VI. TOLERANSI GALUR KACANG TANAH HASIL KULTUR DAN SELEKSI IN VITRO
TERHADAP CEKAMAN AKIBAT PENYIRAMAN PEG
Abstrak
Kultur dan seleksi in vitro terbukti dapat menginduksi variasi somaklonal
pada kacang tanah, baik karakter kualitatif maupun kuantitatif. Kultur dan seleksi in vitro diduga juga dapat menghasilkan tanaman varian yang toleran terhadap
kekeringan akibat penyiraman PEG. Penelitian bertujuan 1 membandingkan respon terhadap cekaman PEG antara tanaman kacang tanah cv. Kelinci hasil
kultur dan hasil seleksi
in vitro dengan tanaman yang tumbuh dari benih sebagai tanaman standar, 2 membandingkan tingkat toleransi terhadap cekaman PEG
pada tanaman kacang tanah cv. Kelinci hasil kultur dan seleksi in vitro dengan
tanaman standar, 3 menduga mekanisme toleransi terhadap cekaman PEG pada tanaman kacang tanah cv. Kelinci hasil kultur dan seleksi
in vitro. Kecambah ditumbuhkan dalam media campuran arang sekam dan pupuk
kandang 1:1 vv. Larutan PEG 15 disiramkan ke dalam pot setiap dua hari sejak tanaman mempunyai empat daun yang telah membuka sempurna sampai
umur tujuh minggu. Hasil penelitian menyimpulkan 1 cekaman akibat penyiraman PEG 15 pada fase vegetatif menurunkan pertumbuhan tajuk, tetapi
tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan akar; dan respon pertumbuhan terhadap cekaman PEG pada tanaman kacang tanah cv. Kelinci hasil kultur atau
seleksi
in vitro mempunyai distribusi frekuensi yang lebih luas dan ragam yang lebih besar dibanding tanaman standar, 2 tanaman kacang tanah cv. Kelinci
hasil kultur dan seleksi in vitro mempunyai tingkat toleransi yang lebih tinggi
terhadap cekaman PEG dibandingkan tanaman stándar, 3 nisbah akartajuk dan panjang akar primer tidak mempunyai hubungan yang berarti dengan toleransi
tanaman kacang tanah cv. Kelinci terhadap cekaman PEG. Kata kunci: toleransi kekeringan, PEG, kultur in vitro, seleksi in vitro, kacang
tanah
Abstract
In vitro culture and in vitro selection have been proved to result somaclonal variation on peanut, both qualitative and quantitative characters.
In vitro culture and
in vitro selection were estimated to result variant plant with drought stress tolerance. The aims of this study were to 1 compare the growth response to
PEG stress between Kelinci cultivar of peanut plants regenerated from in vitro
cultured and in vitro selected somatic embryos with plants regenerated from seed
as control cultivar, 2 compare tolerance level to drought stress induced by PEG of Kelinci cultivar of peanut plants regenerated from
in vitro cultured and in vitro selected somatic embryos with plants regenerated from seed as control cultivar,
and 3 estimate the Kelinci cultivar of peanut plants tolerance mechanism to drought stress induced by PEG. Variant peanut seedlings were grown individually
in plastic pot 600 ml containing a mixture of rice-hull charcoal and manure 1:1, vv. The seedlings were poured with PEG liquid 15 every two days since they
have four leaves until seven week after planting. The results of the experiment indicated 1 stress induced by PEG 15 solute at vegetative growth stage
reduced shoot growth, but did not affect negatively on root growth; Kelinci cultivar of peanut plants regenerated from
in vitro cultured and in vitro selected somatic embryo have wider frequency distribution growth response and greater varians
than the control plants, 2 Kelinci cultivar of peanut plants regenerated from in
vitro cultured and in vitro selected somatic embryo have higher tolerance level to stress induced by PEG than the control plant, 3 no significant correlation
between root shoot ratio and primary root length with tolerance of Kelinci cultivar peanut plants to drought stress induced by PEG.
Key words: drought tolerance, PEG, in vitro culture, in vitro selection, peanut
Pendahuluan
Karakter toleransi terhadap cekaman kekeringan pada prinsipnya berkait dengan upaya tanaman untuk menjaga keseimbangan osmotik dengan cara
meningkatkan penyerapan air dan menurunkan kehilangan air. Ciri penting yang harus diamati untuk menentukan toleransi terhadap kekeringan antara lain bobot
kering organ vegetatif saat panen dan bobot kering polong Rachaputi dan Wright 2003. Menurut Mitra 2001 upaya yang demikian disebut sebagai
mekanisme ketahanan. Kacang tanah relatif toleran terhadap cekaman kekeringan bila mempunyai
sistem perakaran yang besar Robertson et al. 1980, indeks luas daun yang
rendah dan rasio bobot kering akarpucuk yang tinggi Blum 1996. Pada kacang tanah tipe Valencia dan Spanish, sistem perakaran yang dalam, ukuran biji yang
kecil, dan sudut percabangan yang besar memainkan peran penting dalam toleransi terhadap kekeringan. Sistem perakaran yang dalam diyakini
menurunkan daun yang mengalami die-back sehingga hasil panen meningkat.
