PENGARUH PEMBERIAN MINYAK JELANTAH TERHADAP KETEBALAN DINDING AORTA ABDOMINAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

(1)

ABSTRACT

THE EFFECT OF REUSED COOKING TO WALL THICKNESS OF ABDOMINAL AORTIC IN MALE RATS (Rattus norvegicus) Sprague dawley

STRAIN By

Marco Manza Adi Putra

Background:Recently, the cooking oil using in the world increased. As a result, frequency of cooking oil using become repeatedly. Reused cooking oil cause the accumulation of free fatty acid and trans fatty acid because of oxidation reaction, it is also demage some organ. Aims : The study aims to determaine effect of reused cooking oil and number of fryng to wall thickness of abdominal aortic in male rats (Rattus novergicus) Sprague dawleystrain. Methode :This is a laboratory experimental study with post test only control group design. Total samples in this study are 25 male rats which devided into 5 groups . K is control group, P1 is given reused cooking oil 1 times frying, P2 is given reused cooking oil 4 times frying, P3 is given reused cooking oil 8 times frying and P4 is given reused cooking oil 12 times frying. With 1,5 ml/days frying dosage.

Results: This study result show abdominal aortic thickness in K, P1, P2, P3, P4 groups are 70,00 µm; 80,20 µm; 92,44 µm; 98,99 µm; 115,65 µm p value p=0,000 (p<0,005) in one way anova analysis.

Conclusion: This study show effetct of reused cooking oil to wall thickness of abdominal aortic in male rat (Rattus novergicus) Sprague dawley strain. This study also show effect number of frying to wall thickness of abdominal aortic in male rat (Rattus novergicus) Sprague dawleystrain.


(2)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK JELANTAH TERHADAP KETEBALAN DINDING AORTA ABDOMINAL TIKUS PUTIH (Rattus

norvegicus)JANTAN GALURSprague dawley Oleh

Marco Manza Adi Putra

Latar belakang:Penggunaan minyak goreng akhir-akhir ini semakin meningkat di seluruh dunia. Akibat tingginya frekuensi pemakaian minyak goreng, seringkali minyak goreng di gunakan secara berulang (minyak jelantah). Reaksi oksidasi akibat penggorengan secara berulangkali menyebabkan minyak jelantah mengandung radikal bebas dan asam lemaktrans

yang mampu merusak berbagai macam organ termasuk aorta abdominal.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pemberian minyak jelantah terhadap ketebalan dinding aorta abdominal dan untuk mengetahui pengaruh jumlah penggorengan minyak jelantah terhadap ketebalan dinding aorta abdominal tikus putih (Rattus norvegicus)jantan galurSprague dawley.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan metode acak terkontrol dengan pola post test-only control group desain. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 25 ekor tikus yang terbagi dalam 5 kelompok Kelompok K (kontrol) dan kelompok P1, P2, P3 dan P4 yang masing-masing berikan minyak 1x, 4x, 8x dan 12x penggorengan dengan dosis 1,5 mL/hari.

Hasil: Hasil rerata ketebalan aorta pada kelompok K, P1, P2, P3 dan P4 adalah 70,00 µm; 80,20 µm; 92,44 µm; 98,99 µm; 115,65 µm dengan hasil analisis menggunakan One Way ANOVAadalah nilai p=0,000 (p<0,05).

Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh pemberian minyak jelantah terhadap ketebalan dinding aorta abdominal dan terdapat pengaruh jumlah penggorengan minyak jelantah terhadap ketebalan dinding aorta abdominal tikus putih (Rattus norvegicus)

jantan galurSprague dawley.


(3)

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK JELANTAH TERHADAP KETEBALAN DINDING AORTA ABDOMINAL

TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALURSprague dawley

(Skripsi)

Oleh

Marco Manza Adi Putra

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

ABSTRACT

THE EFFECT OF REUSED COOKING TO WALL THICKNESS OF ABDOMINAL AORTIC IN MALE RATS (Rattus norvegicus) Sprague dawley

STRAIN By

Marco Manza Adi Putra

Background:Recently, the cooking oil using in the world increased. As a result, frequency of cooking oil using become repeatedly. Reused cooking oil cause the accumulation of free fatty acid and trans fatty acid because of oxidation reaction, it is also demage some organ. Aims : The study aims to determaine effect of reused cooking oil and number of fryng to wall thickness of abdominal aortic in male rats (Rattus novergicus) Sprague dawleystrain. Methode :This is a laboratory experimental study with post test only control group design. Total samples in this study are 25 male rats which devided into 5 groups . K is control group, P1 is given reused cooking oil 1 times frying, P2 is given reused cooking oil 4 times frying, P3 is given reused cooking oil 8 times frying and P4 is given reused cooking oil 12 times frying. With 1,5 ml/days frying dosage.

Results: This study result show abdominal aortic thickness in K, P1, P2, P3, P4 groups are 70,00 µm; 80,20 µm; 92,44 µm; 98,99 µm; 115,65 µm p value p=0,000 (p<0,005) in one way anova analysis.

Conclusion: This study show effetct of reused cooking oil to wall thickness of abdominal aortic in male rat (Rattus novergicus) Sprague dawley strain. This study also show effect number of frying to wall thickness of abdominal aortic in male rat (Rattus novergicus) Sprague dawleystrain.


(5)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK JELANTAH TERHADAP KETEBALAN DINDING AORTA ABDOMINAL TIKUS PUTIH (Rattus

norvegicus)JANTAN GALURSprague dawley Oleh

Marco Manza Adi Putra

Latar belakang:Penggunaan minyak goreng akhir-akhir ini semakin meningkat di seluruh dunia. Akibat tingginya frekuensi pemakaian minyak goreng, seringkali minyak goreng di gunakan secara berulang (minyak jelantah). Reaksi oksidasi akibat penggorengan secara berulangkali menyebabkan minyak jelantah mengandung radikal bebas dan asam lemaktrans

yang mampu merusak berbagai macam organ termasuk aorta abdominal.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pemberian minyak jelantah terhadap ketebalan dinding aorta abdominal dan untuk mengetahui pengaruh jumlah penggorengan minyak jelantah terhadap ketebalan dinding aorta abdominal tikus putih (Rattus norvegicus)jantan galurSprague dawley.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan metode acak terkontrol dengan pola post test-only control group desain. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 25 ekor tikus yang terbagi dalam 5 kelompok Kelompok K (kontrol) dan kelompok P1, P2, P3 dan P4 yang masing-masing berikan minyak 1x, 4x, 8x dan 12x penggorengan dengan dosis 1,5 mL/hari.

Hasil: Hasil rerata ketebalan aorta pada kelompok K, P1, P2, P3 dan P4 adalah 70,00 µm; 80,20 µm; 92,44 µm; 98,99 µm; 115,65 µm dengan hasil analisis menggunakan One Way ANOVAadalah nilai p=0,000 (p<0,05).

Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh pemberian minyak jelantah terhadap ketebalan dinding aorta abdominal dan terdapat pengaruh jumlah penggorengan minyak jelantah terhadap ketebalan dinding aorta abdominal tikus putih (Rattus norvegicus)

jantan galurSprague dawley.


(6)

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK JELANTAH TERHADAP KETEBALAN DINDING AORTA ABDOMINAL

TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALURSprague dawley

Oleh

Marco Manza Adi Putra

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(7)

(8)

(9)

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 20 Mei 1995, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari Ayahanda Maharudin Manan dan Ibunda Marlyna Azora Mardiaz.

Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) diselesaikan di TK Islam Terpadu Auladuna Bengkulu pada tahun 2002, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Islam Terpadu Bengkulu pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Islam Terpadu Bengkulu pada tahun 2010, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan pada tahun 2013 di SMA Islam Nurul Fikri Boarding School Anyer Banten.

Tahun 2013, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa, penulis tergabung dalam organisasi Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina pada tahun 2013, Gen-C pada tahun 2013, Badan Eksekutif Mahasiswa pada tahun 2014 dam Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam Tanggap Darurat (PMPATD) Pakis Rescue Team pada tahun 2013. Selain itu, penulis juga pernah aktif menjadi Asisten Dosen Patologi Klinik.


(11)

i

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kehadirat Allah SWT, kupersembahkan karya sederhana ini

untuk kalian keluargaku

Mama, Papa tercinta

Adik Rani,Adik Sasa, Adik Lala dan Adik Nisa tersayang

Ya Allah! Sesungguhnya Engkau mengetahui hati-hati ini telah berhimpun atas dasar cinta kepada-Mu, telah bersatu dalam dakwah-Mu, telah berpadu dalam membela syariat-Mu. Maka teguhkanlah ya Allah ikatannya. Kekalkanlah kasih sayangnya. Tunjukillah jalan-jalan -Nya. Penuhilah hati-hati kami dengan

cahaya-Mu yang tidak pernah sirna. Lapangkanlah dada-dada kami dengan kelimpahan iman kepada-Mu dan indahnya bertawakal kepada-Mu. Hidupkanlah kami dengan

ma rifat-Mu dan matikanlah kami dalam keadaan syahid di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.


