Peran Desa Adat Kuta dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (Studi tentang Eksistensi Desa Adat pada Masyarakat Perkotaan).

(1)

PERAN DESA ADAT KUTA DALAM PENINGKATAN

KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

(Studi tentang Eksistensi Desa Adat

pada Masyarakat Perkotaan)

SKRIPSI

Oleh:

Gusti Bagus Agung Swandhita NIM. 1021005021

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

PERAN DESA ADAT KUTA DALAM PENIGKATAN

KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

(Studi tentang Eksistensi Desa Adat

pada Masyarakat Perkotaan)

SKRIPSI

Disusun Oleh:

Gusti Bagus Agung Swandhita NIM. 1021005021

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Sosial pada

Program Studi Sosiologi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS UDAYANA


(3)

PERAN DESA ADAT KUTA DALAM PENINGKATAN

KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

(Studi Tentang Eksistensi Desa Adat pada Masyarakat Perkotaan)

SKRIPSI Disusun Oleh:

GUSTI BAGUS AGUNG SWANDHITA NIM. 1021005021

Telah diuji dan dinyatakan lulus dalam ujian Sarjana Pada tanggal 5 April 2016

Tim Penguji:

Denpasar, 22 April 2016 Dekan

Dr. Drs. I Gst. Pt. Bagus Suka Arjawa, M.Si Pembimbing I

Dr. Dra. Ni Luh Nym. Kebayantini, M.Si NIP. 19570105 198601 2 001

Pembimbing II

Gede Kama Jaya, S.Pd., M.Si NIP. 198703072 013081 2 001

Penguji II

Dr. Dra. I Nengah Punia, M.Si NIP. 19661231 199403 1 020


(4)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Gusti Bagus Agung Swandhita NIM : 1021005021

Program Studi : Sosiologi

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil plagiarisme/penjiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut, termasuk pembatalan skripsi dan pencopotan gelar kesarjanaan yang sudah diperoleh.


(5)

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis akhirnya dapat merampungkan skripsi ini. Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah berupaya dengan seluruh kemampuan yang penulis miliki demi kesempurnaan skripsi ini.

Adapun judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Peran Desa Adat Kuta dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (Studi tentang Eksistensi Desa Adat pada Masyarakat Perkotaan)”. Mengingat keterbatasan yang ada dalam diri penulis baik dalam hal ilmu maupun pengalaman, maka sudah tentu dalam tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran-saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan tulisan ini.

Penyusunan skripsi ini dapat dirampungkan berkat peran yang sangat berarti dari para Dosen Pembimbing penulis. Untuk itu, ucapan terima kasih yang tulus dan setinggi-tingginya penulis berikan kepada Dosen Pembimbing I penulis yang sekaligus juga Ketua Prodi Sosiologi dan Pembimbing Akademik penulis yaitu Ibu Dr. Dra. Ni Luh Nyoman Kebayantini, M.Si., atas bimbingan dan arahan, inspirasi serta motivasi yang membangkitkan semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan atas bimbingan, arahan serta motivasi yang membangun dan memberi semangat tiada henti kepada penulis mulai dari awal perkuliahan hingga pada proses penyusunan skripsi ini.


(6)

Demikian juga dengan Dosen Pembimbing II Penulis yaitu Bapak I Gde Kamajaya, S.Pd, M.Si., atas kesediaannya meluangkan waktu untuk membimbing penulis, memberi saran-saran, motivasi yang membangun dan referensi yang menunjang penulisan skripsi ini.

Sebagaimana manusia yang tidak dapat hidup sendiri, sudah tentu dalam penyusunan skripsi ini penulis juga banyak mendapatkan bantuan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak lainnya. Oleh karena itu pada bagian penulis hendak mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada:

1. Rektor Universitas Udayana yaitu Bapak Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD KEMD.

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana yaitu Bapak Dr. Drs. I Gusti Putu Bagus Suka Arjawa, M.Si.

3. Pembantu Dekan I yaitu Bapak Tedy Erviantono, S.IP, M.Si., serta Pembantu Dekan II dan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana.

4. Bapak/Ibu dosen pengajar di Program Studi Sosiologi Universitas Udayana atas ilmu-ilmu dan pengalaman yang telah dibagikan selama masa perkuliahan penulis. Bapak/Ibu Pegawai Administrasi dan Tata Usaha FISIP yang telah membantu perihal administrasi penulis selama menjadi mahasiswa.


(7)

5. Bendesa Adat Kuta yaitu Bapak I Wayan Swarsa bersama Prajuru Desa

Adat Kuta lainnya, Ketua dan staf LPD Desa Adat Kuta yang telah

membantu memberi informasi serta data-data yang berkaitan dengan Desa Adat Kuta serta hal lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Seluruh staf Kantor Lurah Kuta yang juga telah membantu dalam memberikan data-data tentang kondisi masyarakat Kuta, serta tidak lupa krama Desa Adat Kuta yang membantu penulis dalam merampungkan data-data skripsi ini.

6. Dr. I Gusti Putu Sudiarna, M.Si atas dukungan moral, saran-saran serta rekomendasi literatur yang berhubungan dengan penelitian penulis.

7. Keluarga penulis tercinta, kedua orang tuaku Gusti Ketut Arka dan Jero Nyoman Mariyani serta Adikku Gusti Ayu Sri Wahyuni yang selalu memberi dorongan moril maupun materiil, serta doa restu yang telah menghantarkan penulis pada cita-cita yang diimpikan. Sepupuku Gusti Ayu Alit Adriari dan Gusti Ayu Inten Aryani serta seluruh keluarga besar yang telah memberi motivasi dan dorongan semangat yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

8. Kawan-kawan penulis, A.A. Istri Ngurah Dyah Prami, S.Sos., I Putu Suadityawan, S.Sos., Ida Ayu Eka Suartika, S.Sos., I Gusti Made Bagus Ariesta Krisna, I Putu Putra Ardika,S.Sos., I Made Satria Putra, Ida Bagus Wicaksana Herlambang, S,Sos., Ni Made Anggita Sastri M., S.Sos., Ni


(8)

Cahyani, S.Sos., IGN. Agung Krisna Aditya, S.Sos., Tri Bagus Wisnu Hidayat, Kevian Renanda, S.Sos., I Putu Satya Manggala, M. Zaenal Arifin dan Ni Putu Udiyani dan lainya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu memberikan semangat, meminjamkan literatur dan menjadi teman diskusi yang berguna bagi penelitian penulis. I Dewa Gede Sudiatmika, S.Kes., yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data, I Dewa Gede Putra, ST., yang membantu dalam meminjamkan buku yang berguna sebagai referensi dalam penulisan ini, IGN. Ari Wirawan, ST., yang telah membatu membuatkan gambar peta wilayah Desa Adat Kuta dan kawan-kawan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

9. Kawan-kawan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Denpasar yang telah memberikan banyak dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas motivasi, diskusi dan jiwa kekeluargaannya. Alumnus GMNI Denpasar Bung I G.N Agung Eka Darmadi yang memberi banyak masukan serta informasi tentang Desa Adat Kuta, terima kasih banyak atas bantuannya.

10.Saudara-saudara Sekaa Teruna Udyana Banjar Taman Kelod, terima kasih karena senantiasa mengingatkan penulis untuk segera merampungkan skripsinya.


(9)

11.Kawan-kawan KKN Desa Manggis tahun 2013 “Mangosteen Squad”,

terima kasih atas motivasi, diskusi dan menjadi teman berbagi yang menyenangkan.

12.Kawan-kawan Prodi Sastra Bali, Fakultas Sastra, Universitas Udayana, I Made Agus Atseriyawan Hadi Sutresna, dan Putu Sosiawan, S.S yang telah membantu penulis menterjemahkan Eka Likita Desa Adat Kuta. Semoga Tuhan melimpahkan kebahagiaan dan keselamatan lahir bathin kepada mereka yang telah membantu penulis dalalam penyusunan skripsi ini. Penulis sangat berharap bahwa skripsi ini dapat lebih dimatangkan kembali dan hasil dari penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pembaca dan masyarakat Bali. Selain itu juga penulis berharap hasil penelitian ini, dapat menjadi suatu paradigma kontekstual bagi desa adat dan pemangku kebijakan dalam mengelola dan mengorganisasi sumber daya manusianya yang saat ini telah berderap maju ke arah modernisasi.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada segenap pihak yang telah membantu penulis dalam menuyusun skripsi ini.

