V. VARIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF KACANG TANAH HASIL KULTUR IN VITRO DAN
HASIL SELEKSI IN VITRO
Abstrak
Kultur jaringan yang melibatkan fase kalus dapat menginduksi variasi somaklonal, yang intensitasnya antara lain dipengaruhi oleh penambahan bahan
selektif dalam media kultur. Keragaman karakter variasi somaklonal pada tanaman hasil kultur
in vitro dan hasil seleksi in vitro menggunakan bahan selektif PEG belum diketahui. Penelitian bertujuan 1 mengidentifikasi varian kualitatif
pada tanaman kacang tanah cv. Kelinci hasil kultur in vitro dan hasil seleksi in
vitro, 2 menduga faktor pengendali varian kualitatif, 3 mengidentifikasi varian kuantitatif pada tanaman kacang tanah hasil kultur
in vitro dan hasil seleksi in vitro, 4 mengidentifikasi galur yang mempunyai varian kuantitatif positif. Embrio
somatik varian kacang tanah cv. Kelinci hasil kultur dengan dan tanpa seleksi in
vitro dikecambahkan dan diregenerasikan menjadi plantlet. Plantlet kemudian diaklimatisasi menjadi tanaman R0 dan dipelihara di rumah kaca. Dari galur R0
yang fertil diperoleh sejumlah turunan R1 dan R2. Tanaman kacang tanah yang ditumbuhkan dari benih dipelihara sebagai tanaman standar. Hasil penelitian
menunjukkan 1 varian kualitatif pada tanaman kacang tanah cv. Kelinci hasil seleksi
in vitro berupa percabangan melebar, percabangan berlebihan, daun pentafoliat, steril partial dan steril total, sedangkan varian pada tanaman hasil
kultur in vitro lebih beragam, yaitu percabangan melebar, percabangan
berlebihan, daun pentafoliat, steril partial, steril total, daun roset, daun varigata, ujung daun meruncing, daun hexafoliat, dan daun oktafoliat, 2 varian kualitatif
yang diduga dikendalikan secara genetik oleh gen dominan adalah percabangan melebar, percabangan berlebihan, daun pentafoliat, daun hexafoliat, daun
oktafoliat dan steril partial; yang diduga dikendalikan oleh gen resesif adalah daun hexafoliat, oktafoliat dan steril partial pada populasi hasil seleksi
in vitro; dan yang diduga bersifat epigenetik adalah daun roset, varigata dan ujung daun
meruncing, 3 terdapat varian kuantitatif positif pada karakter bobot kering tajuk, tinggi tanaman, bobot kering akar dan bobot polong bernas, dan 4 galur
tanaman yang mempunyai varian bobot kering akar positif adalah galur nomor K0-8, K0-30.2, K15-1 dan K15-2; sedangkan untuk bobot polong bernas adalah
K0-2, K0-4, dan K15-4. Kata kunci : varian somaklonal, karakter kualitatif, karakter kuantitatif, seleksi in
vitro, kultur in vitro
Abstract
Tissue culture that passed callus phase can induce somaclonal variation, of which intensity was influenced by adding selective agent to culture media.
Somaclonal variation of peanut plant regenerated from in vitro cultured and in
vitro selected somatic embryo using PEG not yet understood. The objectives of this research were to 1 identify qualitative variant of Kelinci cultivar of peanut
plant regenerated from in vitro cultured and in vitro selected somatic embryo
using PEG and their progenies, 2 estimate the control factors of qualitative variant, 3 identify quantitative variant of Kelinci cultivar of peanut plant
regenerated from in vitro cultured and in vitro selected somatic embryo using
PEG and their progenies, 4 identify somaclonal variant line which have certain positive characters and can be addressed for further uses. Non selected and
selected PEG insensitive variant somatic embryo of peanut were germinated and regenerated into plantlets. The plantlets were then acclimatized and
transferred to polybags and were grown to mature in the glass-house. From fertile R0 lines, sufficient a number of R1 and R2 progenies were grown for
evaluation. Peanut plant were also grown from seeds and used for standar control lines to somaclonal lines. The results showed that phenotypic variation on
both qualitative and quantitative characters were observed among R0, R1 and R2 generation of somaclonal lines. Variant phenotype on qualitative characters
observed included, wide branching, excessive branching, leaf variegation, leaflet number abnormality, leaf pointed tip, ‘rosette’ leaf, complete sterility and male
sterility. Variant phenotype of quantitative characters included plants with significantly higher plant dry weight, plant height, root dry weight and fertile pod
weight. The data indicated that wide branch, excessive branch, leaflet number abnormality, male sterility and total sterility were genetically controlled, while
variant phenotype ‘rosette‘ leaf, leaf variegation, and leaf pointed tip were epigenetically controlled. There were four lines with significantly higher root dry
weight, those are K0-8, K0-30.2, K15-1, K15-2 and three lines with significantly higher fertile pod weight, those are K0-2, K0-4, and K15-4.
Key words: somaclonal variant, qualitative characters, quantitative character, in
vitro selection, in vitro culture
Pendahuluan
Penggunaan teknik in vitro untuk mendapatkan plasma nutfah dengan
karakter unggul baru memerlukan tersedianya teknik kultur jaringan yang efektif dan bahan penyeleksi yang tepat Hammerschlag 1988. Teknik kultur jaringan
diperlukan untuk menghasilkan embrio somatik ES, menginduksi variasi somaklonal dan meregenerasikan ES varian menjadi tanaman dalam jumlah
banyak. Bahan penyeleksi yang tepat diperlukan untuk menapis ES varian dengan karakter unggul yang diinginkan di antara ES varian dengan karakter
yang tidak diinginkan. Teknik kultur jaringan, terutama yang melibatkan fase kalus, dapat
menginduksi terjadinya variasi somaklonal, yaitu perubahan yang terjadi pada tanaman yang diregenerasikan dari kultur
in vitro, pada umumnya bersifat heritable. Variasi somaklonal dapat diketahui dengan menganalisis fenotipe,
protein, jumlah dan struktur khromosom, serta DNA de Klerk 1990, Maraschin et al. 2002. Selain variasi somaklonal, sumber variasi lain yang dapat diamati
pada tanaman regeneran adalah variasi epigenetik yang merupakan modifikasi ekspresi genetik, biasanya bersifat reversibel Henikoff and Matzke 1997. Tipe
dan intensitas variasi sering berbeda antar spesies atau kultivar maupun antar perlakuan. Dalam suatu percobaan mungkin terjadi perubahan yang sangat
besar sehingga tanaman tampak abnormal, namun mungkin pula hanya sebagian kecil sedangkan sebagian besar karakter lain tetap menyerupai
induknya Hawbaker et al. 1993, Duncan et al. 1995.