Berdasar hal ini panjang akar primer antara lain dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengevaluasi toleransi kacang tanah terhadap kekeringan Setiawan
1998. Kacang tanah yang toleran terhadap cekaman kekeringan antara lain dapat
dikembangkan melalui kultur in vitro dan seleksi in vitro. Kultur in vitro dapat
menginduksi variasi somaklonal pada kacang tanah. Dari penelitian sebelumnya diketahui variasi somaklonal tampak pada beberapa karakter kualitatif yang
meliputi pola percabangan, susunan daun, filotaksis, bentuk daun dan fertilitas. Di samping itu juga tampak pada karakter kuantitatif yang meliputi tinggi
tanaman, jumlah cabang, jumlah buku, bobot tajuk, panjang akar, bobot akar, jumlah polong, bobot polong dan jumlah biji. Diduga kultur
in vitro juga dapat menghasilkan tanaman varian yang toleran terhadap kekeringan dengan
mekanisme baru yang belum muncul sebelumnya. Variasi somaklonal terjadi secara acak pada berbagai karakter. Untuk
memperbesar peluang mendapatkan varian dengan karakter yang diinginkan dapat dilakukan seleksi menggunakan bahan penyeleksi yang sesuai. Dari
percobaan sebelumnya telah diketahui bahwa PEG-6000 merupakan bahan penyeleksi yang tepat untuk menapis varian yang toleran terhadap cekaman
kekeringan Rahayu et al. 2005.
Larutan PEG dalam media in vitro juga dapat menghambat proliferasi
embrio somatik kacang tanah, dan tingkat penghambatan 95 sub-letal didapatkan pada konsentrasi PEG 15 Rahayu
et al. 2006. Dengan demikian embrio somatik yang mampu hidup dalam media selektif yang mengandung PEG
15 diharapkan mempunyai karakter yang toleran terhadap potensial air rendah, dan tanaman yang diregenerasikan dari embrio somatik tersebut diharapkan
bersifat toleran terhadap cekaman kekeringan. Percobaan ini bertujuan untuk 1 membandingkan respon terhadap
cekaman akibat PEG antara tanaman kacang tanah cv. Kelinci hasil kultur dan hasil seleksi
in vitro dengan tanaman standar, 2 membandingkan tingkat toleransi terhadap cekaman akibat PEG antara tanaman kacang tanah cv. Kelinci
hasil kultur dan seleksi in vitro dengan tanaman standar, 3 menduga mekanisme
toleransi tanaman kacangtanah cv. Kelinci terhadap cekaman PEG.
Bahan dan Metode Bahan Tanaman
Bahan yang digunakan adalah tanaman kacang tanah cv. Kelinci yang tidak diregenerasikan melalui kultur
in vitro sebagai standar, tanaman kacang tanah cv. Kelinci yang diregenerasikan dari ES hasil kultur
in vitro generasi R1 dan R2 populasi R1-K0, R2-K0 dan dari ES hasil seleksi
in vitro dalam media dengan PEG 15 generasi R2 atau populasi R2-K15 Tabel 12.
Evaluasi Respon terhadap Cekaman PEG Penyiapan media tanam di rumah kaca. Media tanam berupa campuran
arang sekam dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 vv dimasukkan ke dalam pot plastik 600 ml dengan diameter 10 cm; tinggi 30 cm yang dibungkus
plastik hitam. Setiap pot diisi media tanam sebanyak 500 g atau setinggi kurang lebih 25 cm, kemudian disiram dengan air dan dibiarkan sampai kering kembali
untuk mempermudah penyerapan air pada saat diperlakukan dengan PEG. Selanjutnya media tanam disiram dengan larutan pupuk NPK 6 – 10 gl sebanyak
300 ml per pot atau sampai jenuh, dan ditambah pupuk butir NPK slow release
sebanyak 10 – 15 butir.
Penanaman benih. Untuk perlakuan PEG 15 dan perlakuan kontrol
PEG 0 masing-masing diperlukan lima pot untuk setiap galur tanaman. Setiap pot ditanami dua benih. Benih terlebih dahulu direndam dalam larutan fungisida
untuk mencegah pertumbuhan jamur dalam media tanam. Pot diletakkan dengan jarak 0,1 m di dalam baris dan 0,2 m antar baris. Dalam percobaan ini
sebagai kontrol adalah kultivar yang digunakan sebagai sumber eksplan awal kacang tanah cv. Kelinci. Setelah satu minggu dari setiap pot dipilih satu
tanaman yang relatif seragam, sedangkan satu tanaman yang lain dibuang.