(12)

ii

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Tuhan Yang MahaEsa, karena atas rahmat dan hidayah-Nyanskripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Minyak Jelantah terhadap Ketebalan Dinding Aorta Abdominal Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague dawley” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

• Ayahanda tercinta, Maharudin S.H, M.H yang selalu mengajarkan arti kesabaran, memberikan doa, dan selalu memberi semangat untukku dalam menjalankan pendidikan kedokteran serta selalu mengingatkanku untuk selalu dekaat dengan Allah SWT. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan, umur yang panjang, rezeki yang cukup, dan lindungan kepada ayahanda;

• Ibunda tersayang, drg. Marlyna Azora Mardiaz terimakasih atas doa, kasih sayang, nasihat, dukungan, materi serta bimbingann yang telah diberikan untukku, serta selalu mengingatkanku untuk selalu mengingat Allah SWT. Semoga Allah SWT selalu melindungi, menjauhi bunda dari segala mara


(13)

iii

bahaya, memuliakan bunda, dan menjadikan semua perilaku bunda menjadi ladang pahala;

• Bapak Prof.Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;;

• dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

• dr. Susianti, M.Sc selaku Pembimbing Utama yang selalu bersedia meluangkan waktu dan kesediannya untuk memberikan bimbingan, selalu sabar dalam menghadapi peneliti, selalu memberikan kritik, saran, serta nasihat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga ilmu yang beliau berikan menjadi amal jariyah kelak di mata Allah SWT;

• Bu Minerva Nadia Putri At, SKM, MKM selaku Pembimbing Kedua yang telah bersedia untuk meluangkan waktu, selalu sabar dalam membimbing, selalu memberikan dukungan dan motivasi, serta memberikan kritik, saran danc nasihat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga ilmu yang beliau berikan menjadi amal jariyah kelak di mata Allah SWT; • Dr. Rizki Hanriko, Sp.PA selaku Pembahas yang telah bersedia meluangkan

waktu, memberikan masukan, kritik, saran dan nasihat yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga ilmu yang beliau berikan menjadi amal jariyah kelak di mata Allah SWT;

• Dr. Dian Isti Angraini, M.P.H delaku Pembimbing Akademik yang selalu bersedia meluangkan waktu dan kesediannya untuk memberikan bimbingan, nasihat, serta saran. Semoga ilmu yang beliau berikan menjadi amal jariyah kelak di mata Allah SWT;


(14)

iv

• Adik-adikku, Maharani Zahra Zafira, Marissa Aurelya Putri, Ferella dan Annisayang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat;

• Kepada Indrani Nur Winarno Putri, terimakasih selalu menemani selama penelitian, memberikan doa, selalu memberikan motivasi dan semangat selama tiga tahun terakhir ini;

• Sahabat-sahabat saya dari Skippers, Tito Tri, Fuad Iqbal, Fadel Ikrom, Firza Syailindra, Dayat Kentung, Yogi Setiawan, Satya Agusmansyah, Rafian Novaldi, Bisart Ginting, Made Afryan, Fedelis Dani, Agus Muin, Made Agung dan Iqbal Reza yang saling membantu dan memberikan semangat atas kegiatan selama perkuliahan maupun dalam proses penelitian serta pembuatan skripsi; • Sahabat Penelitian, Nidya Tiaz, Made Agung, Tri Novita, Wulan Noventi, dan

Dara Marisa. terimakasih atas waktu dan tenaganya dalam penelitian ini; • Sahabat-sahabat saya dari Kuah Ketoprak, Indrani Nur, Sayyidatun Nisa,

Faridah Alatas, Fauziah Lubis, Zahra Wafiyatunnisa, Nida Nabilah, Hanifah Hanum, Christine Yohana, Zulfa Labibah, dan Meti Destriyana .Terimakasih atas semangat, dukungan, serta pengalaman dalam proses kegiatan pembelajaran dikampus;

• Kepada Mas Bayu dan Mbak Romi selaku Asisten di Laboratorium Patologi dan Mikrobiologi, terimakasih telah membantu, mengizinkan dan membimbing selama masa penelitian berlangsung

• Seluruh Staf Dosen FK Unila yang telah memberikan ilmunya kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita sebagai Dokter;


(15)

v

• Teman-teman sejawat angkatan 2013 CERE13ELLUMS yang tidak bisa disebutkan satu persatu

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Aamien

Bandar Lampung Desember 2016

Penulis


(16)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Manfaat ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aorta Abdominal ... 6

2.1.1 Anatomi Aorta Abdominal ... 6

2.1.2 Histologi Aorta Abdominal ... 9

2.2 Minyak Goreng ... 11

2.3 Minyak Jelantah ... 13

2.4 Metabolisme Lipid ... 15

2.5 Radikal Bebas ... 19

2.6 Aterosklerosis ... 20

2.6.1 Definisi Aterosklerosis ………... ... 20

2.6.2 Patogenesis Aterosklerosis ………... 21

2.6.3 Komplikasi Aterosklerosis ………... 23


(17)

vii

2.8 Kerangka Penelitian ... 26

2.8.1 Kerangka Teori ... 26

2.8.2 Kerangka Konsep ... 29

2.9 Hipotesis ... 30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 31

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 31

3.3 Subjek Penelitian ... 32

3.3.1 Populasi ... 32

3.3.2 Kriterian Inklusi ... 34

3.3.3 Kriteria Ekslusi ... 34

3.4 Alat dan Bahan Penelitian ... 35

3.4.1 Alat Penelitian ... 35

3.4.2 Bahan Penelitian ... 35

3.5 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel ... 36

3.5.1 Identifikasi Variabel ... 36

3.5.2 Definisi Operasional ... 36

3.6 Prosedur Penelitian ... 37

3.6.1 Pemilihan Hewan Coba ... 38

3.6.2 Prosedur Pemberian Minyak Jelantah ... 38

3.6.3 Prosedur Operasional Pembuatan Slide ... 40

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 43

3.8 Diagram Alur ... 45

3.9 Etik Penelitian ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 47


(18)

viii

4.1.2 Analisis Ketebalan Aorta Abdominal... 51 4.2 Pembahasan ... 55 4.3 Keterbatasan Penelitian ... 59 BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 60 5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(19)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Cabang- Cabang Aorta Abdominal ... 8

Tabel 2. Syarat Standar Mutu Minyak Goreng ... ...12

Tabel 3. Definisi Oprasional ... 37

Tabel 4. Ketebalan Aorta Abdominal Tiap Kelompok ... 48

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Menggunakan Shapiro-Wilk ... 53


(20)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1. Aorta Abdominal Tampak Anterior ... 7

Gambar 2. Histologi Aorta ... 11

Gambar 3. Struktur Kimia dari Asam Lemak Jenuh dan Tidak Jenuh ... 15

Gambar 4. Jalur Metabolisme Lipid ... 17

Gambar 5. Patogenesis aterosklerosis ... 22

Gambar 6. Kerangka Teori ... 28

Gambar 7. Kerangka Konsep ... 29

Gambar 8. Diagram Alur Penelitian ... 45

Gambar 9. Gambaran Aorta Abdominal ... 49


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Minyak goreng saat ini merupakan salah satu bahan pokok yang digunakan oleh hampir semua kalangan manusia di seluruh belahan dunia. Hal ini dapat terlihat dari peningkatan yang signifikan jumlah konsumen minyak goreng dunia (tiga kali lipat di negara berkembang dan dua kali lipat di negara-negara industri). Peningkatan konsumen minyak goreng pada negara-negara-negara-negara berkembang yang paling tinggi berada di Cina, Brazil dan India (Kearney, 2010).

Di Indonesia sendiri, konsumsi minyak goreng per kapita penduduk tahun 2011 sebesar 8,24 liter/kapita/tahun dan meningkat menjadi 9,33 liter/kapita/tahun pada tahun 2012 (SUSENAS, 2012). Minyak banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena minyak goreng mampu menghantarkan panas, memberikan cita rasa (gurih), tekstur (renyah), warna (coklat), dan mampu meningkatkan nilai gizi (Aladedunye dan Przybylski, 2009). Akibat tingginya frekuensi pemakaian minyak goreng, seringkali minyak goreng digunakan secara berulang ( jelantah).