Kultur jaringan kacang tanah yang menginduksi terbentuknya ES dan variasi somaklonal, serta meregenerasikan tanaman varian secara efisien telah
dibakukan. Teknik yang dikembangkan terbukti mampu menginduksi keragaman karakter kualitatif dan kuantitatif serta toleransi terhadap toksin yang disekresikan
cendawan Sclerotium rolfsii Yusnita et al. 2005. Keragaman di antara kultur ES
kacang tanah diduga juga berpotensi untuk menghasilkan varian ES dengan karakter toleran terhadap cekaman kekeringan. Dari penelitian sebelumnya telah
dikembangkan metode baku seleksi in vitro menggunakan PEG- 6000 yang
dapat digunakan untuk mengisolasi jaringan kacang tanah yang toleran cekaman kekeringan Rahayu 2005.
Penambahan bahan seleksi dalam media kultur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi intensitas variasi somaklonal Skirvin
et al. 1994. PEG-6000 yang terbukti mampu menapis karakter toleransi kacang tanah
terhadap kekeringan Rahayu 2005 diduga juga mampu menapis sifat-sifat lain yang berkait dengan karakter toleransi terhadap cekaman kekeringan. Dalam
jaringan varian kacang tanah yang mampu hidup dalam media seleksi yang mengandung PEG diduga terjadi hambatan pada ekspresi gen yang
menentukan sifat peka atau sifat lain yang berkaitan dengan kepekaan terhadap cekaman kekeringan. Sebaliknya, hambatan tersebut tidak terjadi pada jaringan
varian yang berkembang dalam media kultur in vitro non-selektif. Oleh karena itu
diduga ada perbedaan keragaman antara varian yang melewati tahap seleksi in
vitro dengan yang tidak melewati tahap tersebut. Keragaman karakter akibat variasi somaklonal pada tanaman hasil kultur
in vitro dan hasil seleksi in vitro menggunakan PEG belum diketahui sehingga perlu
dievaluasi. Dalam penelitian ini tanaman hasil kultur in vitro adalah tanaman yang
diregenerasikan dari ES yang berkembang dalam media in vitro media MS +
picloram 16 μΜ, sedang tanaman hasil seleksi in vitro diregenerasikan dari ES
yang berkembang dalam media selektif media MS + pikloram 16 μΜ + PEG-
6000 15. Penelitian bertujuan 1 mengidentifikasi varian kualitatif pada tanaman kacang tanah hasil kultur
in vitro dan hasil seleksi in vitro, 2 menduga faktor pengendali varian kualitatif, 3 mengidentifikasi varian kuantitatif pada
tanaman kacang tanah hasil kultur in vitro dan hasil seleksi in vitro, 4
mengidentifikasi galur yang mempunyai varian kuantitatif positif.
Bahan dan Metode Bahan Tanaman dan Induksi Variasi Somaklonal
Dalam penelitian ini digunakan kalus embriogen dengan ES sekunder kacang tanah cv. Kelinci dan Singa yang diperoleh dari percobaan sebelumnya.
Kalus embriogen yang berumur satu bulan di sub-kultur setiap bulan selama enam bulan dalam media MS-P16 padat untuk menginduksi terjadinya variasi
somaklonal.
Pertumbuhan ES Varian dalam Media Kultur dan Media Selektif serta Regenerasinya menjadi Tanaman R0
Pada sebagian percobaan kalus embriogen dengan ES varian diseleksi dalam media selektif yang mengandung PEG-6000 15. Identifikasi ES varian
yang insensitif terhadap cekaman PEG dan regenerasinya menjadi tanaman R0 telah dilakukan pada percobaan sebelumnya.
Pada sebagian percobaan yang lain kalus embriogen dengan ES varian ditumbuhkan dalam media kultur non-selektif, yaitu MS-P16 cair tanpa
penambahan PEG. Pada awal percobaan ditanam 500 kalus embriogen, masing-masing dengan 8–10 ES sehingga jumlah total ES yang ditumbuhkan
mencapai 4000–5000 ES. Kalus embriogen lima eksplan per botol ditanam dalam media kultur dan disub-kultur setiap bulan ke dalam media kultur yang
masih segar, dalam kondisi gelap 24 jam. Setelah tiga bulan, ES yang masih hidup diisolasi dan ditanam dalam media MS-P16 padat selama dua bulan agar
terjadi proliferasi. ES hasil proliferasi kemudian diregenerasikan menjadi tanaman R-0 melalui tahap-tahap yang sama dengan regenerasi ES hasil seleksi
in vitro.
Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman R0, R1 dan R2
Benih R0:1 yang dihasilkan oleh tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi
in vitro dalam media PEG 15 yang selanjutnya disebut populasi R0-K15 dan yang diregenerasikan dari ES hasil kultur
in vitro tanpa seleksi PEG yang selanjutnya disebut populasi R0-K0 ditanam untuk memperoleh tanaman
generasi R1. Masing-masing nomor tanaman R0 ditumbuhkan 5 – 10 tanaman R1 tergantung pada jumlah polong bernas yang dihasilkan. Tanaman R1
ditumbuhkan dalam polybag berukuran 45 x 45 cm yang diisi 10 kg media tanam campuran tanah kebun, kompos dan pasir dengan perbandingan 2:1:1 vv dan
dipelihara di rumah kaca di Balitbiogen, Bogor. Pemeliharaan yang meliputi pemupukan, penyiraman, pengendalian gulma dan hama dilakukan seperti
dijelaskan sebelumnya. Tanaman R1 dipelihara hingga panen, benih R1-2 dipanen secara terpisah dari setiap nomor.
