aktivitas setup mesin dan aktivitas inspeksi yang merupakan aktivitas tingkat batch dan besarnya biaya dari masing- masing aktivitas tersebut dipicu oleh
jumlah setup dan jumlah kegiatan produksi. Kendati memiliki cost driver yang berbeda, namun apabila rasio konsumsi dan level aktivitas keduanya sama
tingkat batch, kedua aktivitas tersebut dapat dikelompokkan ke dalam satu kelompok biaya cost pool.
G. Sistem Akuntansi Biaya Tradisional
Martusa dan Adie 2011 menyebutkan bahwa dalam sistem akuntansi biaya tradisional, pemicu biaya yang digunakan berdasarkan atas dasar unit
saja atau dapat disebut unit-level activity drivers. Pemicu aktivitas dengan dasar unit ini menyebabkan timbulnya perubahan biaya ketika jumlah unit
yang dihasilkan berubah. Penggunaan pemicu biaya ini dalam membebankan biaya overhead terhadap produk memberikan arti bahwa terjadinya biaya
overhead mempunyai korelasi yang sangat erat dengan jumlah unit yang diproduksi.
Sejauh ini, terdapat dua jenis sistem akuntansi biaya tradisional yang masih sering diterapkan oleh perusahaan di Indonesia, yaitu:
1. Tarif tunggal yang berlaku untuk seluruh pabrik tarif tunggal.
2. Beberapa tarif berbeda yang berlaku untuk tiap departemen tarif
departementalisasi. Riwayadi 2014: 199 menyebutkan bahwa sistem akuntansi biaya
tradisional memiliki kelemahan yaitu membebankan biaya overhead ke produk dengan hanya menggunakan pemicu aktivitas berbasis unit atau
volume. Pemicu berbasis unit ini mengasumsikan biaya overhead sangat berkorelasi dengan jumlah unit yang dihasilkan. Dalam kenyataannya, tidak
semua biaya memiliki korelasi langsung dengan unit yang dihasilkan. Sebagai akibatnya, pembebanan biaya overhead pabrik dengan hanya menggunakan
pemicu berbasis unit dapat mengakibatkan pembebanan biaya overhead yang berlebih overcosting atau justru terlalu rendah undercosting.
Siregar, dkk. 2013: 232 menyebutkan bahwa ketidakakuratan sistem akuntansi biaya tradisional disebabkan karena asumsi biaya hanya berdasarkan
aktivitas pemicu dari level unit saja. Pada kenyataannya, ada banyak aktivitas yang biayanya dipicu oleh faktor lain. Hal ini mengakibatkan pembebanan
biaya overhead menjadi tidak tepat. Biaya overhead dibebankan terlalu besar pada produk yang tidak terlalu membutuhkan banyak aktivitas dalam proses
produksinya. Di sisi lain, biaya overhead produk yang membutuhkan banyak aktivitas dalam proses produksinya justru dibebankan terlalu rendah.
Dampaknya, produk yang proses produksinya rumit, biaya produksinya menjadi terlalu rendah sehingga harga jualnya pun menjadi ikut rendah.
Sebaliknya, produk yang proses produksinya mudah, biaya produksinya menjadi terlalu tinggi sehingga harga jualnya pun menjadi ikut tinggi.
Kendati memiliki kelemahan, yaitu dapat menyebabkan terjadinya distorsi pembebanan biaya overhead, fakta di lapangan dan beberapa penelitian
menunjukkan masih ada perusahaan besar yang menggunakan metode ini. Menurut Siregar, dkk. 2013: 230, ada beberapa alasan mengapa sistem
akuntansi biaya tradisional masih banyak diterapkan oleh para pelaku bisnis sejak dulu hingga saat ini:
1. Sistem biaya ini mudah diterapkan.
2. Data yang dibutuhkan relatif sederhana, sehingga tidak memerlukan sistem
informasi yang canggih dan mahal untuk mendapatkannya. 3.
Walaupun sederhana, sistem ini masih memadai untuk digunakan pada bisnis yang menghasilkan produk atau jasa yang seragam atau tidak
terdapat banyak variasi proses produksi.
H. Activity Based Costing System