(22)

2

Di Indonesia, kebiasaan menggunakan minyak jelantah masih tinggi. Hasil penelitian di Makassar menunjukkan masyarakat miskin dan tidak miskin menggunakan minyak goreng yang sama untuk menggoreng 2x sebanyak 61,2%, 3x sebanyak 19,6% dan 4x sebanyak 5,4%. Pada penelitian ini dilakukan simulasi menggoreng dengan teknik yang biasa digunakan di rumah tangga, yaitu dengan cara menggunakan minyak goreng sampai empat kali dan minyak didiamkan tetap dalam penggorengan sampai digunakan untuk penggorengan berikutnya (Martiantoet, 2007). Penelitaan serupa tentang penggunaan minyak jelantah juga pernah dilakukan di Cianjur oleh Nadirawati (2010), pada penelitian ini menunjukan bahwa sekitar 62,8% ibu rumah tangga masih menggunakan minyak jelantah untuk menggoreng sehari-hari.

Berdasarkan hasil analisis kandungan nilai peroksida pada minyak goreng, semakin tinggi tingkat frekuensi penggorengan, nilai peroksidanya juga semakin tinggi, dan nilai peroksida minyak jelantah bekas penggorengan berulang kali ternyata jauh lebih tinggi (Mulasari, 2015). Pemanasan minyak jelantah yang berulang-ulang dan dalam suhu yang tinggi (lebih dari 170o -200o C) menyebabkan minyak jelantah mengalami proses-proses perubahan kandungan minyak (Ketaren, 2008). Minyak akan mengalami proses oksidasi sehingga kandungan asam lemak tidak jenuh struktur (Cis) akan berubah struktur (Trans) (Abriyana, 2013). Proses oksidasi dalam pemanasan minyak goreng juga akan menyebabkan pembentukan senyawa peroksida dan hidroperoksida yang merupakan radikal bebas. Penggunaan minyak goreng


(23)

3

secara berulang akan menyebabkan deposisi sel lemak di berbagai organ tubuh (Susianti, 2013). Selain meningkatan asam lemak, hal yang paling menonjol saat dilakukan pemanasan berulang adalah ketika terbentuknya asam lemak trans. Konsumsi dari asam lemak trans dapat meningkatkan kadar lipoprotein LDL tubuh serta menurunkan lipoprotein HDL (Mariod at al., 2006). Peningkatan dari kadar LDL tubuh dapat menyebabkan penyakit aterosklerosis (Price, 2012).

Aterosklerosis merupakan suatu perubahan pada pembuluh darah dimana pada gambaran histologis ditandai dengan adanya akumulasi lipid, sel, sintesis komponen matriks, mineral, disorganisasi struktur, penebalan dinding, serta deformitas dinding pembuluh darah (Aldons, 2010). Tempat yang paling sering terjadinya aterosklerosis yang berat yaitu pada aorta abdominalis (Price, Sylvia Anderson, 2012). Berdasarkan teknik penilaian Assessment of Risk in a Community (SPARC) yang dilakukan di New York, menunjukan bahwa 588 pasien dengan rata-rata usia 60 tahun yang diambil secara acak dan di diagnosis aterosklerosis memiliki persentase plak ateroma pada organ aorta sebesar 43,7 % (Kronzon, 2006). Kerusakan pada aorta, terutama pada tunika media mengakibatkan terbentuknya aneurisma aorta yang merupakan penggelembungan dinding aorta yang lemah. Aneurisma akan mudah ruptur dan menyebabkan perdarahan yang berat. Penelitian yang dilakukan oleh Sutysna (2013) kepada tikus wistar menunjukkan terdapat adanya perubahan ketebalan dinding aorta abdominalis tikus yang sebelumnya telah diinduksi diet aterogenik berupa kuning telur. Pada


(24)

4

aterosklerosis, terjadi adanya disfungsi endotel yang memicu terbentuknya sitokin proinflamasi dan faktor pertumbuhan sehingga terjadi proliferasi otot polos dan sintesis matriks ekstraseluler sehingga tampak adanya penebalan pada tunika intima hingga media (Manoharaet al.,2015).

Dengan melihat bahaya yang ditimbulkan oleh aterosklerosis terutama pada organ aorta serta cukup tingginya penggunaan minyak jelantah di Indonesia, peneliti tertarik untuk meneliti secara langsung tentang pengaruh minyak jelantah terhadap ketebalan dinding aorta abdominal tikus putih (Rattus norvegicus)jantan galurSprague dawley.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat pengaruh pemberian minyak jelantah terhadap ketebalan dinding aorta abdominal tikus putih (Rattus novergicus) jantan galur Sprague dawley?

2. Apakah terdapat pengaruh jumlah penggorengan minyak jelantah terhadap ketebalan dinding aorta abdominal tikus putih (Rattus novergicus) jantan galurSprague dawley?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian minyak jelantah terhadap ketebalan dinding aorta abdominal tikus putih (Rattus novergicus) jantan galurSprague dawley.


(25)

5

2. Untuk mengetahui pengaruh jumlah penggorengan minyak jelantah terhadap ketebalan dinding aorta abdominal tikus putih (Rattus novergicus) jantan galurSprague dawley.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama di bidang ilmu kedokteran histologi .

1.4.2. Manfaat Praktis 1. Bagi penulis

Penelitian yang saya lakukan dapat menjadi pengalaman yang berguna dalam menerapkan ilmu pengetahuan.

2. Bagi penulis lain

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian yang lebih lanjut.

3. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang bahayanya mengkonsumsi minyak bekas (jelantah) terhadap tubuh . 4. Bagi pemerintah

Memberikan pengetahuan seberapa bahaya jika menggunakan minyak goreng bekas (jelantah), sehingga perlu di galakan program untuk memantau mencegah, mengawasi dan mengobati resiko gangguan kesehatan akibat penggunaan minyak jelantah.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aorta Abdomial

Aorta adalah pembuluh darah besar dari segenap pembuluh darah yang cabang-cabangnya berfungsi membawa darah teroksigenasi ke berbagai jaringan di tubuh untuk kebutuhan nutrisinya. Aorta terbagi menjadi empat bagian, yakni ascenden aorta, arcus aorta, descenden (thoracica) aorta dan abdominal aorta. Aorta abdominal merupakan salah satu tempat utama dari pembentukan plak aterosklerosis (Price, 2012).

2.1.1. Anatomi Aorta Abdominal

Aorta abdominal adalah kelanjutan dari aorta thoracica dan akan terbagi menjadi dua arteri illiaca communis. Bermula dari otot diafragma, kemudian melewati hiatus aortikus pada vertebrae T12 dan berakhir padacorpus vertebraeL4 (Alkoc, 2010).

Bagian anterior dari aorta abdominalis di batasi oleh omentum minus dan gaster, di belakang cabang dari arteri celiacadanplexus celiaca, pankreas, vena renalis sinistra, bagian inferior dari


(27)

7

duodenum, plexsus mesentrium, dan plexus aorticus. Pada bagian posterior di pisahkan dari vertebrae lumbalis dan fibrokartilago invertebra oleh ligamentum longitudinalis anterior dan vena lumbalis sinistra. Pada sisi dextra terdapat vena azygos, cysterna chyli, ductus thoracicus, crus dextra difragma yang memisahkan aorta dari bagian atas vena cava inferior dan ganglion celiaca dextra. Pada sisi sinistra adalah crus sinistra diafragma, ganglion celiacasinistra, duodenumascenden, dan sedikit bagian intestinum (Moore, 2013)

Gambar 1. Aorta abdominal tampak anterior (Paulsen dan Weschke, 2013)


(28)

8

Cabang-cabang aorta abdominal di bagi menjadi tiga kelompok, yakni viseral

parietal dan terminal.

Tabel 1.Cabang-cabang aorta abdominal (Moore, 2013)

Cabang Vertebrae Tipe Deskripsi

Arteri phrenicus inferior

T12 Parietal Dimulai tepat di bawah diafragma

Truncus celiacus T12 Visceral Cabang yang besar di

sebelah anterior

Arteri mesentricus

superior

L1 Visceral Cabang besar di anterior, bercabang tepat di bawah

truncus celiacus

Arteri suprarenal media

L1 Visceral Menuju ke kelenjar

adrenalis

Arteri renalis L2 Visceral Arteri yang besar,

bercabang di sisi samping aorta

Arteri gonadalis L2 Visceral Menjadi arteri ovarica pada

wanita dan arteri testicularis pada pria

Arteri lumbal L1-L4 Parietal Menyuplai dinding

abdomen dan korda spinalis

Arteri mesentricus inferior

L3 Visceral Cabang arteri yang besar

Arteri sacralis media

L4 Parietal Arteri yang bercabang dari tengah aorta

Arteri illiaca communis

L4 Terminal Bercabang (bifurcatio) untuk memberikan darah ke

tungkai bawah, pelvis, dan akhir dari aorta


(29)

9

2.1.2. Histologi Aorta Abdominal

Semua pembuluh darah yang berukuran lebih besar dari diameter tertentu memiliki ciri struktral yang sama dan menunjukan gambaran umum konstruksinya. Perbedaan diantara berbagai jenis pembuluh darah sering tidak begitu jelas karena peralihan dari satu jenis pembuluh ke jenis lainnya berlangsung secara bertahap (Mescher, 2012).