Benih R1-2 yang berasal dari nomor tanaman R1 terpilih, yaitu beberapa nomor yang menghasilkan polong bernas paling banyak, ditanam untuk
memperoleh tanaman generasi R2. Masing-masing nomor R1 terpilih tersebut ditanam 10 benih R1-2. Tanaman R2 ditumbuhkan dalam
polybag yang berisi media tanam dengan komposisi dan jumlah yang sama serta dipelihara dalam
kondisi yang sama seperti penanaman R1. Pemeliharaan yang meliputi pemupukan, penyiraman, pengendalian gulma dan hama dilakukan seperti
dijelaskan sebelumnya. Tanaman R2 dipelihara hingga panen, benih R2-3 dipanen secara terpisah dari setiap nomor. Sebagai kontrol adalah tanaman
kacang tanah kultivar Kelinci yang ditumbuhkan dari benih yang diperoleh dari Balitbiogen, Bogor. Tanaman tersebut ditanam dan dipelihara dengan cara yang
sama dengan tanaman yang berasal dari kultur.
Penentuan Varian
Karakter yang diamati meliputi karakter kualitatif dan kuantitatif. Karakter kualitatif yang diamati adalah pola percabangan, intensitas percabangan,
filotaksis jumlah daun yang tumbuh pada satu buku, jumlah leaflet anak daun
dalam satu daun majemuk, bentuk ujung daun, dan fertilitas. Pola percabangan dibedakan berdasarkan sudut antara batang dengan cabang primer menjadi tiga
yaitu pola melebar 60
o
, medium 30
o
– 60
o
dan meninggi 30
o
Setiawan 1998; Gambar 8. Intensitas percabangan ditentukan berdasarkan jumlah cabang
primer yang tumbuh pada batang, jika ≥ 8 dinyatakan sebagai percabangan
berlebihan. Filotaksis ditentukan berdasarkan jumlah daun majemuk yang tumbuh per buku pada sebagian besar buku yang terdapat pada suatu tanaman.
Jika pada satu buku tumbuh lebih dari satu daun majemuk disebut daun roset. Jumlah anak daun ditentukan dengan menghitung jumlah anak daun dalam
setiap daun majemuk, yang dalam satu individu mungkin tidak seragam. Bentuk ujung daun dibedakan menjadi dua macam, yaitu membulat dan meruncing.
Dalam penelitian ini fertilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu fertil membentuk lebih dari lima polong per tanaman, steril partial membentuk polong 1 – 5 per
tanaman dan steril total tidak membentuk bunga atau polong sama sekali. Karakter kuantitatif yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang
primer, jumlah buku pada cabang utama, jumlah buku total, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, panjang akar pokok, jumlah akar cabang primer, bobot
basah akar, bobot kering akar, jumlah polong total, dan jumlah polong bernas. Tajuk kering atau akar kering diperoleh dengan memanaskan tajuk atau akar
dalam oven dengan suhu 80
o
C selama tiga hari.
Gambar 8. Pola percabangan pada tanaman kacang tanah yang diregenerasikan dari ES hasil kultur dan seleksi
in vitro. a. pola percabangan melebar, b. pola medium, c. pola meninggi
a b c
Keberadaan varian kualitatif ditentukan dengan mengamati suatu karakter pada tanaman hasil kultur atau seleksi
in vitro dan membandingkannya dengan karakter sejenis pada tanaman standar yang berasal dari benih. Karakter pada
tanaman hasil kultur atau seleksi in vitro yang berbeda dengan karakter pada
tanaman standar ditetapkan sebagai varian, kemudian dihitung frekuensinya. Keberadaan varian kuantitatif ditentukan dengan mengukur suatu karakter
pada semua individu dari semua populasi, menentukan kisaran nilai kemudian mengelompokkan kisaran tersebut menjadi lima kelas. Dari setiap kelas dibuat
distribusi frekuensi untuk masing-masing populasi. Tanaman hasil kultur atau seleksi
in vitro yang mempunyai nilai yang lebih besar atau lebih kecil dari kisaran tanaman standar ditetapkan sebagai varian somaklonal.
Varian yang teramati pada generasi R0 dicatat dan diamati kembali pada generasi R1 dan R2 turunannya. Bila suatu varian muncul pada generasi R0
tetapi tidak muncul lagi pada generasi R1 maupun R2, maka varian tersebut diduga dikendalikan secara epigenetik. Sebaliknya bila suatu varian selalu
tampak pada generasi R0, R1 dan R2 turunannya, atau tidak muncul pada R0 tetapi muncul pada R1 dan R2 diduga merupakan karakter genetik.
Hasil Tanaman R0, R1 dan R2
Hasil regenerasi ES kacang tanah cv. Singa hasil seleksi in vitro tidak
menghasilkan tanaman yang fertil, sehingga tidak dapat diamati lebih lanjut. Regenerasi ES kacang tanah cv. Kelinci menghasilkan 38 tanaman hasil kultur
in vitro tanaman R0-K0 dan 24 tanaman hasil seleksi in vitro tanaman R0-K15 yang mencapai umur reproduktif. Sepuluh tanaman R0-K0 tidak menghasilkan
bunga, delapan tanaman membentuk benih yang tidak viabel, sehingga hanya zuriat dari 20 tanaman R0-K0 yang dievaluasi lebih lanjut. Pada R0-K15, hanya
sembilan tanaman yang dapat membentuk benih yang viabel, sedangkan delapan tanaman tidak berbunga dan tujuh tanaman menghasilkan bunga namun
biji tidak viabel. Zuriat dari sembilan tanaman tersebut dievaluasi lebih lanjut.
Varian Kualitatif
Tanaman standar yang ditumbuhkan dari benih mempunyai pola percabangan medium; percabangan normal 3-5 cabang primer; filotaksis
tersebar dalam satu buku tumbuh satu daun majemuk, daun majemuk tetrafoliat empat anak daun, ujung daun membulat, dan fertil.
