (TTK) dan nilai relatifnya terhadap konsentrasi PEG 0% ...

33

7 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap persentase eksplan yang hidup, rataan embrio somatik (ES) yang terbentuk per eksplan dan jumlah total ES kacang tanah kultivar Badak, Kelinci, Singa, dan Zebra setelah tiga bulan dalam media selektif ...

47

8 Persentase penurunan jumlah eksplan yang hidup, rataan embrio somatik (ES) per eksplan dan jumlah total ES kacang tanah kultivar Badak, Kelinci, Singa, dan Zebra setelah tiga bulan dalam media selektif dengan penambahan PEG 6000 5%, 10%, 15% atau 20%

dibandingkan dengan media PEG 0% ... 48 9 Jenis, frekuensi dan persentase varian kualitatif pada

tanaman hasil kultur in vitro (K0) dan seleksi in vitro (K15)


(17)

xvii

11 Rataan nilai dan ragam karakter kuantitatif pertumbuhan

akar dan hasil pada populasi tanaman hasil kultur in vitro dan hasil seleksi in vitro generasi R0, R1 zuriat R0, dan

R2 zuriat R1 pada kacang tanah kultivar Kelinci ... 64 12 Nomor-nomor galur dari populasi R1-K0, K0 dan

R2-K15 yang dievaluasi toleransinya terhadap cekaman PEG

15% ... 77 13 Kriteria penentuan respon tanaman berdasarkan nilai

intensitas kerusakan daun (IKD) ... 79 14 Rataan nilai dan ragam tinggi tanaman, jumlah daun, berat

basah dan berat kering tajuk tanaman kacang tanah kultivar Kelinci populasi standar, R1-K0, K0 dan

R2-K15 dalam kondisi optimum dan cekaman PEG 15% ... 81 15 Rataan nilai dan ragam bobot basah, bobot kering akar

dan panjang akar primer tanaman kacang tanah kultivar Kelinci populasi standar, R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 dalam

kondisi optimum dan cekaman PEG 15% ... 83 16 Biomassa pada kondisi cekaman PEG 15% dan kondisi

optimum galur-galur tanaman kacang tanah kultivar Kelinci yang teridentifikasi toleran terhadap cekaman

kekeringan berdasarkan nilai S ... 87 17 Nomor-nomor galur tanaman dari populasi R1-K0, R2-K0

dan R2-K15 yang dievaluasi toleransinya terhadap

cekaman PEG 15% ... 97 18 Rataan nilai dan ragam peubah-peubah pertumbuhan

tajuk tanaman kacang tanah kultivar Kelinci populasi tanaman standar, R1-K0, R2-K0, dan R2-K15 dalam

kondisi optimum dan kondisi cekaman kekeringan ... 102 19 Rataan nilai dan ragam panjang akar primer, jumlah akar

cabang, bobot basah dan bobot kering akar kacang tanah kultivar Kelinci populasi tanaman standar, R1-K0, R2-K0, dan R2-K15 dalam kondisi optimum dan kondisi cekaman

kekeringan ... 104 20 Rataan nilai dan ragam jumlah polong total dan jumlah

polong bernas kacang tanah kultivar Kelinci populasi tanaman standar, R1-K0, R2-K0, dan R2-K15 dalam


(18)

xviii

22 Galur kacang tanah kultivar Kelinci populasi tanaman

hasil kultur dan hasil seleksi in vitro yang teridentifikasi toleran terhadap cekaman PEG dan cekaman


(19)

xix

Halaman

1 Diagram alir strategi penelitian dan keterkaitan antar

percobaan dari seluruh kegiatan penelitian ... 8 2 Media selektif berupa media cair MS (Murashige-Skoog

1962) tanpa zat pengatur tumbuh (MS-0) dengan

penam-bahan berbagai konsentrasi PEG 6000 ... 25 3 Kriteria penentuan skor kerusakan eksplan tunas kacang

tanah setelah ditanam dalam media selektif selama enam

minggu ... 26 4 Pengaruh konsentrasi PEG terhadap kadar prolina total

jaringan pada eksplan tunas yang berasal dari benih dengan kotiledon (TDK) kacang tanah kultivar Singa, Komodo, Kelinci, Gajah, Simpai dan Badak, setelah

ditanam selama enam minggu dalam media selektif .... 34 5 Morfologi kecambah yang tumbuh pada media selektif

yang mengandung PEG (dari kiri ke kanan) konsentrasi 0, 5, 10, 15 dan 20% pada kacang tanah kultivar Sng (Singa), Kmd (Komodo), Jrp (Jerapah), Klc (Kelinci), Gjh (Gajah), Trg (Trenggiling), Bdk (Badak), Mcn (Macan),

Smp (Simpai)... 35 6 Pertumbuhan ES kacang tanah kultivar Badak (B), Kelinci

(K), Singa (S), dan Zebra (Z), setelah tiga kali sub-kultur masing-masing satu bulan dalam media selektif PEG

dengan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% ... 49 7 Regenerasi ES kacang tanah hasil seleksi in vitro dalam

media selektif dengan penambahan PEG 15% ……… 50 8 Pola percabangan pada tanaman kacang tanah yang

diregenerasikan dari ES hasil kultur dan seleksi in vitro .... 59 9 Varian kualitatif pada tanaman kacang tanah hasil kultur

dan seleksi in vitro ... 62 10 Distribusi frekuensi tinggi tanaman dan bobot kering tajuk

kacang tanah populasi tanaman standar, tanaman hasil

kultur dan seleksi in vitro ... 65 11 Distribusi frekuensi jumlah akar cabang primer dan bobot

kering akar tanaman standar serta tanaman hasil kultur


(20)

xx

13 Skor kerusakan daun kacang tanah kultivar Kelinci akibat

penyiraman larutan PEG 15% pada media arang sekam di

rumah kaca ... 79 14 Distribusi frekuensi jumlah daun per tanaman pada

populasi tanaman standar, tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro dalam kondisi optimum dan cekaman PEG

15% ... 82 15 Distribusi frekuensi bobot tajuk kering pada populasi

tanaman standar, tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro

dalam kondisi optimum dan cekaman PEG 15% ... 83 16 Distribusi frekuensi bobot akar kering pada populasi

tanaman standar, tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro

dalam kondisi optimum dan cekaman PEG 15% ... 84 17 Distribusi frekuensi panjang akar pada populasi tanaman

standar, tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro dalam

kondisi optimum dan cekaman PEG 15% ... 84 18 Keragaan tanaman kacang tanah kultivar Kelinci yang

tumbuh dalam kondisi optimum dan dalam kondisi cekaman akibat penyiraman PEG 15% ...

85 19 Distribusi frekuensi respon tanaman yang ditumbuhkan

dari benih, ES hasil kultur in vitro (R1-K0, R2-K0) dan ES hasil seleksi in vitro (R2-K15) terhadap cekaman PEG

15% berdasarkan nilai indeks kerusakan daun ... 86 20 Distribusi frekuensi respon tanaman yang ditumbuhkan

dari benih, ES hasil kultur in vitro (R1-K0, R2-K0), dan ES hasil seleksi in vitro (R2-K15) terhadap cekaman PEG 15% berdasarkan indeks sensitivitas terhadap kekeringan

yang dihitung menggunakan nilai biomassa ... 86 21 Regresi antara nilai indeks kerusakan daun (IKD) dengan

dengan nisbah akar/tajuk dan panjang akar primer pada populasi tanaman standar (x) dan R1-K0, K0 dan R2-K15 yang teridentifikasi agak toleran (¦ ), agak peka (? )

dan peka (? ) ... 87 22 Regresi antara nilai ISK yang dihitung menggunakan

biomassa tanaman dengan nisbah akar/tajuk dan dengan panjang akar primer pada populasi tanaman standar (x) dan R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 yang teridentifikasi toleran


(21)

xxi

24 Distribusi frekuensi bobot kering tajuk pada populasi

tanaman standar, tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro

dalam kondisi optimum dan cekaman kekeringan ... 103 25 Distribusi frekuensi bobot kering akar pada populasi

tanaman standar, tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro

dalam kondisi optimum dan cekaman kekeringan ... 105 26 Distribusi frekuensi jumlah polong bernas pada populasi

tanaman standar, tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro

dalam kondisi optimum dan cekaman kekeringan ... 106 27 Distribusi frekuensi kandungan prolina (µg/g) dalam

kondisi optimum dan cekaman kekeringan pada tanaman

kacang tanah populasi standar, R0-K0, R1-K0 dan R2-K15 107 28 Distribusi frekuensi respon tananan standar, R1-K0,

