Kajian Pustaka TINJAUAN PUSTAKA

11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

Beberapa penelitian sebelumnya telah mengulas mengenai peran desa adat dalam era global. Salah satunya adalah penelitian Darmadi 2011 yang berjudul “Representasi Budaya Masyarakat Lokal dan Politik Identitas Desa Adat Kuta dalam Postkolonialitas Kawasan Industri Pariwisata”. Penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana representasi budaya masyarakat lokal di Kuta yang juga di dalamnya menyangkut tentang Desa Adat, sebab Desa Adat juga merupakan representasi dari budaya masyarakat lokal di Kuta yang berjuang untuk menghadirkan kembali posisi dan peranan masyarakat lokal yang didominasi ruang turistik global. Diterangkan juga oleh Darmadi bahwa Kuta merupakan kawasan turistik dan bagian dari destinasi pariwisata global. Adanya fakta tersebut menjadikan realitas kehidupan masyarakat lokal dan penduduk asli dalam situasi terdominasi dan terjajah secara ekonomi dan budaya. Keberadaan desa adat menjadi suatu barikade dan wadah advokasi bagi permasalahan tadi. Penelitian ini memberi gambaran bahwa politik identitas desa adat dipandang wajar sebagai penggerak dinamis dalam representasi masyarakat lokal dan formasi identitas manusia global. Adanya penyesuaian antara nilai budaya tradisional dan budaya turistik global, merupakan wujud adaptasi masyarakat lokal terhadap pertumbuhan industri pariwisata di Kuta, yang disambut dengan politik identitas dan ekonomi politik desa adat. Teori postkolonial digunakan sebagai pisau analisis dan juga sebagai bahan untuk mengkonstruksi konsep penelitian. Selain itu, hasil penelitian ini juga menyarankan agar masyarakat lokal khususnya krama desa adat agar dapat mengelola potensi desa di dalam kawasan wisata. Saran lainnya yaitu bahwa seluruh penentu kebijakan bersama masyarakat lokal khususnya desa adat setempat patut melakukan advokasi budaya dan emansipasi masyarakat lokal kawasan wisata Kuta sebagai wujud langkah nyata dalam membantu dan memberdayakan masyarakat lokal sebagai tuan rumah yang bermartabat. Permasalahan yang diangkat oleh Darmadi dalam thesisnya yang berjudul “Representasi Budaya Masyarakat Lokal dan Politik Identitas Desa Adat Kuta dalam Postkolonialitas kawasan Industri Pariwisata” sesungguhnya hampir serupa dengan penelitian skripsi yang diangkat oleh penulis yang membahas bagaimana suatu sistem kemasyarakatan di Bali yang bernama desa adat ketika dihadapkan dengan modernisasi dan globalisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Darmadi juga sama-sama mengangkat Desa Adat Kuta sebagai lokasi penelitian. Penelitian yang dilakukan Darmadi juga sama-sama membahas mengenai peran Desa Adat Kuta dalam mengadvokasi kepentingan masyarakat lokal. Yang menjadi pembeda antara penelitian yang dilakukan oleh Darmadi dan penulis adalah penelitian Darmadi lebih menekankan kepada bagaimana sebuah kearifan lokal dapat berperan dalam memberdayakan masyarakat lokal, sehingga eksistensi masyarakat lokal tidak tergerus oleh arus globalisasi dan dominasi kawasan turistik komersial kapitalistik yang berwujud industri pariwisata. Desa adat kemudian dilihat sebagai salah satu representasi dari budaya masyarakat lokal yang mewadahi dan mengadvokasi kepentingan dan potensi masyarakat lokal sehingga eksistensi dan martabat masyarakat lokal dalam kedigjayaan ekonomi, sosial, politik dan budaya dapat terjaga. Sedangkan penulis dalam skripsi ini membahas bagaimana Desa Adat Kuta melakukan perluasan peran untuk menjaga eksistensinya dimata masyarakat adat dengan menunjang kebutuhannya dalam hal sosial dan ekonomi. Penelitian berikutnya adalah penelitian dari Bao 2012, yang berjudul “Kritik Jurnal: Kuatnya Kekuasaan Ondoafi di Tengah Masyarakat Urban”. Penelitian ini menjelaskan tentang studi mengenai kekuasaan garis keturunan Ondoafi di kota Jayapura, Papua. Pada konteks lokal, di Papua pada umumnya dan di kota Jayapura pada