Denpasar, April 2016 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman SAMPUL LUAR

SAMPUL DALAM ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

GLOSARIUM ... xv

ABSTRAK ... xx

ABSTRACT ... xxi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Umum ... 8

1.3.2 Tujuan Khusus ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 9

1.4.2 Manfaat Praktis ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Kajian Pustaka ... 11


(11)

2.2.1 Peran Desa Adat Kuta ... 16

2.2.2 Peningkatan Kualitas ... 21

2.2.3 Sumber Daya Manusia ... 22

2.3 Landasan Teori ... 24

2.4 Model Penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Lokasi Penelitian ... 35

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 36

3.4 Unit Analisis ... 38

3.5 Teknik Penentuan Informan ... 38

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 41

3.6.1 Wawancara Mendalam ... 41

3.6.2 Observasi Berstruktur ... 42

3.6.3 Dokumentasi ... 43

3.7 Teknik Analisis Data ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1 Gambaran Umum ... 46

4.1.1 Sejarah Singkat Desa Adat Kuta ... 46

4.1.2 Letak Geografis Desa Adat Kuta ... 49

4.1.3 Masyarakat Desa Adat Kuta ... 50

4.1.4 Sosio – Kultural Desa Adat Kuta ... 54

4.2 Faktor-faktor yang Mendorong Desa Adat Kuta untuk Melakukan Upaya Peningkatan Kualitas SDM ... 70

4.2.1 Desa Adat Kuta sebagai Daerah Tujuan Wisata ... 72


(12)

4.2.3 Kompleksitas Persaingan Masyarakat

pada Wilayah Perkotaan ... 76

4.2.4 Adanya Aset-aset dan Kekayaan Desa Adat Kuta ... 78

4.2.5 Menunjukkan Eksistensi Desa Adat di Mata Masyarakat Kuta ... 80

4.3 Peran-peran Desa Adat Kuta dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia ... 81

4.3.1 Pengelolaan dan Pemberdayaan Lembaga Perkreditan Desa ... 81

4.3.2 Festival Seni Budaya Desa Adat Kuta ... 94

4.3.2.1 Kompetisi Jegeg Bungan Desa ... 100

4.3.2.2 Lomba Ogoh-ogoh ... 105

4.3.2.3 Parade Gong Kebyar Anak-anak ... 108

4.3.2.4 Pasar Majelangu ... 110

4.3.3 Media Lokal ... 114

4.3.4 Memfasilitasi Kegiatan Berkesenian dan Olah Raga ... 117

4.3.5 Pengelolaan Aset-aset Desa Adat Kuta ... 119

4.4 Dampak Peran Desa Adat Kuta dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Bagi Kehidupan Masyarakat ... 123

4.4.1 Dampak di Bidang Sosial – Budaya dan Pendidikan ... 123

4.4.2 Dampak di Bidang Kesehatan ... 130

4.4.3 Dampak di Bidang ekonomi ... 130

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 136

5.1 Kesimpulan ... 136

5.2 Saran ... 141 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN:

- Pedoman Wawancara

- Daftar Informan


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Unit-unit yang Diteliti dalam Jenis Penelitian Kualitatif ... 34 Tabel 4.1 Jumlah Krama Desa Adat Kuta Tahun 2010 ... 53 Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kelurahan Kuta Menurut Mata

Pencahariannya ... 67 Tabel 4.3 Jumlah Aset, Tanah, Bangunan dan Lembaga Milik Desa Adat

Kuta ... 78 Tabel 4.4 Daftar 10 Besar LPD dengan Aset Tertinggi di Kabupaten

Badung ... 92 Tabel 4.5 Daftar 10 Besar LPD dengan Laba Tertinggi di Kabupaten

Badung ... 92 Tabel 4.6 Rangkaian Kegiatan Festival Seni Budaya Desa Adat Kuta


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Prasasti Blanjong ... 47

Gambar 4.2 Peta Wilayah Desa Adat Kuta ... 49

Gambar 4.3 Kegiatan Gotong-royong oleh Krama Desa Adat Kuta ... 59

Gambar 4.4 Papan Nama Kelompok Nelayan Samudera Jaya ... 67

Gambar 4.5 Gedung Kantor LPD Desa Adat Kuta ... 83

Gambar 4.6 Baleho HUT LPD Desa Adat Kuta ... 86

Gambar 4.7 Pemeriksaan Kesehatan Gratis dalam rangka HUT LPD Desa Adat Kuta ... 87

Gambar 4.8 Denah Jalur Jalan Santai ... 87

Gambar 4.9 Peserta Jalan Santai HUT LPD Kuta ke-19 ` ... 88

Gambar 4.10 Suasana Kerja di Kantor LPD Desa Adat Kuta ... 93

Gambar 4.11 Bagan Struktur Pengurus LPD Desa Adat Kuta ... 94

Gambar 4.12 Menjelang Acara Puncak Festival Seni Budaya Desa ... 100

Gambar 4.13 Kompetisi Jegeg Bungan Desa Antar Banjar se-Desa Adat Kuta ... 104

Gambar 4.14 Ogoh-ogoh yang Diikutsertakan dalam Lomba ... 108

Gambar 4.15 Parade Gong Kebyar Anak-anak Tahun 2015 ... 110

Gambar 4.16 Stand Kuliner Pasar Majelangu ... 113

Gambar 4.17 Stand Pasar Majelangu Tahun 2015 ... 114

Gambar 4.18 Stand KPC (Kuta Photographer Community) ... 114

Gambar 4.19 Majalah Kuta Kita Edisi ke-1 dan ke-2 Tahun 2014 ... 117

Gambar 4.20 Lapangan Sepak Bola “Gelora Samudra” Milik Desa Adat Kuta ... 119


(15)

DAFTAR BAGAN


(16)

Glosarium

Awig-awig : Ketentuan yang mengatur tata krama pergaluan hidup

dalam masyarakat adat di Bali untuk mewujudkan tata kehidupan yang ajeg bagi masyarakat. Awig-awig dibuat oleh krama desa adat atau pakraman dan/atau

krama banjar adat serta digunakan sebagai pedoman

dalam menjalankan konsep Tri Hita Karana sesuai dengan desa mawacara dan Dharma Agama di masing-masing desa atau banjar adat

Arya : Salah satu pemegang garis keturunan wangsa Ksatria.

Dahulu sebutan Arya diberikan kepada para patih ataupun panglima perang suatu kerajaan di Bali

Banjar : Wilayah administratif di Provinsi Bali yang bernaung

di bawah desa atau kelurahan, dimana kedudukannya setara dengan rukun warga (RW). Banjar merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan asal usul, adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di Bali pada umumnya dapat dijumpai 2 jenis banjar yang digolongkan berdasarkan fungsinya, yaitu banjar adat yang berfungsi untuk mengurusi kegiatan adat dan Agama Hindu serta banjar dinas yang berfungsi untuk mengurusi ihwal administrasi dan pemerintahan dinas

Banten : Sesajen yang dipersembahkan dalam upacara adat

maupun keagamaan di Bali yang sekaligus merupakan simbolisasi dari nilai-nilai ajaran agama Hindu

Catwalk : Panggung yang diperuntukkan untuk para model ketika

berpose dalam sebuah pameran busana atau ajang kecantikan


(17)

Core Business : Mata pencaharian utama dalam suatu masyarakat pada wilayah tertentu

Desa Mawacara : Ketentuan adat tersendiri yang dimiliki oleh sebuah desa

Desa Adat : Kesatuan masyarakat hukum adat di Provinsi Bali yang

bersifat sosial keagamaan dan sosial kemasyarakatan serta memiliki satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri

Desa Dresta : Kebiasaan-kebiasaan dalam tatanan adat dan ritual yang

diyakini yang berlaku di wilayah tertentu

Dharma Agama : Suatu standar norma atau hukum yang berlaku di

masyarakat yang menuntut tugas, hak dan kewajiban setiap orang dalam masyarakat untuk tunduk dan patuh pada ajaran agama

Dresta : Pedoman yang dijadikan sebagai standar nilai untuk

menjalankan kebiasaan-kebiasaan yang sudah melekat pada kehidupan di masyarakat dan dilaksanakan secara turun temurun

Eka Likita : Suatu tulisan yang menguraikan tentang sesuatu hal,

dalam hal ini yang berkaitan dengan Desa Adat Kuta. Apabila mengacu pada konteks modern, dapat disetarakan maknanya dengan profil desa

Gamelan : Perangkat alat musik tradisional yang terdapat di Jawa

dan Bali

Gong Kebyar : Salah satu jenis orkes Gamelan Bali yang terdiri dari

lima nada

Kuna Dresta : Kebiasaan-kebiasaan dalam tatanan adat dan ritual yang


(18)

Kula (Kaula) Dresta : Kebiasaan-kebiasaan dalam tatanan adat dan ritual yang diyakini oleh sekelompok orang

Krama : Warga

Krama Adat : Warga desa adat

Krama Tamiu : Warga pendatang yang menetap di wilayah Desa Adat

Kuta (pada desa adat lainnya di Bali ada juga yang menyebut Krama Tamiu)

Ngarep : Warga adat Bali yang telah menikah, yang memiliki hak

dan kewajiban yang utama dalam keluarga terkait dengan aktivitas adat

Ngayah : Aktivitas warga yang mempersiapkan sebuah perhelatan

adat maupun kegiatan di Bali yang dilaksanakan secara gotong-royong secara tulus ikhlas dan tanpa pamrih

Ngembak Geni : Sebuah hari suci yang dirayakan oleh umat Hindu Bali

sehari sesudah Hari Raya Nyepi

Nyepi : Hari raya umat Hindu di Bali yang dilaksanakan setahun

sekali untuk memperingati tahun baru Çaka (tahun baru Bali), dimana masyarakat Bali melaksanakan empat pantangan yaitu: tidak boleh menyalakan cahaya, tidak boleh bekerja, tidak boleh keluar rumah dan tidak boleh bersenang-senang

Odalan : Peringatan dimana mulai distanakannya Ida Sang Hyang

Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) pada sebuah pura (tempat suci). Peringatan tersebut dilakukan melalui berbagai ritus Agama Hindu yang dilaksanakan secara periodik berdasarkan pawukon (kalender Jawa – Bali) atau sasih (bulan dalam kalender Bali).

Ogoh-ogoh : Boneka atau patung raksasa yang diarak pada saat hari

raya Pangerupukan yaitu sehari sebelum hari raya

Nyepi


(19)

Pamerajan : Pura atau tempat suci yang berada di lingkungan rumah warga adat sebagai tempat pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Bahatara-bhatari serta leluhur.

Pangempon : Status warga masyarakat adat yang menyandang

tanggung jawab untuk mengurus segala hal yang berkenaan dengan keberadaan Pura yang bersangkutan

Pangerupukan : Upacara untuk mengusir Roh-roh jahat yang

dilaksanakan satu hari sebelum hari raya Nyepi

Panjak : Seseorang yang menjadi abdi dari sebuah kerajaan

Parhyangan : Hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhan

Paruman : Rapat desa adat

Pawongan : Hubungan yang baik antara manusia dengan manusia

Prajuru : Pengurus organisasi adat

Pura Akah : Pura yang menjadi tanggung jawab Krama Pangempon/

Pengampok

Pura Kahyangan Tiga : Pura untuk memuja Tuhan dalam manifestasinya

sebagai Sang Hyang Tri Murti yaitu Brahma, Wisnu dan Siwa. Pura Kahyangan Tiga merupakan elemen penting bagi keberadaan desa adat di Bali dan menjadi syarat mutlak untuk berdirinya sebuah desa adat. Pura Kahyangan Tiga terdiri dari Pura Desa sebagai sthana Dewa Brahma, Pura Puseh sebagai sthana Dewa Wisnu dan Pura Dalem sebagai sthana Dewa Siwa.

