Latar Belakang Budjaeri dan keluarga, suami tercinta Ir. Ardani

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Survei hidroakustik dalam bidang perikanan dilakukan dengan tujuan untuk memperkirakan stok ikan di suatu perairan. Untuk memenuhi harapan tersebut, survei-survei yang dilakukan selama ini berupaya menyediakan informasi mengenai distribusi dan kelimpahan relatif spesies ikan. Informasi yang lebih rinci dari survei hidroakustik tersebut terdapat pada echogram atau data akustik. Echogram memiliki keterbatasan dalam membedakan gema echo spesies yang ada, sehingga sulit menentukan jenis dan kawanan ikan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan teknik atau metode penentu yang benar terhadap echogram yang dikumpulkan tersebut, terutama pada kawanan ikan yang multi spesies Misund, 1997 diacu dalam Lawson et al., 2001. Algoritma pola pengenalan yang berupa deskriptor akustik merupakan salah satu cara dalam mengatasi keterbatasan dalam membedakan echogram antar spesies. Deskriptor akustik akan mengidentifikasi gema kawanan ikan pada echogram sehingga akan diketahui spesies kawanan ikan yang ada. Berbagai penelitian telah dilakukan oleh beberapa peneliti luar untuk mengetahui pola agregasi ikan menggunakan algoritma, antara lain: 1 Rose Leggett 1998 memulai penelitian di Kanada mengenai klasifikasi sinyal hidroakustik spesies kawanan ikan. Penelitian ini menekankan pada pengklasifikasian pada energi hambur balik backscatter dengan diskriminator SPT Standarized Peak to Trough distance dan PP Peak to Peak. 2 Masse Rouxel 1991 memperbaiki metode kelimpahan akustik dengan membedakan gerombolan shoal ikan pelagis menggunakan sistem INESMOVIES. 3 Richards et al. 1991 berusaha mengklasifikasikan kumpulan ikan di Kanada berdasarkan survei integrasi gema. Penelitian ini berupaya mengenalkan spesies pada dua daerah yang berbeda, yaitu pada dasar perairan dan daerah shelf break. 4 Weill et al. 1993 menyempurnakan metode Masse dan Rouxel 1991 dalam sebuah perangkat lunak deteksi akustik yaitu MOVIES-B khusus untuk klasifikasi spesies gerombolan ikan di Indonesia telah dilakukan oleh Sadhotomo, 2001. 5 Marshal Petitgas 1993 melakukan prediksi perkiraan kelimpahan ikan secara akustik dengan perkiraan shoal by shoal dari biomassa stok sehingga harus diketahui spesies dari gerombolan ikan. 6 Barange 1994 melakukan identifikasi, klasifikasi dan struktur patchiness spesies atau taksonomi secara akustik dihubungkan dengan tampilan frontal. Hasilnya adalah deteksi target dan distribusi frekuensi panjang patchiness dapat dibedakan antar spesies serta pengukuran in situ distribusi target strength TS. Penelitian yang dilakukan di Afrika Selatan ini merupakan awal mula dikenalkan deskriptor akustik. 7 Lu Lee 1995 melakukan identifikasi spesies gerombolan ikan dari echogram dengan sistem Echo-signal Image Processing. 8 Simmonds et al. 1996 dan Gerlotto et al. 1999 mengembangkan teknik identifikasi spesies menggunakan wideband, multi frekuensi dan multi beam untuk narrow band echo-sounder namun teknik ini masih dalam percobaan dan mahal. 9 LeFevre et al. 2000 membuat perangkat lunak bernama FASIT Fisheries Assessment and Species Identification Toolkit untuk mengidentifikasi spesies menggunakan pengolahan citra digital. Penelitian ini terbatas pada morfologi spesies. 