Aplikasi PEG . Larutan PEG dibuat dengan melarutkan 150 g kristal PEG-
6000 dalam air hingga volume larutan 1 liter. Larutan PEG disiramkan ke dalam pot sebanyak 30 ml setiap dua hari sejak tanaman mempunyai empat daun yang
telah membuka sempurna sampai tujuh minggu. Untuk perlakuan kontrol disiramkan air dengan jumlah yang sama. Setelah umur empat minggu
penyiraman diberikan sebanyak 40 ml per pot. Tabel 12. Nomor-nomor galur generasi R1 dan R2 populasi K0 dan generasi R2
populasi K15 yang dievaluasi toleransinya terhadap cekaman PEG 15
No Populasi K0
Populasi K15 R1 R2
R2 1
K0-7 K0-2.1
K15-1.10 2 K0-11
K0-2.3 K15-2.5
3 K0-14 K0-2.4
K15-4.3 4 K0-16
K0-2.5 K15-4.4
5 K0-20 K0-2.7
K15-4.5 6 K0-30
K0-2.10 K15-4.6
7 K0-32 K0-4.1
K15-4.8 8
K0-7.3 K15-4.9
9 K0-7.6
K15-4.10 10 K0-10.2
K15-5.1 11
K0-11.3 K15-5.2
12 K0-12.4
K15-5.4 13
K0-12.5 K15-5.8
14 K0-13.2
K15-5.9 15
K0-13.7 K15-5.10
16 K0-13.10
K15-6.1 17
K0-16.1 K15-6.2
18 K0-16.2
K15-7.1 19
K0-16.4 K15-8.1
20 K0-16.6
21 K0-20.10
22 K0-22.1
23 K0-22.2
24 K0-22.4
25 K0-22.5
26 K0-30.1
27 K0-32.1
28 K0-32.2
29 K0-32.3
30 K0-32.5
Analisis Respon terhadap Cekaman PEG
Respon yang diamati meliputi jumlah hari setelah perlakuan ketika tanaman mati, jumlah dan persentase tanaman mati setiap dua hari, sampai
empat minggu setelah perlakuan, intensitas kerusakan daun pada empat minggu setelah perlakuan, dan pertumbuhan tanaman. Peubah pertumbuhan
yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar primer, bobot basah dan kering akar, bobot basah dan kering tajuk pada tujuh minggu setelah
tanam. Pada saat panen tanaman diambil dengan hati-hati dari pot dengan cara menyobek pot plastik untuk mengeluarkan media tanam agar tidak ada bagian
akar yang terputus. Tanaman dicuci di bawah air mengalir untuk membersihkan media tanam yang masih melekat pada akar. Akar dan tajuk kering diperoleh
dengan menyimpan di dalam oven bersuhu 80
o
C selama tiga hari. Untuk mengevaluasi toleransi tanaman terhadap kekeringan dipakai
peubah intensitas kerusakan daun IKD dan indeks sensitivitas kekeringan ISK atau S. Penghitungan IKD memerlukan kriteria pemberian skorskala kerusakan
akibat cekaman kekeringan pada tanaman yang diuji. Kriteria pemberian skorskala disajikan pada Gambar 13. IKD dihitung dengan modifikasi metode
yang digunakan oleh Townsend dan Heuberger dalam Sudarsono et al. 2004
dengan rumus sebagai berikut. Σ ni x zi
IKD = --------------- X 100 Z X N
Keterangan: IKD = intensitas kerusakan daun
ni = jumlah cabang primer yang menunjukkan kerusakan daun pada skala
tertentu zi
= nilai skala tertentu tiap kategori kerusakan daun Z
= skala tertinggi N
= jumlah total cabang primer yang diamati dalam setiap satuan percobaan Nilai IKD digunakan untuk menentukan respon tanaman yang diuji
terhadap cekaman kekeringan. Kriteria penentuan respon disajikan pada Tabel 13.
Gambar 13. Skor kerusakan daun kacang tanah kultivar Kelinci akibat penyiraman larutan PEG 15 pada media arang sekam di
rumah kaca. Skor 0 : tidak ada gejala klorosis maupun nekrosis; skor 1 : gejala klorosis pada tepi daun sampai sekitar 10 luas
daun; skor 2 : gejala klorosis pada tepi daun 10 – 30 luas daun; skor 3 : gejala klorosis pada tepi sampai ke tengah daun
30 – 60 luas daun; skor 4 : gejala klorosis lebih dari 60 luas daun dan atau disertai gejala nekrosis
Tabel 13. Kriteria penentuan respon tanaman berdasarkan nilai intensitas kerusakan daun IKD
Respon tanaman IKD
Sangat Toleran ST Tidak ada kerusakan, intensitas kerusakan 0 Toleran T
Kerusakan ringan, intensitas kerusakan 0x ≤5
Agak toleran AT Kerusakan sedang, intensitas kerusakan 5x
≤10 Agak Peka AP
Kerusakan sedang, intensitas kerusakan 10x ≤25
Peka P Kerusakan berat, intensitas kerusakan 25x
≤50 Sangat Peka SP
Kerusakan berat, intensitas kerusakan 50 Indeks sensitivitas kekeringan ditentukan dengan menggunakan rumus
yang dikemukakan Fischer dan Maurer dalam Sudarsono et al. 2004 sebagai
berikut. 1- YpY
S = ---------------------- 1 – XpX
S : indeks sensitivitas kekeringan Yp : rata-rata nilai peubah tertentu suatu galur yang mendapatkan cekaman
kekeringan Y : rata-rata nilai peubah tertentu suatu galur yang tidak mendapatkan
cekaman kekeringan Xp : rata-rata nilai peubah tertentu seluruh galur yang mendapatkan
cekaman kekeringan X : rata-rata nilai peubah tertentu seluruh galur yang tidak mendapatkan
cekaman kekeringan
0 1 2 3
4
Untuk menentukan tingkat sensitivitas terhadap cekaman kekeringan digunakan kriteria sebagai berikut : S
≤ 0,5 bersifat toleran; 0,5 S ≤ 1,00 bersifat agak toleran atau medium toleran, dan S 1,00 bersifat peka. Peubah
yang digunakan untuk mengukur tingkat sensitivitas terhadap cekaman kekeringan adalah biomassa tanaman total bobot tajuk kering dan akar kering.
Hasil Respon Pertumbuhan Tanaman Kacang Tanah terhadap Cekaman PEG
Tidak ada tanaman yang mati akibat cekaman PEG. Pada populasi tanaman standar, R1-K0, R2-K0, dan R2-K15; cekaman PEG menurunkan
tinggi tanaman Gambar 18 a,b,c, jumlah daun, bobot basah dan bobot kering tajuk Tabel 14.