Sekaa : Kelompok suka-duka

Sekaa Gong : Kesatuan kelompok seniman Gamelan Bali

Sekaa Teruna : Kesatuan pemuda dan pemudi yang terdapat pada suatu

banjar adat di Bali


(20)

Tanah Ayahan Desa : Tanah yang ditempati oleh warga adat, namun masih memiliki keterikatan dengan desa adat

Tri Hita Karana : Secara harfiah diartikan sebagai tiga penyebab

kebahagiaan yang terdiri dari pawongan (hubungan yang baik antara manusia dengan sesame manusia),

palemahan (hubungan yang baik antara manusia

dengan lingkungan atau alam), parhyangan (hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhan)

Upakara : Bahan-bahan dan sarana untuk membuat banten atau

sesajen untuk sarana yadya

Upacara : Ritual keagamaan maupun adat yang biasa dilakukan

oleh masyarakat adat Bali yang terdiri dari dari Dewa

yadnya, Manusa yadnya, dan Bhuta yadnya guna

memohon kesejahteraan dan keselamatan bagi alam semesta beserta isinya dengan menghaturkan korban suci dengan tulus dan ikhlas

Yadnya : Suatu persembahan atau korban suci

Yowana Desa Adat Kuta : Kelompok pemuda Desa Adat Kuta yang bernaung


(21)

ABSTRAK

Penelitian ini mendeskripsikan tentang perluasan peran yang dilakukan oleh Desa Adat Kuta. Perluasan peran tersebut diwujudkan dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di Desa Adat Kuta. Teori Sistem Tindakan dari Talcott Parsons digunakan sebagai perangkat analisis dalam melihat fenomena sosial yang terjadi pada peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hasil temuan menunjukkan bahwa Desa Adat Kuta dalam upaya untuk menunjukkan eksistensinya, tidak hanya berpaku pada pakem-pakem tradisi yang dianut oleh desa adat pada umunya di Bali. Desa Adat Kuta dalam hal ini melakukan perluasan peran dengan mengadakan serangkaian kegiatan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia di Desa Adat Kuta. Ada beberapa faktor yang mendorong Desa Adat Kuta untuk melakukan perluasan peran terutama dalam hal peningkatan kualitas sumber daya manusia. Wujud peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia antara lain dengan mengadakan Festival Seni Budaya Desa serta pengelolaan aset-aset desa adat sehingga memberi keuntungan material yang dapat digunakan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia maupun pembangunan desa. Kata Kunci: Peran, Desa Adat, Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia


(22)

ABSTRACT

This research is described about expansion of the role that performed by Desa Adat Kuta. The expansion of the role has been relised by some efforts of increasing the quality of human resources in Desa Adat Kuta. Action System theory by Talcott Parsons is used as an analytical tools to see the social phenomenon that happened in the role of Desa Adat Kuta in order to increase the human resourcess. The result of the research have showed that Desa Adat Kuta in order to show it’s existence it has not fetched up into the traditional rules that regulated by desa adat in Bali commonly. In this case, Desa Adat Kuta has expanded the role by organizing some activities and programs to increase the quality of human resources in Desa Adat Kuta. The Desa Adat Kuta entity has increased the quality of human resources by conducting a cultural and art festival in the village and manage the traditions assets of the village to get advantages material and to increase the quality of human resources and also the development of the village.


(23)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Desa Adat Kuta sebagaimana desa adat lainnya di Bali, merupakan suatu lembaga adat yang secara tradisi memiliki peran dalam mengorganisasi masyarakat dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan, kepercayaan kepada leluhur serta kegiatan-kegiatan adat yang bercorak Hindu (Pitana, 1994: 139). Sebagai sebuah lembaga kemasyarakatan yang bersifat tradisional, Desa Adat Kuta dan juga desa-desa adat lainnya di Bali memiliki pakem-pakem yang mencirikan bahwa desa adat tersebut merupakan suatu lembaga yang bersifat tradisional serta memiliki ciri khas yang membedakannya dengan tipe desa yang lainnya. Kekhasan yang dimiliki oleh desa adat, khususnya Desa Adat Kuta nampak pada sistem sosial masyarakatnya. Sifat tradisional yang masih sangat menjunjung tinggi nilai-nilai komunal serta dilandaskan pada hukum adat setempat menjadikan Desa Adat Kuta memiliki tata cara pergaulan serta tradisi yang membedakannya dengan kelompok masyararakat lainnya. Sebagaimana yang tertuang dalam Perda No. 06 Tahun 1986 pada pasal 1 huruf e (dalam Dharmayuda, 2001: 17) telah dijelaskan pengertian desa adat yaitu sebagai berikut:

Desa adat sebagai desa dresta adalah kesatuan masyarakat Hukum Adat di Provinsi Daerah Tingkat I Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat Hindu secara turun-temurun dalam ikatan


(24)

2

kahyangan tiga(kahyangan desa) yang mempunyai wilayah tertentu dan harta

kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.

Berdasarkan pengertian tersebut, ada beberapa poin yang dapat dimengerti sebagai identifikasi dari desa adat, yaitu desa adat merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang ada di Provinsi Bali, desa adat memiliki kesatuan tradisi dan tata cara pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun-temurun, desa adat berada dalam ikatan kahyangan tiga, memiliki wilayah tertentu, mempunyai harta kekayaan sendiri, dan berhak mengurus rumah tangganya sendiri.

Dari poin-poin tersebut, secara garis besar desa adat dapat diidentifikasi sebagai lembaga tradisional yang bersifat religius sedangkan hal-hal yang berkenaan dengan pengelolaan wilayah, harta kekayaan dan urusan rumah tangga desa adat lainnya merupakan suatu ketentuan lain yang tidak dijelaskan sebagai ciri pokok dari desa adat tersebut. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa hal-hal diluar aspek ritual keagamaan dan adat, budaya dan tradisi adalah aspek sekunder dari peran dan fungsi desa adat.

Seiring dengan perkembangan wilayah Kuta sebagai destinasi pariwisata favorit di dunia, menjadikan peran Desa Adat Kuta turut mengalami perkembangan. Kondisi ini dikarenakan berbagai perubahan sosial yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat Kuta sebagai imbas dari perkembangan industri pariwisata. Menyikapi perubahan sosial yang terjadi (baik berupa hambatan dan peluang), Desa Adat Kuta dituntut melakukan perluasan peran untuk tetap mempertahankan eksistensinya di masyarakat, khususnya di masyarakat Desa Adat Kuta. Perluasan peran yang


(25)

3

dimaksud adalah Desa Adat Kuta sebagai sebuah lembaga tradisional yang berkembang tidak hanya melaksanakan fungsi pokok dari sebuah desa adat yang berkaitan dengan tradisi dan keagamaan, tetapi juga berperan dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di Desa Adat Kuta.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan oleh Desa Adat Kuta menjadi penting, karena sumber daya manusia merupakan faktor utama dan sentral dalam pembangunan desa adat. Oleh karenanya, desa adat perlu memberi perhatian dalam hal peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Hal tersebut perlu dilakukan, mengingat tujuan organisasi khususnya desa adat adalah untuk kepentingan bersama dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Keunggulan kompetitif suatu organiasi sangat bergantung pada inovasi, sementara inovasi sendiri sangat dipengaruhi oleh faktor motivasi dan moral kerja setiap anggota organisasi. Sikap dan moral atau mental anggota organisasi, dipengaruhi oleh kebijakan (aturan) dan kondisi di lingkungan organisasi. Dalam konteks inilah desa adat harus turut mengambil peran dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya manusianya melalui kebijakan-kebijakan yang dikelola oleh desa adat sendiri. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dilakukan oleh Desa Adat Kuta merupakan tanggapan atas perubahan sosial yang terjadi di Desa Adat Kuta.

Perluasan peran tersebut didorong oleh beberapa faktor, antara lain: (1). Berkembangnya Desa Adat Kuta menjadi daerah tujuan pariwisata favorit dunia; (2). Terjadi peralihan lahan dan transformasi mata pencaharian masyarakatnya.


(26)

4

menjadikan perekonomian setempat bertumpu pada sektor industri dan jasa, dan tidak lagi pada sektor agraris. Sehingga, perubahan yang terjadi pada mata pencaharian masyarakatnya menjadikan Desa Adat Kuta berkembang menjadi daerah perkotaan. Kondisi ini terkait dengan sumber mata pencaharian utama masyarakat dalam suatu daerah dijadikan indikator dalam menentukan status suatu daerah. Apabila sektor agraris yang menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat di daerah tersebut, maka daerah tersebut tergolong sebagai wilayah pedesaan. Sedangkan apabila sektor industri dan jasa yang menjadi sumber mata pencaharian utama dari masyarakat di daerah tersebut, maka daerah tersebut digolongkan sebagai wilayah perkotaan (Constandse dalam Sinulingga, 1999: 3); (3). Kompleksitas persaingan ekonomi dengan komposisi masyarakat yang heterogen. Hal tersebut merupakan imbas dari perkembangan industri pariwisata yang terjadi wilayah Desa Adat Kuta. Adanya perkembangan industri pariwisata yang begitu pesat tentunya memberi peluang bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Pertumbuhan industri pariwisata yang terpusat di wilayah Desa Adat Kuta menjadikan daerah ini dituju oleh orang-orang yang ingin mencari pundi-pundi rejeki dari hingar bingar pariwisata Kuta. Tentu saja, secara tidak langsung hal tersebut menjadikan wilayah Desa Adat Kuta berkembang menjadi wilayah urban dengan komposisi masyarakat yang heterogen (dengan berbagai macam etnis, agama, kepentingan dan latar belakang lainnya). Keberadaan masyarakat pendatang di wilayah Desa Adat Kuta, menjadikan berkurangnya peluang

krama Desa Adat Kuta dalam mengoptimalkan potensi ekonomi yang ada di


(27)

5

dapat mempengaruhi kondisi sosial masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan adat; (4). Adanya aset-aset Desa Adat Kuta yang harus dikelola oleh krama

yang memiliki kualitas serta kompetensi dibidangnya; (5). Keberadaan kekayaan Desa Adat Kuta yang harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemajuan dan kemakmuran krama Desa Adat Kuta.

