Perumusan Masalah Alat Bukti Elektronik dan Kekuataan Pembuktiannya

5 Meditama Internasional Versus Prita Mulyasari, yang didasarkan oleh adanya perbuatan melawan hukum melalui beredarnya surat elektronik. Sementara itu, perbuatan melawan hukum dapat diartikan sebagai suatu perbuatan atau kealpaan yang bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau bertentangan, baik dengan kesusilaan maupun keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda. Beranjak dari uraian di atas, maka dirasakan perlu untuk dilakukan pengkajian dan analisis terhadap putusan pengadilan No. 300Pdt.G2009PN Tanggerang.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis membatasi permasalahan-permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut : 1. Sejauhmana hakim pengadilan yang memeriksa dan memutus perkara antara PT. Sarana Meditama Internasional versus Prita Mulyasari terikat pada diajukannya electronic mail sebagai bukti elektronik menurut UU No. 11 Tahun 2008? 2. Apakah putusan hakim Pengadilan Negeri Tanggerang No. 300Pdt.G2009PN TGR yang memutus adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Prita Mulyasari sudah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam KUHPerdata dan yurisprudensi? 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Alat Bukti Elektronik dan Kekuataan Pembuktiannya

Menurut R. Subekti, bahwa yang dimaksud dengan membuktikan ialah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. 5 Oleh karenanya pembuktian ini sangat diperlukan terutama apabila timbul suatu sengketa atau suatu perselisihan. Hal ini erat kaitannya guna meyakinkan hakim bahwa seseorang mempunyai suatu hak seperti dinyatakan dalam pasal 1865 KUH Perdata bahwa : “setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”. Menurut Sudikno Mertokusumo, bahwa yang harus dibuktikan dalam suatu proses perdata adalah mengenai peristiwa dan bukan hukumnya. Hukumnya tidak harus diajukan atau dibuktikan oleh para pihak tetapi secara ex officio dianggap 5 Subekti. R, Hukum Pembuktian, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1987, hlm.1 7 harus diketahui dan diterapkan oleh hakim ius curia novit. Ketentuan ini dapat disimpulkan dari Pasal 178 ayat 1 HIR ps. 189 ayat 1 Rbg dan pasal 50 ayat 1 Rv. S istem HIR dalam acara perdata, hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah, yang berarti bahwa hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat- alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang saja. Alat bukti dalam acara perdata yang disebutkan oleh undang-undang, diatur dalam Pasal 164 HIR, 284 RBg, dan 1866 BW. Mengenai alat-alat bukti dan hukum pembuktian selain diatur dalam HIRRBg, juga diatur sama dalam BW. Akan tetapi, karena hukum pembuktian perdata merupakan sebagian dari hukum acara perdata, pengadilan pada prinsipnya dalam menangani perkara perdata harus mendasarkan pada hukum pembuktian dari HIR dan RBg, sedangkan BW hanya sebagai pedoman saja apabila diperlukan, misalnya bila dalam suatu perkara perdata harus dilaksanakan suatu peraturan hukum perdata yang termuat dalam BW dan pelaksanaan ini hanya tepat jika hukum BW yang diikuti. 6 Menurut Pasal 164 HIR 284 RBg mengatur secara limitatif mengenai alat bukti dalam perkara perdata yang terdiri atas : a. Alat bukti tertulissurat ; b. Kesaksian keterangan saksi-saksi ; c. Persangkaan-persangkaan ; 6 Wirjono Projodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1992, hlm. 101. 8 d. Pengakuan ; e. Sumpah. Dalam perkembangan di era globalisasi dewasa ini berkembang pula alat bukti elektronik. Kendati telah diatur dalam undang-undang, namun alat bukti elektronik sifatnya masih parsial, sebab hanya dapat dipergunakan dalam tindakan hukum tertentu. Bukti elektronik baru dapat dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Suatu bukti elektronik dapat memiliki kekuataan hukum apabila informasinya dapat dijamin keutuhannya, dapat dipertanggungjawabkan, dapat diakses, dapat ditampilkan sehingga mampu menerangkan suatu keadaan. Orang yang mengajukan suatu bukti elektronik harus dapat menunjukan bahwa informasi yang dimilikinya berasal dari sistem elektronik yang dapat dipercaya 7 . Saat ini Indonesia membuka babak baru sejarah dengan diundangkannya Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-undang No. 11 Tahun 2008 merupakan satu upaya penting dalam hal, pertama: pengakuan transaksi elektronik dan dokumen elektronik dalam kerangka hukum perikatan dan hukum pembuktian, sehingga kepastian hukum transaksi elektronik dapat terjamin. Kedua: diklarifikasikannya tindakan-tindakan 7 Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian Dalam Peradilan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, hlm 125. 9 yang termasuk kualifikasi pelanggaran hukum terkait penyalagunaan teknologi informasi. Seiring dengan pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas borderless dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. 8 Penggunaan sistem elektronik yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik merupakan perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi atau lembaga yang sesuai dengan tujuan peruntukkannya. Secara sederhana, otentifikasi dilakukan terhadap alat bukti elektronik dengan memastikan terlebih dahulu apakah alat bukti elektronik tersebut dihasilkan dari sumber yang benar. Terkait dengan hal ini, maka otentifikasi sedapat mungkin mendapat pernyataan kebenaran dari orang danatau insitusi yang mengeluarkannya atau yang mengelola komputer tersebut. Pasal 6 UU ITE mengatur bahwa dalam kaitannya dengan ketentuan yang mengatur suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, untuk informasi elektronik danatau dokumen elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang 8 Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008. 10 tercantum didalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan. Dari apa yang diuraikan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa secara umum bentuk lain dari alat bukti elektronik itu adalah informasi elektronik, dokumen elektronik, dan keluaran komputer lainnya.

B. Konsep Perbuatan Melawan Hukum

Dokumen yang terkait

Efektifitas Perjanjian Damai Dalam Pengadilan (Akta Van Dading) Terhadap Perbuatan Melawan Hukum Dan Wanprestasi Dalam Penegakan Hukum Perdata (Studi Pada Pengadilan Negeri Medan)

6 183 95

Kewenangan Debitur Pailit Untuk Mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Krediturnya

4 94 122

Penjualan Agunan Secara Lelang Tanpa Persetujuan Pemberi Hak Tanggungan Diikuti Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Studi Putusan Nomor 348/ PDT.G/ 2009/PN.TNG)

1 72 143

Pertanggungjawaban Direksi Atas Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Dalam Mengurus Perseroan Terbatas

9 71 92

Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah Yang Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pembuatan Akta PPAT Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 94/Pdt.G/2005/PN.Jkt.Pst)

9 117 131

Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan

7 97 94

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 116/PDT/G/2009/PNTK Tentang Penyelesaian Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Melalui Mediasi Sebagai Upaya Perdamaian

0 3 2

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 116/PDT/G/2009/PNTK Tentang Penyelesaian Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Melalui Mediasi Sebagai Upaya Perdamaian

0 3 2

Analisis Putusan Pengadilan Tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi (Studi Kasus Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)

1 9 63

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kewenangan Debitur Pailit Untuk Mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Krediturnya

0 0 17