Dalam kondisi optimum, rataan tinggi tanaman pada populasi R1-K0, R2- K0 dan R2-K15 nyata lebih rendah dibanding tanaman standar. Rataan jumlah
daun pada populasi R2-K0 nyata lebih rendah, tetapi pada R1-K0 dan R2K15 tidak nyata berbeda dengan tanaman standar. Rataan bobot basah tajuk pada
populasi R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 sama dengan tanaman standar. Dibandingkan dengan rataan bobot kering tajuk pada populasi standar, rataan
pada populasi R2-K0 tidak berbeda nyata, sedangkan pada R1-K0 dan R2-K15 nyata lebih rendah. Nilai ragam untuk semua peubah pada populasi R1-K0, R2-
K0 dan R2-K15 lebih besar daripada tanaman standar Tabel 14. Dalam kondisi optimum, kisaran jumlah daun pada populasi R1-K0, R2-K0
dan R2-K15 lebih luas daripada tanaman standar Gambar 14. Namun untuk peubah bobot kering tajuk kisaran pada populasi R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 lebih
luas dibanding tanaman standar; terdapat 18 galur dari R1-K0, 13 galur dari R2- K0 dan satu galur dari R2-K15 yang mempunyai bobot kering lebih besar
daripada tanaman standar Gambar 15. Pada kondisi cekaman PEG 15, rataan tinggi tanaman populasi R1-K0,
R2-K0 dan R2-K15 nyata lebih rendah, tetapi rataan jumlah daun tidak nyata berbeda dengan tanaman standar. Rataan bobot basah tajuk dari populasi R2-
K0 nyata lebih tinggi dibanding tanaman standar, R1-K0 dan R2-K15; sedangkan rataan bobot kering tajuk populasi R1-K0 nyata lebih tinggi dibanding
tiga populasi lain. Nilai ragam untuk semua peubah pada populasi R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 secara umum lebih besar daripada tanaman standar Tabel 14.
Kisaran jumlah daun pada populasi R2-K0, R1-K0 dan R2K15 sama dengan
tanaman standar Gambar 14. Delapan galur R2-K0 mempunyai bobot kering tajuk lebih tinggi daripada tanaman standar Gambar 15.
Pada empat populasi yang diteliti, cekaman PEG 15 nyata menurunkan bobot basah akar, tetapi tidak berpengaruh terhadap bobot kering akar Cekaman
PEG 15 nyata menurunkan panjang akar primer pada populasi tanaman standar, sebaliknya pada populasi R1-K0 dan R2-K0 nyata meningkatkan dan
pada R2-K15 tidak berpengaruh terhadap panjang akar primer. Tabel 15, Gambar 18.c dan 18.d.
Dalam kondisi optimum, rataan bobot basah dan bobot kering akar dari populasi R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 nyata lebih rendah daripada tanaman
standar, tetapi rataan panjang akar tidak berbeda dengan tanaman standar. Nilai ragam bobot kering ketiga populasi tersebut lebih tinggi daripada tanaman
standar Tabel 15. Tabel 14. Rataan nilai dan ragam tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah
dan bobot kering tajuk tanaman kacang tanah kultivar Kelinci populasi standar, R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 dalam kondisi
optimum dan cekaman PEG 15
Populasi Rataan nilai pada kondisi
Ragam pada kondisi Optimum Cekaman
Optimum Cekaman
Tinggi tanaman cm
Standar 21,28 aA
6,37 bA 9,30
2,31 R1-K0
14,01 aB 5,77 bB
55,00 5,79
R2-K0 12,39 aB
5,62 bB 60,84
4,84 R2-K15
15,52 aB 5,71 bB
36,36 4,57
Jumlah daun
Standar 18,75 aA
10,25 bA 15,58
4,41 R1-K0
17,20 aA 10,23 bA
42,25 6,76
R2-K0 14,51 aB
9,46 bA 22,65
9,92 R2-K15
16,90 aA 9,35 bA
16,72 7,84
Bobot basah tajuk g
Standar 11,88 aA
2,75 bB 5,15
0,42 R1-K0
12,90 aA 2,83 bB
24,16 0,35
R2-K0 11,01 aA
3,21 bA 21,71
1,41 R2-K15
12,13 aA 2,81 bB
10,89 0,74
Bobot kering tajuk g
Standar 1,84 aB
0,57 bA 0,13
0,02 R1-K0
2,51 aA 0,33 bB
1,02 0,01
R2-K0 1,66 aB
0,51 bA 0,55
0,03 R2-K15
1,42 aB 0,38 bB
0,75 0,02
Keterangan : Angka dalam satu baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama, atau angka
dalam satu kolom dan satu peubah yang diikuti oleh huruf kapital yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf signifikansi 5
Dalam kondisi opimum terdapat 12 galur dari populasi R1-K0, 15 galur R2-K0 dan dua galur R2-K15 yang mempunyai bobot akar kering nyata lebih
besar dari tanaman standar Gambar 16, dan empat galur dari populasi R1-K0, lima galur R2-K0 dan empat galur R2-K15 yang mempunyai panjang akar nyata
lebih panjang dibanding tanaman standar Gambar 17. Dalam kondisi cekaman PEG, rataan bobot basah dan bobot kering akar
populasi R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 tidak berbeda nyata dengan tanaman standar, sebaliknya rataan panjang akar ketiga populasi tersebut nyata lebih
tinggi dibanding tanaman standar. Nilai ragam untuk bobot basah, bobot kering dan panjang akar pada tiga populasi tersebut bervariasi, ada yang lebih rendah,
sama atau lebih tinggi dibanding tanaman standar Tabel 15.