Pembuluh darah besar umumnya memiliki vasa vasorum yang berupa arteriol, kapiler, kapiler atau venula, yang bercabang-cabang di tunika adventitia dan tunika media bagian luar. Vasa vasorum membawa metabolit ke sel-sel lapisan tersebut karena pada pembuluh darah besar, lapisannya terlalu tebal untuk mendapat makanan secara difusi dari darah yang mengalir di dalam lumennya. Darah dalam lumen itu sendiri menyediakan nutrien dan oksigen untuk sel tunika intima. Vasa vasorumvena biasanya lebih besar ketimbang dari arteri (Mescher, 2012).

Aorta terdiri dari 3 komponen struktural yaitu tunika intima,tunika media, dan tunika adventitia. Aorta memiliki lapisan media yang lebih luas di banding dengan pembuluh darah lainnya. Lapisan media bertanggung jawab dalam menjaga kekuatan dan ketahanan aorta karena tersusun dari lapisan menyilang jaringan elastik.


(30)

10

Komposisi ini memungkinkan aorta memiliki daya regang (Witmer, 2014).

Tunika intimamemiliki satu lapis sel endotel yang ditopang selapis tipis subendotel jaringan ikat longgar yang terkadang mengandung sel otot polos. Tunika intimadipisahkan dengan tunika mediaoleh suatu lamina elastica interna. Lamina ini terdiri atas elastin, yang memiliki celah (fenestra) yang memungkinkan terjadinya difusi zat untuk memberi nutrisi ke sel-sel bagian dalam dinding pembuluh. Tunika mediaterdiri atas lapisan konsentris sel-sel otot polos yang tersusun secara berpilin. Diantara sel-sel otot polos, terdapat berbagai serat dan lamela elastin, serat retikular kolagen tipe III, proteoglikan, danglikoprotein yang kesemuanya dihasilkan sel-sel ini.Tunika mediadi pisahkan dengan tunika adventitiaolehlamina elastica eksterna. Tunika adventitia atau tunika externa terutama terdiri atas serat kolagen tipe I dan elastin. Lapisan adventitia berangsur menyatu dengan jaringan ikat stromal organ tempat pembuluh darah berada (Mescher, 2012).


(31)

11

Gambar 2. Histologi Aorta (Witmer, 2014)

2.2. Minyak goreng

Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau pun hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar serta biasanya digunakan untuk menggoreng makanan (Sitepoe, 2008). Jika dilihat dari struktur molekulnya, minyak goreng terbagi menjadi minyak dengan asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh (Noriko, 2012).

Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids) merupakan asam lemak yang mengandung ikatan tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Minyak ini bersifat stabil dan tidak mudah bereaksi atau berubah menjadi asam lemak jenis lain. Asam lemak jenuh yang terkandung dalam minyak goreng pada umumnya terdiri dari asam oktanoat, asam dekanoat, asam


(32)

12

laurat, asam miristat, asam palmitat dan asam stearat (Ketaren, 2008). Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acids/MUFA) maupun majemuk (polyunsaturated fatty acids/PUFA) merupakan asam lemak yang memiliki ikatan atom karbon rangkap pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak tidak jenuh yang terkandung dalam minyak goreng adalah asam oleat dan asam linolenat (Ketaren, 2008).

Berdasarkan badan standar nasional, minyak goreng memiliki stadar mutu yang harus sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu. Berikut adalah syarat standar kriteria mutu dari minyak goreng.

Tabel 2. Syarat standar mutu minyak goreng (Badan Standar Nasional, 2012).

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadan asaman

-- Bau - Normal

- Warna - Normal

2 Kadar air dan bahan menguap

%(b/b) Maks 0,15

3 Bilangan asam Mg KOH/g Maks 0,6

4 Bilangan peroksida Mek O2/kg Maks 10

5 Minyak pelikan - Negatif

6 Asam linolenat ( C18:3) dalam komposisi asam lemak minyak

% Maks 2

7 Cemaram logam

-- Kadmium( Cd) mg/kg Maks 0,2

- Timbal (pb) mg/kg Maks 0,1

- Timah (Sn) mg/kg Maks 40,0/250.0*

- Merkuri (Hg) mg/kg Maks 0,05


(33)

13

2.3. Minyak Jelantah

Minyak jelantah adalah minyak yang pemakaiannya telah lebih dari dua kali. Selain warnanya yang tidak menarik dan berbau tengik, minyak jelantah juga mempunyai potensi besar dalam membahayakan kesehatan tubuh (Harimby, 2013). Minyak jelantah memiliki mutu yang buruk dikarenakan asam lemak jenuhnya telah mengalami kerusakan akibat proses oksidasi (Oddang, 2013). Selain itu, minyak jelantah juga mengandung radikal bebas yang dapat merusak sel dan jaringan tubuh (Noriko, 2012).

Minyak jelantah selama penggorengan akan mengalami pemanasan dengan suhu yang tinggi (170o-200o C) dan berulang. Hal ini akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi yang menghasilkan senyawa–senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid dan polimer yang merugikan kesehatan manusia. Proses-proses tersebut menyebabkan minyak mengalami kerusakan. Kerusakan utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik, sedangkan kerusakan lain meliputi peningkatan kadar asam lemak bebas (FFA), bilangan iodin (IV), timbulnya kekentalan minyak, terbentuknya busa, hanya kotoran dari bumbu yang digunakan dan bahan yang digoreng (Ketaren, 2008).

Selain meningkatan FFA, pemanasan berulang akan membentuk asam lemak trans. Asam lemak trans (trans fatty acid atau TFA) adalah asam lemak tidak jenuh yang gugus H (hidrogen) berseberangan (trans)


(34)

14

sehingga tidak mudah terpolarisasi dan rantainya relatif lurus. Dalam suhu kamar lemak trans akan berbentuk padat atau setengah padat dan akan memberikan rasa gurih dan crispy (renyah) pada makanan. Asam lemak trans merupakan asam lemak tak jenuh yang sedikitnya memiliki satu ikatan ganda yang tidak terkonjugasi dalam konfigurasi trans dalam bentuk rantai yang lurus. Asam lemak trans merupakan bentuk struktur kimia asam lemak dengan posisi trans (berseberangan) yang diperoleh dari hasil perlakuan hidrogenasi (pemberian atom hidrogen) pada asam lemak tidak jenuh seperti linoleat, linolenat, arakidonat atau oleat (Genisa, 2013).

Menurut Sartika (2009) berdasarkan penelitiannya melihat pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (deep frying) terhadap pembentukan asam lemak trans dan terlihat adanya hubungan terbalik antara kadar asam lemak elaidat (trans) dan asam oleat (cis). Pembentukan asam lemak trans terjadi setelah proses penggorengan minyak pada pengulangan kedua. Konsumsi asam lemak trans mengakibatkan bahaya bagi kesehatan, seperti meningkatkan kolesterol LDL, menurunkan kolesterol HDL dan meningkatkan rasio total kolesterol, meningkatkan sistem tumor necrosisfactor (TNF)dan C-reactive protein gangguan endothelial insulin menjadi tidak sensitif. Selain itu konsumsi lemak trans mengakibatkan seseorang berisiko tinggi terkena penyakit diabetes, ginjal dan jantung koroner (Mariod et al., 2006). Peningkatan LDL serat penurunan HDL yang disebabkan oleh asam lemak trans dapat menginduk terbentuknya plak aterosklerosis pada pembuluh darah (Tuminah, 2009).


(35)

15

Gambar 3. Struktur Kimia dari Asam Lemak jenuh dan Tidak Jenuh Keterangan: A.Cis-Asam Lemak Tak Jenuh (Asam Oleat);

B. Trans Asam Lemak Tak Jenuh (Asam Elaidat); C. Asam Lemak Jenuh (Asam Stearat)

(Sartika, 2009).

2.4. Metabolisme Lipid

Lipid adalah sekelompok senyawa heterogen yang meliputi lemak, minyak, steroid, malam (wax), dan senyawa terkait. Lipid dapat di klasifikasikan menjadi lipid sederhana dan lipid kompleks. Lipid sederhana terdiri dari lemak, minyak, dan wax (malam), sedangkan untuk lipid kompleks terdiri dari fosfolipid, glikolipid (glikosfingolipid) dan lipid kompleks lain (Botham, 2013). Lipid dalam tubuh kita terdiri dari 3 jenis, yaitu kolesterol, trigliserid dan fosfolilipid. Sifat lipid yang tidak larut dalam lemak, sehingga lipid membutuhkan zat pelarut yang membuatnya dalam bentuk terlarut. Zat pelarut ini dapat dengan nama apolipoprotein


(36)

16

atau apoprotein. Saat ini dikenal sembilan jenis apoprotein yang diberi nama secara alfabetis yaitu Apo A, Apo B, Apo C, dan Apo E (Adam, 2009).