Karakter-karakter kualitatif pada populasi R0-K15 yang berbeda dengan tanaman standar meliputi percabangan melebar Gambar 8.a, percabangan
berlebihan Gambar 9.j, daun pentafoliat Gambar 9.e, 9.f, steril partial dan steril total. Pada populasi R0-K0, selain beberapa karakter tersebut teridentifikasi
pula daun roset Gambar 9.a dan 9.b, varigata Gambar 9.c dan ujung daun meruncing Gambar 9d. Karakter kualitatif pada populasi R1-K15 yang berbeda
dengan tanaman standar meliputi percabangan melebar, daun pentafoliat dan steril partial.
Pada populasi R1-K0, selain ketiga karakter tersebut teramati pula percabangan berlebihan dan daun hexafoliat atau oktafoliat Gambar 9.g dan
9.h. Pada generasi berikutnya variasi kualitatif yang muncul pada populasi R2- K15 hanyalah percabangan melebar dan daun pentafoliat, sedangkan pada
populasi R2-K0 tampak daun hexafoliat dan steril parsial. Perbedaan-perbedaan tersebut merupakan varian somaklonal.
Tabel 9. Jenis, frekuensi dan persentase varian kualitatif pada tanaman hasil kultur
in vitro K0 dan seleksi in vitro K15 generasi R0, R1 zuriat R0 dan R2 zuriat R1
Jenis Varian Popula
si Frekuensi dan persentase varian
pada generasi R0 R1 R2
Percabangan melebar K0
3838 100 1620 80 220
10 Percabangan berlebihan
2738 71 120 5
020 0 Filotaksis daun roset
4 38 10 020 0
020 0 Daun pentafoliat
10 38 26 1020 50
520 25 Daun hexafoliat atau lebih
0 38 0 720 35
520 25 Ujung daun meruncing
6 38 16 020 0
020 0 Varigata pada ujung daun
338 8 020 0
020 0 Steril partial
8 38 21 420 20
420 20 Steril total
10 38 26 020 0
020 0 Percabangan melebar
K15 24 24 100
89 88 19 11
Percabangan berlebihan 1824 75
09 0 09 0
Filotaksis daun roset 0 24 0
09 0 09 0
Daun pentafoliat 10 24 42
79 77 49 44
Daun hexafoliat atau lebih 0 24 0
09 0 09 0
Ujung daun meruncing 0 24 0
09 0 09 0
Varigata pada ujung daun 024 0
09 0 09 0
Steril partial 7 24 29
19 11 09 0
Steril total 8 24 33
09 0 09 0
Keterangan: Frekuensi dan persentase varian xy z : x menunjukkan banyaknya nomor
tanaman R0R1R2 yang mempunyai karakter varian, y menunjukkan banyaknya nomor tanaman R0R1R2 total yang dievaluasi, z merupakan
angka persentase xy x 100
Gambar 9. Varian kualitatif pada tanaman kacang tanah hasil kultur dan seleksi in vitro. a. Daun roset pada satu buku tumbuh
≥2 daun majemuk, b. daun roset pada satu buku tumbuh dua daun majemuk, c. varigata
pada tepi ujung daun, d. bentuk ujung daun meruncing, e. daun majemuk dengan lima leaflet; ukuran leaflet sama , f. ukuran leaflet
tidak sama, g. daun majemuk dengan enam leaflet, h. daun majemuk dengan 8 leaflet, i. daun majemuk dengan 4, 5, dan 6 leaflet pada
yang tumbuh pada satu ranting, j. percabangan berlebihan
Persentase keberadaan varian suatu karakter berbeda antar populasi dan antar generasi. Pada umumnya persentase varian berkurang dari satu generasi
ke generasi berikutnya, kecuali varian daun hexafoliat pada populasi K-0. Varian percabangan melebar dan daun pentafoliat muncul pada generasi R0, R1 dan R2
baik pada populasi tanaman hasil kultur maupun hasil seleksi in vitro. Varian
percabangan berlebihan teridentifikasi dalam persentase yang cukup tinggi pada generasi R0, pada populasi tanaman hasil kultur sebesar 71 dan hasil seleksi
in vitro sebesar 75. Pada generasi selanjutnya R1 varian tersebut hanya muncul pada tanaman hasil kultur
in vitro sebesar 5 Tabel 9. Varian filotaksis daun roset, ujung daun meruncing, dan daun varigata
hanya tampak pada populasi tanaman hasil kultur in vitro generasi R0, masing-
masing sebesar 10, 16 dan 8. Pada generasi selanjutnya dan pada populasi tanaman hasil seleksi
in vitro varian tersebut tidak terdeteksi. Pada tanaman hasil kultur
in vitro, varian daun hexafoliat tidak teridentifikasi pada generasi R0, namun muncul pada R1 35 dan R2 25. Pada populasi
tanaman hasil seleksi in vitro, tidak ada satupun tanaman yang menunjukkan
varian tersebut Tabel 9.
a b c d
e
f g
h
i
j
Evaluasi keragaman varian kualitatif juga menunjukkan bahwa varian steril partial muncul pada generasi R0, R1 dan R2 pada populasi tanaman hasil kultur
in vitro, sedangkan pada tanaman hasil seleksi in vitro hanya muncul pada generasi R1 dan R2. Varian steril total hanya terdeteksi pada generasi R0 pada
dua populasi yang dievaluasi Tabel 9.