Optimum
1 3
6 2
1 5
12 8
9 9
43 62
29 7
1 13
35 36
10
30 60
90
A B
C D
E J
um lah gal
ur
Cekaman
1 10
1 6
20 9
36 95
17 23
59 10
30 60
90 120
A B
C D
E Kisaran jumlah daun per tanaman
J um
lah gal ur
Gambar 14. Distribusi frekuensi jumlah daun per tanaman pada populasi tanaman standar,tanaman hasil kultur dan seleksi
in vitro dalam kondisi optimum dan cekaman PEG 15. Tanaman standar ,
R1-K0 , R2-K0 , dan R2-K15 . Kisaran jumlah daun per tanaman A x8, B 8
≤x13, C 13≤x18, D 18≤x23, E 23
≤x28
Optimum
4 8
1 6
10 13
5 24
50 63
13 12
55 27
1
30 60
90
A B
C D
E J
um lah
ga lu
r
Cekaman
12 35
140
8 92
60 120
180
A B
C D
E Kisaran bobot tajuk kering g
Ju m
la h
g a
lu r
Gambar 15. Distribusi frekuensi bobot tajuk kering pada populasi tanaman standar,tanaman hasil kultur dan seleksi
in vitro dalam kondisi optimum dan cekaman PEG 15. Tanaman standar , R1-K0
, R2-K0 , dan R2-K15 . Kisaran bobot tajuk kering A x0,84, B 0,84
≤x1,68, C 1,68≤x2,52, D 2,52≤x3,36, E 3,36
≤x4,2 Tabel 15. Rataan nilai dan ragam bobot basah, bobot kering akar dan panjang
akar primer tanaman kacang tanah kultivar Kelinci populasi standar, R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 dalam kondisi optimum dan cekaman
PEG 15 Populasi
Rataan nilai pada kondisi Ragam pada kondisi
Optimum Cekaman Optimum Cekaman
Bobot basah akar g
Standar 5,61 aA
2,59 bA 4,41
0,49 R1-K0
4,34 aB 3,21 bA
5,47 15,37
R2-K0 3,94 aB
3.06 bA 2,46
0,08 R2-K15
4,03 aB 2,61 bA
2,22 0,49
Bobot kering akar g
Standar 0,59 aA
0,52 aA 0,08
0,02 R1-K0
0,46 aB 0,42 aA
0,55 0,02
R2-K0 0,39 aB
0,40 aA 0,25
0,02 R2-K15
0,44 aB 0,42 aA
2,75 0,01
Panjang akar primer
Standar 16,77 aA
14,43 bB 11,28
21,16 R1-K0
15,12 bA 17,81 aA
16,81 39,69
R2-K0 15,88 bA
17,79 aA 14,44
42,25 R2-K15
17,25 aA 16,58 aA
5,76 37,21
Keterangan : Angka dalam satu baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama, atau angka
dalam satu kolom dan satu peubah yang diikuti oleh huruf kapital yang sama berarti tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf signifikansi 5
Optimum
1 7
4 8
3 12
8 4
37 39
59 10
5 16
54 23
2
30 60
90
A B
C D
E J
um lah gal
u r
Cekaman
1 7
4 16
16 3
21 68
54
2 3
11 54
26 1
30 60
90
A B
C D
E Kisaran bobot akar kering g
J u
ml ah gal
u r
Gambar 16. Distribusi frekuensi bobot akar kering pada populasi tanaman standar, tanaman hasil kultur dan seleksi
in vitro dalam kondisi optimum dan cekaman PEG 15. Tanaman standar , R1-K0
, R2-K0 , dan R2-K15 . Kisaran bobot akar kering A x0,24, B 0,24
≤x0,48, C 0,48≤x0,72, D 0,72≤x0,96, E 0,96
≤x1,2
Optimum
3 9
1 14
16 4
9 70
66
4 1
3 43
45 3
1
30 60
90
A B
C D
E J
u ml
ah gal
u r
Cekaman
1 6
2 3
4 18
10 3
15 44
52 30
7 6
30 35
16 5
30 60
90
A B
C D
E Kisaran panjang akar cm
J um
lah gal u
r
Gambar 17. Distribusi frekuensi panjang akar pada populasi tanaman standar, tanaman hasil kultur dan seleksi
in vitro dalam kondisi optimum dan cekaman PEG 15. Tanaman standar , R1-K0 , R2-
K0 , dan R2-K15 . Kisaran panjang akar A x9,2, B 9,2
≤x15,9, C 15,9≤x22,6, D 22,6≤x29,3, E 29,3≤x36
Gambar 18. Keragaan tanaman kacang tanah kultivar Kelinci yang tumbuh dalam kondisi optimum dan dalam kondisi cekaman akibat
penyiraman PEG 15. a. tanaman R2-K15 dalam kondisi optimum kiri dan cekaman kanan, b. tanaman R2-K0 dalam kondisi
optimum kiri dan cekaman kanan, c. anaman standar dalam kondisi optimum kiri dan cekaman kanan, d. tanaman R1-K0
kiri dan standar kanan dalam kondisi cekaman, e. tanaman R2- K0 kiri, R2-K15 tengah dan standar kanan dalam kondisi
cekaman
Terdapat tiga galur dari populasi R1-K0, lima galur R2-K0 dan satu galur R2-K15 mempunyai bobot akar kering nyata lebih besar daripada tanaman
standar Gambar 16, dan tujuh galur R2-K0 serta lima galur R2-K15 yang mempunyai panjang akar nyata lebih besar daripada tanaman standar Gambar
17.
Toleransi terhadap Cekaman PEG
Berdasarkan nilai IKD, populasi tanaman standar termasuk agak peka, sedangkan populasi R1-K0 bersegregasi menjadi empat galur peka, satu galur
agak peka dan dua galur agak toleran. Populasi R2-K0 bersegregasi menjadi 11 galur peka, 14 galur agak peka dan lima galur agak toleran; populasi R2-K15
bersegregasi menjadi delapan galur peka, 10 galur agak peka dan satu galur agak toleran Gambar 19 .