R2-K0, R2-K15 terhadap cekaman kekeringan berdasarkan indeks sensitivitas terhadap cekaman kekeringan yang

dihitung menggunakan jumlah polong bernas... 108 29 Hubungan antara indeks sensitivitas kekeringan(ISK) yang

dihitung berdasarkan jumlah polong bernas dengan peningkatan kadar prolina dan densitas stomata pada tanaman kacang tanah populasi tanaman standar (x) dan populasi R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 yang teridentifikasi

toleran (¦ ), medium toleran (? ) dan peka (? ) ... 109 30 Distribusi frekuensi densitas stomata pada tanaman

kacang tanah populasi standar, R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 109 31 Hubungan antara ISK dengan panjang akar dan nisbah

akar/tajuk pada tanaman kacang tanah pada populasi tanaman standar (x) dan R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 yang


(22)

xxii

Bahan penyeleksi (selective agent)

bahan kimia yang dapat menapis sel/jaringan dengan sifat yang diinginkan (dalam hal ini yang toleran terhadap cekaman kekeringan) di antara sel/jaringan lain dengan sifat yang tidak diinginkan

Cekaman kekeringan

kondisi ketersediaan air media tanam yang tidak memadai baik jumlah maupun distribusinya, yang terjadi pada sebagian atau sepanjang siklus hidup tanaman sehingga tanaman tidak dapat mengekspresikan potensi genetiknya

Densitas stomata

(dalam penelitian ini) jumlah stomata per satuan luas (cm2) pada jaringan epidermis bawah daun, dihitung menggunakan mi krometer

Embrio somatik

embrio yang terbentuk dari sel vegetatif, dalam penelitian ini dari leaflet (calon daun) embrio zigotik

Generasi R0

tanaman yang merupakan hasil regenerasi jaringan dari kultur in vitro

Generasi R1

tanaman yang merupakan zuriat dari tanaman generasi R0

Generasi R2

tanaman yang merupakan zuriat dari tanaman generasi R1

Kalus embriogen

kalus yang mengandung sel-sel yang berpotensi untuk berkembang menjadi embrio

Karakter kualitatif

karakter yang nilainya tidak berdasarkan pengukuran, menghasilkan variasi berupa kelompok-kelompok yang diskret

Karakter kuantitatif

karakter yang nilainya diperoleh dari pengukuran, menghasilkan variasi yang bersifat kontinyu

Kultur in vitro

(dalam penelitian ini) pembudidayaan embrio somatik pada media MS padat dengan penambahan pikloram 16 µM menjadi plantlet

Medium toleran

tingkat karakter toleransi terhadap cekaman, yang berada di antara karakter peka dan karakter toleran


(23)

xxiii

jaringan yang relatif tinggi pada saat mengalami cekaman kekeringan

Mekanisme escape (pelarian)

mekanisme respon terhadap cekaman kekeringan yang ditunjukkan dengan kemampuan tanaman untuk menyelesaikan siklus hidupnya sebelum terjadi cekaman kekeringan sehingga tidak mengalami cekaman

Mekanisme tolerance (toleran)

mekanisme respon terhadap cekaman kekeringan yang ditunjukkan dengan kemampuan tanaman untuk bertahan hidup dengan potensial air jaringan yang rendah

Nisbah akar/tajuk

ratio bobot kering akar dan tajuk

Osmolit

senyawa yang terlarut dalam plasma sel yang dapat berperan untuk mempertahankan potensial osmotik sel dan melindungi kerusakan struktur sel akibat senyawa radikal pada saat mengalami cekaman

Peka

respon tanaman yang tidak mampu mempertahankan diri atau mengatasi pengaruh cekaman kekeringan, yang ditunjukkan dengan menurunnya pertumbuhan dan atau hasil panen secara signifikan pada kondisi cekaman kekeringan

Picloram

asam 4-amino, 3.5.6.trikhloropikolinat, suatu herbisida yang dalam konsentrasi rendah berperan sebagai fitohormon auksin

PEG (poly ethylene glycol)

senyawa polimer yang tersusun atas sub unit etilen-oksida, yang mampu mengikat molekul air pada atom oksigennya dengan ikatan hidrogen

Potensial osmotik

potensi suatu larutan untuk melakukan osmosis atau menarik molekul air, yang nilainya negatif dan ditentukan oleh konsentrasi larutan, suhu, konstanta gas dan konstanta ionisasi

Prolina

salah satu jenis asam amino yang terlarut dalam plasma sel dan dapat berperan sebagai osmolit

Seleksi in vitro

penapisan dalam media in vitro untuk memilih sel/jaringan dengan sifat yang diinginkan di antara sel/jaringan lain yang tidak diinginkan


(24)

xxiv

pertumbuhan dan atau hasil panen yang tidak signifikan pada kondisi cekaman kekeringan

Varian somaklonal

karakter yang mengalami variasi somaklonal

Varian somaklonal genetik

karakter yang mengalami variasi somaklonal yang pada umumnya bersifat ir-reversibel dan diwariskan kepada keturunannya

Varian somaklonal epigenetik

karakter yang mengalami variasi somaklonal yang merupakan modifikasi ekspresi genetik, biasanya bersifat reversibel dan tidak diwariskan

Varian somaklonal positif

karakter yang mengalami variasi somaklonal yang lebih unggul dibanding tanaman standar

Variasi somaklonal

perubahan yang terjadi pada sel/jaringan yang dipelihara dalam kultur in vitro


(25)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Komoditas ini adaptatif di daerah tropis, dan mempunyai arti penting sebagai bahan pangan bergizi tinggi, pakan ternak yang potensial, dan tanaman rotasi yang efektif. Sebagai bahan pangan biji kacang tanah mengandung lemak, protein, vitamin B dan E yang relatif tinggi (Maesen dan Somaatmadja 1993, Moss dan Rao 1995). Antara tahun 2000 – 2004 produksi kacang tanah Indonesia berkisar antara 736,5 – 839,1 ton, dengan hasil panen faktual rata-rata sebesar 1,08 – 1,16 ton per hektar (BPS 2005), lebih rendah dibandingkan hasil panen dalam skala penelitian yang dapat mencapai lebih dari 2 ton per hektar (Hidajat et al. 1999). Hal tersebut menyebabkan Indonesia harus mengimpor kacang tanah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya peningkatan produksi kacang tanah.

Upaya peningkatan produksi kacang tanah baik melalui perluasan lahan penanaman maupun peningkatan produktivitas menghadapi berbagai cekaman abiotik. Cekaman abiotik utama adalah kekeringan yang pada masa mendatang diduga akan semakin parah karena berkurangnya distribusi air ke sektor pertanian akibat besarnya kebutuhan air pada sektor non-pertanian, menurunnya daya retensi tanah dan kualitas lingkungan (Makarim 2005). Di samping itu usaha tani kacang tanah, yang bukan merupakan tanaman pangan utama di Indonesia, pada umumnya dilakukan di lahan kering atau pada akhir musim penghujan, sehingga berpeluang besar mengalami kekurangan air atau cekaman kekeringan.

Air merupakan faktor pembatas utama yang menentukan tercapai tidaknya potensi hasil tanaman. Bila air yang terserap tanaman berkurang, maka semua proses biokimia di dalam tanaman akan terhambat dan pertumbuhan serta produksi akan menurun. Produksi kacang tanah dapat menurun hingga 50% akibat cekaman kekeringan (Makarim 2005). Periode kritis tanaman kacang tanah terhadap kekeringan adalah umur 3, 25, 50 dan 75 hari (Balitkabi 2004).

Respon rendahnya produksi kacang tanah pada kondisi kekeringan terjadi pada kultivar tanaman yang peka terhadap kekeringan. Untuk kultivar yang toleran terhadap kekeringan, sampai pada tingkat tertentu yang masih dapat


(26)

ditoleransi, cekaman kekeringan tidak menimbulkan pengaruh seperti yang terjadi pada kultivar peka. Oleh karena itu untuk budidaya kacang tanah di lahan kering atau musim kering diperlukan kultivar yang toleran cekaman abiotik, terutama cekaman kekeringan, sehingga peningkatan hasil yang diharapkan dapat terwujud.