Senyawa lipid dengan apoprotein dapat dikenal dengan nama lipoprotein. Setiap lipoprotein terdiri atas kolesterol (bebas atau ester), trigliserid, fosfolipid dan apoprotein. Lipoprotein berbentuk sferik, mempunyai inti yang terdiri dari trigliserid dan kolesterol ester, serta dikelilingi fosfolipid dan beberapa kolesterol bebas. Masing-masing lipoprotein memiliki ukuran. Densitas, komposisi lemak dan komposiisi apoprotein yang berbeda-beda. Pada manusia, terdapat 6 jenis lipoprotein yang di dapatkan dari hasil ultrasentrifugasi yaitulow density lipoprotein(LDL),high density lipoprotein(HDL),intermediate density lipoprotein(IDL),very low density lipoprotein (VLDL), kilomikron dan lipoprotein a kecil. Metabolisme dari lipoprotein dibagi menjadi 3 jalaur yaitu endogen, eksogen, dan jalur reverse cholesterol transport. Jalur endogen dan eksogen berhubungan dengan lipoprotein LDL, sedangkan jalur reverse cholesterol transport akan berhubungan dengan lipoprotein HDL (Adam, 2009).


(37)

17

Gambar 4. Jalur metabolisme lipid (Adam, 2009)

Pada jalur metabolisme endogen, trigliserid yang di sintesis di hati akan di sekresikan ke sirkulasi sebagai lipoprotein VLDL. Dalam sirkulasi, trigliserid yang berada didalam VLDL akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) dan akan berubah menjadi IDL. IDL yang mengandung trigliserid yang sedikit lalu kembali mengalami hidrolis sehingga nantinya berubah menjadi LDL, sehingga LDL mengandung sedikit trigliserid dan banyak mengandung kolesterol. Sebagian kolesterol dari LDL akan dibawa ke hati dan jaringan steroidogenik lainnya. Sebagian lagi dari kolesterol LDL akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh reseptorscavenger-A(SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel busa (foam cell) (Adam, 2009).


(38)

18

Jalur metabolisme eksogen umunya berawal dari makanan yang mengandung trigliserid dan kolesterol. Trigliserid dan kolesterol akan masuk ke usus halus dan diserap kedalam enterosit mukosa usus halus. Trigliserid akan diserap sebagai lemak bebas sedang kolesterol sebagai kolesterol. Di dalam usus halus, asam lemak bebas akan diubah lagi menjadi trigliserid, sedang kolesterol akan mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester dan keduanya bersama fosfolipid dan apoproterin akan membentuk lipoprotein yang dinamakan kilomikron. Trigliserid dalam kilomikron akan mengalami hidolisis oleh LPl menjadi asam lemak bebas. Kilomikron yang telah kehilangan trigliserid akan menjadi kilomikron remnant dan akan dibawa ke hati (Adam, 2009).

Pada jalur reverse cholesterol transport, HDL akan dilepaskan sebagai partikel kecil yang miskin akan kolesterol. HDL nascent berasal dari usus halus dan hati, mengandung apolipoprotein A1 dan berbentuk gepeng. HDL nascent akan ke sirkulasi dan mengambil kolesterol yang disimpan didalam makrofag. Setelah mengambil kolesterol yang disimpan makrofag, HDL nascent akan berubah bentuk menjadi bulat. Kolesterol lalu akan di esterifikasi menjadi kolesterol ester oleh enzim lecithin cholesterol acyltranferase(LCAT). Kolesterol ester yang dibawa HDL akan mengalami 2 jalur. Jalur pertama, kolesterol akan dibawa ke hati, sedangkan jalur kedua kolesterol ester akan dipertukarkan dengan trigliserid dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transfer protein (CETP) (Adam, 2009).


(39)

19

2.5. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah atom atau molekul tidak stabil yang memiliki elektron yang tidak berpasangan (unpaired electron) pada orbit terluarnya. Suatu molekul bersifat stabil bila elektronnya berpasangan, tetapi bila tidak berpasangan molekul tersebut menjadi tidak stabil dan memiliki potensi untuk merusak. Bila molekul tidak stabil ini mengambil satu elektron dari senyawa lain maka molekul tersebut menjadi stabil sedangkan molekul yang diambil elektronnya menjadi tidak stabil dan berubah menjadi radikal dan memicu reaksi pembentukan radikal bebas berikutnya (reaksi berantai).

Radikal bebas pada minyak jelatah terbentuk karna adanya proses oksidasi secara terus menerus terhadap minyak. Radikal bebas dapat memicu reaksi oksidasi pada asam lemak tidak jenuh dalam lipid (reaksi peroksidasi lipid), oksidasi asam amino dalam protein, serta oksidasi kofaktor enzim tertentu sehingga terjadi inaktifasi enzim. Disfungsi endotel yang diinduksi radikal bebas melalui dua cara. Radikal bebas akan menyebabkan penurunan dari nitrit oksida dengan cara menghambat alur signaling NO yang melibatkan protein kinase C dan protein G. Radikal bebas ini juga akan menyebabkan oksidasi LDL yang akan mempercepat degeradasi NO dari endotel (Jannah, 2013).


(40)

20

2.6. Aterosklerosis 2.6.1. Definisi

Aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani yakni ‘athera” yang berarti bubur dan “sklerosis” artinya pengerasan. Jadi,

aterosklerosis dapat diartikan sebagai terbentuknya bercak seperti bubur yang terdiri dari penumpukan lemak kolesterol pada lapisan intima lumen pembuluh darah. Keaadaan seperti ini akan menyebabkan penebalan dinding dan hilangnya elastisitas dari pembuluh darah disertai perubahan degenerasi lapisan lapisan pembuluh darah terutam media dan intima (Fitriani, 2007).

Manifestasi pada aterosklerosis bergantung pada tempat terbentuknya penumpukan. Aterosklerosis dapat menyerang aorta, arteri pada otak, jantung, ginjal, organ lainnya dan ekstremitas. Bila ateroskelerosis terjadi pada arteri yang mensuplai darah ke otak (a.caroticus) maka akan menimbulkan stroke, bila terjadi pada arteri yang mensuplai darah ke jantung (a.coronaria) dapat menimbulkan penyakit jantung koroner, dan bila terjadi pada aorta (terutama aorta abdominal) dapat menyebabkan terjadinya aneurysmapada aorta (Fitriani, 2007).


(41)

21

2.6.2. Patogenesis

Aterosklerosis ditandai dengan lesi pada intima yang di sebut ateroma yang akan menonjol ke dalam dan menyumbat lumen pembuluh, menembus dan memperlemah media dibawahnya, dan akan mengalami penyulit serius. Pada arteri kecil, ateroma dapat menyumbat lumen, menggangu aliran darah ke organ distal, dan menyebabkan jejas iskemik. Selain itu, plak ateroskelerotik dapat mengalami kerusakan dan memicu terbentuknya trombus yang nantinya, akan semakin menghambat aliran darah. Di pembuluh darah besar seperti aorta, plak bersifat destruktif karna akan menggerogoti tunika media yang berada disekitarnya dan memperlemah dinding pembuluh darah yang terkena, serta menyebabkan aneurisma yang dapat pecah. Selain itu, ateroma luas bersifat rapuh yang nantinya dapat menghasilkan embolus ke sirkulasi distal (Kumar, 2013).

Adanya cedera dan disfungsi endotel, peningkatan permeabilitas, kumarinflamasi, migrasi monosit ke dalam dinding arteri, LDL-C teroksidasi dapat memasuki lapisan intima melalui jalur yang tidak bergantung pada reseptor. Kemudian terjadi pembentukan bercak lemak yang terdiri atas makrofag yang mengandung lipid (foam cell) dn limfosit T. Kemudian faktor pertumbuhan makrofag akan terakativasi dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari


(42)

22

media kedalam intima. Proses ini akan mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur (Wilson, 2012).

Bercak lemak yang telah matur lalu berkembang menjadi lesi intermediet dan cenderung membentuk lapisan fibrosa yang membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Lapisan ini merupakan campuran leukosit, debris, sel busa, dan lipid bebas yang dapat membentuk suatu inti nekrotik. Penimbunan kalsium kedalam plak fibrosa dapat menyebabkan pengerasan. Trombosis kemudian dapat terjadi dari perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar. Hal ini kemudian dapat menyebabkan terjadinya oklusi (Price, 2012). Patogenesis aterosklerosis secara umum dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(43)

23

2.6.3. Komplikasi

Komplikasi aterosklerosis bergantung pada tempat terjadinyanya penyumbatan. Jika ateroskelerosis terjadi aorta, dinding aorta akan menjadi lemah dan dapat menyebabkan terjadinya aneurisma. Tempat terbentuk aneurisma yang paling sering adalah aorta abdominalis. Aneurisma aorta adalah keadaan dimana pembuluh darah menjadi lebih tebal dan membesar secara abnormal seperti balon yang menonjol keluar (Fitriani, 2007).