Berdasarkan nilai S atau ISK yang dihitung menggunakan biomassa tanaman, tanaman standar tergolong medium toleran terhadap cekaman PEG.
Tanaman dalam populasi R1-K0 bersegregasi menjadi peka dan medium toleran masing-masing sebanyak enam galur dan satu galur; populasi R2-K0
bersegregasi menjadi 14 galur peka, 12 galur medium toleran dan empat galur toleran; dan populasi R2-K15 bersegregasi menjadi 10 galur peka, tujuh galur
medium toleran dan dua galur toleran terhadap cekaman PEG Gambar 20.
a
e b c
d
4 11
8 4
1 14
10 2
5 1
5 10
15 20
Standar R1K0
R2K0 R2K15
jum lah gal
ur
P AP
AT
Gambar 19. Distribusi frekuensi respon terhadap cekaman PEG 15 pada tanaman standar, R1-K0, R2-K0, dan R2-K15 berdasarkan nilai
indeks kerusakan daun
6 14
10 4
1 12
7 4
2 5
10 15
20
Standar R1K0
R2K0 R2K15
juml ah gal
ur P
M T
Gambar 20. Distribusi frekuensi respon terhadap cekaman PEG 15 pada tanaman standar, R1-K0, R2-K0, dan R2-K15 berdasarkan
indeks sensitivitas terhadap kekeringan yang dihitung menggunakan nilai biomassa
Mekanisme Toleransi terhadap Cekaman PEG
Tidak ada hubungan yang berarti antara IKD dengan nisbah akartajuk dan panjang akar primer. Koefisien determinasi R
2
antara IKD dengan nisbah akartajuk dan dengan panjang akar primer sangat kecil, masing-masing sebesar
0,0008 dan 0,0012 Gambar 21. Di antara ISK dengan nisbah akartajuk dan dengan panjang akar primer juga tidak ada hubungan signifikan. Nilai koefisien
determinasi R
2
antara ISK dengan nisbah akartajuk dan panjang akar primer masing-masing sebesar 0,017 dan 0,119 Gambar 22 menunjukkan tidak ada
pengaruh nyata kedua peubah tersebut terhadap ISK. Berdasarkan hal ini dapat dinyatakan bahwa toleransi terhadap cekaman akibat PEG pada tanaman varian
dalam penelitian ini tidak berkait dengan pertumbuhan akar.
y = 0.9684x + 22.352 R
2
= 0.0008 ns
10 20
30 40
50 60
0.5 1
1.5 2
nisbah akartajuk IK
D
y = 25,29 - 0,113 x R2 = 0,0012 ns
10 20
30 40
50 60
5 10
15 20
25 30
panjang akar primer cm IKD
Gambar 21. Regresi antara nilai indeks kerusakan daun IKD dengan nisbah akar tajuk dan panjang akar primer pada populasi tanaman standar
x dan R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 yang teridentifikasi agak toleran ■, agak peka ∆ dan peka ♦
Tabel 16. Biomassa pada kondisi cekaman PEG 15 dan kondisi optimum galur-galur tanaman kacang tanah kultivar Kelinci yang
teridentifikasi toleran terhadap cekaman kekeringan berdasarkan nilai S
Galur Nilai S
Biomassa gr Persentase biomassa pada
kondisi cekaman dibanding optimum
Optimum Cekaman
K0-2.3 0,39 1,48
1,14 77
K0-7.3 0,04
1,28 1,25
98 K0-16.4 0,48
1,48 1,05
71 K0-32.5 0,38
1,06 0,82
84 K15-4.5 0,30
0,95 0,78
82 K15-6.2 0,48
1,18 0,84
71 Standar 0,96
2,28 1,18
52
y = 0,85 + 0,0893 x R2 = 0,017 ns
0.5 1
1.5
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1.4 1.6
1.8 2
nisbah akartajuk ISK
4
y = 1,08 - 0,0083 x R2 = 0,119 ns
0.5 1
1.5
5 10
15 20
25 30
panjang akar primer cm IS
K
Gambar 22. Regresi antara nilai ISK yang dihitung menggunakan biomassa tanaman dengan nisbah akartajuk dan dengan panjang akar
populasi tanaman standar x dan R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 yang teridentifikasi toleran
■, medium toleran ∆ dan peka ♦
Pembahasan
Pada semua populasi tanaman yang diteliti, yaitu populasi tanaman standar, populasi tanaman yang diregenerasikan dari embrio somatik hasil kultur
in vitro generasi R1 dan R2 R1-K0, R2-K0 serta populasi tanaman yang diregenerasikan dari embrio somatik hasil seleksi
in vitro generasi R2 R2-K15, cekaman PEG berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tajuk tanaman.
Penyiraman larutan PEG 15 dua hari sekali dalam media tanam nyata menurunkan tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah tajuk, dan bobot kering
tajuk. Penghambatan pertumbuhan tersebut diduga akibat penambahan larutan
PEG 15 yang setara dengan potensial air -0,50 MPa Nepomuceno et al. 1998
menurunkan ketersedian air dalam media tanam sehingga menurunkan pula jumlah air yang dapat diserap oleh tanaman. Air merupakan komponen vital bagi
pertumbuhan tanaman karena memberikan fasilitas bagi berlangsungnya berbagai proses fisiologis seperti serapan hara, transportasi, fotosintesis, reaksi
biokimia dan tekanan turgor Mundree et al. 2002, sehingga penurunan jumlah
masukan air mengakibatkan hambatan pertumbuhan. Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian tentang pengaruh cekaman
kekeringan pada beberapa tanaman lain. Kekeringan menurunkan pemanjangan daun Schmidhalter
et al. 1998, pertumbuhan primordia daun pertama pada jagung Zhongjin dan Neumann 1999, berat kering total organ vegetatif,
kecepatan pertumbuhan relatif, dan luas daun Phaseolus vulgaris Franca et al.