Sampai saat ini, di antara 22 kultivar kacang tanah yang dilepas Departemen Pertanian, hanya enam kultivar yaitu Komodo, Biawak, Jerapah, Panther, Singa dan Turangga yang diidentifikasi toleran terhadap cekaman kekeringan (Hidajat et al. 1999). Pada umumnya mekanisme toleransi yang dilakukan oleh kultivar toleran adalah melalui pembentukan akar yang intensif sehingga dapat menurunkan hasil. Kultivar toleran dengan mekanisme yang tidak menurunkan hasil lebih diinginkan (Williams dan Boote 1995). Karakter tersebut merupakan hal yang sangat penting untuk diupayakan pada kacang tanah sebab genotipe dengan potensial daya hasil tinggi pada kondisi irigasi optimum biasanya sangat peka terhadap kekeringan. Sebaliknya, genotipe yang memberikan hasil baik pada kondisi tercekam kekeringan, mungkin tidak menjamin hasil yang lebih baik pada kondisi irigasi optimum (Gupta 1997) karena besarnya kemampuan pertumbuhan biomassa (perakaran). Berdasarkan hal itu pengembangan kultivar kacang tanah toleran kekeringan masih diperlukan.

Untuk mengembangkan kultivar yang toleran terhadap kekeringan dengan mekanisme yang berbeda diperlukan keragaman baru sifat toleransi pada plasma nutfah kacang tanah. Peningkatan keragaman sifat toleransi dapat dilakukan secara in vitro melalui kultur jaringan. Teknik ini berpotensi untuk menghasilkan varian somaklonal yang mempunyai karakteristik tertentu. Varian yang secara alamiah terjadi acak pada berbagai karakter tersebut kemudian diseleksi dalam media selektif yang sesuai sehingga diperoleh varian dengan sifat yang diinginkan. Dengan menggunakan seleksi in vitro, intensitas seleksi lebih besar dan homogen sehingga dapat meningkatkan efisiensi didapatkannya varian tanaman dengan sifat-sifat yang diharapkan (Specht dan Graef 1996).

Dalam kultur jaringan terdapat tiga teknik yang dapat dilakukan, yaitu proliferasi tunas pucuk, regenerasi tunas adventif dan regenerasi embrio somatik. Di antara ketiga teknik tersebut regenerasi embrio somatik merupakan teknik yang paling efisien dan paling besar peluangnya untuk memperoleh varian. Selain itu kecepatan multiplikasi lebih tinggi, prosesnya dapat dipertahankan dalam jangka panjang sehingga tidak selalu tergantung pada


(27)

ketersediaan eksplan dan tidak mengakibatkan khimera (Maluszynski 1995). Pada regenerasi embrio somatik eksplan diinduksi berturut-turut menjadi kalus, embrio somatik, dan tunas. Karena embrio somatik berasal dari sel tunggal, maka frekuensi terbentuknya varian relatif besar.

Untuk mendapatkan varian yang toleran terhadap cekaman kekeringan digunakan bahan seleksi yang dapat mensimulasikan kondisi kekeringan di lapang. Ada beberapa bahan seleksi yang dapat digunakan, antara lain manitol, sorbitol, dan PEG (poly ethylene glycol). Dibandingkan agen seleksi yang lain, PEG (terutama yang mempunyai berat molekul lebih dari 3500) mempunyai kelebihan yaitu tidak dapat diserap oleh tanaman. PEG yang ditambahkan ke dalam media kultur dapat menurunkan potensial air media secara homogen karena sifatnya yang larut sempurna dalam air. Besarnya penurunan potensial air tergantung pada konsentrasi dan berat molekul PEG (Michel dan Kaufmann 1973, Steuter 1981). Bila varian yang toleran terhadap potensial air rendah tersebut dapat diperoleh dan dapat diregenerasikan menjadi tanaman maka kemungkinan besar akan berkembang menjadi tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui metode seleksi in vitro yang efektif dalam rangka memperoleh ES kacang tanah yang toleran terhadap potensial air rendah

2. Mengetahui indikasi varian somaklonal kacang tanah

3. Memperoleh populasi tanaman varian somaklonal hasil seleksi in vitro

4. Memperoleh populasi tanaman varian somaklonal yang toleran terhadap cekaman kekeringan

5. Menduga mekanisme toleransi tanaman kacang tanah terhadap cekaman kekeringan secara fisiologis

Pendekatan Masalah dan Strategi Penelitian

Untuk mencapai tujuan tersebut harus dilakukan tahap-tahap seperti disebut di bawah ini.

1. Mengembangkan populasi embrio somatik (ES) kacang tanah dan varian somaklonal

2. Mengembangkan teknik seleksi in vitro yang mengandung bahan penyeleksi yang dapat mensimulasikan kondisi kekeringan di lapang


(28)

3. Menyeleksi populasi varian dalam media selektif in vitro untuk mengidentifikasi varian yang toleran terhadap potensial air rendah

4. Meregenerasikan varian yang toleran terhadap potensial air rendah menjadi populasi tanaman lengkap

5. Mengevaluasi karakter kualitatif dan kuantitatif populasi tanaman yang diregenerasikan dari ES varian hasil seleksi in vitro untuk mengidentifikasi adanya variasi di antara populasi tanaman yang diperoleh

6. Mengevaluasi respon tanaman hasil seleksi in vitro terhadap cekaman kekeringan dengan beberapa pendekatan, untuk mengidentifikasi adanya tanaman varian yang toleran terhadap cekaman kekeringan

7. Menganalisis secara fisiologis populasi tanaman yang toleran untuk menentukan mekanisme toleransi terhadap cekaman kekeringan.

Untuk dapat melakukan tahap-tahap tersebut dibutuhkan:

1. metode induksi ES dan variasi somaklonal untuk memperoleh ES varian somaklonal,

2. metode seleksi in vitro untuk mendapatkan ES varian somaklonal yang toleran cekaman kekeringan,

3. metode regenerasi ES menjadi tanaman lengkap,

4. indikasi adanya varian somaklonal pada karakter kualitatif dan kuantitatif 5. metode evaluasi respon tanaman terhadap cekaman kekeringan, dan

6. metode analisis fisiologis untuk penentuan mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan.

Metode induksi ES kacang tanah yang efektif telah berhasil dikembangkan menggunakan eksplan leaflet dengan media MS-P16 yaitu media MS (Murashige – Skoog) ditambah zat pengatur tumbuh golongan auksin yaitu pikloram (amino

trichloropicolinic acid) sebanyak 16 μM/l. Metode ini terbukti cukup efektif

menginduksi ES primer dan sekunder paling tidak untuk 16 kultivar kacang tanah yang diuji (Nursusilawati 2003).

Penelitian awal untuk mendapatkan metode seleksi dalam rangka memperoleh galur kacang tanah yang toleran cekaman kekeringan telah dilakukan dan menunjukkan bahwa pemberian larutan PEG dalam media in vivo memberikan efek negatif terhadap pertumbuhan tanaman selama fase vegetatif. Pada penelitian tersebut penambahan konsentrasi PEG secara gradual menyebabkan peningkatan efek negatif pada beberapa peubah pertumbuhan (Nursusilawati 2003). Dari hasil penelitian tersebut dapat dinyatakan bahwa PEG


(29)

dapat digunakan sebagai bahan penyeleksi kacang tanah dalam kondisi ex vitro untuk memperoleh tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan, namun efektivitasnya secara in vitro masih perlu diteliti.

Metode regenerasi tanaman kacang tanah dari ES telah dapat dikembangkan secara efektif, yang meliputi tahap maturasi, perkecambahan, dan pengakaran. Maturasi dilakukan dengan menumbuhkan ES dalam media MSAC, yaitu media MS tanpa fitohormon ditambah active charcoal (arang aktif) 2 g/l agar ES berkembang sempurna. ES sekunder yang telah mengalami tahap maturasi kemudian dikecambahkan dalam media MS yang ditambah BAP

(6-benzylamino purine, zat pengatur tumbuh sejenis sitokinin) sebanyak 22 μM

sampai terbentuk tunas. Tunas yang tumbuh dipilih yang mempunyai panjang 2 – 3 cm, kemudian dipindahkan ke media pengakaran yang tersusun dari media MS ditambah NAA (naphtalene acetic acid, zat pengatur tumbuh sejenis auksin) sebanyak 10 mg/l selama satu minggu. Setelah itu dipindahkan lagi ke MSAC dan ditumbuhkan sampai membentuk akar yang sempurna yang biasanya berlangsung selama 4 minggu. Dalam semua tahap tersebut kultur diinkubasikan dalam ruang kultur dengan temperatur konstan 24o C dalam kondisi terang terus menerus. Tunas yang telah berakar akan berkembang menjadi plantlet yang siap diaklimatisasi (Nursusilawati 2003).