Untuk menjawab permasalahan diatas dan sebagai upaya untuk meminimalisir potensi disfungsi pada substruktur masyarakat desa adat, secara nyata (manifest) Desa Adat Kuta melakukan perluasan peran yaitu dengan turut melaksanakan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang diwujudkan dengan beberapa kegiatan atau program. Secara latensi, pengadaan program-program kegiatan Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut dapat menunjang eksistensi Desa Adat Kuta di mata krama Desa Adat Kuta, sehingga keberadaannya tetap diakui oleh masyarakatnya. Sehingga, keberadaan Desa Adat Kuta tetap diakui oleh masyarakatnya karena memiliki kontribusi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Eksistensi tersebut kemudian menjadi “modal politik” untuk melegitimasi kekuasaan desa adat dalam mengorganisasi warganya.

Perkembangan industri pariwisata di Desa Adat Kuta tidak hanya membawa masyarakat Desa Adat Kuta pada persaingan, namun juga memberi peluang bagi Desa Adat Kuta untuk dapat mengembangkan diri. Desa Adat Kuta memanfaatkan peluang pariwisata tersebut dengan membuka pasar seni, ruko serta dikelolanya pantai Kuta dan LPD Desa Adat Kuta serta aset-aset lainnya yang memberi


(28)

6

perkembangan pariwisata di Kuta, menuntut Desa Adat Kuta untuk dapat memperluas perannya yaitu dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Diharapkan melalui perluasan peran yang dilakukan dapat meningkatkan daya saing dalam merebut peluang ekonomi di wilayahnya, serta mampu membangun desanya melalui pengembangan potensi-potensi yang dimiliki. Meskipun demikian, Desa Adat Kuta juga tidak meninggalkan fungsi utamanya dalam melaksanakan kegiatan adat dan keagamaan.

Menurut I Wayan Swarsa yang merupakan Bendesa Adat Kuta, untuk meningkatkan partisipasi Krama Adat dan menunjang eksistensinya, Desa Adat Kuta melakukan perluasan peran. Perluasan peran yang dilakukan ialah dengan menyelenggarakan kegiatan untuk mengoptimalkan potensi masyarakat Desa Adat Kuta dan mendorong pemberdayaan sumber daya manusia di Desa Adat Kuta agar masyarakatnya bisa bersaing dengan krama tamiu yang tinggal di Kuta. Peran-peran yang dilakukan antara lain mengadakan Festival Seni dan Budaya Desa Adat Kuta yang merupakan agenda tahunan dari Desa Adat Kuta. Kegiatan ini menampilkan pameran kuliner dan pasar rakyat dalam pasar khusus yang diselenggarakan dalam rangkaian Festival Seni dan Budaya Desa tersebut pasar khusus tersebut biasa disebut Pasar Majalangu oleh masyarakat Kuta. Selain itu dalam rangkaian Festival Seni dan Budaya Desa tersebut juga diadakan parade gong kebyar, kompetisi jegeg bungan

desa, pameran seni dan potensi lainnya guna menunjukkan dan mengembangkan

potensi yang ada pada Masyarakat Desa Adat Kuta. Upaya tersebut dapat terwujud dengan adanya kualitas sumber daya manusia yang kreatif dan inovatif. Selain itu,


(29)

7

Desa Adat Kuta juga mengembangkan aset-aset desa adat yang pada akhirnya juga diperuntukkan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia di Desa Adat Kuta. (wawancara tanggal 20 November 2014).

Ihwal perubahan sosial yang terjadi hingga mendorong Desa Adat Kuta untuk melakukan perluasan peran tersebut merupakan suatu fenomena yang menarik untuk diteliti. Pada penelitian ini diamati bagaimana sebuah desa adat sebagai organisasi kemasyarakatan yang bersifat tradisional dapat menunjukkan eksistensinya pada komunitas masyarakat urban yang rentan terhadap perubahan serta senantiasa melaju kencang kearah modernisasi. Dalam kompleksitas ruang antara tradisi dengan modernitas, Desa Adat Kuta dihadapkan pada kondisi yang dilematis antara melakoni peran sesuai dengan kuna, kula dan desa dresta sehingga tradisi, moral dan ahlak

krama adat tetap ajeg (sebagaimana jargon yang sering diwacanakan oleh berbagai

golongan intelektual Bali), atau menyelaraskan peran desa adat dengan realita kondisi masyarakat di era modern dengan melakukan perluasan peran. Berkaitan dengan hal tersebut, Tantra (2014: 37) mengatakan bahwa desa adat seharusnya memiliki arah perkembangan yang semakin cerdas. Segala perubahannya harus bergerak maju dan berkembang secara kreatif walaupun pelan. Desa adat tidak seharusnya mengalami kemunduran ke zaman kegelapan (dark age). Kuna, kula dan desa dresta dapat saja dijadikan sebagai acuan dalam menghadapi permasalahan, namun ketiganya bukan satu-satunya pendekatan. Desa adat juga harus memperhatikan perkembangan budaya dan perubahan sosial yang terjadi sehingga menjadi sebuah jalan tengah bagi


(30)

8

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1.2.1 Faktor-faktor apa yang mendorong Desa Adat Kuta untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Kuta?

1.2.2 Bagaimana peran Desa Adat Kuta dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Kuta?

1.2.3 Bagaimana dampak peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia bagi kehidupan masyarakat?

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimana peran desa adat sebagai organisasi kesatuan hukum adat dalam era modern dan global ini berperan dalam mengelola sumber daya manusia di perkotaan sehingga keberadaannya tetap diakui dimata masyarakat.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:

1. Memahami dan mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang mendorong Desa Adat Kuta untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

2. Memahami dan mendeskripsikan peran Desa Adat Kuta dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.


(31)

9

3. Memahami dan mendeskripsikan dampak dari adanya peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia terhadap kehidupan masyarakat.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat diantaranya:

1. Dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam ruang lingkup sosiologi perkotaan, dalam perspektif adat dan budaya.

2. Dapat dijadikan tolok ukur bagi penelitian sejenis. 1.4.2 Manfaat Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah, Desa Adat Kuta dan desa adat lainnya dalam pemberdayaan dan peningkatan kualitas SDM.

2. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada Krama

Adat Kuta dan masyarakat adat Bali pada umumnya tentang peran-peran strategis yang dapat dilakukan desa adat untuk mensejahterakan masyarakatnya.


(32)

10

3. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan untuk melihat bagaimana desa adat dapat berperan dalam era global dan modern serta dalam hiruk pikuk dunia pariwisata yang dapat mengancam eksistensi desa adat.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

Beberapa penelitian sebelumnya telah mengulas mengenai peran desa adat dalam era global. Salah satunya adalah penelitian Darmadi (2011) yang berjudul “Representasi Budaya Masyarakat Lokal dan Politik Identitas Desa Adat Kuta dalam Postkolonialitas Kawasan Industri Pariwisata”. Penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana representasi budaya masyarakat lokal di Kuta (yang juga di dalamnya menyangkut tentang Desa Adat, sebab Desa Adat juga merupakan representasi dari budaya masyarakat lokal di Kuta) yang berjuang untuk menghadirkan kembali posisi dan peranan masyarakat lokal yang didominasi ruang turistik global. Diterangkan juga oleh Darmadi bahwa Kuta merupakan kawasan turistik dan bagian dari destinasi pariwisata global. Adanya fakta tersebut menjadikan realitas kehidupan masyarakat lokal dan penduduk asli dalam situasi terdominasi dan terjajah secara ekonomi dan budaya. Keberadaan desa adat menjadi suatu barikade dan wadah advokasi bagi permasalahan tadi.

Penelitian ini memberi gambaran bahwa politik identitas desa adat dipandang wajar sebagai penggerak dinamis dalam representasi masyarakat lokal dan formasi identitas manusia global. Adanya penyesuaian antara nilai budaya tradisional dan budaya turistik global, merupakan wujud adaptasi masyarakat lokal terhadap pertumbuhan industri pariwisata di Kuta, yang disambut dengan politik identitas dan


(34)

12

ekonomi politik desa adat. Teori postkolonial digunakan sebagai pisau analisis dan juga sebagai bahan untuk mengkonstruksi konsep penelitian. Selain itu, hasil penelitian ini juga menyarankan agar masyarakat lokal khususnya krama desa adat agar dapat mengelola potensi desa di dalam kawasan wisata. Saran lainnya yaitu bahwa seluruh penentu kebijakan bersama masyarakat lokal khususnya desa adat setempat patut melakukan advokasi budaya dan emansipasi masyarakat lokal kawasan wisata Kuta sebagai wujud langkah nyata dalam membantu dan memberdayakan masyarakat lokal sebagai tuan rumah yang bermartabat.

Permasalahan yang diangkat oleh Darmadi dalam thesisnya yang berjudul “Representasi Budaya Masyarakat Lokal dan Politik Identitas Desa Adat Kuta dalam Postkolonialitas kawasan Industri Pariwisata” sesungguhnya hampir serupa dengan penelitian skripsi yang diangkat oleh penulis yang membahas bagaimana suatu sistem kemasyarakatan di Bali yang bernama desa adat ketika dihadapkan dengan modernisasi dan globalisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Darmadi juga sama-sama mengangkat Desa Adat Kuta sebagai lokasi penelitian. Penelitian yang dilakukan Darmadi juga sama-sama membahas mengenai peran Desa Adat Kuta dalam mengadvokasi kepentingan masyarakat lokal.