Varian Kuantitatif
Pertumbuhan tajuk tanaman yang diregenerasikan dari ES hasil kultur in
vitro populasi R0-K0 yang ditunjukkan oleh rataan tinggi, jumlah cabang primer, jumlah buku pada batang utama, jumlah buku total, bobot basah tajuk dan bobot
kering tajuk, nyata lebih tinggi dibanding tanaman standar. Pada populasi R1-K0 dan R2-K0 nilai rataan semua peubah pertumbuhan tajuk menurun sehingga
tidak berbeda nyata atau lebih rendah dibandingkan tanaman standar. Pada tanaman yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi
in vitro populasi R0-K15 pertumbuhan tajuk relatif lebih tinggi dibanding tanaman standar. Pada populasi
R1-K15 dan R2-K15 rataan nilai pertumbuhan tajuk menurun sehingga nyata lebih rendah dibanding tanaman standar, kecuali karakter jumlah cabang primer
Tabel 10. Tabel 10. Rataan nilai dan ragam karakter kuantitatif pertumbuhan tajuk pada populasi
tanaman hasil kultur in vitro dan hasil seleksi in vitro generasi R0, R1 zuriat
R0 dan R2 zuriat R1
Karak -ter
Tan. standar
Rataan nilai dan ragam pada populasi R0-K0 R1-K0 R2-K0 R0-K15
R1-K15 R2-K15
TT 68,53 b
101,05 a 60,47 b
37,17 c 70,00 b
35,10 c 36,7 c
156,25 132,86
131,56 67,40
711,29 154,75
85,56 JCP
3,05 b 11,31 a
4,31 b 3,89 b
11,46 a 4,40 b
3,77 b 0,05 28,72 0,96 0,20 15,76 0,83 22,09
JBCU 20,84 b
26,10 a 18,38 b
12,59 c 22,21 ab
14,64 c 12,57 c
5,81 66,25 11,28 3,65 36,36 14,28 5,34 JBT
83,10 b 158,76 a
75,19 b 51,41 d
147,29 a 63,64 c
48,84 d 127,23 744,94 702,78 143,04 2170,63 503,10 109,83
BTB 109,66 c
279,13 a 88,13 c
36,85 e 186,22 b
60,76 d 35,21 e
78,51 2504,93 454,11 39,40 1946,58 796,37 240,87 BTK
25,39 c 76,87 a
21,33 c 13,18 d
45,48 b 15,94 d
11,33 d 39,19 2470,09 57,45 30,47 1218,01 55,50 17,72
Keterangan: TT : tinggi tanaman; JCP: jumlah cabang primer; JBCU: jumlah buku pada cabang
utama; JBT: jumlah buku total; BTB: bobot tajuk basah; BTK: bobot tajuk kering. Angka dalam satu baris yang diikuti huruf sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5 berdasarkan uji DMRT.
Pada populasi tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro, nilai ragam peubah-
peubah pertumbuhan tajuk, kecuali peubah tinggi tanaman, pada generasi R0 dan R1 pada umumnya jauh di atas tanaman standar. Pada generasi R2 nilai
ragam menurun sehingga lebih rendah dibanding tanaman standar Tabel 10. Pertumbuhan akar tanaman populasi R0-K0 secara umum tidak berbeda
nyata dengan tanaman standar, sebaliknya pada populasi R1-K0 dan R2-K0, pertumbuhan akar nyata lebih rendah dibanding tanaman standar. Pada tanaman
hasil seleksi in vitro semua generasi rataan semua peubah pertumbuhan akar
nyata lebih rendah dibanding tanaman standar. Nilai ragam peubah-peubah pertumbuhan akar pada generasi R0 dan R1 ada yang lebih tinggi ada pula yang
lebih rendah dibanding tanaman standar, tetapi pada generasi R2 secara umum lebih rendah dibanding tanaman standar. Jumlah polong total, jumlah polong
bernas dan bobot polong bernas pada populasi K0 dan K15 semua generasi nyata lebih rendah, sebaliknya nilai ragam peubah-peubah tersebut pada semua
generasi lebih tinggi dibanding tanaman standar Tabel 11. Tabel 11. Rataan nilai dan ragam karakter kuantitatif pertumbuhan akar dan hasil
pada populasi tanaman hasil kultur dan hasil seleksi in vitro generasi R0,
R1 zuriat R0, dan R2 zuriat R1 pada kacang tanah kultivar Kelinci
Karak- ter
Tan. standar
Rataan nilai dan ragam pada populasi R0-K0 R1-K0
R2-K0 R0-K15 R1-K15
R2-K15 PAP
22,74 a 19,63 b
20,19 b 23,87 a
16,75 b 18,45 b
18,03 b 33,79 37,94 46,64 153,26 46,64 20,43 54,76
JACP 31,89 a
10,08 c 17,35 b
14,35 b 7,33 c
12,51 b 14,61 b
29,26 22,96 20,61 19,01 12,81 16,24 15,76 BAB
4,19 a 4,01 a
1,56 c 1,12 c
2,67 b 1,71 c
1,05 c 1,21 5,15 0,84 0,34 4,16 0,39
0,35 BAK
1,04 a 1,11 a
0,53 b 0,37 c
0,79 ab 0,47 c
0,32 c 0,07 1,32 0,14 0,04 0,47 0,03
0,03 JPT
22,47 a 12,79 b
13,84 b 12,38 b
11,46 b 11,67 b
9,77 b 32,26 148,11
38,19 32,03 136,65 28,72
36,48 JPB
14,21 a 7,13 c
8,64 b 6,64 cd
6,75 c 9,40 b
5,73 d 12,39 55,20 24,80 15,21 51,41 22,46 25,00
BPK 20,45 a
11,76 b 12,49 b
8,59 c 7,32 c
15,25 b 8,24 c
23,20 166,15 46,65 34,10 86,30 58,36 30,33
Keterangan : PAP: panjang akar pokok; JACP: jumlah akar cabang primer; BAB: bobot akar
basah; BAK: bobot akar kering; JPT: jumlah polong total; JPB: jumlah polong bernas; BPK: bobot polong kering. Angka dalam satu baris yang diikuti huruf sama
berarti tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5.
Untuk bobot kering tajuk, masing-masing 28, dua dan sembilan galur dari populasi R0-K0, R1-K0 dan R0-K15 mempunyai bobot kering tajuk lebih besar
dibanding tanaman standar. Tidak ada galur dengan bobot kering tajuk yang lebih kecil dibanding tanaman standar. Populasi R0-K0, R1-K0, R2-K0, R0-K15,
R1-K15, dan R2-K15 masing-masing mempunyai lima, 15, 59, delapan, 33, dan 43 galur yang mempunyai tinggi tanaman lebih rendah, sedangkan 20 dan dua
galur dari populasi R0K0 dan R0-K15 mempunyai tinggi tanaman lebih tinggi dibanding tanaman standar Gambar 10.