Berdasarkan hal-hal tersebut maka strategi penelitian yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

1. mengembangkan metode seleksi in vitro dalam rangka memperoleh ES kacang tanah yang toleran terhadap potensial air rendah dengan mengkaji pengaruh konsentrasi PEG terhadap pertumbuhan jaringan kacang tanah secara in vitro, dan menentukan konsentrasi sub-letal PEG pada sejumlah kultivar kacang tanah yang dilaporkan sebagai kultivar toleran, medium dan peka terhadap cekaman kekeringan,

2. menginduksi terjadinya ES sekunder dan varian somaklonal tanpa seleksi PEG dan meregenerasikannya menjadi tanaman lengkap untuk mengetahui indikasi varian somaklonal kacang tanah,

3. menginduksi terbentuknya ES sekunder dan varian somaklonal kemudian menyeleksi dalam media selektif PEG, meregenerasikan untuk memperoleh populasi tanaman varian somaklonal, dan mengevaluasi karakter kualitatif dan kuantitatif varian,


(30)

4. mengevaluasi respon tanaman varian somaklonal terhadap cekaman kekeringan yang dilakukan secara ex vitro di rumah kaca untuk memperoleh populasi tanaman varian somaklonal yang toleran terhadap cekaman kekeringan, dan

5. menganalisis secara fisiologis untuk mengetahui mekanisme toleransi terhadap cekaman kekeringan.

Penelitian dimulai dengan mengetahui efektitivitas PEG dalam mensimulasikan cekaman kekeringan dalam media in vitro dengan mengevaluasi respon tunas dan kecambah sembilan kultivar kacang tanah terhadap konsentrasi PEG 0%, 5% 10%, 15% dan 20%. Sembilan kultivar kacang tanah tersebut berdasar penelitian sebelumnya mempunyai tingkat toleransi yang berbeda, yaitu Singa, Komodo dan Jerapah (toleran), Kelinci, Trenggiling dan Gajah (medium toleran), Macan dan Simpai (peka) serta Badak yang belum diketahui tingkat toleransinya terhadap cekaman kekeringan. Kemudian dilanjutkan dengan mengevaluasi respon ES primer dari empat kultivar kacang tanah, yaitu Singa, Kelinci, Badak dan Zebra terhadap lima konsentrasi PEG yang sama seperti percobaan sebelumnya. Empat kultivar tersebut dipilih karena induksi pembentukan ES relatif mudah dan berbeda tingkat toleransinya terhadap cekaman kekeringan. Dari percobaan ini dapat diketahui konsentrasi PEG sub-letal dan metode seleksi in vitro yang efektif. Bersamaan dengan hal tersebut dilakukan induksi variasi somaklonal pada ES kacang tanah cv. Kelinci dan Singa karena kedua kultivar tersebut selain mudah diinduksi membentuk ES, juga mempunyai daya hasil yang relatif tinggi, masing-masing sebesar 2,3 ton/ha dan 2,6 ton/ha. Sebagian ES diseleksi dalam media seleksi yang telah dikembangkan sehingga diperoleh ES yang insensitif terhadap cekaman PEG, kemudian bersama-sama dengan ES yang tidak diseleksi diregenerasikan menjadi tunas. Jadi pada setiap kultivar terdapat dua populasi tunas kacang tanah, yaitu tunas yang diseleksi dan yang tidak diseleksi. Tunas-tunas tersebut diakarkan sehingga diperoleh plantlet. Plantlet dikembangkan melalui aklimatisasi menjadi tanaman R0. Tanaman R0 ditumbuhkan di rumah kaca dibiarkan menyerbuk sendiri sehingga diperoleh benih R0-1. Benih kemudian ditanam di rumah kaca. Tanaman R1 yang diperoleh dibiarkan menyerbuk sendiri sehingga diperoleh benih R1-2. Selanjutnya benih tersebut ditanam sehingga didapatkan tanaman R2. Pada setiap generasi tanaman R0, R1 dan R2 dilakukan pengamatan ciri kualitatif dan kuantitatif untuk mengevaluasi


(31)

terjadinya variasi somaklonal. Sejumlah tanaman R1 dan R2 juga dievaluasi responnya terhadap cekaman kekeringan dengan penyiraman PEG dan pengurangan penyiraman. Dari serangkaian percobaan tersebut diharapkan diperoleh galur yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Galur tersebut kemudian dievaluasi mekanisme toleransinya secara fisiologis yaitu dengan mengukur kandungan prolina. Strategi penelitian secara keseluruhan disajikan pada Gambar 1 berikut.


(32)

Gambar 1. Diagram alir strategi penelitian dan keterkaitan antar percobaan dari seluruh kegiatan penelitian

PERCOBAAN 1 Evaluasi efektivitas PEG untuk mensimulasikan cekaman kekeringan

PERCOBAAN 2A

Penentuan konsentrasi sub letal PEG

MEDIA SELEKSI IN VITRO

PERCOBAAN 2B

Seleksi ES varian dalam media selektif dan regenerasi ES insensitif menjadi

tanaman R0

PERCOBAAN 3A Induksi ES varian somaklonal dan regenerasinya menjadi tanaman R0

TANAMAN R0 VARIAN TANPA SELEKSI DAN DENGAN SELEKSI (INSENSITIF PEG)

PERCOBAAN 3B

Regenerasi tanaman R1 dan R2 serta evaluasi karakter varian pada tanaman R0, R1 dan R2

KARAKTER VARIAN KUALITATIF DAN

KUANTITATIF

POPULASI TANAMAN VARIAN SOMAKLONAL GENERASI R1 DAN R2

PERCOBAAN 4 Evaluasi toleransi terhadap cekaman PEG dan mekanisme

toleransinya

PERCOBAAN 5

Evaluasi toleransi terhadap cekaman kekeringan dan mekanisme

toleransinya

1) TANAMAN VARIAN TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN 2) MEKANISME TOLERANSI TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN


(33)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

Variasi Somaklonal Kacang Tanah

Pengembangan galur tanaman yang mempunyai karakter tertentu dapat dilakukan apabila di dalam plasma nutfah terdapat materi genetik yang mengendalikan mekanisme karakter yang diinginkan. Semakin besar keragaman genetik dalam plasma nutfah, semakin besar pula peluang untuk mendapatkan materi genetik yang diharapkan. Peningkatan keragaman genetik dapat dilakukan melalui kultur jaringan. Media kultur jaringan dapat menginduksi perubahan genetik karena kondisi in vitro memungkinkan pembelahan sel terjadi sangat cepat sehingga memberi peluang terjadinya error yang tinggi. Dalam kegiatan pemuliaan perubahan ini justru memberi keuntungan karena meningkatkan keragaman sifat. Keragaman ini disebut variasi somaklonal (Larkin dan Scrowcrot 1981, Larkin et al. 1989, Bouharmont 1994, Wikipedia 2006).

Pengembangan keragaman genetik tanaman melalui induksi variasi somaklonal pada hakekatnya hampir sama dengan pengembangan dengan teknik mutasi. Tingkat mutasi yang terjadi secara alamiah, buatan maupun dalam kultur in vitro rata-rata sebesar 0,0001% (Duncan et al. 1995), namun dibandingkan mutasi alamiah dan buatan, frekuensi terjadinya mutasi pada kultur in vitro jauh lebih tinggi (Larkin et al. 1989) karena populasi yang ditangani berjumlah sangat besar. Pada satu botol kultur terdapat jutaan sel dan setiap sel mempunyai peluang mengalami mutasi atau membentuk sel varian. Keduanya, teknik mutasi dan induksi variasi somaklonal, menghasilkan tanaman regeneran dengan perubahan sifat yang menguntungkan ataupun merugikan, namun perubahan yang merugikan pada variasi somaklonal terbukti lebih sedikit (Duncan et al. 1995).

Variasi somaklonal merupakan fenomena umum yang dapat terjadi pada semua sistem regenerasi tanaman yang melibatkan fase kalus. Sebagian besar variasi somaklonal yang tampak pada tanaman regeneran dihasilkan selama tahap kultur jaringan. Hal ini dapat dilihat melalui peningkatan frekuensi kromosom yang abnormal sejalan dengan lamanya kultur. Beberapa variasi yang terjadi pada tanaman varian mungkin dihasilkan pula dari variasi yang ada pada eksplan. Perubahan genetik seperti mutasi gen, duplikasi, aneusomatik dan khimera juga dapat terjadi pada sel atau jaringan tanaman dalam kondisi in vivo. Oleh karena itu variasi genetik pada tanaman varian merupakan akumulasi dari


(34)

10

variasi yang muncul dalam kondisi in vivo dan in vitro. Kontribusi relatif keduanya mungkin berbeda antar kasus, tergantung pada genotipe tanaman, tipe kultur, medium kultur, umur kultur dan sebagainya (Larkin dan Scowcroft 1981, Larkin et al. 1989, Wikipedia 2006).