Yang menjadi pembeda antara penelitian yang dilakukan oleh Darmadi dan penulis adalah penelitian Darmadi lebih menekankan kepada bagaimana sebuah kearifan lokal dapat berperan dalam memberdayakan masyarakat lokal, sehingga eksistensi masyarakat lokal tidak tergerus oleh arus globalisasi dan dominasi kawasan turistik komersial kapitalistik yang berwujud industri pariwisata. Desa adat kemudian


(35)

13

dilihat sebagai salah satu representasi dari budaya masyarakat lokal yang mewadahi dan mengadvokasi kepentingan dan potensi masyarakat lokal sehingga eksistensi dan martabat masyarakat lokal dalam kedigjayaan ekonomi, sosial, politik dan budaya dapat terjaga. Sedangkan penulis dalam skripsi ini membahas bagaimana Desa Adat Kuta melakukan perluasan peran untuk menjaga eksistensinya dimata masyarakat adat dengan menunjang kebutuhannya dalam hal sosial dan ekonomi.

Penelitian berikutnya adalah penelitian dari Bao (2012), yang berjudul “Kritik Jurnal: Kuatnya Kekuasaan Ondoafi di Tengah Masyarakat Urban”. Penelitian ini menjelaskan tentang studi mengenai kekuasaan garis keturunan Ondoafi di kota Jayapura, Papua. Pada konteks lokal, di Papua pada umumnya dan di kota Jayapura pada khususnya terdapat stratifikasi sosial yang beragam. Strata tertinggi ditempati oleh kaum Ondoafi. Ondoafi merupakan pemegang garis keturunan yang ditarik dari melalui garis lurus dari pendiri kampong dan anak laki-laki sulung Ondoafi

sebelumnya. Penelitian ini berbicara mengenai bagaimana Ondoafi ini mengaktualisasikan modal kekuasaannya dalam konteks perubahan masyarakat dan bagaimana Ondoafi merawat modal kekuasaannya agar tetap kuat ditengah masyarakat urban. Penelitian ini juga menjelaskan fenomena globalisasi membawa pengaruh terhadap modernisasi masyarakat perkotaan, sehingga dengan begitu, masyarakat Ondoafi tersebut harus dapat beradaptasi dengan arus modernisasi dan globalisasi tersebut. Namun, adaptasi terhadap modernisasi dalam penelitian tersebut dibatasi dalam konteks adaptasi terhadap masyarakat urban.


(36)

14

Perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Bao dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis ini adalah terletak pada lokasi penelitian dan subjek dalam penelitiannya. Apabila dalam penelitian Bao menggunakan kaum Ondoafi dan masyarakat urban sebagai subjek, maka dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis ini menggunakan Desa Adat Kuta dan masyarakat di daerah perkotaan sebagai subjek penelitiannya.

Selain dua penelitian diatas, terdapat juga sebuah studi kritik tentang kebudayaan politik di Bali yang ditulis oleh Suryawan (2012) dalam sebuah buku yang berjudul Sisi Dibalik Bali, Politik Identitas, Kekerasan dan Interkoneksi Global. Buku tersebut membahas mengenai kompleksitas persoalan yang terjadi akibat adanya kebersinggungan Bali dengan berbagai faktor regional, global, dan interkoneksi sejarah, politik, budaya, industri pariwisata dan aspek lainnya.

Secara garis besar buku tersebut mengulas mengenai dilema kehidupan masyarakat Bali yang disatu sisi (dengan politik identitas lokalnya) didorong untuk mempertahankan kultur yang telah dikonstruksi bagi kemolekan citranya demi industri pariwisata. Namun disisi lain dengan adanya fenomena globalisasi, masyarakat Bali juga pada akhirnya bergerak menuju modernitas yang mana pariwisata menjadi salah satu faktor pendorong modernitas ini.

Proses pembangunan industri pariwisata ini melahirkan kelas menengah urban (yang oleh Suryawan disebut juga sebagai Kelompok Elite) yang memiliki banyak identitas. Kelompok elite ini seolah-olah memanfaatkan kebudayaan Bali sebagai pilar dalam pembangunan industri pariwisata. Dalam konteks wacana politik


(37)

15

kebudayaan dan pembangunan industri pariwisata, energi, pikiran dan semua kemampuan rakyat Bali dimobilisasi untuk berdebat dalam wacana pelestarian budaya. Didukung sponsor negara dengan apparatus dan modalnya, wacana tentang pelestarian budaya menjadi peluang bagi para akademisi, budayawan, politisi, hingga tokoh masyarakat untuk mewacanakan pencanggihan pelestarian budaya. Gula-gulanya adalah siasat manusia untuk mencari akses ekonomi politik dibawah koor

pelestarian budaya.

Ada beberapa hal yang mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam ulasan permasalahan pada buku tersebut, yakni perihal adanya transformasi dari masyarakat tradisional ke modern (dilihat dari adanya transformasi mata pencaharian), dari masyarakat pedesaan yang bertransformasi menuju masyarakat perkotaan. Selain itu, peran masyarakat urban juga dibahas sebagai suatu golongan masyarakat yang turut mengambil peran dalam pemeliharaan citra originalitas Bali melalui tindakan pelestarian budaya.

Perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adah bahwa penelitian tersebut mengeksplorasi tentang segala aspek kebudayaan Bali yang dieksploitasi untuk kepentingan kapitalis. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih menitikberatkan pada bagaimana peran lembaga tradisional yaitu desa adat dalam mengelola sumber daya manusia dan bagaimana nantinya sumber daya manusia ini dapat bersaing pada masyarakat yang multi identitas itu.


(38)

16

2.2 Kerangka Konsep 2.2.1 Peran Desa Adat Kuta

Peranan merupakan sekumpulan harapan yang dimiliki oleh seseorang yang berstatus sebagai anggota atau menjadi bagian dari suatu sistem sosial berkenaan dengan hierarki dan hak-hak atau kekuasaan yang akan dinikmatinya dengan menjadi anggota dari suatu organiasi atau sistem tersebut, lalu apa yang dilakukan orang (anggota) tersebut untuk menanggapinya (Pareek, 1985: 1). Lebih lanjut dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer disebutkan hal yang senada dengan

pengertian dari Pareek bahwa peran adalah sesuatu yang diharapkan dimiliki oleh seseorang yang memiliki kedudukan dalam masyarakat (Salim, 1991: 1408).

Seseorang yang memiliki jabatan atau status dalam suatu sistem tentunya mendambakan hak-hak dan keuntungan dari sistem tersebut. Untuk mendapatkan hak-haknya itu, maka seseorang harus melakukan aksi dan tindakan sebagai tanggapan terhadap harapan dan dambaan dari para anggota maupun dirinya sendiri sesuai dengan fungsi dan kedudukannya dalam sistem tersebut. Secara sederhana, peran dapat didefinisikan sebagai aksi-aksi atau tindakan untuk merealisasikan harapan-harapan dan cara mendapatkan hak-hak tertentu sesuai dengan tupoksi dari struktur yang menjadi bagian dari sebuah sistem sosial.

Menurut Pareek (1985: 3), tiap peranan mempunyai sistem dan dalam sistem ini subjek peranan terdiri dari pemegang peranan dan mereka yang mempunyai hubungan langsung dengan pemegang peranan itu. Pihak yang dikategorikan mempunyai hubungan langsung dengan pemegang peranan selanjutnya mengirimkan


(39)

17

harapan-harapan pada peranan itu. Si pemegang peranan juga mempunyai berbagai harapan dari perananya, dan dalam pengertian itu si pemegang peranan juga seorang pengirim peranan.

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa peran yang nampak di dalam struktur masyarakat Desa Adat Kuta, antara lain Prajuru, Krama Adat, dan Krama Tamiu.

Prajuru merupakan pengurus desa adat yang dipilih secara demokratis melalui

paruman (sidang utama desa). Struktur prajuru di Desa Adat Kuta terdiri dari

Bendesa sebagai kepala desa adat, kemudian yang bertindak sebagai wakil bendesa

sekaligus mengepalai bidang-bidang di Desa Adat Kuta yang disebut sebagai

Pangliman. Pangliman terdiri dari pangliman pawongan yang membidangi urusan

kependudukan, pangliman palemahan yang membidangi urusan lingkungan serta

pangliman parhyangan yang membidangi urusan keagamaan. Urutan berikutnya

dalam struktur prajuru desa adat adalah petegen (bendahara) dan penyarikan

(sekretaris). Sebagai staf yang melaksanakan tugas di lapangan dalam bidang-bidang terdapat pesayahan yang berada di bawah koordinasi dengan pangliman. Oleh karenanya, pesayahan terdiri dari pesayahan pawongan, pasayahan palemahan dan

pasayahan parhyangan. Peran lainnya yang ada dalam struktur masyarakat Desa

Adat Kuta adalah Krama Adat. Dalam awig-awig Desa Adat Kuta pada Sarga III,

Palet I, Pawos 4, nomor (1) dan (2) (Awig-awig Desa Adat Kuta, 1992: 2) disebutkan

sebagai berikut:

“(1). Sane kabawos Krama Desa inggih punika kulawarga Agama Hindu,


(40)

18

(2). Sejaba punika kabawos tamiu”.

Artinya:

“(1). Yang disebut sebagai Krama Desa yaitu orang yang beragama Hindu, telah menjadi anggota banjar adat (suka duka), dan menyungsung (Pura)

Kahyangan Tiga Desa Adat Kuta;

(2). Diluar itu disebut pendatang”.