15 4
3 10
15 5
15 65
3 5
8 6
8 2
33 6
43 5
5 59
20 40
60 80
A B
C D
E kisaran tinggi tanaman cm
jum lah gal
ur
19 10
12 6
6 4
81
2 64
15 3
6 39
38
20 40
60 80
100
A B
C D
E kisaran bobot kering tajuk g
ju m
la h
g a
lu r
Gambar 10. Distribusi frekuensi tinggi tanaman dan bobot kering tajuk kacang tanah populasi tanaman standar, tanaman hasil kultur dan seleksi
in vitro. Tanaman standar
■, R0-K0 , R1-K0 □, R2-K0 , R0- K15 , R1-K15 dan R2-K15 . Kisaran tinggi tanaman A
x47,4, B 47,4 ≤x76,8, C 76,8≤x106,2, D 106,2≤x135,6, E
135,6 ≤x165; kisaran bobot kering tajuk A x38,4, B
38,4 ≤x75,0, C 75,0≤x111,7, D 111,7≤x148,3, E
148,3 ≤x185. Tanda anak panah menunjukkan nilai terendah dan
tertinggi populasi tanaman standar
Sebagian besar galur dalam populasi R0-K0, R1-K0, R2-K0, R0-K15, R1- K15 dan R2-K15, masing-masing sebanyak 36, 72, 58, 24, 37, dan 35 galur
mempunyai jumlah akar cabang lebih sedikit dibandingkan tanaman standar, dan tidak ada satupun galur yang mempunyai jumlah akar cabang lebih banyak
daripada tanaman standar Gambar 11. Untuk karakter bobot kering akar, masing-masing dua, satu dan satu galur
dari populasi R0-K0, R1-K0 dan R0-K15 mempunyai bobot kering akar lebih tinggi dibanding bobot kering akar tanaman standar, dan tidak ada satupun galur
yang mempunyai bobot kering akar yang lebih kecil dibanding tanaman standar Gambar 11.
5 10
4 27
9 2
22 11
22 36
6 20
4 18
19 2
7 28
3 50
20 40
60
A B
C D
E kisaran jumlah akar cabang primer
jum lah ga
lur
3 14
2 8
21 7
1 1
69
11 2
1 62
2 15
3 4
2 2
37 1
37
20 40
60 80
100
A B
C D
E kisaran bobot kering akar g
ju m
la h
g a
lu r
Gambar 11. Distribusi frekuensi jumlah akar cabang primer dan bobot kering
akar tanaman standar serta tanaman hasil kultur dan seleksi in
vitro. Tanaman standar ■, R0-K0 , R1-K0 □, R2-K0 ,
R0-K15 , R1-K15 dan R2-K15 . Kisaran jumlah akar cabang primer A x11,2, B 11,2
≤x19,4, C 18,4≤x27,6, D 27,6
≤x35,8, E 35,8≤x44,0; kisaran bobot kering akar A x0,72, B 0,72
≤x1,34, C 1,34≤x1,96, D 1,96≤x2,58, E 2,58
≤x3,20. Tanda anak panah menunjukkan nilai terendah dan tertinggi populasi tanaman standar
4 7
7 1
20 5
7 4
2
22 31
17 9
1
24 27
12 1
15 2
3 2
2 7
17 11
4 23
8 5
2
10 20
30 40
A B
C D
E kisaran jumlah polong bernas
jum lah
galu r
6 11
2 9
3 4
3 25
37 19
2 29
30 3
2 17
2 4
7 20
7 5
26 18
4 19
10 20
30 40
50
A B
C D
E kisaran bobot polong bernas g
ju m
lah ga
lu r
Gambar 12. Distribusi frekuensi jumlah polong bernas dan bobot polong bernas tanaman standar serta tanaman hasil kultur dan seleksi
in vitro. Tanaman standar
■, R0-K0 , R1-K0 □, R2-K0 , R0-K15 , R1-K15 dan R2-K15 . Kisaran jumlah polong bernas A x5,2,
B 5,2 ≤x10,4, C 10,4≤x15,6, D 15,6≤x20,8, E 20,8≤x26,0;
kisaran bobot polong bernas A x8,44, B 8,44 ≤x16,88, C
16,88 ≤x25,32, D 25,32≤x33,75, E 33,75≤x42,20. Tanda
anak panah menunjukkan nilai terendah dan tertinggi populasi tanaman standar
Untuk karakter jumlah polong bernas, dari populasi R0-K0, R1-K0, R2-K0, R0-K15, R1-K15 dan R2-K15 terdapat masing-masing 20, 22, 24, lima, tujuh dan
23 galur yang mempunyai jumlah polong bernas lebih sedikit dibanding tanaman standar. Tidak ada satupun galur yang mempunyai jumlah polong lebih besar
daripada tanaman standar Gambar 12. Di antara galur-galur pada populasi R0-K0, R1-K0, R2-K0, R0-K15, R1-K15
dan R2-K15 masing-masing terdapat 19, 25, 29, 17, tujuh, 26 dan tiga galur yang mempunyai bobot polong bernas lebih kecil daripada tanaman standar. Terdapat
tiga galur dari populasi R0-K0 yang mempunyai bobot polong bernas lebih besar dibandingkan tanaman standar Gambar 12.
Pembahasan
Varian kualitatif yang muncul pada tanaman hasil seleksi in vitro dalam
media dengan PEG 15 populasi K15 lebih rendah tingkat keragamannya dibanding yang muncul pada tanaman hasil kultur
in vitro populasi K0. Pada populasi K15 muncul varian berupa percabangan melebar, percabangan
berlebihan, daun pentafoliat, steril partial dan steril total; sedangkan pada populasi K0, selain lima karakter tersebut teridentifikasi pula munculnya daun
roset, daun varigata, ujung daun meruncing, daun hexafoliat, dan daun oktafoliat.
