Pendahuluan Saran Cara Penggunaan Modul

Kegiatan Pembelajaran 1 14 daripada khayalinya, menggunakan bahasa yang cenderung denotatif, dan memenuhi syarat-syarat estetika seni. Berdasarkan ragam atau genrenya sastra dapat dibedakan ke dalam tiga bentuk yaitu: 1 prosa; 2 puisi; 3 drama. Ketiga genre sastra tersebut mempunyai ciri yang membedakan namun dalam pemunculannya sangat dimungkinkan ketiganya hadir bersamaan. Secara sederhana untuk membedakan ketiga genre sastra tersebut dapat dibaca dari uraian berikut.

a. Puisi

Puisi adalah ungkapan imajinatif yang dirangkai dengan irama dan memerhatikan pemaknaan. Secara etimoligis puisi berasal dari bahasa Yunani poio yang artinya ‘aku mencipta’. Ciri khas puisi yang paling menonjol adalah tipografinya, seketika ketika melihat sebuah teks yang larik-lariknya tidak sampai ke tepi halaman kita mengandaikan teks tersebut adalah puisi. Dick Hartoko, 1982: 175. Banyak orang menganggap puisi adalah bentuk sastra yang paling terikat seperti dalam pantun atau syair. Akan tetapi, lepas dari hal tersebut puisi telah mengalami perkembangan yang pesat. Puisi telah mengalami pemutakhiran dalam bentuk dan aturannya. Bila dulu puisi begitu terikat dengan bentuk, sekarang ini puisi telah menemukan kebebasan dan tak memiliki aturan yang terlalu baku. Beberapa puisi bahkan ada yang memakai bentuk prosa.

b. Prosa

Untuk mempertegas keberadaan prosa, ia sering disandingkan dengan genre lain misalnya puisi, meski sandingan tersebut hanya bersifat teoretis. Dalam unsur bahasa misalnya ada bahasa puisi yang mirip dengan bahasa prosa, di samping juga bahasa prosa yang puitis. Istilah prosa menurut Nurgiyantoro 2013: 1 dapat menyaran pada pengertian yang lebih luas. Ia mencakup berbagai karya tulis yang ditulis dalam bentuk prosa, bukan puisi atau drama, tiap baris dimulai dari margin kiri penuh sampai ke margin kanan. Bisa dikatakan prosa dalam pengertian ini tidak hanya karya sastra, tetapi juga karya nonfiksi termasuk di dalamnya penulisan berita dalam surat kabar. Prosa SD Kelas Awal KK B 15 sebagai karya sastra sebagaimana dijelaskan oleh Abrams 1999:94 Via Nurgiyantoro, 2013: 2 merujuk pada fiksi fiction, teks naratif atau wacana naratif dalam pendekataan struktural dan semiotik. Istilah fiksi ini diartikan sebagai cerita rekaan atau khayalan, tidak menyaran pada kejadian faktual atau sesuatu yang benar-benar terjadi. Fiksi merujuk pada prosa naratif yang dalam hal ini novel dan cerpen, bahkan fiksi sendiri bisa jadi sering disebut sebagai novel. Novel sebagai sebuah fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif yang dibangun melalui berbagai unsur instriksiknya seperti peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dll, yang kesemuanya bersifat imajinatif. Namun, juga perlu dicatat juga bahwa dalam dunia sastra terdapat juga karya sastra yang mendasarkan diri pada fakta. Karya seperti inilah yang oleh Abrams 1999:94 via Nurgiyantoro, 2013: 5 sebagai fiksi historis, sebagai contoh novel Surapatidan Robert Anak Suropati karya Abdul Muis dapat disebut sebagai novel historis. Dunia fiksi lebih banyak mengandung berbagai kemungkinan daripada dunia nyata. Hal itu wajar terjadi, mengingat kreativitas pengarang yang tidak terbatas licentia poetica. Pengarang dapat mengreasi, memanipulasi, dan menyiasati berbagai masalah kehidupan yang dialami baik secara nyata maupun tidak yang diamatinya menjadi berbagai kemungkinan kebenaran yang bersifat hakiki dan universal dalam fiksinya. Puisi dan prosa memiliki beberapa perbedaan, seperti yang disampaikan oleh Slamet Muljana mengutip definisi A.W. de Groot dalam bukunya Algemene Verseleer menyebutkan perbedaan antara puisi dengan prosa sebagai berikut. 1. Kesatuan-kesatuan korespondensi prosa yang pokok adalah kesatuan sintaksis; kesatuan korespondensi puisi resminya bukan kesatuan sintaksis, tetapi kesatuan akustis. 2. Di dalam puisi korespondensi dari corak tertentu, yang terdiri atas kesatuan pola tertentu meliputi seluruh puisi dari semula sampai akhir, kesatuan ini disebut baris sajak.