Jadi, sesuai dengan awig-awig Desa Adat Kuta yang dimaksud krama adat

adalah warga yang beragama Hindu, menyungsung Pura Kahyangan Tiga di Desa Adat Kuta, dan menjadi anggota banjar adat (suka-duka). Sementara yang disebut

krama tamiu adalah warga pendatang yang menetap di Desa Adat Kuta, yang tidak

termasuk sebagai penyungsung Pura Kahyangan Tiga Desa Adat Kuta dan tidak tercatat sebagai anggota banjar adat di Desa Adat Kuta. Peran-peran tersebut merupakan bagian yang mendukung struktur sosial dari Desa Adat Kuta. Namun berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas adat dan keagamaan serta kegiatan-kegiatan desa adat lainnya, peran prajuru desa dan krama adat menjadi faktor utama yang mendukung pelaksanaan program-program yang disusun oleh Desa Adat Kuta.

Menurut Katz dan Kahn (dalam Pareek, 1985: 3), organisasi dalam hal ini adalah suatu sistem peran yang mewadahi dan memberi ruang bagi pemegang peran dan pengirim peranan untuk memenuhi segala harapan-harapan dan hak-haknya dalam organisasi atau sistem itu. Sehingga merujuk pada pernyataan Katz dan Kahn, peran tidak dapat dipisahkan dari kaitannya dengan organisasi. Oleh karena itu organisasi juga memiliki andil besar dalam merealisasikan harapan dan hak-hak anggotanya. Organisasi merupakan bentuk akumulatif dari individu-individu dalam


(41)

19

masyarakat yang menghimpun diri dan menjadi sebuah kesatuan masyarakat yang legal dan diakui (paling tidak oleh anggota organiasi yang bersangkutan). Oleh karena organisasi merupakan bentuk akumulatif dari individu dalam masyarakat yang bersifat legal, maka organiasasi dalam pendiriannya juga memiliki hak-hak dan harapan-harapan yang ingin dipenuhi dan melakukan rangkaian aksi dan tindakan untuk mewujudkan harapan itu. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa organisasi juga berperan, dalam arti juga menjadi subjek peran itu sendiri ketika organisasi tersebut ingin memenuhi harapan dan tujuannya.

Desa Adat merupakan suatu daerah dimana masyarakat yang bersangkutan lahir serta beraktivitas dan melakukan kegiatan ataupun kebiasaan-kebiasaan yang dilangsungkan secara turun temurun oleh masyarakat yang bersangkutan sesuai dengan desa kala patra-nya masing-masing.

Fungsi utama dari desa adat ini adalah untuk memelihara, menegakkan dan memupuk adat istiadat yang berlaku di desa adatnya dan segala tradisi yang diwarisi secara turun-temurun dari leluhur mereka. Untuk mengantisipasi agar tidak terjadi pengingkaran terhadap fungsi utama dari desa adat ini, maka secara lebih rinci fungsi desa adat dikodifikasikan menjadi lebih spesifik yaitu untuk mengatur kehidupan peguyuban dari warga desanya dalam hubungan dengan unsur-unsur yang menjadikan desa tersebut dikategorikan sebagai desa adat, yaitu unsur warganya yang disebut sebagai pawongan, unsur wilayah desa yang disebut sebagai palemahan dan unsur tempat-tempat pemujaan bagi warganya yang dinamakan dengan istilah


(42)

20

Hita Karana. Berdasarkan fungsinya itu, diprogramkanlah tugas-tugas desa adat yang

dituangkan ke dalam awig-awig desa adat, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis (Surpha, 1993: 13).

Sesuai dengan Peraturan Daerah tentang Desa Adat (Perda No. 06/1986) ditegaskan bahwa desa adat Bali merupakan kesatuan hukum masyarakat hukum adat yang bersifat sosial keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Dari kedudukan gandanya tersebut, ,kemudian desa adat ditentukan fungsi dan perannya dalam perda tersebut sebagai berikut:

1. Membantu pemerintah, Pemerintah daerah dan Pemerintah desa/ Pemerintahan kelurahan dalam kelancaran dan pelaksanaan pembangunan disegala bidang terutama dibidang keagamaan, kebudayaan dan kemasyarakatan;

2. Melaksanakan hukum adat dan istiadat dalam desa adat;

3. Memberikan kedudukan hukum adat terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan hubungan sosial keperdataan dan keagamaan;

4. Membina dan mengembangkan nilai-nilai adat Bali dalam rangka memperkaya, melestarikan dan mengembangkan Kebudayaan Nasional pada umumnya dan Kebudayaan Bali pada khususnya, berdasarkan paras paros

salunglung sabayantaka/ musyawarah untuk mufakat;

5. Menjaga, memelihara dan memanfaatkan kekayaan desa adat untuk kesejahteraan masyarakat desa adat.

Berdasarkan informasi yang didapat penulis dari Bapak I Wayan Swarsa (Bendesa Adat Kuta), bahwa Penyebutan desa adat di provinsi Bali memiliki perbedaan istilah pada masing-masing daerahnya. Hal tersebut mengacu pada kebijakan dari masing-masing desa adat untuk menentukan istilah penyebutan desa adatnya. Beberapa desa adat (secara terintegrasi melalui Majelis Madya Desa Pakraman) memilih menggunakan istilah Desa Pakraman untuk menyebut istilah desa adatnya. Sedangkan Desa Adat Kuta sama halnya dengan sebagian besar desa adat


(43)

se-21

Kabupaten Badung, tetap menggunakan istilah desa adat (Wawancara tanggal 20 November 2014).

Dalam penjabaran konsep pada penelitian ini penulis menjabarkan tentang bagaimana Desa Adat Kuta berperan sebagai suatu organisasi masyarakat, sebagai wadah bagi pemangku kepentingan untuk mewujudkan harapan-harapan kolektif dari masyarakat adat Kuta dan sebagai suatu sistem peran.

Desa Adat Kuta merupakan salah satu desa adat yang ada di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali. Desa Adat Kuta ini memiliki keunikan karena selain menjalankan peranan dan fungsi sebagai mana desa adat pada umumnya yang berperan dalam mengorganisir pelaksanaan upacara adat dan keagamaan secara tradisi, Desa Adat Kuta juga melakukan beberapa peran lain diantaranya peningkatan terhadap kualitas sumber daya manusia, memberdayakan aset-aset desa sebagai sumber pendapatan utama desa sehingga desa adat menjadi berdikari secara ekonomi.

Jadi berdasarkan konsep-konsep tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa konsep peran Desa Adat Kuta adalah aksi-aksi ataupun tindakan untuk merealisasikan harapan-harapan dan cara mendapatkan hak-hak tertentu sesuai dengan tupoksi atau fungsi dari sebuah kesatuan masyarakat adat di Kuta yang disebut Desa Adat Kuta.

2.2.2 Peningkatan Kualitas

Menurut Hornby (1995: 598), peningkatan adalah suatu tindakan atau proses dalam memperbaiki atau dierbaiki, dimana terjadi suatu proses penambahan atau perubahan nilai kearah yang lebih baik dari suatu objek yang dimaksud.


(44)

22

Kualitas adalah standar yang dimiliki oleh suatu objek, yang mana ketika dibandingkan dengan objek yang memiliki sifat yang sama maka objek tersebut akan menunjukkan nilai lebih baik atau lebih buruk (Hornby, 1995: 950).

Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan kualitas merupakan suatu proses dalam menaikkan derajat, nilai atau standar dari suatu objek kearah yang lebih baik. Penambahan nilai tersebut dapat diindentifikasi dengan cara membandingkan objek tersebut dengan objek lain yang memiliki kesamaan sifat.

2.2.3 Sumber Daya Manusia

Menurut Istijanto (2005: 1), sumber daya Manusia (SDM) adalah aset organisasi yang hidup dan bernafas disamping aset-aset lain yang tidak bernafas seperti gedung, mesin, barang-barang, dan sebagainya. Keunikan dari aset SDM ini adalah mensyaratkan pengelolaan yang berbeda dengan aset lainnya, sebab aset ini memiliki pikiran, perasaan dan perilaku. Oleh karenanya perlu dirancang suatu mekanisme pengelolaan sumber daya manusia yang biasa disebut sebagai manajemen sumber daya manusia.

Menurut Bhartos (2001: 1), manenjemen sumber daya manusia mencakup masalah-masalah yang berkaitan dengan pembinaan, penggunaan dan perlindungan sumber-sumber daya manusia. Selain itu, Sunarto (2004: 1) juga menyatakan manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai pendekatan strategik dan koheren untuk mengelola aset paling berharga milik organisasi (masyarakat),


(45)

23

orang-orang yang bekerja dalam organisasi (baik secara individu maupun kolektif), memberikan sumbangan untuk mencapai sasaran organisasi.

Untuk memahami pengertian Sumber Daya Manusia, Nawawi (dalam Makmur, 2007: 58) menyatakan sebagai berikut.

Pengertian SDM perlu dibedakan antara pengertiannya secara makro dan mikro. Pengertian SDM secara makro adalah semua manusia sebagai penduduk atau warga negara suatu negara atau dalam batas wilayah tertentu yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang sudah maupun yang belum memperoleh pekerjaan (lapangan kerja). SDM dalam arti mikro secara sederhana adalah manusia atau orang yang bekerja atau menjadi anggota suatu organisasi yang disebut personil, pegawai, karyawan, pekerja, tenaga kerja dan lain-lain.

Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat dikatakan bahwa sumber daya manusia (SDM) sebagaimana diuraikan diatas perlu dibedakan menurut konteks kedudukan dan wilayah keberadaan manusianya. Dengan pembedaan tersebut maka kita dapat lebih mudah mempelajari hal-hal yang terkait dengan sumber daya manusia ini.