10 Coetzee 2000 meneliti gerombolan ikan sardin menggunakan sistem perkiraan patch dan analisis gerombolan ikan SHAPES untuk mengetahui karakteristik kawanan ikan school sardin di Afrika Selatan. Hasilnya adalah adanya hubungan yang nyata antara pengukuran morfologi kawanan dan struktur densitas. Variabel- variabel pada deskriptor morfologi adalah variabel yang paling berperan dalam deskriptor kawanan ikan sardin. Lawson et al. 2001 mengidentifikasi spesies kawanan ikan pelagis menggunakan deskriptor akustik dengan ketepatan identifikasi mencapai 88.3. Deskriptor akustik ini mengacu pada standar baku yang dikembangkan Reid et al. 2000 yaitu: positional jarak shoal sekitarnya yang paling dekat, morphometric tinggi gerombolan ikan, area, energetic rata-rata dan variasi energi hambur balik dan bathymetric kedalaman gerombolan ikan. Alat yang digunakan untuk menduga kelimpahan kawanan ikan adalah scientific echosounder split beam. Pengukuran geometri, dimensi, energi atau disebut juga deskriptor akustik, jika dilakukan secara manual akan menghabiskan waktu dengan hasil yang tidak akurat pada volume data yang besar selama survei akustik. Perkembangan terkini di bidang sains perikanan, teknologi akustik, pengolahan sinyal digital dan pengolahan citra digital, memungkinkan diintrepretasikan informasi tersebut untuk identifikasi kawanan ikan dengan sinyal akustik menjadi lebih baik. Beberapa peneliti sudah ada yang mengembangkannya berupa karakteristik kawanan ikan dengan digitalisasi sinyal hambur balik back-scattered. Bahkan dapat membedakan antar spesies ikan di lingkungan sub tropis, dengan berbagai tingkat kesuksesan Coetzee, 2000. Salah satu arahan dalam disertasi ini adalah mengembangkan perangkat lunak untuk memudahkan perhitungan deskriptor akustik menggunakan pengolahan citra digital pada sinyal hambur balik. Pengembangan perangkat lunak ini sebagai langkah awal dalam pendeteksian kawanan ikan pelagis di suatu perairan. Pendugaan stok ikan sulit dilakukan di lingkungan tropis karena keanekaragaman spesies lebih beragam dibandingkan dengan di lingkungan sub tropis. Identifikasi kawanan ikan pelagis menjadi lebih riskan atau rawan untuk dilakukan. Untuk mengatasinya, perlu dipastikan komposisi spesies di suatu perairan yang di dominasi oleh satu atau dua spesies dan identifikasi ditekankan pada spesies yang membentuk kelompok bukan pada individu spesies. Berkaitan dengan hal tersebut, maka data akustik yang digunakan dalam penelitian ini adalah data survei akustik di perairan Selat Bali. Hal ini didasarkan pada, hasil penelitian Wudianto 2001 yang mengemukakan bahwa ikan pelagis yang dominan tertangkap di perairan Selat Bali menggunakan pukat cincin purse seine antara lain lemuru Sardinella lemuru, layang Decapterus spp., tembang Sardinella fimbriata, banyar Rastrelliger kanagurta, slengseng Scomber australasicus, dan tongkol Auxis spp.. Ikan pelagis sebagian besar didominasi oleh jenis lemuru kisaran 14-98, rata-rata 67, selanjutnya tongkol kisaran 0.5-56, rata-rata 19, layang kisaran 0.1-61, rata-rata 10 dan ikan lainnya kisaran 0.1-14, rata-rata 4 pada Tahun 1996-1998. Disamping itu, perikanan lemuru untuk industri lokal berkembang pesat dan berperan penting bagi kehidupan masyarakat setempat di perairan Selat Bali. Identifikasi spesies berguna untuk menduga stok ikan dan pengelolaan sumberdaya perikanan yang tepat. Untuk melengkapi identifikasi diperlukan klasifikasi kawanan berdasarkan faktor yang berpengaruh terhadap identifikasi. Klasifikasi membantu dalam pembuatan kelas-kelas kawanan secara sistematis. Langkah terakhir adalah struktur kawanan. Struktur kawanan menggambarkan pembentukan kawanan ikan dalam kolom perairan secara lebih rinci. Ketiga poin tersebut identifikasi, klasifikasi dan struktur merupakan satu rangkaian untuk menentukan karakteristik kawanan ikan sehingga stok ikan di suatu daerah dapat diperkirakan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan.

1.2 Tujuan Penelitian