Perbedaan intensitas variasi tersebut diduga sebagai akibat perbedaan perlakuan yang dialami embrio somatik ES yang menghasilkan tanaman K0
dan K15. ES yang diregenerasikan menjadi tanaman K0 mengalami sub-kultur sebanyak enam kali, sedangkan yang diregenerasikan menjadi tanaman K15
selain mengalami sub-kultur enam kali juga mengalami seleksi dalam media selektif PEG 15 selama tiga bulan dengan tiga kali sub-kultur. Dengan
demikian variasi yang muncul pada tanaman K0 terjadi akibat pengaruh sub- kultur berulang terhadap perubahan materi atau ekspresi genetik pada jaringan
eksplan atau kalus. Pikloram asam 4-amino,3.5.6.trikhloropikolinat, suatu herbisida yang dalam konsentrasi rendah berperan sebagai fitohormon auksin
yang ditambahkan dalam media kultur menginduksi pembelahan sel terus menerus dengan kecepatan yang tinggi. Pembelahan sel yang cepat tersebut
dapat mengakibatkan perubahan dalam proses replikasi materi genetik atau pada faktor-faktor pengendali ekspresi genetik, sehingga juga mengakibatkan
perubahan pada fenotipe tanaman Wikipedia 2006. Perubahan yang terjadi bersifat acak pada berbagai karakter.
Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian pada kedelai. Frekuensi variasi somaklonal pada tanaman kedelai antara lain dipengaruhi oleh
konsentrasi auksin dalam media tumbuh. Pada media dengan 22,5 μM 2.4.D
terbentuk varian sebesar 40, sedangkan dengan 18 μM terbentuk 3 dari
tanaman regeneran Shoemaker et al. 1991.
Variasi yang muncul pada populasi K15 terjadi bukan hanya akibat pengaruh sub-kultur seperti di atas, melainkan juga pengaruh tekanan seleksi
dari bahan penyeleksi PEG. Oleh karena itu variasi yang muncul akibat pengaruh sub-kultur ada kemungkinan tereliminasi oleh tekanan seleksi, sehingga
keragaman yang muncul pada tanaman hasil seleksi lebih rendah dibandingkan tanaman hasil kultur
in vitro Skirvin et al. 1994 Pada umumnya persentase munculnya varian kualitatif berkurang dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Varian percabangan berlebihan teridentifikasi dalam persentase yang cukup tinggi pada generasi R0, namun menurun tajam
pada generasi R1. Varian filotaksis daun roset, ujung daun meruncing, dan daun varigata hanya tampak pada populasi tanaman hasil kultur
in vitro generasi R0 dengan persentase yang relatif kecil. Pada generasi selanjutnya dan pada
populasi tanaman hasil seleksi in vitro varian tersebut tidak terdeteksi.
Persentase varian yang tinggi pada generasi R0 mungkin disebabkan oleh pengaruh kondisi kultur yang mampu mengubah fenotipe tanaman, namun
perubahan tersebut tidak permanen atau bersifat epigenetik. Epigenetik merupakan modifikasi dalam ekspresi genetik, tetapi cenderung reversibel akibat
perubahan struktur kromatin dan atau metilasi DNA, atau amplifikasi gen Henikoff dan Matzke 1997, Tremblay
et al. 1999, Wikipedia 2006. Pada generasi lanjut perubahan pada mekanisme epigenetik makin berkurang
sehingga keragaan tanaman yang diregenerasikan melalui tahap kultur in vitro
lebih mendekati keragaan tanaman standar Henikoff dan Matzke 1997. Varian steril total tidak dapat dianalisis lebih lanjut karena tidak menghasilkan benih.
Varian percabangan melebar dan daun pentafoliat muncul pada generasi R0, R1 dan R2 baik pada populasi tanaman K0 maupun K15. Varian steril partial
muncul pada generasi R0, R1 dan R2 untuk populasi tanaman K0. Varian karakter-karakter tersebut diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Hal ini berarti variasi somaklonal untuk tiga karakter tersebut diduga dikendalikan oleh faktor genetik, yang mungkin diakibatkan oleh perubahan dalam struktur
gen-gen yang terlibat pada pola percabangan dan jumlah anak daun dalam satu daun majemuk. Varian genetik juga ditemukan pada tanaman gandum. Pada
tanaman regeneran gandum terjadi variasi somaklonal sebesar 5 untuk sifat morfologi dan biokimia. Karakter tersebut, baik yang dikendalikan secara
monogenik maupun poligenik, terbukti diturunkan sampai dua generasi Larkin et
al. 1984. Pada tanaman hasil kultur
in vitro, varian daun hexafoliat dan oktafoliat tidak teridentifikasi pada generasi R0, namun muncul pada R1 dan R2. Pada
tanaman hasil seleksi in vitro, varian steril partial juga tidak teridentifikasi pada
generasi R0, tetapi muncul pada generasi R1 dan R2. Varian karakter-karakter
tersebut diduga dikendalikan oleh gen resesif. Semua tanaman generasi R0 diduga mempunyai genotipe heterozigot sehingga fenotipe varian tersebut tidak
muncul. Pada generasi selanjutnya mungkin terjadi rekombinasi gen yang mengakibatkan susunan genotipe homozigot dan fenotipe varian muncul pada
beberapa tanaman. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa regenerasi tanaman yang melalui
tahap kultur in vitro dan penggunaan fitohormon dalam kultur in vitro dapat
menginduksi variasi somaklonal. Pada Picea mariana dan P. glauca yang
diregenerasikan melaui embriogenesis somatik teridentifikasi ada sembilan kelompok varian untuk karakter kualitatif. Beberapa tipe varian terbentuk akibat
instabilitas khromosom, khususnya aneuploid. Dalam penelitian tersebut instabilitas khromosom diakibatkan oleh perbedaan klon dan lama waktu dalam
kultur Tremblay et al. 1999. Induksi kalus dengan pikloram dan BA dapat
menghasilkan variasi genetik pada Lycopersicon esculentum Mill. Koefisien
kesamaan genetik menunjukkan bahwa semua tanaman regeneran mempunyai tingkat perbedaan genetik yang bervariasi dengan tanaman induk Soniya
et al. 2001.