Apabila mengacu pada pembedaan yang dinyatakan Nawawi tersebut, maka yang dibahas pada penelitian ini adalah SDM Mikro yaitu manusia atau orang yang bekerja atau menjadi anggota suatu organisasi yang disebut personil, pegawai, karyawan, pekerja, tenaga kerja, dan lain-lain. Dalam perspektif penulis, sumber daya manusia yang dikelola oleh desa adat dalam hal ini tidak hanya orang-orang yang memasuki usia angkatan kerja, namun dalam realitasnya, penulis banyak menemukan bahwa anak-anak usia 15 tahun kebawahpun banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan adat meskipun porsi tugas dan tanggung jawabnya kecil.


(46)

24

Pada perspektif SDM mikro, semua elemen masyarakat dipandang memiliki peluang untuk diberdayakan kemampuannya. Namun karena terdapat penggolongan-penggolongan dalam masyarakat menyangkut usia, pekerjaan, keterampilan, agama, wilayah dan lain-lain, maka untuk dapat mengelola sumber daya manusia dalam masyarakat yang demikian diperlukan manajemen SDM yang baik. Menurut Rachmawati (2008: 4), keberadaan sumber daya manusia juga mempunyai efek yang lebih besar dibandingkan dengan sumber daya yang lain bagi perkembangan dan kesuksesan organisasi dimasa mendatang.

Sumber daya manusia menjadi faktor penting dan sentral dalam sebuah organisasi. Apapun bentuk dan tujuannya, organisasi dibuat dengan visi untuk kepentingan bersama dan dalam pelaksanaan misinya akan dikelola oleh manusia. Jadi manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan organisasi. Keunggulan kompetitif suatu organiasi sangat bergantung pada inovasi. Inovasi sendiri sangat dipengaruhi oleh faktor motivasi dan moral kerja setiap personil organisasinya. Sikap dan moral atau mental personil organisasi merupakan hasil dari pembentukan kebijakan dan praktik lingkungan manajemen.

2.3 Landasan Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Sistem Tindakan

(action system) dari Talcott Parsons. Teori sistem tindakan ini digunakan dalam

menganalisis peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia di Desa Adat Kuta. Teori sistem tindakan merupakan teori yang melihat tindakan


(47)

25

individu sebagai dasar dalam melakukan analisa sosiologis. Inti pemikiran dari Parsons dalam teori ini adalah bahwa: (1). Setiap tindakan mengarah pada suatu tujuan (setiap tindakan memiliki tujuan); (2). Tindakan terjadi dalam suatu situasi, dimana beberapa elemennya sudah pasti, sedangkan elemen-elemen lainnya digunakan oleh yang bertindak (aktor) sebagai alat untuk mencapai tujuan yang dimaksud; dan (3). Secara normatif, tindakan tersebut diatur sehubungan dengan penentuan alat dan tujuan (Johnson, 1986: 106).

Berdasarkan uraian tersebut, secara singkat dapat dikatakan bahwa tindakan dilihat sebagai satuan realitas sosial yang paling kecil dan fundamental. Komponen-komponen dasar dari satuan tindakan adalah tujuan, alat, kondisi dan norma. Apabila mengacu pada konteks peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, dapat dilihat bahwa peran berkorelasi dengan tindakan. Sebagaimana diungkapkan oleh Pareek (1985: 1), bahwa peran merupakan aksi-aksi atau tindakan untuk merealisasikan harapan-harapan dari seseorang yang menjadi bagian dari suatu sistem sosial.

Peran-peran yang dilakukan oleh Desa Adat Kuta memiliki tujuan yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan menunjukkan eksistensi desa adat di mata krama Desa Adat Kuta. Peran-peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia memiliki elemen-elemen sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan dari peran tersebut. Elemen-elemen tersebut ditunjukan dengan adanya standar norma yang berlaku di Desa Adat Kuta serta digelarnya acara-acara


(48)

26

dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat Desa Adat Kuta. Desa Adat Kuta membentuk sebuah sistem dimana setiap lembaga dan pengelolaan acara seremonial

(event) dilaksanakan secara terkoordinasi dengan Desa Adat Kuta. Segala peran yang

dilakukan dikorelasikan dengan tujuan yang ingin dicapai.

Teori sistem tindakan yang dikemukakan oleh Parsons diterjemahkan ke dalam empat konsep, dimana dalam menganalisis peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, konsep-konsep tersebut akan dijadikan sebagai perangkat analisis. Keempat konsep tersebut antara lain organisme perilaku, sistem kultural, sistem sosial dan sistem kepribadian.

Konsep-konsep dari teori sistem tidakan tersebut diaplikasikan dalam menganalisis fungsi dan peran dari berbagai bagian dalam struktur masyarakat, bagaimana bagian-bagian dalam struktur ini berhubungan, kemudian bagaimana proses yang terjadi ketika interaksi antar aktor dalam struktur ini terjadi. Teori sistem tindakan ini merupakan turunan dari teori struktural fungsional yang dikemukakan oleh Parsons. Dalam teori sistem tindakan ini, Parsons (dalam Ritzer & Goodman, 2012: 123), juga menjawab permasalahan dalam fungsionalisme struktural (yang kemudian menjadi sintesa yang menyebabkan lahirnya teori sistem tindakan), dengan asumsi sebagai berikut:

1. Sistem memiliki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung,

2. Sistem cenderung bergerak kearah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan,

3. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur, 4. Sifat dasar bagian suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk


(49)

27

5. Sistem memelihara batas-batas dengan lingkungannya,

6. Alokasi dan integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan untuk memelihara keseimbangan sistem,

7. Sistem cenderung menuju kearah pemeliharaan keseimbangan diri yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-bagian dengan keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang berbeda-beda dan mengendalikan kecenderungan untuk merubah sistem dari dalam.

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa analisis teori sistem tindakan ini mengarah pada keteraturan pola, perubahan sosial serta peran-peran aktor dalam sistem. Selain itu, menurut Parsons (dalam Poloma, 2007: 169), fokus teori sistem tindakan lebih mengarah pada konsep tindakan rasional yaitu untuk mencapai tujuan atau sasaran (organisasi atau kepemimpinan) dengan sarana-sarana yang paling tepat (kepemimpinan yang berbobot atau kualitas sumber daya personil organisasi). Berdasarkan hal tersebut, Parson mengemukakan beberapa konsep yang terjadi dalam sebuah lingkungan masyarakat dalam teori sistem tindakan ini. Konsep tersebut terdiri dari organisme perilaku (organisme behavioral), sistem kultural, sistem sosial dan sistem tindakan.

Organisme perilaku merupakan salah satu bentuk sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi yang dilakukan dengan menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal individu ataupun mengubah lingkungan eksternal untuk disesuaikan dengan kebutuhan serta kepribadian individu. Analisis konsep organisme perilaku ini dalam peran Desa Adat Kuta pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia ditunjukkan pada beberapa peran Desa Adat Kuta yaitu dalam pelaksanaan kompetisi Jegeg Bungan Desa dan penerbitan Majalah “Kuta Kita”.


(50)

28

Kedua peran Desa Adat Kuta tersebut berupaya untuk mempengaruhi masyarakat Desa Adat Kuta (lingkungan eksternal) dari Desa Adat Kuta (aktor) sehingga masyarakat termotivasi untuk menyelaraskan diri dengan sistem yang terbangun yaitu dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya.

Konsep berikutnya adalah sistem kultural yaitu sistem tindakan yang dikonstruksi dengan seperangkat norma-norma dan nilai yang diaplikasikan pada aktor sehingga para aktor termotivasi untuk bertindak sesuai dengan nilai dan norma yang telah diciptakan. Konsep ini diaplikasikan dalam peran Desa Adat Kuta dalam Festival Seni dan Budaya Desa, lomba ogoh-ogoh, parade gong kebyar anak-anak, penyelenggaraan Pasar Majelangu serta memfasilitasi kegiatan berkesenian di Desa Adat Kuta.

Sistem sosial merupakan suatu sistem tindakan yang dibentuk dari sejumlah aktor-aktor individual yang saling berinteraksi dalam suatu lingkungan fisik untuk mengoptimalkan kepuasan dari aktor-aktor yang terlibat. Pengoptimalan tersebut tidak terlepas dari status dan peran aktor dalam suatu kultur. Di desa Adat Kuta, dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai salah satu bentuk tujuan yang ingin dicapai, tidak terlepas dari status dan peran aktor dalam sistem lembaga Desa Adat Kuta. Salah satu status dan peran aktor-aktor tersebut terwujud dalam LPD sebagai lembaga yang membantu masyarakat dalam memberikan pinjaman pada masyarakat untuk membantu perekonomian masyarakat. Selain pengelolaan LPD, operasionalisasi konsep sistem sosial juga dilakukan pada peran Desa Adat Kuta


(51)

29

dalam penyelenggaraan Pasar Majelangu, pengelolaan aset-aset dan kekayaan milik Desa Adat Kuta.

Sistem kepribadian merupkan suatu bentuk sistem tindakan yang muncul dengan membentuk konstruksi tujuan dari sebuah sistem sehingga aktor dengan segala sumber daya yang ada termobilisasi untuk mencapai tujuan dari sistem tersebut. Dalam peran Desa Adat Kuta yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, konsep ini ditunjukkan dalam kompetisi jegeg bungan desa serta memfasilitasi kegiatan berolah raga di Desa Adat Kuta.