khususnya terdapat stratifikasi sosial yang beragam. Strata tertinggi ditempati oleh kaum Ondoafi. Ondoafi merupakan pemegang garis keturunan yang ditarik dari melalui garis lurus dari pendiri kampong dan anak laki-laki sulung Ondoafi sebelumnya. Penelitian ini berbicara mengenai bagaimana Ondoafi ini mengaktualisasikan modal kekuasaannya dalam konteks perubahan masyarakat dan bagaimana Ondoafi merawat modal kekuasaannya agar tetap kuat ditengah masyarakat urban. Penelitian ini juga menjelaskan fenomena globalisasi membawa pengaruh terhadap modernisasi masyarakat perkotaan, sehingga dengan begitu, masyarakat Ondoafi tersebut harus dapat beradaptasi dengan arus modernisasi dan globalisasi tersebut. Namun, adaptasi terhadap modernisasi dalam penelitian tersebut dibatasi dalam konteks adaptasi terhadap masyarakat urban. Perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Bao dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis ini adalah terletak pada lokasi penelitian dan subjek dalam penelitiannya. Apabila dalam penelitian Bao menggunakan kaum Ondoafi dan masyarakat urban sebagai subjek, maka dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis ini menggunakan Desa Adat Kuta dan masyarakat di daerah perkotaan sebagai subjek penelitiannya. Selain dua penelitian diatas, terdapat juga sebuah studi kritik tentang kebudayaan politik di Bali yang ditulis oleh Suryawan 2012 dalam sebuah buku yang berjudul Sisi Dibalik Bali, Politik Identitas, Kekerasan dan Interkoneksi Global. Buku tersebut membahas mengenai kompleksitas persoalan yang terjadi akibat adanya kebersinggungan Bali dengan berbagai faktor regional, global, dan interkoneksi sejarah, politik, budaya, industri pariwisata dan aspek lainnya. Secara garis besar buku tersebut mengulas mengenai dilema kehidupan masyarakat Bali yang disatu sisi dengan politik identitas lokalnya didorong untuk mempertahankan kultur yang telah dikonstruksi bagi kemolekan citranya demi industri pariwisata. Namun disisi lain dengan adanya fenomena globalisasi, masyarakat Bali juga pada akhirnya bergerak menuju modernitas yang mana pariwisata menjadi salah satu faktor pendorong modernitas ini. Proses pembangunan industri pariwisata ini melahirkan kelas menengah urban yang oleh Suryawan disebut juga sebagai Kelompok Elite yang memiliki banyak identitas. Kelompok elite ini seolah-olah memanfaatkan kebudayaan Bali sebagai pilar dalam pembangunan industri pariwisata. Dalam konteks wacana politik kebudayaan dan pembangunan industri pariwisata, energi, pikiran dan semua kemampuan rakyat Bali dimobilisasi untuk berdebat dalam wacana pelestarian budaya. Didukung sponsor negara dengan apparatus dan modalnya, wacana tentang pelestarian budaya menjadi peluang bagi para akademisi, budayawan, politisi, hingga tokoh masyarakat untuk mewacanakan pencanggihan pelestarian budaya. Gula- gulanya adalah siasat manusia untuk mencari akses ekonomi politik dibawah koor pelestarian budaya. Ada beberapa hal yang mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam ulasan permasalahan pada buku tersebut, yakni perihal adanya transformasi dari masyarakat tradisional ke modern dilihat dari adanya transformasi mata pencaharian, dari masyarakat pedesaan yang bertransformasi menuju masyarakat perkotaan. Selain itu, peran masyarakat urban juga dibahas sebagai suatu golongan masyarakat yang turut mengambil peran dalam pemeliharaan citra originalitas Bali melalui tindakan pelestarian budaya. Perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adah bahwa penelitian tersebut mengeksplorasi tentang segala aspek kebudayaan Bali yang dieksploitasi untuk kepentingan kapitalis. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih menitikberatkan pada bagaimana peran lembaga tradisional yaitu desa adat dalam mengelola sumber daya manusia dan bagaimana nantinya sumber daya manusia ini dapat bersaing pada masyarakat yang multi identitas itu.

2.2 Kerangka Konsep