Peran Desa Adat Kuta

2.2 Kerangka Konsep

2.2.1 Peran Desa Adat Kuta

Peranan merupakan sekumpulan harapan yang dimiliki oleh seseorang yang berstatus sebagai anggota atau menjadi bagian dari suatu sistem sosial berkenaan dengan hierarki dan hak-hak atau kekuasaan yang akan dinikmatinya dengan menjadi anggota dari suatu organiasi atau sistem tersebut, lalu apa yang dilakukan orang anggota tersebut untuk menanggapinya Pareek, 1985: 1. Lebih lanjut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer disebutkan hal yang senada dengan pengertian dari Pareek bahwa peran adalah sesuatu yang diharapkan dimiliki oleh seseorang yang memiliki kedudukan dalam masyarakat Salim, 1991: 1408. Seseorang yang memiliki jabatan atau status dalam suatu sistem tentunya mendambakan hak-hak dan keuntungan dari sistem tersebut. Untuk mendapatkan hak-haknya itu, maka seseorang harus melakukan aksi dan tindakan sebagai tanggapan terhadap harapan dan dambaan dari para anggota maupun dirinya sendiri sesuai dengan fungsi dan kedudukannya dalam sistem tersebut. Secara sederhana, peran dapat didefinisikan sebagai aksi-aksi atau tindakan untuk merealisasikan harapan-harapan dan cara mendapatkan hak-hak tertentu sesuai dengan tupoksi dari struktur yang menjadi bagian dari sebuah sistem sosial. Menurut Pareek 1985: 3, tiap peranan mempunyai sistem dan dalam sistem ini subjek peranan terdiri dari pemegang peranan dan mereka yang mempunyai hubungan langsung dengan pemegang peranan itu. Pihak yang dikategorikan mempunyai hubungan langsung dengan pemegang peranan selanjutnya mengirimkan harapan-harapan pada peranan itu. Si pemegang peranan juga mempunyai berbagai harapan dari perananya, dan dalam pengertian itu si pemegang peranan juga seorang pengirim peranan. Dalam penelitian ini, terdapat beberapa peran yang nampak di dalam struktur masyarakat Desa Adat Kuta, antara lain Prajuru, Krama Adat, dan Krama Tamiu. Prajuru merupakan pengurus desa adat yang dipilih secara demokratis melalui paruman sidang utama desa. Struktur prajuru di Desa Adat Kuta terdiri dari Bendesa sebagai kepala desa adat, kemudian yang bertindak sebagai wakil bendesa sekaligus mengepalai bidang-bidang di Desa Adat Kuta yang disebut sebagai Pangliman. Pangliman terdiri dari pangliman pawongan yang membidangi urusan kependudukan, pangliman palemahan yang membidangi urusan lingkungan serta pangliman parhyangan yang membidangi urusan keagamaan. Urutan berikutnya dalam struktur prajuru desa adat adalah petegen bendahara dan penyarikan sekretaris. Sebagai staf yang melaksanakan tugas di lapangan dalam bidang-bidang terdapat pesayahan yang berada di bawah koordinasi dengan pangliman. Oleh karenanya, pesayahan terdiri dari pesayahan pawongan, pasayahan palemahan dan pasayahan parhyangan. Peran lainnya yang ada dalam struktur masyarakat Desa Adat Kuta adalah Krama Adat. Dalam awig-awig Desa Adat Kuta pada Sarga III, Palet I, Pawos 4, nomor 1 dan 2 Awig-awig Desa Adat Kuta, 1992: 2 disebutkan sebagai berikut: “1. Sane kabawos Krama Desa inggih punika kulawarga Agama Hindu, sampun mabanjar suka-duka tur nyungsung Kahyangan Tiga Desa Adat Kuta; 2. Sejaba punika kabawos tamiu”. Artinya: “1. Yang disebut sebagai Krama Desa yaitu orang yang beragama Hindu, telah menjadi anggota banjar adat suka duka, dan menyungsung Pura Kahyangan Tiga Desa Adat Kuta; 2. Diluar itu disebut pendatang”. Jadi, sesuai dengan awig-awig Desa Adat Kuta yang dimaksud krama adat adalah warga yang beragama Hindu, menyungsung Pura Kahyangan Tiga di Desa Adat Kuta, dan menjadi anggota banjar adat suka-duka. Sementara yang disebut krama tamiu adalah warga pendatang yang menetap di Desa Adat Kuta, yang tidak termasuk sebagai penyungsung Pura Kahyangan Tiga Desa Adat Kuta dan tidak tercatat sebagai anggota banjar adat di Desa Adat Kuta. Peran-peran tersebut merupakan bagian yang mendukung struktur sosial dari Desa Adat Kuta. Namun berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas adat dan keagamaan serta kegiatan-kegiatan desa adat lainnya, peran prajuru desa dan krama adat menjadi faktor utama yang mendukung pelaksanaan program-program yang disusun oleh Desa Adat Kuta. Menurut Katz dan Kahn dalam Pareek, 1985: 3, organisasi dalam hal ini adalah suatu sistem peran yang mewadahi dan memberi ruang bagi pemegang peran dan pengirim peranan untuk memenuhi segala harapan-harapan dan hak-haknya dalam organisasi atau sistem itu. Sehingga merujuk pada pernyataan Katz dan Kahn, peran tidak dapat dipisahkan dari kaitannya dengan organisasi. Oleh karena itu organisasi juga memiliki andil besar dalam merealisasikan harapan dan hak-hak anggotanya. Organisasi merupakan bentuk akumulatif dari individu-individu dalam masyarakat yang menghimpun diri dan menjadi sebuah kesatuan masyarakat yang legal dan diakui paling tidak oleh anggota organiasi yang bersangkutan. Oleh karena organisasi merupakan bentuk akumulatif dari individu dalam masyarakat yang bersifat legal, maka organiasasi dalam pendiriannya juga memiliki hak-hak dan harapan-harapan yang ingin dipenuhi dan melakukan rangkaian aksi dan tindakan untuk mewujudkan harapan itu. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa organisasi juga berperan, dalam arti juga menjadi subjek peran itu sendiri ketika organisasi tersebut ingin memenuhi harapan dan tujuannya. Desa Adat merupakan suatu daerah dimana masyarakat yang bersangkutan lahir serta beraktivitas dan melakukan kegiatan ataupun kebiasaan-kebiasaan yang dilangsungkan secara turun temurun oleh masyarakat yang bersangkutan sesuai dengan desa kala patra-nya masing-masing. Fungsi utama dari desa adat ini adalah untuk memelihara, menegakkan dan memupuk adat istiadat yang berlaku di desa adatnya dan segala tradisi yang diwarisi secara turun-temurun dari leluhur mereka. Untuk mengantisipasi agar tidak terjadi pengingkaran terhadap fungsi utama dari desa adat ini, maka secara lebih rinci fungsi desa adat dikodifikasikan menjadi lebih spesifik yaitu untuk mengatur kehidupan peguyuban dari warga desanya dalam hubungan dengan unsur-unsur yang menjadikan desa tersebut dikategorikan sebagai desa adat, yaitu unsur warganya yang disebut sebagai pawongan, unsur wilayah desa yang disebut sebagai palemahan dan unsur tempat-tempat pemujaan bagi warganya yang dinamakan dengan istilah parhyangan. Ketiga unsur tersebutlah yang kemudian dikenal dengan sebutan Tri Hita Karana. Berdasarkan fungsinya itu, diprogramkanlah tugas-tugas desa adat yang dituangkan ke dalam awig-awig desa adat, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis Surpha, 1993: 13. Sesuai dengan Peraturan Daerah tentang Desa Adat Perda No. 061986 ditegaskan bahwa desa adat Bali merupakan kesatuan hukum masyarakat hukum adat yang bersifat sosial keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Dari kedudukan gandanya tersebut, ,kemudian desa adat ditentukan fungsi dan perannya dalam perda tersebut sebagai berikut: 1. Membantu pemerintah, Pemerintah daerah dan Pemerintah desa Pemerintahan kelurahan dalam kelancaran dan pelaksanaan pembangunan disegala bidang terutama dibidang keagamaan, kebudayaan dan kemasyarakatan; 2. Melaksanakan hukum adat dan istiadat dalam desa adat; 3. Memberikan kedudukan hukum adat terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan hubungan sosial keperdataan dan keagamaan; 4. Membina dan mengembangkan nilai-nilai adat Bali dalam rangka memperkaya, melestarikan dan mengembangkan Kebudayaan Nasional pada umumnya dan Kebudayaan Bali pada khususnya, berdasarkan paras paros salunglung sabayantaka musyawarah untuk mufakat; 5. Menjaga, memelihara dan memanfaatkan kekayaan desa adat untuk kesejahteraan masyarakat desa adat. Berdasarkan informasi yang didapat penulis dari Bapak I Wayan Swarsa Bendesa Adat Kuta, bahwa Penyebutan desa adat di provinsi Bali memiliki perbedaan istilah pada masing-masing daerahnya. Hal tersebut mengacu pada kebijakan dari masing-masing desa adat untuk menentukan istilah penyebutan desa adatnya. Beberapa desa adat secara terintegrasi melalui Majelis Madya Desa Pakraman memilih menggunakan istilah Desa Pakraman untuk menyebut istilah desa adatnya. Sedangkan Desa Adat Kuta sama halnya dengan sebagian besar desa adat se- Kabupaten Badung, tetap menggunakan istilah desa adat Wawancara tanggal 20 November 2014. Dalam penjabaran konsep pada penelitian ini penulis menjabarkan tentang bagaimana Desa Adat Kuta berperan sebagai suatu organisasi masyarakat, sebagai wadah bagi pemangku kepentingan untuk mewujudkan harapan-harapan kolektif dari masyarakat adat Kuta dan sebagai suatu sistem peran. Desa Adat Kuta merupakan salah satu desa adat yang ada di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali. Desa Adat Kuta ini memiliki keunikan karena selain menjalankan peranan dan fungsi sebagai mana desa adat pada umumnya yang berperan dalam mengorganisir pelaksanaan upacara adat dan keagamaan secara tradisi, Desa Adat Kuta juga melakukan beberapa peran lain diantaranya peningkatan terhadap kualitas sumber daya manusia, memberdayakan aset-aset desa sebagai sumber pendapatan utama desa sehingga desa adat menjadi berdikari secara ekonomi. Jadi berdasarkan konsep-konsep tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa konsep peran Desa Adat Kuta adalah aksi-aksi ataupun tindakan untuk merealisasikan harapan-harapan dan cara mendapatkan hak-hak tertentu sesuai dengan tupoksi atau fungsi dari sebuah kesatuan masyarakat adat di Kuta yang disebut Desa Adat Kuta .

2.2.2 Peningkatan Kualitas