Pada tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro, pertumbuhan tajuk tanaman
generasi R0 lebih tinggi dibanding tanaman standar; tetapi pada generasi R1 dan R2 pertumbuhan tajuk menurun sehingga lebih rendah dibandingkan tanaman
standar. Nilai ragam peubah-peubah pertumbuhan tajuk pada generasi R0 dan R1 pada umumnya jauh di atas tanaman standar. Pertumbuhan akar pada
tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro secara umum lebih rendah dibanding
tanaman standar untuk semua generasi, namun nilai ragam beberapa peubah pertumbuhan akar tertentu lebih tinggi dibanding tanaman standar. Hasil panen
pada tanaman hasil kultur dan seleksi in vitro juga lebih rendah dibanding
tanaman standar untuk semua generasi. Walaupun demikian, nilai ragam peubah-peubah tersebut pada semua generasi lebih tinggi dibanding tanaman
standar. Nilai ragam yang lebih tinggi pada sejumlah peubah pertumbuhan tajuk, akar dan hasil menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan telah dapat
menginduksi variasi somaklonal untuk karakter kuantitatif. Munculnya varian kuantitatif pada beberapa peubah diperjelas dengan
adanya beberapa galur tanaman yang mempunyai nilai peubah yang lebih tinggi dibanding nilai tanaman stándar, atau merupakan varian positif. Dari tiga
populasi yang dievaluasi, varian positif untuk peubah bobot kering tajuk
sebanyak 39 galur, untuk tinggi tanaman sebanyak 22 galur, untuk bobot kering akar sebanyak empat galur, dan untuk bobot polong bernas sebanyak tiga galur.
Varian positif untuk bobot kering tajuk dan tinggi tanaman bukan merupakan varian yang diharapkan dalam pengembangan galur yang toleran
terhadap cekaman kekeringan. Biomassa tajuk yang tinggi akan menurunkan nisbah akartajuk, dan hal ini secara teoritis akan menurunkan toleransi tanaman
terhadap cekaman kekeringan Blum 1996. Varian positif untuk bobot kering akar secara potensial mempunyai
toleransi terhadap kekeringan yang lebih tinggi dibanding tanaman standar, tetapi toleransi tersebut dicapai melalui mekanisme
avoidance dengan membentuk akar yang intensif. Varian tersebut berasal dari populasi tanaman hasil kultur
in vitro sebanyak dua galur, yaitu nomor K0-8 dan K0-30.2, dan dari tanaman hasil
seleksi in vitro sebanyak dua galur, yaitu nomor K-15.1 dan K-15.2. Meskipun
potensial mempunyai toleransi terhadap cekaman kekeringan, namun dalam penelitian ini tidak diharapkan karena mekanisme yang dilakukan merupakan
mekanisme avoidance yang dapat menurunkan daya hasil.
Galur dengan varian positif untuk bobot polong bernas merupakan galur yang potensial dikembangkan sebagai galur harapan. Galur-galur tersebut
berasal dari populasi tanaman hasil kultur in vitro sebanyak dua galur, yaitu K0-2
dan K0-4, dan dari populasi tanaman hasil seleksi in vitro sebanyak satu galur,
yaitu K15-4. Penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian yang dilakukan
sebelumnya yang mengindikasikan bahwa kultur jaringan dapat menginduksi variasi somaklonal khusus yang berperan dalam pengembangan galur baru.
Variasi somaklonal terbukti telah dapat diterapkan untuk pengembangan jagung yang toleran aluminium Moon
et al. 1997, peningkatan toleransi terhadap suhu rendah pada padi Bertin dan Bouharmont 1997, peningkatan produktivitas pada
sorghum Maralappanavar et al. 2000, peningkatan kualitas hasil dan toleransi
terhadap lingkungan salin pada Distichis spicata Seliskar dan Gallagher 2000,
peningkatan hasil pada Secale cereale L Trojanovska 2002, dan gandum yang
toleran terhadap kekeringan Bajji et al. 2004.
Simpulan
Varian somaklonal kualitatif yang muncul pada tanaman kacang tanah hasil seleksi
in vitro berupa percabangan melebar, percabangan berlebihan, daun
pentafoliat, steril partial dan steril total. Varian somaklonal yang muncul pada tanaman hasil kultur
in vitro lebih beragam, yaitu percabangan melebar, percabangan berlebihan, daun pentafoliat, steril partial, steril total, daun roset,
daun varigata, ujung daun meruncing, daun hexafoliat, dan daun oktafoliat. Varian kualitatif yang diduga dikendalikan secara genetik adalah
percabangan melebar, percabangan berlebihan, daun pentafoliat, daun hexafoliat, daun oktafoliat dan steril partial. Varian daun hexafoliat, oktafoliat dan
steril partial pada populasi hasil seleksi in vitro diduga dikendalikan oleh gen
resesif. Varian yang dikendalikan secara epigenetik adalah daun roset, daun varigata dan ujung daun meruncing.
Nilai ragam yang lebih besar dan distribusi frekuensi yang lebih luas untuk sejumlah peubah pertumbuhan pada tanaman hasil kultur dan seleksi
in vitro dibanding pada tanaman stándar mengindikasikan terjadinya variasi somaklonal
pada karakter kuantitatif. Varian kuantitatif yang bersifat positif tampak pada karakter bobot kering tajuk, tinggi tanaman, bobot kering akar dan bobot polong
bernas. Galur tanaman yang mempunyai varian positif untuk bobot kering akar adalah nomor K0-8, K0-30.2, K15-1 dan K15-2; sedangkan yang mempunyai
varian positif untuk bobot polong bernas adalah K0-2, K0-4, dan K15-4.
VI. TOLERANSI GALUR KACANG TANAH HASIL KULTUR DAN SELEKSI IN VITRO