Pendahuluan Mengkaji Materi Saran Cara Penggunaan Modul

Kegiatan Pembelajaran 1 12 1. Sastra merupakan sebuah ciptaan dan kreasi, bukan semata-mata sebuah imitasi. Seniman menciptakan dunia baru, meneruskan proses penciptaan di dalam semesta alam bahkan menyempurnakannya. Sastra terutama merupakan luapan emosi spontan. 2. Sastra bersifat otonom, tidak mengacu kepada sesuatu yang lain; sastra tidak bersifat komunikatif. Sang penyair hanya mencari keselarasan di dalam karyanya sendiri. 3. Karya sastra yang “otonom” bercirikan suatu koherensi yang dapat ditafsirkan sebagai suatu keselarasan yang mendalam antara bentuk dan isi. Setiap isi berkaitan dengan suatu bentuk dan ungkapan tertentu. Dalam pandangan ini puisi dan bentuk sastra lainnya “menggambarkan” isi. Bahasanya bersifat plastis. 4. Sastra menghadirkan sebuah sintesis antara hal-hal yang saling bertentangan. Pertentangan-pertentangan tersebut aneka rupa bentuknya, ada pertentangan antara yang disadari dan yang tidak disadari, antara pria dengan wanita, antara roh dan benda, dan seterusnya. 5. Sastra mengungkapkan yang tak terlupakan. Dalam puisi dan bentuk-bentuk sastra lainnya ditumbuhkan aneka macam asosiasi dan konotasi. Dalam sebuah teks sastra kita jumpai sederatan arti, yang dalam bahasa sehari-hari tak dapat diungkapkan. Luxemburg menyebutkan beberapa faktor yang mendorong pembaca untuk mengategorikan bahasa sebuah teks disebut sastra atau bukan sastra. 1. Yang dikaitkan dengan pengertian sastra ialah teks-teks yang tidak disusun atau dipakai untuk tujuan komunikatif yang praktis dan hanya berlangsung sementara waktu saja. Ini berlaku bagi karya-karya pentas, novel-novel, dan kumpulan sajak. Masuk juga ke dalam kategori ini karya sasta “picisan” yang ditawarkan sebagai hiburan. 2. Puisi lirik tidak begitu saja dinamakan “rekaan”, dalam kategori ini ada jarak atau konvensi distansi bahwa tidak setiap sajak yang menampilkan seorang “Aku” dengan begitu kita anggap sebagai sebuah pengakuan pribadi penyair. SD Kelas Awal KK B 13 3. Dalam sastra bahannya diolah secara istimewa. Ini berlaku bagi puisi maupun prosa, tetapi cara pengolahannya berbeda-beda. Ada yang menekankan ekuivalensi ada yang menekankan penyimpangan dari tradisi atau tata bahasa, sebagai contoh yang diperlihatkan oleh Angkatan 45. Yang disebut sebagai ciri bahasa sastra ialah unsur ambiguitas. Pengolahan bahan ini juga diterapkan dalam teknik-teknik tertentu yang dipakai dalam penulisan teks-teks naratif dan drama. 4. Sebuah karya sastra dapat dibaca menurut tahap-tahap yang berbeda. Dalam sebuah novel misalnya, kita tidak hanya menjadi maklum akan pengalaman dan hidup batin tokoh-tokoh yang fiktif. Melalui peristiwa-peristiwa dalam novel kita dapat memperoleh pengertian mengenai tema-tema yang lebih umum sifatnya, misalnya: tema sosial, penindasan dalam masyarakat, praktik korupsi, cinta kasih, pengorbanan seorang ibu, dan seterusnya. Dalam puisi dan novel-novel kita jumpai ucapan-ucapan mengenai dunia. 5. Karya yang bersifat naratif, seperti biografi atau karya lain yang menonjol karena bentuk dan gayanya. 6. Ada beberapa karya yang awalnya tidak dikategorikan dalam karya sastra, tetapi kemudian dimasukkan ke dalam jenis sastra, yaitu teks-teks sejarah yang pada awalnya dinilai sebagai sebuah penulisan sejarah, tetapi karena sifatnya dan gaya bahasa dekat dengan sastra maka dimasukkan ke dalam karya sastra, sebagai contoh ‘Epos Ramayana’.

2. Genre Sastra

Penggolongan sastra dapat dilakukan dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan jenisnya, sastra dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yakni sastra imajinatif dan non-imajinatif. Dalam penggunaan bahasa sastra imajinatif lebih menekankan penggunaan bahasa konotatif banyak arti dibandingkan dengan sastra non- imajinatif yang lebih menekankan pada penggunaan bahasa denotatif tunggal arti. Jakob Sumardjo Saini K.M, 1988: 17. Dengan demikian, ciri sastra imajinatif bersifat khayali, menggunakan bahasa yang konotatif dan memenuhi syarat-syarat estetika seni. Sedangkan ciri sastra non-imajinaf lebih banyak unsur faktualnya