Perubahan genetik selama pertumbuhan dan regenerasi in vitro dapat terjadi pada genom inti maupun genom organela. Perubahan-perubahan tersebut ada beberapa tipe, yaitu perubahan jumlah genom (monoploid, diploid, sampai poliploid), perubahan jumlah kromosom (monosomi, trisomi, tetrasomi atau nulisomi), perubahan struktur kromosom (translokasi, duplikasi, delesi, inversi, kromosom disentrik atau telosentrik) dan perubahan struktur DNA yang meliputi mutasi gen, pindah silang mitotik, metilasi yang mengakibatkan inaktivasi gen, dan mutasi insersi akibat transposon (Bouharmont 1994, Karp 1995) .

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ada tidaknya dan intensitas variasi yang dihasilkan dari kultur. Menurut Karp (1995), faktor-faktor tersebut berasal dari (1) eksplan, yang meliputi tingkat perkembangan eksplan, jenis eksplan, konstitusi genetik atau genotipe tanaman, dan dari (2) kondisi kultur, yang meliputi panjang waktu kultur, penambahan zat pengatur tumbuh dan bahan penyeleksi dalam media kultur. Tingkat perkembangan merupakan faktor kunci variasi somaklonal. Pada tingkat perkembangan yang belum terorganisasi mekanisme instabilitas genetik lebih mudah terjadi. Jadi makin awal tingkat perkembangan eksplan dan makin panjang waktu yang diperlukan dalam tahap ini, makin besar peluang untuk menghasilkan variasi somaklonal. Selain itu jenis, paduan dan konsentrasi hormon yang dipakai dalam media kultur, serta konsentrasi nutrien seperti Ca dan EDTA juga mempengaruhi terjadinya variasi somaklonal.

Melalui induksi variasi somaklonal diharapkan dapat diperoleh varian dengan sifat-sifat yang diinginkan dalam jumlah yang memadai. Sepuluh dari 100 varian somaklon pada tembakau mempunyai sifat-sifat agronomi yang positif (Larkin dan Scowcroft 1981). Pada tanaman gandum regeneran terjadi variasi somaklonal sebesar 5% untuk sifat morfologi dan biokimia. Karakter tersebut, baik yang dikendalikan secara monogenik maupun poligenik, terbukti diturunkan sampai dua generasi (Larkin et al. 1984). Frekuensi variasi somaklonal pada tanaman kedelai antara lain dipengaruhi oleh konsentrasi auksin dalam media tumbuh. Pada media dengan 22,5 μM 2.4.D terbentuk varian sebesar 40%, sedangkan dengan 18 μM terbentuk 3 % dari tanaman regeneran (Shoemaker et


(35)

11

al. 1991). Penelitian Claxton et al. (1998) menunjukkan bahwa pada Rorippa nasturtium-aquaticum terjadi 25% variasi somaklonal dalam beberapa karakter morfologi dan ploidi. Frekuensi varian somaklonal sebesar 1,0% diketahui terjadi pada Picea mariana dan 1,6% pada P. glauca, yang dapat dikelompokkan menjadi 9 tipe sifat morfologi dan fisiologi (Tremblay et al. 1999).

Intensitas perubahan karakter yang tampak pada tanaman varian somaklonal tidak sama antar kasus. Perubahan tersebut dapat sangat besar sehingga tanaman tampak abnormal, namun mungkin pula hanya sebagian kecil sedangkan sebagian besar karakter lain tetap menyerupai induknya. Varian yang fungsional untuk perbaikan sifat tanaman adalah yang mengalami perubahan kecil (yang positif/diinginkan) yang bersifat stabil, durable, dan diwariskan secara Mendelian, dengan tetap mempertahankan sebagian besar sifat seperti induknya. Hal ini dilaporkan dapat terjadi sehingga variasi somaklonal memungkinkan untuk mengubah satu atau beberapa karakter tertentu yang diinginkan dengan tetap mempertahankan karakter unggul yang dimiliki induk (Hawbaker et al. 1993, Duncan et al. 1995).

Karakter yang berubah pada variasi somaklonal dapat merupakan karakter morfologi, biokimia, fisiologi maupun molekuler. Variasi morfologi dan fisiologi yang dihasilkan dari variasi somaklonal yang telah diteliti pada berbagai tanaman meliputi perubahan ukuran dan warna bunga, warna dan morfologi daun, tinggi tanaman, resistensi terhadap penyakit dan waktu panen (Wikipedia 2006). Variasi morfologi dan fisiologi meliputi filotaksis, jumlah anak daun, jumlah percabangan, sterilitas polen, dan kadar prolin tampak pada somaklon kedelai (Widoretno 2002). Varian yang tampak pada varian kacang tanah adalah jumlah cabang, panjang gynofor, jumlah anak daun, dan ukuran polong (Yusnita 2005).

Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Tanaman

Ditinjau dari segi agronomi kekeringan merupakan kondisi ketersediaan air yang tidak memadai baik jumlah maupun distribusinya, meliputi simpanan air bawah tanah dan kelembaban tanah, yang terjadi pada sebagian atau sepanjang siklus hidup tanaman sehingga tanaman tidak dapat mengekspesikan potensi genetiknya (Mitra 2001). Kekeringan mengakibatkan cekaman osmotik pada tanaman yaitu mengurangi aktivitas air dan menyebabkan hilangnya turgor sel. Cekaman osmotik merupakan cekaman multidimensi yang dapat mempengaruhi aktivitas fisiologi dalam berbagai tingkat organisasi sel dan tahap


(36)

12

perkembangan karena air berperan sangat vital dalam kehidupan tanaman. Air merupakan komponen penting dalam metabolisme, yaitu sebagai komponen protoplasma, bahan fotosintesis, pelarut sebagian besar senyawa, media transportasi, pengatur suhu dan faktor yang memungkinkan terjadinya reaksi kimia. Oleh karena itu pengaruh kekurangan air pada tanaman bersifat sangat kompleks (Salisbury dan Ross 1992, Blum 1996, Mundree et al. 2002).

Intensitas pengaruh cekaman kekeringan terhadap tanaman ditentukan oleh tingkat cekaman dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman. Cekaman kekeringan dapat mempengaruhi berbagai mekanisme seluler, biokimia dan fisiologi. Pada tingkat seluler kekeringan mengakibatkan kehilangan air protoplasmik sehingga konsentrasi ion meningkat, menghambat fungsi-fungsi metabolik, dan meningkatkan kemungkinan terjadinya interaksi antar molekul yang dapat menyebabkan denaturasi protein dan fusi membran (Mundree et al. 2002). Selain itu kekeringan menurunkan kandungan klorofil daun, kadar protein khlorofil dan fotosistem II pada gandum (Shimada et al. 1992; Gaspar et al. 2002), degradasi protein D1 pada pusat reaksi fotosistem II dan kerusakan membran serta dinding sel (Pieters et al. 2003).

Pengaruh kekeringan terhadap mekanisme biokimia dan fisiologi antara lain menurunkan kecepatan fiksasi dan akumulasi N (Masyudi dan Peterson 1991), transportasi fotosintat dan transpirasi (Pookpadi et al. 1990; Vieira et al. 1992), dan kecepatan fotosintesis (Loggini et al. 1999). Menurut Mundree et al (2002) cekaman kekeringan cenderung merusak sistem transport elektron sehingga mendorong terbentuknya radikal oksigen bebas (reactive oxygen species atau ROS) pada organela tempat terjadinya metabolisme yang melibatkan transport elektron atau yang melakukan oksidasi, yaitu khloroplas, mitokhondria dan mikrobodi. ROS pada umumnya merusak komponen penting dalam sel seperti DNA, protein dan lipid, serta mengakibatkan gangguan pada integritas membran, aktivitas enzim dan struktur intra seluler.