2000, luas helaian daun, jumlah daun per tanaman, luas daun total per tanaman, dan rasio akarbatang pada empat spesies Quercus Fotelli
et al. 2000.
Berbeda dengan pengaruh cekaman PEG terhadap tajuk, secara umum cekaman PEG tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan akar, bahkan
dapat meningkatkan panjang akar pada populasi R1-K0 dan R2-K0. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian pada
Aegilops biuncialis genotype Ae225 dan Ae550. Cekaman kekeringan akibat penambahan PEG 6000 mengakibatkan
peningkatan pertumbuhan akar sehingga meningkatkan pula nisbah akartajuk Molnar
et al 2004. Respon pertumbuhan yang ditunjukkan oleh akar pada umumnya berbeda
dengan respon pertumbuhan tajuk terhadap cekaman kekeringan. Perbedaan tersebut diduga terjadi akibat perbedaan sensitivitas akar dan batang tajuk
terhadap absisic acid ABA. ABA yang terakumulasi sebagai respon terhadap
cekaman kekeringan merupakan hormon yang berperan dalam penghambatan pertumbuhan. Jaringan akar kurang sensitif terhadap ABA dibandingkan batang
Creelman et al. 1990, sehingga pertumbuhan akar lebih baik daripada batang
dalam kondisi cekaman kekeringan. Pertumbuhan akar yang stabil atau meningkat tersebut diduga merupakan salah satu upaya adaptasi tanaman untuk
mempertahankan kemampuan menyerap air dalam kondisi lingkungan dengan ketersediaan air yang rendah.
Dalam kondisi optimum, pertumbuhan tajuk tanaman yang berasal dari kultur dan seleksi
in vitro populasi R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 secara umum
tidak berbeda atau lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tanaman standar, tergantung populasi atau peubah yang diamati. Fenomena yang sama terjadi
pada pertumbuhan akar. Adanya perbedaan respon dengan tanaman standar karena pada sebagian tanaman yang diregenerasikan dari kultur
in vitro diduga telah terjadi perubahan genetik yang mengakibatkan perubahan atau hambatan
ekspresi gen yang mengendalikan pertumbuhan tajuk atau akar dalam kondisi optimum.
Dalam kondisi cekaman PEG, fenomena yang terjadi pada pertumbuhan tajuk berbeda dengan pada pertumbuhan akar. Pertumbuhan tajuk pada populasi
R1-K0, R2-K0 dan R2-K15 tidak berbeda atau lebih rendah dibanding tanaman standar; tetapi pertumbuhan akar pada tiga populasi tersebut tidak berbeda atau
lebih tinggi dibanding tanaman standar. Hal ini terjadi karena kondisi in vitro
diduga telah mengubah atau menghambat gen atau ekspresi gen yang mengendalikan pertumbuhan tajuk tetapi tidak berdampak negatif bahkan
meningkatkan pertumbuhan akar dalam kondisi cekaman PEG. Populasi tanaman yang diregenerasikan melalui kultur atau seleksi
in vitro mempunyai nilai ragam yang lebih besar dibanding tanaman standar untuk
beberapa peubah pertumbuhan tertentu. Selain itu untuk beberapa peubah pertumbuhan dan kondisi tertentu optimum atau cekaman distribusi frekuensi
pada populasi-populasi tersebut lebih luas dibanding tanaman standar Dalam populasi-populasi yang diteliti terdapat beberapa galur yang mempunyai nilai
peubah di luar rentang nilai lebih besar atau lebih kecil tanaman standar. Misalnya untuk peubah bobot kering tajuk pada kondisi optimum, terdapat 18
galur dari populasi R1-K0, 13 galur dari R2-K0 dan satu galur dari R2-K15 yang mempunyai bobot kering lebih besar daripada tanaman standar. Hal ini
menunjukkan galur-galur tanaman tersebut berkembang dari embrio somatik yang merupakan varian somaklonal untuk karakter kuantitatif.
Berdasarkan nilai IKS yang dihitung menggunakan peubah biomassa tanaman, tanaman standar tergolong medium toleran terhadap cekaman PEG.
Tanaman dalam populasi R1-K0 bersegregasi menjadi peka dan medium toleran masing-masing sebanyak enam galur dan satu galur; populasi R2-K0
bersegregasi menjadi 14 galur peka, 12 galur medium toleran dan empat galur toleran; dan populasi R2-K15 bersegregasi menjadi 10 galur peka, tujuh galur
medium dan dua galur toleran terhadap cekaman PEG. Hal ini diduga karena
genotipe tanaman generasi R0 mempunyai genotipe heterozigot sehingga dapat mengalami segregasi pada turunannya.