Aneurisma berasal dari bahasa yunani “aneurysm” yang artinya adalah pelebaran. Pelebaran ini sangat berbahaya karna sewaktu-waktu bisa ruptur dan menyebabkan kematian. Aneurisma di bagi menjadi 3 jenis, yaitu aneurisma fusiformis sejati, aneurisma sakular sejati, dan aneurisma palsu (Wilson, 2012). Aneurysma sejati biasanya sering timbul akibat dari atrofi tunika media arteri. Dinding arteri berdilatasi tetapi tetap utuh walaupun mengalami distorsi. Jaringan biasanya terdiri dari jaringan fibrosa. Aneurisma sejati dapat berbentuk fusiformis atau sakular. Aneurisma fusiformis sejati adalah bentuk dilatasi sirkumferensial uniformis yang lebih sering di temukan, sedangkan aneurisma sakular berbentuk seperti kantong yang menonjol keluar dan berhubungan dengan arteri melalui suatu leher sempit. Aneurisma palsu (pseudoaneurisma) adalah akumulasi darah ekstravaskular disertai disrupsi pada seluruh lapisan pembuluh


(44)

24

darah. Dinding dari aneurysma palsu adalah trombus dan jaringan yang berdekatan.

2.7. Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley termasuk ke dalam hewan mamalia yang memiliki ekor panjang. Ciri-ciri galur ini yaitu bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit. Telinga tikus ini tebal dan pendek dengan rambut halus. Mata tikus putih berwarna merah. Ciri yang paling terlihat adalah ekornya yang panjang (lebih panjang dibandingkan tubuh). Bobot badan tikus jantan pada umur dua belas minggu mencapai 250 gram sedangkan betinanya mencapai 200 gram. Tikus memiliki lama hidup berkisar antara 4 –5 tahun dengan berat badan umum tikus jantan berkisar antara 267 –500 gram dan betina 225-325 gram (Sirois, 2005).

Tikus putih (Rattus norvegicus) atau biasa dikenal dengan nama lain Norway Rat berasal dari wilayah Cina dan menyebar ke Eropa bagian barat (Sirois, 2005). Pada wilayah Asia Tenggara, tikus ini berkembang biak di Filipina, Indonesia, Laos, Malaysia dan Singapura. Berikut ini adalah klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) galurSprague dawleymenurut Adiyati (2011).


(45)

25

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Rodentia Subordo : Sciurognathi Famili : Muridae Sub-Famili : Murinae Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus Galur/Strain : Sprague dawley

Penelitian menggunakan tikus percobaan harus memenuhi aspek kenyamanan hewan percobaan selama masa penelitian, hal tersebut dilakukan untuk meminimalkan bias lingkungan penelitian terhadap hewan percobaan. Pemilihan tikus putih (Rattus novergicus) sebagai objek penelitian dikarenakan tikus putih memiliki struktur yang hampir menyerupai manusia. Selain itu, beberapa penelitian sebelumnya banyak menggunakan tikus putih sebagai hewan coba untuk melihat plak ateroskelrosis pada gambaran histopatologi. Penggunaan tikus putih sebagai objek penelitian juga didasarkan etika penelitian pada mahluk hidup, yaitu dalam penelitian yang menggunakan objek mahluk hidup harus menggunakan hewan coba dengan strata terendah (Dannean et al., 2007).


(46)

26

2.8. Kerangka Peneitian 2.8.1 Kerangka Teori

Minyak jelantah selama penggorengan akan mengalami pemanasan dengan suhu yang tinggi (170o-200o C) dan berulang. Hal ini akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi yang menghasilkan senyawa-senyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid dan polimer yang merugikan kesehatan manusia (Ketaren, 2008).

Proses pemanasan yang berulang-ulang dapat menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi(Oddang, 2013). Hasil dari reaksi ini akan menghasilkan senyawa hidroperoksida dan peroksida yang merupakan radikal bebas bagi tubuh. Radikal bebas ini merupakan jenis oksigen reaktif yang dapat menginduksi terjadi disfungsi endotel pada pembuluh darah (Ketaren, 2008). Berdasarkan hasil analisis, nilai peroksida minyak jelantah bekas penggorengan berulang kali ternyata nilai peroksidanya lebih tinggi (Rahayu, 2006).

Radikal bebas dapat memicu reaksi oksidasi pada asam lemak tidak jenuh dalam lipid (reaksi peroksidasi lipid), oksidasi asam amino dalam protein, serta oksidasikofaktorenzim tertentu sehingga terjadi inaktifasi enzim. Disfungsi endotel yang diinduksi radikal bebas melalui oksidasi LDL yang akan mempercepat degeradasi NO dari endotel (Jannah, 2013).


(47)

27

Proses oksidasi pada pemanasan minyak goreng yang berulang juga dapat menyebabkan perubahan struktur kimia asam lemak dari Cis menjadi Trans (Ketaren, 2008). Asam lemak trans hasil produksi industri dihasilkan dari proses industri yaitu hidrogenasi, perlakuan panas seperti pemurnian minyak nabati dan selama proses penggorengan (Farag et al., 2010). Asam lemak trans (trans fatty acid atau TFA) adalah asam lemak tidak jenuh yang gugus H (hidrogen) berseberangan sehingga tidak mudah terpolarisasi dan rantainya relatif lurus. Komponen ini akan menaikkan kadar lipoprotein berdensitas rendah atauLow Density Lipoprotein (LDL), menurunkan kadar lipoprotein berdensitas tinggi atau High Density Lipoprotein (HDL) pada darah, dan menginduksi terjadinya disfungsi endotel pada dinding pembuluh darah (Kala, 2012).

Disfungsi endotel, peningkatan LDL, dan penurunan HDL akan menyebabkan terjadinya aterosklerosis. Proses ini akan menyebabkan terjadinya penebalan pada dinding pembuluh darah aorta (Price, 2012).


(48)

28

Ket

: Ruang Lingkup Penelitian : Menyebabkan

Gambar 6. Kerangka Teori Pengaruh Minyak Jelantah terhadap Ketebalan Dinding Aorta Abdominal

Minyak goreng

Pembentukan Plak Aterosklerosis Minyak Jelantah

Suhu tinggi Pemanasan berulang

Perubahan struktur kimia

Hidrolisis Oksidasi Polimerasi

Hidroperoksida dan Peroksida

Asam Lemak Trans

Radikal Bebas

Disfungsi Endotel

Oksidasi LDL

Peningkatan LDL dan Penurunan HDL

Perubahan Ketebalan Dinding Aorta Abdominal


(49)

29

2.8.2. Kerangka Konsep

Minyak goreng merupakan salah satu bahan pokok industri yang hampir digunakan oleh semua kalangan. Minyak goreng yang digunakan secara berulang-ulang dan dalam suhu yang tinggi disebut minyak jelantah. Pada minyak jelantah, mengandung beberapa zat berbahaya akibat proses oksidasi dari pemanasan yang terus-menerus. Diantara zat berbahaya dari minyak jelantah adalah asam lemak trans dan radikal bebas.

Berikut ini adalah kerangka konsep penelitian perbandingan frekuensi pemberian minyak jelantah terhadap gambaran histopatologi dari aorta abdominal yang terangkum pada gambar di bawah.

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 7. Kerangka Konsep Pengaruh Minyak Jelantah Ketebalan Dinding Aorta Abdominal

Pemberian minyak jelantah : -1x penggorengan,

-4x penggorengan, -8x penggorengan -12x penggorengan peroral dengan dosis 1,5ml/hari

Ketebalan dinding aorta abdominal


(50)

30

2.9. Hipotesis

1. Terdapat pengaruh pemberian minyak jelantah terhadap ketebalan dinding aorta abdominal tikus putih jantan (Rattus novergicus) galur Sprague dawley

2. Terdapat pengaruh jumlah penggorengan minyak jelantah terhadap ketebalan dinding aorta abdominal tikus putih (Rattus novergicus) jantan galurSprague dawley


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan desain penelitian eksperimental dengan menggunakan metode acak terkontrol dengan pola post test-only control group desain. Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley berumur 8-10 minggu yang dipilih secara randomdan dibagi menjadi 5 kelompok.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Pembuatan dan pengamatan preparat dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi dan Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Periode penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 4 bulan (Agustus-November 2016).