(52)

30

2.4 Model Penelitian

Bagan 3.1. Model Penelitian

Keterangan :

= Mempengaruhi / membentuk secara langsung atau nyata = Hubungan atau relasi saling mempengaruhi secara langsung = Mempengaruhi / membentuk secara tidak langsung

Desa Adat

Kuta

Peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya

manusia Pengorganisasian kegiatan

adat dan keagamaan

Modernisasi, urbanisasi dan transformasi mata pencaharian

dari sektor agraris ke industri dan jasa

Faktor – faktor pendorong Desa Adat Kuta untuk melakukan peningkatan

kualitas SDM

Pengaruh peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan

kualitas SDM bagi kehidupan masyarakat Peningkatan kualitas SDM, Pengembangan aset-aset desa adat

sehingga bisa memberikan keuntungan materiil untuk desa

adat

Kewajiban untuk menjalankan tradisi, mempertahankan kearifan lokal dan warisan

budaya leluhur


(53)

31

Penjelasan Model:

Berdasarkan model penelitian tersebut, dapat dijelaskan bahwa peran Desa Adat Kuta muncul karena dorongan beberapa faktor. Disatu sisi peran Desa Adat Kuta muncul karena adanya kewajiban untuk menjalankan tradisi, tuntutan untuk menjalankan dan mempertahankan kearifan lokal serta warisan budaya leluhur. Disisi lain, adanya perkembangan zaman yang ditunjukkan dengan adanya urbanisasi, modernisasi dan adanya transformasi mata pencaharian dari warga Desa Adat Kuta. Kedua faktor tersebut mendorong Desa Adat Kuta untuk menjalankan peran sesuai dengan fungsi idealnya dan juga melakukan perluasan peran karena adanya perkembangan-perkembangan yang terjadi di Desa Adat Kuta. Fungsi ideal dari desa adat adalah mengorganisasi kegiatan adat dan keagamaan sebagaimana tradisi dan corak dari peran desa adat pada umumnya. Disisi lain, perluasan peran yang dilakukan oleh Desa Adat Kuta ditunjukkan dengan adanya upaya untuk meningkatkan kualitas SDM dan mengembangkan aset-aset Desa Adat Kuta sehingga memberi keuntungan materiil bagi Desa Adat Kuta. Peran-peran yang muncul dari dorongan faktor-faktor tersebut (baik dari perspektif tradisi maupun perkembangan zaman) secara langsung mempengaruhi dan mengkonstruksi citra serta identitas Desa Adat Kuta sebagaimana keberadaannya yang dikenal saat ini.

Peran-peran Desa Adat Kuta (baik yang ideal maupun mengenai perluasan peran) dapat diamati dan diteliti melalui pembahasan tiga rumusan permasalahan, antara lain: (1). Faktor-faktor yang mendorong Desa Adat Kuta untuk meningkatkan


(54)

32

kualitas sumber daya manusia; (3). Dampak Peran Desa Adat Kuta dalam Peningkatan Kualitas sumber daya manusia bagi kehidupan masyarakat. Berdasarkan penjabaran dari ketiga rumusan masalah tersebut, maka dapat diamati seperti apa peran-peran dari citra dan identitas Desa Adat Kuta saat ini mempengaruhi eksistensi Desa Adat Kuta.


(1)

5. Sistem memelihara batas-batas dengan lingkungannya,

6. Alokasi dan integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan untuk memelihara keseimbangan sistem,

7. Sistem cenderung menuju kearah pemeliharaan keseimbangan diri yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-bagian dengan keseluruhan sistem, mengendalikan lingkungan yang berbeda-beda dan mengendalikan kecenderungan untuk merubah sistem dari dalam.

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa analisis teori sistem tindakan ini mengarah pada keteraturan pola, perubahan sosial serta peran-peran aktor dalam sistem. Selain itu, menurut Parsons (dalam Poloma, 2007: 169), fokus teori sistem tindakan lebih mengarah pada konsep tindakan rasional yaitu untuk mencapai tujuan atau sasaran (organisasi atau kepemimpinan) dengan sarana-sarana yang paling tepat (kepemimpinan yang berbobot atau kualitas sumber daya personil organisasi). Berdasarkan hal tersebut, Parson mengemukakan beberapa konsep yang terjadi dalam sebuah lingkungan masyarakat dalam teori sistem tindakan ini. Konsep tersebut terdiri dari organisme perilaku (organisme behavioral), sistem kultural, sistem sosial dan sistem tindakan.

Organisme perilaku merupakan salah satu bentuk sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi yang dilakukan dengan menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal individu ataupun mengubah lingkungan eksternal untuk disesuaikan dengan kebutuhan serta kepribadian individu. Analisis konsep organisme perilaku ini dalam peran Desa Adat Kuta pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia ditunjukkan pada beberapa peran Desa Adat Kuta yaitu dalam pelaksanaan kompetisi Jegeg Bungan Desa dan penerbitan Majalah “Kuta Kita”.


(2)

Kedua peran Desa Adat Kuta tersebut berupaya untuk mempengaruhi masyarakat Desa Adat Kuta (lingkungan eksternal) dari Desa Adat Kuta (aktor) sehingga masyarakat termotivasi untuk menyelaraskan diri dengan sistem yang terbangun yaitu dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya.

Konsep berikutnya adalah sistem kultural yaitu sistem tindakan yang dikonstruksi dengan seperangkat norma-norma dan nilai yang diaplikasikan pada aktor sehingga para aktor termotivasi untuk bertindak sesuai dengan nilai dan norma yang telah diciptakan. Konsep ini diaplikasikan dalam peran Desa Adat Kuta dalam Festival Seni dan Budaya Desa, lomba ogoh-ogoh, parade gong kebyar anak-anak, penyelenggaraan Pasar Majelangu serta memfasilitasi kegiatan berkesenian di Desa Adat Kuta.

Sistem sosial merupakan suatu sistem tindakan yang dibentuk dari sejumlah aktor-aktor individual yang saling berinteraksi dalam suatu lingkungan fisik untuk mengoptimalkan kepuasan dari aktor-aktor yang terlibat. Pengoptimalan tersebut tidak terlepas dari status dan peran aktor dalam suatu kultur. Di desa Adat Kuta, dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai salah satu bentuk tujuan yang ingin dicapai, tidak terlepas dari status dan peran aktor dalam sistem lembaga Desa Adat Kuta. Salah satu status dan peran aktor-aktor tersebut terwujud dalam LPD sebagai lembaga yang membantu masyarakat dalam memberikan pinjaman pada masyarakat untuk membantu perekonomian masyarakat. Selain pengelolaan LPD, operasionalisasi konsep sistem sosial juga dilakukan pada peran Desa Adat Kuta


(3)

dalam penyelenggaraan Pasar Majelangu, pengelolaan aset-aset dan kekayaan milik Desa Adat Kuta.

Sistem kepribadian merupkan suatu bentuk sistem tindakan yang muncul dengan membentuk konstruksi tujuan dari sebuah sistem sehingga aktor dengan segala sumber daya yang ada termobilisasi untuk mencapai tujuan dari sistem tersebut. Dalam peran Desa Adat Kuta yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, konsep ini ditunjukkan dalam kompetisi jegeg bungan desa serta memfasilitasi kegiatan berolah raga di Desa Adat Kuta.


(4)

2.4 Model Penelitian

Bagan 3.1. Model Penelitian

Keterangan :

= Mempengaruhi / membentuk secara langsung atau nyata = Hubungan atau relasi saling mempengaruhi secara langsung = Mempengaruhi / membentuk secara tidak langsung

Desa Adat

Kuta

Peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan kualitas sumber daya

manusia Pengorganisasian kegiatan

adat dan keagamaan

Modernisasi, urbanisasi dan transformasi mata pencaharian

dari sektor agraris ke industri dan jasa

Faktor – faktor pendorong Desa Adat Kuta untuk melakukan peningkatan

kualitas SDM

Pengaruh peran Desa Adat Kuta dalam peningkatan

kualitas SDM bagi kehidupan masyarakat Peningkatan kualitas SDM, Pengembangan aset-aset desa adat

sehingga bisa memberikan keuntungan materiil untuk desa

adat

Kewajiban untuk menjalankan tradisi, mempertahankan kearifan lokal dan warisan

budaya leluhur


(5)

Penjelasan Model:

Berdasarkan model penelitian tersebut, dapat dijelaskan bahwa peran Desa Adat Kuta muncul karena dorongan beberapa faktor. Disatu sisi peran Desa Adat Kuta muncul karena adanya kewajiban untuk menjalankan tradisi, tuntutan untuk menjalankan dan mempertahankan kearifan lokal serta warisan budaya leluhur. Disisi lain, adanya perkembangan zaman yang ditunjukkan dengan adanya urbanisasi, modernisasi dan adanya transformasi mata pencaharian dari warga Desa Adat Kuta. Kedua faktor tersebut mendorong Desa Adat Kuta untuk menjalankan peran sesuai dengan fungsi idealnya dan juga melakukan perluasan peran karena adanya perkembangan-perkembangan yang terjadi di Desa Adat Kuta. Fungsi ideal dari desa adat adalah mengorganisasi kegiatan adat dan keagamaan sebagaimana tradisi dan corak dari peran desa adat pada umumnya. Disisi lain, perluasan peran yang dilakukan oleh Desa Adat Kuta ditunjukkan dengan adanya upaya untuk meningkatkan kualitas SDM dan mengembangkan aset-aset Desa Adat Kuta sehingga memberi keuntungan materiil bagi Desa Adat Kuta. Peran-peran yang muncul dari dorongan faktor-faktor tersebut (baik dari perspektif tradisi maupun perkembangan zaman) secara langsung mempengaruhi dan mengkonstruksi citra serta identitas Desa Adat Kuta sebagaimana keberadaannya yang dikenal saat ini.

Peran-peran Desa Adat Kuta (baik yang ideal maupun mengenai perluasan peran) dapat diamati dan diteliti melalui pembahasan tiga rumusan permasalahan, antara lain: (1). Faktor-faktor yang mendorong Desa Adat Kuta untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia; (2). Peran Desa Adat Kuta dalam meningkatkan


(6)

kualitas sumber daya manusia; (3). Dampak Peran Desa Adat Kuta dalam Peningkatan Kualitas sumber daya manusia bagi kehidupan masyarakat. Berdasarkan penjabaran dari ketiga rumusan masalah tersebut, maka dapat diamati seperti apa peran-peran dari citra dan identitas Desa Adat Kuta saat ini mempengaruhi eksistensi Desa Adat Kuta.