Galur toleran yang efektif ditanam dalam budidaya di lahan kering adalah galur yang dalam kondisi optimum maupun cekaman mempunyai biomassa lebih
besar dibanding tanaman standar. Berdasar nilai IKS tersebut di atas, dari tanaman standar yang diidentifikasi medium toleran dapat diperoleh enam galur
tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Di antara enam galur tersebut, tidak ada satupun yang mempunyai biomassa di atas tanaman standar
dalam kondisi optimum sekaligus dalam kondisi cekaman Tabel 16. Biomassa tanaman kacang tanah yang diidentifikasi toleran pada kondisi
cekaman mencapai 71 – 98 dari biomassa pada kondisi optimum Tabel 16, sedangkan pada kacang tanah standar yang medium toleran hanya mencapai
52. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian pada Aegilops biuncialis
dan Triticum sativum. Akibat penambahan PEG 6000 pada media tanam, terjadi
penghambatan pertumbuhan akar dan batang A. biuncialis dan T. sativum yang
mengakibatkan penurunan produksi biomassa atau total bobot kering akar dan tajuk. Pada genotipe
A. biuncialis yang berasal dari daerah kering produksi biomassa dalam kondisi cekaman PEG mencapai 70 – 78 dibanding kontrol,
sedangkan pada genotipe gandum hanya 50 Molnar et al. 2004. Genotipe
yang toleran terhadap cekaman kekeringan atau yang teradaptasi pada lingkungan kering diduga mempunyai kemampuan mempertahankan potensial
air daun agar tetap relatif tinggi sehingga aktivitas pembukaan stomata berjalan normal dan kecepatan fotosintesis juga mendekati kecepatan pada kondisi
optimum. Mekanisme tersebut terjadi pada kapas. Pada cekaman kekeringan yang diinduksi oleh PEG 6000, genotipe kapas yang toleran terhadap kekeringan
dapat mempertahankan potensial air daun sedemikian sehingga hanya menurun 20 – 25 dari kontrol Nepomuceno
et al. 1998. Penentuan toleransi terhadap cekaman kekeringan berdasarkan nilai
indeks kerusakan daun IKD, menghasilkan temuan yang berbeda dengan penentuan yang berdasarkan nilai IKS. Berdasarkan nilai IKD, populasi tanaman
standar termasuk agak peka, sedangkan populasi R1-K0 bersegregasi menjadi empat galur peka, satu galur agak peka dan dua galur agak toleran. Populasi R2-
K0 bersegregasi menjadi 11 galur peka, 14 galur agak peka dan lima galur agak toleran; populasi R2-K15 bersegregasi menjadi 8 galur peka, 10 galur agak peka
dan satu galur agak toleran. Berdasarkan nilai IKD, tidak ditemukan galur toleran
di antara tanaman-tanaman yang diregenerasikan dari kultur atau seleksi in vitro.
Walaupun demikian, kultur dan seleksi in vitro telah dapat menghasilkan
tanaman yang toleransinya meningkat dibanding tanaman standar, yaitu dari tanaman agak peka dapat menghasilkan tanaman agak toleran.
Tingkat toleransi tanaman yang ditentukan berdasarkan nilai IKS berbeda dengan yang ditentukan berdasar nilai IKD. Perbedaan ini dapat terjadi karena
organ yang dipakai sebagai dasar penentuan berbeda. Nilai IKS didasarkan pada pertumbuhan organ-organ tanaman secara keseluruhan, sedangkan IKD
didasarkan atas kerusakan atau perubahan morfologi daun. Karena sensitivitas organ-organ terhadap kekeringan berbeda, maka nilai IKS dan IKD pada
tanaman yang sama mungkin berbeda. Hubungan antara nisbah akartajuk dengan toleransi tanaman kacang
tanah terhadap cekaman kekeringan tidak signifikan dan koefisien determinasi antara kedua peubah tersebut dengan IKS dan dengan IKD sangat rendah.
Demikian pula nilai koefisien determinasi antara panjang akar primer dengan IKS dan IKD tidak signifikan dan sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa
pertumbuhan akar tidak berhubungan erat dengan atau menjadi faktor penentu toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan. Hasil penelitian ini berbeda
dengan hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa kacang tanah yang relatif toleran terhadap cekaman kekeringan mempunyai sistem perakaran
yang besar Robertson et al. 1980, sistem perakaran yang dalam Setiawan
1998, dan rasio bobot kering akarpucuk yang tinggi Blum 1996. Dengan demikian mekanisme toleransi terhadap cekaman kekeringan pada galur-galur
kacang tanah dalam penelitian ini diduga berbeda dengan mekanisme toleransi pada kacang tanah pada umumnya, perlu dievaluasi lebih lanjut.
Simpulan
Cekaman akibat penyiraman PEG 15 pada fase vegetatif menurunkan tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk, tetapi
tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan akar. Respon pertumbuhan tanaman yang diregenerasikan melalui kultur atau seleksi
in vitro terhadap cekaman PEG mempunyai ragam yang lebih besar dan distribusi frekuensi yang
lebih luas dibanding tanaman standar untuk beberapa peubah pertumbuhan tertentu.
Kultur in vitro dan seleksi in vitro dapat menghasilkan tanaman dengan
tingkat toleransi yang lebih tinggi terhadap cekaman PEG dibandingkan tanaman standar. Berdasarkan nilai indeks sensitivitas terhadap kekeringan yang dihitung
menggunakan peubah biomassa tanaman, semua tanaman standar tergolong medium toleran, sedangkan di antara tanaman hasil kultur dan seleksi
in vitro terdapat enam galur tanaman yang toleran terhadap cekaman PEG.
Berdasarkan nilai indeks kerusakan daun, tanaman standar termasuk agak peka, sedangkan di antara tanaman hasil kultur dan seleksi
in vitro terdapat delapan galur agak toleran.
Nisbah akartajuk dan panjang akar tidak menunjukkan hubungan yang berarti dengan toleransi tanaman terhadap cekaman PEG
VII. TOLERANSI GALUR KACANG TANAH HASIL KULTUR DAN SELEKSI IN VITRO