(52)

32

3.3. Subjek Penelitian 3.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah Tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley berumur 8-10 minggu yang diperoleh dari Palembang Tikus Centre (PTC). Penentuan jumlah adalah minimal 5 tikus untuk setiap kelompoknya. Menurut Frederer, rumus penentuan sampel untuk uji eksperimental adalah:

(t-1)(n˗ 1)≥15

T merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah sampel pada tiap kelompok. Penelitian ini akan menggunakan 5 kelompok perlakuan sehingga penghitungan sampel menjadi:

(5-1)(n˗ 1)≥15 4(n-1)≥15

4n-4≥15 4n≥19 n≥4,75

Jadi, sampel yang digunakan pada setiap kelompok percobaan sebanyak 5 ekor (dibulatkan) dan jumlah kelompok yang digunakan adalah 5 kelompok sehingga penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih. Untuk mengantisipasi hilangnya eksperimen maka dilakukan koreksi dengan rumus:


(53)

33

N=f

Keterangan:

N= besar sampel koreksi n = besar sampel awal

f = perkiraan proporsi drop out sebesar 10% (Notoadmojo, 2012). sehingga,

N =

N =

N =

N = 5,55

N= 6 (pembulatan)

Jadi, keseluruhan sampel yang digunakan pada penelitian kali ini adalah 30 ekor tikus yang dibagi ke dalam 5 kelompok. Adapun kelima

kelompok tikus ini terdiri dari:

1. Kelompok K merupakan kelompok tikus yang diberi aquades. Kelompok ini digunakan sebagai kelompok kontrol.

2. Kelompok P1 merupakan kelompok tikus yang diberi minyak jelantah dengan frekuensi 1x penggorengan dengan dosis 1,5mL/hari peroral selama 28 hari berturut-turut.


(54)

34

3. Kelompok P2 merupakan kelompok tikus yang diberi minyak jelantah dengan frekuensi 4x penggorengan dengan dosis 1,5mL/hari/ selama 28 hari berturut-turut.

4. Kelompok P3 merupakan kelompok tikus yang diberi minyak jelantah dengan frekuensi 8x penggorengan dengan dosis 1,5mL/hari selama 28 hari berturut-turut.

5. Kelompok P4 merupakan kelompok tikus yang diberi minyak jelantah dengan frekuensi 12x penggorengan dengan dosis 1,5mL/hari selama 28 hari berturut-turut.

3.3.2. Kriteria Inklusi

Adapun Tikus yang digunakan pada penelitian ini memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:

1. Sehat

2. Tikus putih galurSprague dawley 3. Memiliki berat badan 200-250 gram 4. Jenis kelamin jantan

5. Berusia sekita 8-10 minggu 6. Tidak ada kelainan anatomi

3.3.3. Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi pada penelitian ini diantaranya :

1. Penampakan tikus rambut kusam, rontok, botak dan aktivitas kurang aktif.


(55)

35

2. Terdapat eksudat yang tidak normal dari mata, mulut, anus, genital setelah masa adaptasi.

3. Terdapat penurunan berat badan >10 % setelah masa penelitian 4. Mati selama masa penelitian.

3.4. Alat dan Bahan penelitian 3.4.1. Alat penelitian

Alat penelitian yang digunakan yaitu:

1. Neraca analitikMetler Toledodengan tingkat ketelitian 0,01 g 2. Minor set, untuk membedah perut Tikus (laparotomy)

3. Kapas alkohol 4. Mikrotom 5. Sonde 6. Kompor 7. Penggorengan 8. Spuit 3cc 9. Gelas ukur

3.4.2. Bahan penelitian

Bahan penelitian yang digunakan yaitu : 1. Hewan percobaan

2. Pelet sebagai makanan hewan

3. Minyak jelantah dengan penggorengan 4x, 6x, dan 16x 4. Air


(56)

36

5. Ketamine-xylazine 6. Formalin

7. Alkohol 75% dan 96%

8. PewarnaanHematoksilindanEosin

3.5. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel 3.5.1. Identifikasi Variabel

Pada penelitian ini terdapat 2 variabel yakni variabel dependen (variabel terikat) dan variabel independen (variabel bebas). Adapun variabel penelitian pada penelitian ini adalah:

1. Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian minyak jelantah peroral

2. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah perubahan ketebalan dinding aorta abdominal.

3.5.2. Definisi Operasional


(57)

37

Tabel 3.Definisi Operasional

Variabel Definisi Hasil Ukur Alat

Ukur Skala Minyak jelantah Merupakan minyak bekas penggorengan tahu sebanyak 1x, 4x, 8x dan 12x. Dosis minyak jelantah yang digunakan dalam penelitian 1,5 mL/hari.

Frekuensi penggorengan minyak dengan rincian sebagai berikut : Perlakuan 1= Kontrol (Aquades)

Pelakuan 2= 1x penggorengan Perlakuan 2= 4x penggorengan Perlakuan 3= 8x penggorengan Perlakuan 4=12x penggorengan

Spuit 3 cc dan sonde Kategorik ordinal Ketebalan dinding aorta abdominal Ketebalan dinding aorta abdominalis pada potongan melintang dihitung dari tunika intima sampai dengan tunika media. Setiap aorta abdominalis diambil 3 potongan melintang (proksimal, medial, dan distal) kemudian dihitung rata-ratanya. Pengamatan menggunakan mikroskop cahaya pada perbesaran 100x

Pengukuran dilakukan di setiap potongan melintang aorta abdominalis pada delapan zona lapangan pandang, yaitu zona jam 12.00, 13.30, 15.00, 16.30, 18.00, 19.30, 21.00, 22,30. Cara perhitungannya adalah rerata ketebalan aorta abdominalis dari pengukuran delapan zona.

(Kustiyah, 2003)

Mikroskop cahaya

Nominal

3.6. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh minyak jelantah terhadap gambaran histopatologi aorta abdominal tikus.


(58)

38

3.6.1. Pemilihan Hewan Coba

Tikus putih (Rattus norvegicus) dipilih sebagai model hewan coba karena merupakan mamalia yang mempunyai tipe metabolisme sama dengan manusia.sehingga dapat digeneralisasikan kepada manusia. Di samping itu, dengan menggunakan tikus sebagai hewan coba, maka pengaruh diet dapat benar-benar dikendalikan dan terkontrol (bias kecil). Akan tetapi, hal ini juga mempunyai kelemahan karena pola konsumsi makanan manusia lebih beragam, sehingga kondisi yang dicapai pada penelitian kemungkinan akan berbeda dengan kenyataan pada manusia.

3.6.2. Prosedur Pemberian Minyak Jelantah 1. Pemilihan Sampel Minyak Jelantah

Penelitian mengenai analisis kualitas minyak goreng pada penggorengan tahu putih sebanyak 4 kali penggorengan dengan lama penggorengan selama 10 menit terbukti adanya peningkatan profil lipid yang signifikan, terutama pada kadar peroksida dan asam lemak trans pada minyak (Ilmi et al., 2015). Menurut Ayu dan Hamzah (2010), minyak jelantah yang digunakan hingga 4 kali dapat membentuk radikal bebas dan senyawa toksik yang bersifat racun bagi tubuh . Berdasarkan penelitian lain yang dilakukan oleh Shastry et al . (2011) menggunakan tikus putih jantan galur Sprague dawley, penggunaan minyak jelantah hingga 8 kali terbukti dapat merusak organ dari tikus tersebut. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan


(59)

39

penelitian terhadap tikus putih jantan galur Sprague dawley yang diberikan minyak goreng bekas gorengan selama 28 hari dengan frekuensi penggorengan 1kali, 4kali, 8kali, dan 12kali dengan lama penggorengan selama 10 menit per siklus untuk melihat perubahan gambaran histopatologi dari organ aorta abdominal tikus.

2. Perhitungan dosis minyak jelantah

Pada penelitian Zhouet al. (2016) pemberian minyak goreng dengan penggorengan secara berulang pada tikus wistar selama 6 minggu dengan dosis 1,5 mL/hari dapat mengakibatkan kerusakan histopatologi usus tikus. Penelitian yang dilakukan oleh Ilmi et al., (2015) yang menganalisa kadar peroksida dan asam lemak pada minyak jelantah, ia menggunakan minyak goreng sebanyak 2 liter dan tahu putih dengan berat 900 gram selama 10 menit persiklus. Berdasarkan penelitian sebelumnya, peneliti melakukan penelitian menggunakan minyak goreng bekas penggorengan tahu dengan penggorengan berulang (1kali, 4kali, 8kali, dan 12kali) kepada tikus jantan galurSprague dawley selama 28 hari dengan dosis pemberian sebesar 1,5 mL/hari.


(60)

40

3.6.3. Prosedur Operasional PembuatanSlide 1. Fixation

• Spesimen berupan potongan organ telah dipotong secara representatif kemudian segera difiksasi dengan formalin 10% selama 3 jam.

• Dicuci dengan air mengalir sebanyak 3−5 kali. 2.Trimming

Organ dikecilkan hingga ukuran ± 3 mm kemudian potongan organ tersebut dimasukkan kedalamtissue casette.

3. Dehidration

Dehidrasi memakai alkohol yang semakin pekat dimulai dari 70%, 95%, hingga alkohol absolut.

