Latar Belakang Analisis Terhadap Keberadaan Bukti Elektronik Sebagai Dasar Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Yang Diajukan Leh Pt. Sarana Meditama Internasional Terhadap Prita Mulyasasi Dalam Putusan Pengadilan Nomor 300/Pdt.G/2009/Pn Tanggerang.

1 PENELITIAN ANALISIS TERHADAP KEBERADAAN BUKTI ELEKTRONIK SEBAGAI DASAR GUGATAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DIAJUKAN LEH PT. SARANA MEDITAMA INTERNASIONAL TERHADAP PRITA MULYASASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN NOMOR 300Pdt.G2009PN TANGGERANG BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pergaulan atau hubungan masyarakat adalah interaksi antara manusia dan kelompok manusia yang saling tergantung dan membutuhkan. Agar hubungan ini dapat berjalan dengan baik, dibutuhkan aturan yang dapat melindungi kepentingannya dan menghormati kepentingan dan hak orang lain sesuai hak dan kewajiban yang ditentukan aturan hukum 1 . Untuk itu, masyarakat membuat aturan hukum untuk dipatuhi dan akan ditegakkan bila terjadi pelanggaran. Selaras dengan pernyataan diatas, Pasal 28D huruf 1 UUD 1945 Amandemen Keempat menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 1 Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Buku 1, Bandung, 2000, hlm 16 . 2 Kepentingan setiap orang tidak jarang harus berbenturan dengan kepentingan orang lain. Benturan ini menimbulkan perselisihan atau sengketa yang memerlukan penyelesaian. Pada dasarnya, sepanjang masalah yang timbul tidak termasuk kriminal, maka perselisihan tidak harus bermuara di pengadilan. Timbulnya sengketa perdata disebabkan oleh terjadinya perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Pasal 1365 KUHPerdata menentukan bahwa tiap perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang melakukan perbuatan tersebut untuk mengganti kerugian 2 , sementara itu terminologi perbuatan melawan hukum merupakan terjemahan dari kata ”onrechtmatigedaad”, diatur dalam KUHPerdata Buku III tentang Perikatan yaitu Pasal 1365 hingga 1380. Sarana untuk menyelesaikan persengketaan perdata pada hakikatnya dapat dibagi dalam dua bentuk, yaitu 3 : 1. Secara litigasi, yaitu penyelesaian sengketa melalui badan periap padilan yang dibentuk oleh pemerintah untuk menyelesaikan perselisihan - perselisihan dalam masyarakat melalui empat lingkungan peradilan menurut Undang - undang No. 48 Tahun 2009. 2. Melalui alternatif penyelesaian sengketa Alternative Dispute Resolution. Bentuk lembaga ini adalah bersifat partikulir, tidak dibentuk oleh pemerintah tetapi oleh kebutuhan masyarakat. Alternatif penyelesaian sengketa yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999 sebenarnya 2 R Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, 2003, hlm 346. 3 Andriani Nurdin, “ Penyelesaian Sengketa Niaga di Pengadilan Negeri Sebagai Cikal Penyelesaian Sengketa Niaga Syariah Di Pengadilan Agama”, Majalah Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM RI, Nomor 1 Tahun 2007. 3 merupakan pengembangan dari cara penyelesaian sengketa secara musyawarah baik dengan bantuan seorang negosiator, mediator, konsoliator, maupun arbiter. Proses penyelesaian sengketa perdata melalui lembaga litigasi pengadilan, diselesaikan dengan berdasarkan kepada ketentuan - ketentuan yang sebagian besar tertuang dalam Herziene Indonesisch Reglement HIR, Rechtsreglement Buitengewesten Rbg, serta peraturan perundang – undangan lainnya 4 . Dalam tahapan penyelesaian sengketa, proses yang paling penting dan menentukan sebelum dijatuhkannya putusan adalah proses pembuktian. Berdasarkan Pasal 164 HIR, alat bukti yang dikenal dalam pasal tersebut untuk menyelesaikan sengketa perdata yaitu surat, saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Het Herzien Indonesich Reglement HIR menentukan secara limitatif alat bukti yang dapat diajukan dalam pembuktian acara perdata. Namun seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, dalam proses penyelesaian sengketanya kemudian dikenal adanya alat bukti elektronik, antara lain surat elektronik. Surat elektronik E-mail adalah surat yang dibuat dan dikomunikasikan dengan menggunakan komputer melalui jaringan internet, yang digunakan untuk berkomunikasi jarak jauh dalam waktu singkat. Dalam perkembangannya, Undang- undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik melalui Pasal 5 ayat 1 mengatur tentang bukti elektronik yang menyebut bahwa: 4 Sudikno Mertokusumo, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1980, hlm 202. 4 ” Informasi dan atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah dan memiliki akibat hukum yang sah” Salah satu kasus yang menggunakan alat bukti elektronik berupa elektronic mail yang sangat marak diperbincangkan beberapa waktu yang lalu adalah kasus Prita Mulyasari yang digugat oleh PT. Sarana Meditama Internasional sebagai pihak yang mengelola Rumah Sakit Omni Internasional. Kasus ini bermula saat Prita Mulyasari memeriksakan kesehatannya di Rumah Sakit RS Omni Medical Care Internasional pada 7 Agustus 2008. Prita Mulyasari mengeluhkan pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit RS Omni Medical Care International dan juga dokter yang merawatnya. Akibat permintaan rekam medis dan keluhan yang tidak ditanggapi dengan baik, Prita Mulyasari akhirnya menuliskan pengalamannya melalui surat elektronik atau email kemudian mengirimkan email tersebut kepada teman-teman dekat Prita, namun belakangan email ini terus menyebar ke berbagai milis. Pada akhirnya pihak Rumah Sakit RS Omni Medical Care Internasional menganggap prita mulyasari telah merusak citra dan nama baik Rumah Sakit RS Omni Medical Care Internasional. Melalui kuasa hukum, PT. Sarana Meditama Internasional akhirnya melayangkan gugatan perdata kepada Prita Mulyasari dengan dasar gugatan perbuatan melawan hukum, kejahatan dunia maya UU ITE dan pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 310 dan 311 KUHP. Melalui penelitian ini, penulis mencoba untuk melakukan anotasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Tanggerang yang mengadili kasus antara PT. Sarana 5 Meditama Internasional Versus Prita Mulyasari, yang didasarkan oleh adanya perbuatan melawan hukum melalui beredarnya surat elektronik. Sementara itu, perbuatan melawan hukum dapat diartikan sebagai suatu perbuatan atau kealpaan yang bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau bertentangan, baik dengan kesusilaan maupun keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda. Beranjak dari uraian di atas, maka dirasakan perlu untuk dilakukan pengkajian dan analisis terhadap putusan pengadilan No. 300Pdt.G2009PN Tanggerang.

D. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Efektifitas Perjanjian Damai Dalam Pengadilan (Akta Van Dading) Terhadap Perbuatan Melawan Hukum Dan Wanprestasi Dalam Penegakan Hukum Perdata (Studi Pada Pengadilan Negeri Medan)

6 183 95

Kewenangan Debitur Pailit Untuk Mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Krediturnya

4 94 122

Penjualan Agunan Secara Lelang Tanpa Persetujuan Pemberi Hak Tanggungan Diikuti Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (Studi Putusan Nomor 348/ PDT.G/ 2009/PN.TNG)

1 72 143

Pertanggungjawaban Direksi Atas Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Dalam Mengurus Perseroan Terbatas

9 71 92

Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah Yang Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pembuatan Akta PPAT Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 94/Pdt.G/2005/PN.Jkt.Pst)

9 117 131

Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan

7 97 94

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 116/PDT/G/2009/PNTK Tentang Penyelesaian Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Melalui Mediasi Sebagai Upaya Perdamaian

0 3 2

Analisis Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor 116/PDT/G/2009/PNTK Tentang Penyelesaian Perkara Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Melalui Mediasi Sebagai Upaya Perdamaian

0 3 2

Analisis Putusan Pengadilan Tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi (Studi Kasus Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)

1 9 63

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kewenangan Debitur Pailit Untuk Mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Krediturnya

0 0 17