Pengaruh cekaman kekeringan pada tahap perkembangan vegetatif dan generatif tampak pada berbagai organ. Menurut Blum (1996) kekeringan berpengaruh terhadap vigor dan pemunculan kecambah di atas tanah, namun pada kecambah jagung justru meningkatkan diameter akar utama (Schmidhalter et al. 1998). Kekeringan menurunkan pemanjangan daun (Schmidhalter et al. 1998) dan pertumbuhan primordia daun pertama pada jagung (Zhongjin dan Neumann 1999), berat kering total organ vegetatif, kecepatan pertumbuhan


(37)

13

relatif, dan luas daun Phaseolus vulgaris (Franca et al. 2000), luas helaian daun, jumlah daun per tanaman, luas daun total per tanaman, dan rasio akar/batang pada empat spesies Quercus (Fotelli et al. 2000). Cekaman kekeringan menurunkan bobot biji dan bobot kering polong (Pookpadi et al. 1992), kualitas biji (Franca-Neto et al. 1993), volume bunga dan nektar serta konsentrasi gula dalam nektar Epilobium angustifolium (Caroll et al. 2001). Pada jagung cekaman kekeringan menurunkan hasil karena mengurangi efisiensi penggunaan cahaya (Earl et al. 2003).

Pada kacang tanah kekeringan mempengaruhi penyerapan kalsium oleh polong dan fiksasi nitrogen. Jika kekeringan terjadi pada tanaman yang telah mencapai tahap panen, ada kemungkinan biji terkontaminasi oleh aflatoksin yang mengakibatkan biji beracun dan tidak layak makan baik oleh manusia maupun ternak (Sharma dan Lavanya 2002, Ham 2004). Vorasoot et al. (2003) mengemukakan bahwa pada empat kultivar kacang tanah di Thailand kekeringan berpengaruh pada hasil dan beberapa karakter agronomi. Kekeringan tingkat sedang (kadar air setengah kapasitas lapang) menurunkan jumlah polong, jumlah biji per tanaman, ukuran biji dan berat biji. Pada cekaman kekeringan tingkat tinggi (kadar air ¼ kapasitas lapang) hampir semua polong gugur.

Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan

Mekanisme respon terhadap cekaman kekeringan terjadi melalui proses signal transduction. Proses tersebut melibatkan reseptor sebagai penerima signal, phosphoprotein cascade sebagai penghantar signal, dan trans-acting factor sebagai pengaktif gen yang mengendalikan respon. Pada tanaman tertentu ABA (absisic acid) berperan sebagai reseptor sekunder yang menghubungkan reseptor utama di membran dengan phosphoprotein cascade, namun pada tanaman lain ABA tidak berperan (Mundree et al. 2002).

Menurut Mitra (2001) mekanisme respon terhadap kekeringan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu mekanisme escape (pelarian), avoidance (ketahanan) dan tolerance (toleransi). Pelarian merupakan kemampuan tanaman untuk menyelesaikan siklus hidupnya sebelum terjadi cekaman kekeringan sehingga tidak mengalami cekaman. Ketahanan adalah kemampuan tanaman untuk mempertahankan potensial air jaringan yang relatif tinggi pada saat mengalami kekeringan, sedangkan toleransi adalah kemampuan tanaman untuk bertahan hidup dengan potensial air jaringan yang rendah.


(38)

14

Pada umumnya tanaman melakukan lebih dari satu mekanisme respon dalam waktu yang sama. Mekanisme ketahanan pada berbagai tanaman merupakan faktor penting dalam menghadapi cekaman kekeringan. Hasil tinggi di bawah kondisi cekaman kekeringan pada beberapa tanaman tertentu lebih disebabkan oleh mekanisme ketahanan dibandingkan mekanisme toleransi cekaman kekeringan (Ndunguru et al. 1995). Ketahanan dilakukan dengan cara mengurangi kehilangan air lewat daun dan meningkatkan kemampuan akar dalam menyerap air tanah. Faktor yang memiliki kontribusi pada ketahanan terhadap cekaman kekeringan adalah (1) pertumbuhan akar yang ekstensif dan dalam (sering kali menjadi faktor yang paling penting); (2) penutupan stomata untuk mengurangi kehilangan air; (3) penggulungan daun untuk mengurangi luas daun yang terpapar lingkungan; (4) deposit lilin pada epicuticular untuk menghambat kehilangan air (Sullivan 1983).

Mekanisme toleransi juga mempunyai kontribusi yang tinggi dalam mempertahankan hasil di bawah kondisi cekaman. Pada hakekatnya toleransi meliputi aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk mencegah atau mengurangi kerusakan, menjaga kondisi homeostatik, dan mempertahankan agar pertumbuhan dapat tetap berlangsung meskipun dengan kecepatan yang lebih rendah. Untuk mencapai tujuan tersebut, aktivitas dalam mekanisme toleransi dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: (1) detoksifikasi khususnya terhadap ROS melalui pembentukan protein stres dan osmolit yang kompatibel, (2) menjaga keseimbangan osmotik, dan (3) regulasi pertumbuhan dengan menurunkan kecepatan fotosintesis, pembelahan dan pembentangan sel (Mundree et al 2002).

Protein stres yang dibentuk dalam menghadapi cekaman kekeringan dapat dibedakan menjadi (a) protein fungsional, antara lain berupa enzim kunci biosintesis osmolit, enzim antioksidan, protein proteksi, dan (b) protein regulator, antara lain berupa trans acting factor. Osmolit selain berperan dalam detoksifikasi, juga berperan dalam keseimbangan osmotik yaitu mempertahankan tekanan turgor sel (Serraj dan Sinclair 2002, Mundree et al 2002).

Respon tanaman terhadap cekaman kekeringan sangat bervariasi tergantung pada spesies, tingkat cekaman, lamanya cekaman, tahap perkembangan tanaman ketika terjadi cekaman dan tingkat toleransi tanaman (Mullet dan Whitshitt 1996). Tanaman toleran mengembangkan mekanisme detoksifikasi


(39)

15

terhadap ROS secara efisien dengan membentuk enzim-enzim anti-oksidan (misalnya katalase, peroksidase, dismutase), membentuk senyawa penghilang radikal (misalnya karotenoid, askorbat, tokoferol-glutation tereduksi); dan mengembangkan struktur untuk meminimalkan pembentukan ROS. Pada tanaman rentan sistem penghilangan radikal cepat jenuh dan akibatnya kerusakan tidak dapat dihindari (Mundree et al. 2002).

Pada gandum yang mengalami kekeringan terjadi penurunan kandungan glutation baik pada kultivar yang rentan maupun toleran terhadap kekeringan, namun kultivar yang rentan menunjukkan peningkatan aktivitas glutation reduktase (Loggini et al. 1999). Stres kekeringan menginduksi akumulasi ABA dan meningkatkan pembentukan ROS serta aktivitas enzim-enzim antioksidan seperti SOD (superoxide dismutase), CAT (catalase), APX (ascorbate peroxidase) dan GR (gluthatione reductase) pada daun jagung (Mingyi dan Jianhua 2002).

Detoksifikasi senyawa radikal juga dilakukan dengan pembentukan osmolit yang kompatibel yang dapat berperan sebagai penghilang radikal, agen proteksi untuk stabilisasi protein selama cekaman dan pelindung DNA dari efek degradasi akibat ROS. Selain itu osmolit juga berperan dalam menjaga homeostasi osmotik agar sel tetap turgor. Oleh karena itu osmolit disebut pula osmoprotektan. Ada bermacam-macam senyawa osmolit antara lain dari kelompok polyol (sorbitol), gula (rafinose, sukrose, trehalose), asam amino (prolin), betain dan komponen lain yang terlarut dalam plasma sel. Molekul gula selain berperan sebagai osmoprotektan, juga dapat mempertahankan stabilitas membran sel dengan menjaga permukaan membran dari hidrasi dan mencegah fusi komponen-komponen membran (Munns 2002, Serraj dan Sinclair 2002).

Osmolit yang dibentuk oleh spesies bersifat spesifik, misalnya alfalfa, padi, dan canola membentuk prolin (Girousse et al. 1996, Iyer dan Caplan 1998, Gibon et al. 2000); Populus membentuk protein sejenis dehidrin (Pelah et al. 1997), prolin dan sukrose (Watanabe et al. 2000); kedelai mengakumulasi pinitol yang merupakan senyawa inositol (Guo dan Osterhuis 1997) dan prolin (Zheng dan Li 2000; Widoretno 2002); jagung membentuk sukrose (Zinselmeier et al. 1999) dan prolin (Verslues dan Sharp 1999). Ryegrass yang mengalami kekeringan mengakumulasi fruktan pada jaringan daun, khususnya pada bagian pelepah dan dasar daun yang meristematik, tetapi tidak meningkatkan pembentukan sukrose. Pada akar terjadi sebaliknya, fruktan tidak meningkat sedangkan


(40)

16

sukrose mengalami peningkatan (Amiard 2003). Kacang tanah kultivar Jerapah dan Singa yang sebelumnya dilaporkan toleran, jika mengalami cekaman kekeringan mengakumulasi prolin jauh lebih besar dibanding kultivar yang rentan. Kultivar toleran dapat mempertahankan kandungan gula total saat tercekam kekeringan, sementara pada kultivar rentan kandungan gula total menurun (Sudarsono et al. 2004).

