3 Segmentasi Citra TINJAUAN PUSTAKA

2.1. 3 Segmentasi Citra

Jumlah data yang dapat diproses oleh system visual dalam pengolahan citra sangat besar, dan ini memerlukan daya komputasi yang besar pula. Dalam kaitannya dengan penentuan kebutuhan daya komputasi oleh suatu system visual, karakteristik operasi dalam pengolahan citra dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu operasi tingkat titik point level, operasi tingkat lokal local level, operasi tingkat global global level dan operasi tingkat obyek object level. Sebelum dikuantitasi dan diubah menjadi citra digital, pemandangan scene mengandung nilai intensitas yang kontinyu. Rangkaian intensitas kontinyu ini akan diubah ke dalam suatu rangkaian intensitas yang bersifat diskret dalam citra digital, seperti telah diungkapkan dalam bab sebelumnya. Ada konsekuensi dari perubahan sinyal atau gelombang yang bersifat kontinyu menjadi sinyal atau gelombang yang bersifat diskret, yaitu keterbatasan jumlah titik yang digunakan dalam sinyal diskret. Gambar 2.3 memperlihatkan contoh karakteristik sinyal kontinyu dalam dunia nyata dan sinyal intensitas dalam citra digital yang bersifat diskret dalam bentuk grafik. Informasi intensitas pada citra digital yang tidak berwarna disimpan dalam bentuk nilai abu – abu grayscale atau gray values atau gray tones. Pada citra berwarna terdapat tiga macam informasi intensitas masing – masing untuk warna merah, hijau, dan biru, yang sering disebut sebagi sinyal RGB red, green dan blue. Dalam bab ini, pembahasan difokuskan pada citra abu – abu, agar lebih mudah dipahami karena operasi – operasi yang dikenakan nantinya akan lebih sederhana dibandingkan bila digunakan citra berwarna. Dalam hal penulisan kode program, tidak terlalu banyak perbedaan, hanya saja diperlukan tiga macam variable larik untuk menyimpan masing – masing sinyal merah, hijau, dan biru pada citra berwarna, dibandingkan hanya satu variabel larik untuk menyimpan sinyal intensitas pada citra abu – abu. Sedangkan pembacaan dan pengolahan intensitas tiap pixel tinggal mengarahkan saja ke sinyal yang mana dalam citra berwarna, atau semuanya akan dibaca dan diolah sekaligus. Gambar 2.3 Bentuk Sinyal Intensitas Dalam Pemandangan Dan Dalam Citra Digital Untuk menginterpretasikan suatu citra melalui ekstraksi informasi yang dikandungnya, kadangkala variasi nilai intensitas dalam citra tersebut harus dianalisa terlebih dulu. Tingkat kuantisasi intensitas yang umum digunakan untuk merepresentasikan citra adalah 256 tingkat nilai abu – abu, namun dapat lebih tinggi lagi bila memang diperlukan. Menggunakan 256 tingkat abu – abu, pada komputer, intensitas 0 berarti hitam, intensitas 255 berarti putih dan nilai – nilai diantaranya untuk gabungan hitam dan putih atau tingkat abu – abu. Walaupun begitu, bukan hal yang jarang citra tidak berwarna dikuantisasi pada tingkat gradasi intensitas 32, 64, 128 atau 512 untuk aplikasi tertentu, dan bahkan sampai 4096 tingkat gradasi intensitas digunakan dalam bidang kedokteran. Angka – angka tersebut merupakan hasil pemangkatan dari bilangan dua atau 2n, bila n bernilai 5, maka tingkat gradasi 32, n bernilai 6 tingkat gradasi 64, dan seterusnya dimana n merupakan lebar data yang perlu disimpan dalam satuan bit. Jelasnya, semakin tinggi tingkat gradasi intensitas akan semkin baik representasi citra, tetapi semakin besar pula kebutuhan memoryspace untuk penyimpanan dan pengolahan. Berapa pun tingkat abu – abu yang dipakai pada saat citra dikuantitasi, asalkan lebih dari dua, hasilnya disebut citra grayscale atau citra abu – abu, karena hadirnya nilai abu – abu dia antara hitam dan putih. Bila citra disimpan hanya dalam dua macam intensitas hitam dan putih, maka ia bukan lagi citra abu – abu, melainkan citra biner binary image. Citra biner memisahkan daerah region dan latar belakan degan tegas, walau pun potensi munculnya kekeliruanlalu ada. Kekeliruan disini adalah kesalahan mengelompokkan pixel ke dalam golongannya, apakah pixel miliki suatu daerah dikelompokkan sebagai latar belakang, sebaliknya. Kesalahan ini berkaitan dengan teknik segmentasi, atau pada konversi citra abu – abu menjadi citra biner disebut binerisasi, kondisi citra, dan sebagainya. Kesalahan inilah yang menghasilkan noise pada citra biner, yaitu bercak – bercak putih dalam latar belakang yang hitam, atau menghasilkan holes, yaitu lubang – lubang kecil pada obyek yang seharusnya tertutup rapat. Gambar 2.4 memperlihatkan sebuah citra abu – abu dan citra binernya yang merupakan hasil operasi binerisasi, dengan noise halus pada bagian latar belakangnya. Gambar 2.4 Sebuah Citra Abu-Abu Dengan Noise Halus Dan Hasil Proses Pemisahannya Dengan Binerisasi

2.1. 4 Tingkat Komputasi