Homeostasi atau keseimbangan ionik bertujuan untuk mempertahankan konsentrasi ion di tingkat seluler, jaringan dan tanaman. Hal tersebut dilakukan dengan menambah jumlah vakuola, mengaktifkan mekanisme pompa ion, saluran ion, transporter ion dan ATP-ase vakuolar. Konsentrasi ion di sitoplasma dipertahankan pada rentang tertentu sehingga proses-proses fisiologi normal dapat dilakukan (Mundree et al. 2002). Pada tanaman yang rentan, jika terjadi cekaman kekeringan turgor sel turun sehingga menimbulkan hambatan mekanik pada dinding dan membran sel yang tidak dapat balik. Tetapi pada tanaman yang toleran, kerusakan mekanik dapat ditanggulangi antara lain dengan mengurangi volume sel secara signifikan akibat mengerutnya dinding sel, atau mempertahankan volume sel dengan pembentukan vakuola kecil dalam jumlah banyak (Mundree et al. 2002).

Regulasi pertumbuhan pada umumnya dilakukan melalui pengaturan pembukaan stomata dan aktivitas ABA untuk menurunkan intensitas fotosintesis dan perbanyakan sel. Kultivar kapas yang toleran dapat mempertahankan konduktan stomata dan fotosintesis seperti tanaman yang tidak mengalami cekaman sehingga hanya mengalami penurunan potensial osmotik sebesar 20– 25%, sedangkan potensial air tidak nyata menurun. Sebaliknya pada kultivar yang rentan potensial osmotik relatif tetap, sedangkan potensial air nyata menurun (Nepomuceno et al. 1998). Pada kultivar buncis yang rentan, stomata menutup sangat cepat dan menutup sempurna pada potensial osmotik –0,6 MPa, sedangkan pada kultivar yang toleran mekanisme tersebut terjadi pada -0,9 MPa. Akibatnya pada kondisi kekeringan, NAR (net assimilation rate) pada kultivar toleran lebih tinggi dibanding kultivar rentan (Franca et al. 2000). Jagung mempertahankan proses pemanjangan akar pada saat kekeringan melalui perubahan beberapa mekanisme penting dari homeostasi ion. Akumulasi ABA memainkan peranan penting dalam pengaturan proses transpor ion (Ober dan Sharp 2003).


(41)

17

Pada kacang tanah di Argentina terdapat perbedaan dalam hal kemampuan penyerapan air dan efisiensi penggunaan air antara varitas yang toleran dengan yang rentan terhadap kekeringan. Dibandingkan varitas rentan, varitas toleran menyerap lebih banyak air selama periode kekeringan karena kemampuannya ‘menghabiskan’ air tanah yang sangat tinggi. Selain itu akibat tahap perkembangan peg (calon polong) yang berlangsung lebih awal mengakibatkan polong segera dapat masuk ke lapisan tanah, sehingga meningkatkan pembagian asimilat ke polong. Akibatnya produksi polong lebih tinggi dibandingkan varitas rentan (Collino et al. 2000).

Seleksi In vitro untuk Toleransi terhadap Cekaman Kekeringan

Variasi somaklonal terjadi secara acak dan tidak terarah, sehingga untuk memperoleh variasi yang diinginkan perlu dilakukan seleksi. Seleksi semacam ini sangat bermanfaat untuk memperbaiki karakter toleransi terhadap cekaman lingkungan (Skirvin et al. 2001). Seleksi dilakukan secara in vitro dalam media yang mengandung bahan selektif yang efektif, yaitu bahan yang dapat mensimulasikan kondisi yang diinginkan dengan tepat, yang efektivitasnya dapat dilihat dari kemampuan bahan tersebut memisahkan varian yang diinginkan dengan yang tidak diinginkan.

Dalam mekanisme seleksi in vitro terdapat dua pendekatan utama, yaitu seleksi positif dan seleksi negatif. Seleksi positif hanya memungkinkan sel-sel varian dengan sifat yang diinginkan hidup dan berkembang, sedangkan sel-sel dengan sifat yang tidak diinginkan akan mati karena tekanan bahan selektif. Sebaliknya pada seleksi negatif, sel-sel dengan sifat yang tidak diinginkan dapat hidup dan membelah terus menerus sehingga justru akan mati akibat tekanan bahan seleksi, sedangkan sel varian dengan sifat yang diinginkan tetap hidup tetapi tidak mampu membelah sehingga terhindar dari tekanan bahan seleksi. Sel ini kemudian dipindahkan ke media penyelamatan (Wikipedia 2006).

Pendekatan seleksi positif dapat dibedakan menjadi empat kategori, yaitu seleksi langsung, seleksi dengan penyelamatan, seleksi ganda dan seleksi bertahap. Dalam seleksi langsung, sel varian dengan sifat yang diinginkan dapat hidup dan berkembang membentuk koloni, sebaliknya sel yang tidak diinginkan mati akibat tekanan bahan selektif. Seleksi dengan penyelamatan hampir sama dengan seleksi langsung. Meskipun sel dengan sifat yang diinginkan hidup tetapi tidak mampu membelah akibat tekanan media selektif sehingga harus


(1)

Nabors MW dan Dykes TA. 1985. Tissue culture of cereal cultivar with increased salt, drought, and acid tolerance. Di dalam Biotechnology in International Agricultural Research. Proceeding of the Inter-center seminar on International Agricultural Research Center and Biotechnology. 23 – 27 April 1984.

Ndunguru BJ, Ntare BR, Williams JH dan Greenberg DC. 1995. Assesment of groundnut cultivars for end –of- season drought tolerance in a sahelian environment. J Agric Sci. 125: 79-85

Nepomuceno AL, Oosterhuis DM, Stewart JM. 1998. Physiological responses of cotton leaves and roots to water deficit induced by polyethylene glycol. Environ Exp Bot 40:29 – 41.

Nursusilawati P. 2003. Respon 16 kultivar kacang tanah unggul nasional (Arachis hypogaea L.) terhadap kondisi stres kekeringan akibat perlakuan penyiraman PEG 6000 dan evaluasi daya generasi embrio somatiknya secara in vitro. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program Pasca Sarjana.

Ober ES dan Sharp RE. 2003. Electrophysiological response of maize roots to low water potentials: relationship to growth and ABA accumulation. J Exp Bot 54:813 – 824.

Pelah D, Wang W, Altman A, Shoyeyov O, Bartels D. 1997. Differential accumulation of water stress-related proteins, sucrose synthase and soluble sugar in Populus species that differ in their water stress response. Physiol Plant 99: 153 – 159.

Pieters AJ, Tezara W dan Harrera A. 2003. Operation of the xanthophyll cycle and degradation of D1 protein in the inducible CAM plant, Talinum triangulare, under water deficit. Ann Bot 92:393 – 399.

Pookpadi A, Thiravirojana K, Saeradee I, Chaikaew S. 1992. Response of new soybean accesions to water stress during reproductive phase. Kasetsart J Nat Sci 24:378 – 387.

[Puslitanak] Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 2000. Sumberdaya lahan Indonesia dan pengelolaannya. Balitbang Pertanian, Departemen Pertanian.

Rachaputi NC dan Wright GC. 2003. The physiolocal basis for selection of peanut genotypes as parent in breeding for improved drought resistance. Di dalam Cruicksank AW, Rachaputi NC, Wright GC, Nigam SN (Editors). Breeding of Drought-resistant Peanuts. Proceeding of Collaborative Review Meeting ICRISAT, QDPI, ICAR; Hyderabad India, 25 – 27 February 2002. Canberra: Australian Centre for International Agriculture Research. hlm 10 -14.

Raemakers CJM, Jacobsen E, Visser RGF. 1995. Secondary somatic embryogenesis and applications in plant breeding. Euphytica 81:93 – 107.


(2)

Rahayu ES, Ilyas S, Aswidinnoor H, Guhardja E dan Sudarsono. 2004. Cekaman oleh PEG dalam media in vitro dan penapisan toleransi kacang tanah terhadap kekeringan. Prosiding Seminar Nasional PERIPI. Bogor, 5 – 7 Agustus 2004.

Rahayu ES, Ilyas S, Guhardja E dan Sudarsono. 2005. Polietilena glikol (PEG) dalam media in vitro menyebabkan kondisi cekaman yang menghambat perkembangan tunas kacang tanah (Arachis hypogaea L.). Berkala Penelitian Hayati. 11 (1):39-48.

Rahayu ES, Ilyas S, Sudarsono. 2006. Seleksi in vitro embrio somatic kacang taanh pada medium dengan polietilen glikol untuk stimulasi kondisi cekaman kekeringan. Biosfera 23 (1):15-23.

Ramanjalu S dan Bartels D. 2002. Drought and dessication-induced modulation of gene expression in plants. Plant Cell Environ 25:141-151.

Reijntjes C, Haverkort B dan Bayer W. 1999. Pertanian Masa Depan. Pengantar untuk pertanian dengan berkelanjutan dengan input luar yang rendah. Yogyakarta, Penerbit Kanisius. Penerjemah Sukoco.

Salisbury FB dan Ross CW. 1992. Plant Physiology. 4th Edition. Washington DC: Wadwords Publishing.

Schmidhalter U, Evequoz M, Camp KH, Studer C. 1998. Sequence of drought response of maize seedlings in drying soil. Physiol Plant 104:159-168. Seliskar DM dan Gallagher JL. 2000. Exploiting wild population diversity and

somaclonal variation in the salt marsh grass Distichlis spicata (Poaceae) for marsh creation and restoration. Am J Bot 87:141-146.

Serraj R dan Sinclair TR. 2002. Osmolyte accumulation: can it really help increase crop yield under drought conditions? Plant Cell Environ 25:333-342.

Setiawan K. 1998. Study on varietal differences of drought tolerance in peanut [disertasi]. Tokyo: Tokyo University of Agriculture, Graduate School of Agriculture.

Sharma KK dan Lavanya M. 2002. Recent developments in transgenics for abiotic stress in legumes of the semi-arid tropics. JIRCAS Working Report:61 – 73.

Shimada S, Kokobun M, Shibata H, Matsui S. 1992. Effect of water supply and defoliation on photosynthesis, transpiration and yield of soybean. Japanese J Crop Sci 61: 264 – 270.

Shoumaker RC, Amberger LA, Palmer RG, Oglesby L, Ranch JP. 1991. Effect of 2.4-Dichlorophenoxyacetic acid concentration on somatic embryogenesis and heritable variation in soybean [Glycine max (L.) Merr]. In vitro Cell Dev Biol 27: 84 – 88.


(3)

Skirvin RM, Coyner M, Norton MA, Motoike S, Gorvin D. 2000. Somaclonal variation: do we know what causes it?. AgBiotech Net. 2: ABN 048.

Soniya EV, Banerjee NS, Das MR. 2001. Genetic analysis of somaclonal variation among callus-derived plants of potato. Current Sci 80(9):1213-1215.

Steuter AA. 1981. Water potential of aqueous polyethylene glycol. Plant Physiol 67: 64 – 67.

Sullivan CY. 1983. Genetic variability in physiological mechanisms of drought resistance. Iowa State J Research. 57(4): 423-439

Sudarsono, Riduan A. dan Aswidinnoor H. 2004. Toleransi kultivar kacang tanah terhadap cekaman kekeringan pada fase generatif serta kandungan prolin dan total daun. Jurnal Penelitian Pertanian 23 (1):50-62.

Tremblay L, Levasseur C, Tremblay FM. 1999. Frequency somaclonal variation in plants of black spruce (Picea mariana, Pinaceae) and white spruce (P. glauca, Pinaceae) derived from somatic embyogenesis and identification of some factors involved in genetic instability. Am J Bot 86:1373.

Trojanowska MR. 2002. The effect of growth regulators on somaclonal variation in rye (Secale cereale L.) and selection of somaclonal variants with increased agronomic traits. Cell Mol Biol Lett 7. Medline abstract.

Willigen C, Pammneter NW, Mundree SG, Farrant JM. 2001. Some physiological comparisons between the resurrection grass Eragrostis nindensis and the related dessication –sensitive species, Eragrostiscurvula. Plant Growth Regul 35:121-129.

Verslues PE dan Sharp RE. 1999. Proline accumulation in maize (Zea mays L.) primary roots at low water potentials. II. Metabolic source of increased proline deposition in the elongation zone. Plant Physiol 119:1349 – 1360.

Vicient CM dan Martinez FX. 1998. The potential uses of somatic embryogenesis in agroforestry are not limited to synthetic seed technology. Revista Brasileira de Fisiolegia Vegetal 10:1 – 12.

Vieira RD, Tekrony DM, Eglia DB. 1992. Effect of drought and defoliation stress in the field on soybean seed germination and vigor. Crop Sci 32:471 – 475.

Vorasoot N, Songsri P, Akkasaeng C, Jogloy S, Patanothai A. 2003. Effect of water stress on yield and agronomic characters of peanut (Arachis hypogaea L.). Songklanakarin J Sci Technol 25:283 – 288.

Watanabe S, Kojima K, Ide Y, Sasaki S. 2000. Effect of saline and osmotic stress on proline and sugar accumulation in Populus euphratica in vitro. Plant Cell Tissue Organ Cult 63:199 – 206.


(4)

Weele CM van der, Spollen WG, Sharp RE dan Baskin TI. 2000. Growth of Arabidopsis thaliana seedling under water deficit studied by control of water potential in nutrient agar media. J Exp Bot 51:1555- 1562.

Whalley WR, Bengough AG, Dexter AR. 1998. Water stress induced by PEG decreases the maximum growth pressure of the roots of pea seedling. J Exp Bot 49:1689 – 1694.

Widoretno W. 2002. Seleksi in vitro untuk toleransi terhadap cekaman kekeringan pada kedelai (Glycine max [L.] Merr.) dan karakterisasi varian somaklonal yang toleran [disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program Pasca Sarjana.

---, Guhardja E, Ilyas S, Sudarsono. 2002. Efektivitas polietilena glikol untuk mengevaluasi tanggapan genotipe kedelai terhadap cekaman kekeringan pada fase perkecambahan. Hayati 9: 33 – 36.

---, Megia R, Sudarsono. 2003. Reaksi embrio somatik kedelai terhadap polietilena glikol dan penggunaannya untuk seleksi in vitro terhadap cekaman kekeringan. Hayati 10:134 – 139

---, dan Sudarsono. 2004. Evaluasi sejumlah galur kedelai varian somaklonal hasil seleksi in vitro terhadap stres kekeringan. Hayati 11:11-20.

Wikipedia. 2006. “http://en.wikipedia.org/wiki/Somaclonal_ variation. 18 April 2006.

Williams JH and Boote KJ. 1995. Physiology and modelling – predicting the “unpredictable legume”. In Pattee, H.E. dan H. T. Stalker (eds.)

Advances in Peanut Science. American Peanut Research and

Education Society, Inc. Stillwater.

Yusnita, Widodo, dan Sudarsono. 2005. In vitro selection of peanut somatic embryos on medium containing culture filtrates of Sclerotium rolfsii and plantlet regeneration. Hayati 12:50-56.

Zheng YZ, Li T. Change of proline levels and absisic acid content in tolerant/sensitive cultivars of soybean under osmotic conditions. Soybeans Genetics Newsletter 27. [ Online Journal] URL.

http://www.soygenetics.org./articles/sgn2000-011htm.

Zhongjin L dan Neumann PM. 1999. Water stress inhibits hydraulic conductance and leaf growth in rice seedling but not the transport of water via mercury-sensitive water channels in the root. Plant Physiol 120:143 – 152.

Zinselmeier C, Jeong BR, Boyer JS. 1999. Starch and the control of kernel number in maize at low water potentials. Plant Physiol 121:25 – 35.


(5)


(6)

KOMPOSISI MEDIUM DASAR

(MURASHIGE-SKOOG, 1962)

No Nama bahan kimia Kadar (mg/l)

1 NH4NO3 1650,00

2 KNO3 1900,00

3 KH2PO4 170,00

4 H3BO3 6,20

5 Na2MoO4. 7 H2O 0,25

6 KI 0,83

7 CaCl2. 6 H2O 332,20

8 CoCl2 0,025

9 MgSO4. 7 H2O 180,70

10 MnSO4. H2O 16,90

11 ZnSO4. 7 H2O 8,60

12 CuSO4. 5 H2O 0,025

13 FeSO4. 7 H2O 27,80

14 Na2EDTA 37,26

15 Myoinositol 100,00

16 Vitamin B1 a. Thiamin HCl b. Piridoksin HCl c. Asam nikotinat d. Glycine

0,10 0,50 0,50 2,00

17 Sukrosa 30.000,00