• Alkohol 70% selama 0,5 jam • Alkohol 96% selama 0,5 jam • Alkohol 96% selama 0,5 jam • Alkohol 96% selama 0,5 jam • Alkohol absolut selama 1 jam • Alkohol absolut selama 1 jam • Alkohol absolut selama 1 jam • Alkohol xylol 1:1 selama 0,5 jam 4. Clearing


(61)

41

5. Impregnansi

Impregnansi dilakukan dengan menggunakan parafin selama 1 jam dalam oven suhu 65oC.

6. Embedding

• Sisa paraffin yang ada pada pan dibersihkan dengan memanaskan beberapa saat di atas api dan diusap dengan kapas.

• Paraffin cair disiapkan dengan memasukkan paraffin ke dalam cangkir logam dan dimasukkan dalam oven pada suhu diatas 580C. •Paraffin cair dituangkan ke dalam pan.

• Dipindahkan satu per satu dari tissue casette ke dasar pan dengan mengatur jarak yang satu dengan yang lainnya.

•Pan dimasukkan ke dalam air.

• Paraffin yang berisi potongan aorta dilepaskan dari pan dengan dimasukkan ke dalam suhu 4−60C beberapa saat.

• Paraffin dipotong sesuai dengan letak jaringan yang ada dengan menggunakan skalpel/pisau hangat.

• Lalu diletakkan pada balok kayu, diratakan pinggirnya dan dibuat ujungnya sedikit meruncing

7. Cutting

•.Pemotongan dilakukan pada ruangan dingin.

•Sebelum memotong, blok didinginkan terlebih dahulu di lemari es. • Dilakukan pemotongan kasar, lalu dilanjutkan dengan pemotongan

halus dengan ketebalan 4−5 mikron. Pemotongan dilakukan menggunakanrotary microtome dengandisposable knife.


(62)

42

• Dipilih lembaran potongan yang paling baik, diapungkan pada air dan dihilangkan kerutannya dengan cara menekan salah satu sisi lembaran jaringan tersebut dengan ujung jarum dan sisi yang lain ditarik menggunakan kuas runcing.

• Lembaran jaringan dipindahkan ke dalam water bath pada suhu 600C selama beberapa detik sampai mengembang sempurna.

• Dengan gerakkan menyendok, lembaran jaringan tersebut diambil dengan slide bersih dan ditempatkan di tengah atau pada sepertiga atas atau bawah.

Slide yang berisi jaringan ditempatkan pada inkubator (Suhu 370C) selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna.

8. (Straining) Pewarnaan

Menggunakan prosedur PulasanHematoksilinEosin:

Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, dipilih slide yang terbaik selanjutnya secara berurutan memasukkan ke dalam zat kimia di bawah ini dengan waktu sebagai berikut.

a. Dilakukan deparafinisasi dalam: •Larutan xylol I selama 5 menit •Larutan xylol II selama 5 menit •Ethanol absolut selama 1 jam b. Hidrasi dalam:

•Alkohol 96% selama 2 menit •Alkohol 70% selama 2 menit •Air selama 10 menit


(63)

43

c. Pulasan inti dibuat dengan menggunakan: • Haris hematoksilinselama 15 menit •Air mengalir

•Eosin selama maksimal 1 menit

d. Lanjutkan dehidrasi dengan menggunakan: •Alkohol 70% selama 2 menit

•Alkohol 96% selama 2 menit •Alkohol absolut 2 menit e. Penjernihan:

•Xylol I dan Xylol II selama 2 menit 9.Mounting

Setelah pewarnaan selesai, slide ditempatkan di atas kertas tisu pada tempat datar, ditetesi dengan bahan mounting yaitu entelan dan ditutup dengan deck glass, cegah jangan sampai terbentuk gelembung udara.

10. Evaluasi Histopatologi

Slide dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi, diperiksa dibawah mikroskop cahaya dan dibaca oleh ahli histologi dan patologi anatom dengan menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 100 kali.

3.7. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik. Analisi statistik yang digunakan adalah analisis univariat untuk


(64)

44

menilai normalitas dan homogenitas data dan analisis bivariat untuk menilai tingkat perbedaan antara variabel bebas dan variabel terikat.

1. Analisis univariat untuk menilai apakah data terdistribusi normal. Analisis univariat yang dilakukan adalah uji normalitas Shapiro-Wilk dikarenakan jumlah sampel <50

2. Analis bivariat yang dilakukan menggunakan uji parametrik One Way ANOVAkarena data ditemukan terdistribusi normal dan homogen.

3. Pada uji One Way ANOVA memberikan hasil <0,05 (hipotesis diterima) lalu dilakukan dengan menggunakan analisis post-hoc Tamhane untuk menilai kebermaknaan antar kelompok..

Data dilakukan analisis dengan menggunakan program analisis data. Untuk uji normalitas data dilakukan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel <50. Lalu dilakukan uji homogenitas dengan uji Levene. Distribusi data normal tetapi data tidak homogen lalu dilanjutkan dengan uji One way Annova, kemudian dilanjutkan dengan post hoc Tamhaneuntuk mengetahui kelompok mana yang berbeda secara bermakna.


(65)

45

3.8. Diagram Alur

Gambar 8.Diagram Alur Penelitian Fiksasi sampel dengan formalin 10%

Pembuatan sediaanHematoxylin-Eosin

Pengamatan

Interpretasi hasil pengamatan Pemberian aquades 1,5mL/hari. Pemberian Minyak jelantah 1,5mL/hari. Dengan frekuensi 1kali penggorengan Pemberian Minyak jelantah 1,5mL/hari. Dengan frekuensi 4kali penggorengan Pemberian Minyak jelantah 1,5mL/hari. Dengan frekuensi 8kali penggorenga

Tikus dianestesi denganKetamine-xylazine75-100mg/kg + 5-10mg/kg secara IP

Lakukan laparotomi lalu ambil organ aorta abdominal tikus

Eutanasia dengan metodecervical dislocation

K P1 P2 P3

Tikus diadaptasikan selama 7 hari

Tikus diberikan perlakuan selama 28 hari

P4 Pemberian Minyak jelantah 1,5mL/hari dengan frekuensi 12kali penggorengan


(66)

46

3.9. Etika Penelitian

Ethical clearance penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan No.086/UN26.8/DL/20177


(67)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari penelitian yang suda dilakukan peneliti, dapat di simpulkan bahwa:

1. Terdapat pengaruh pemberian minyak jelantah terhadap ketebalan dinding aorta abdominal tikus putih (Rattus norvegicus)jantan galurSprague dawley.

2. Terdapat pengaruh jumlah penggorengan minyak jelantah terhadap ketebalan dinding aorta abdominal tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley.

5.2 Saran

Adapun saran bagi peneliti lain sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemberian minyak jelantah dengan menggunakan jenis bahan gorengan yang berbeda.

2. Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan cara pemberian yang berbeda.


(68)

61

3. Melakukan penelitian lebih lanjut tentang pemberian minyak jelantah dengan mengamati jenis organ aorta yang berbeda (Arcus aorta, ascenden aorta dan aorta thoracica)

4. Melakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan pewarnaan

Imunohistokimiaatau pewarnaan lainnya sehingga dapat mengidentifikasi perubahan yang spesifik pada sel tertentu pada aorta abdominal.

5. Melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengukur ketebalan pada masing-masing tunika baik itu tunika intima, tunika media dan tunika adventitia aorta abdominal.

6. Perlu dipertimbangkan untuk dilakukan adanya sosialisasi terkait bahaya dari penggunaan minyak jelantah karna dapat membahayakan tubuh.


(69)

DAFTAR PUSTAKA

Adam JM. 2009. Dislipidemia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Siamandibrata M, Setiati S. : Ilmu Penyakit Dalam . Edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing. Hlm: 1984-1993.

Aladedunye FA, Przybylski R. 2009. Degradation and nutritional quality changes of oil during frying.J Am Oil Chem Soc 86:149–156.

Ayu DF, Hamzah FH. 2010. Evaluasi sifat fisiko-kimia minyak goreng yang digunakan oleh pedangang jajanan makanan di kecamatan tampan kota pekanbaru. SAGU Vol 9 No 1 : 4-14.

Gerald H, Daphne O. 2012. LDL as a cause of atherosclerosis. The Open Atherosclerosis & Thrombosis Journal 5:13-21.

Ilmi I, Khomsan A, Marliyati S. 2015. Kualitas minyak goeng dan produk gorengan selama penggorengan di rumah tangga Indonesia. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 4 (2).

Kearney J. 2010. Food consumption trends and drivers. Philosophical Transactions of the Royal Society of London. Series B, Biological Sciences 365(1554).

Ketaren S. 2008. Pengantar teknologi minyak dan lemak pangan. Jakarta: UI-Press.


(70)

Kronzon I, Tunick PA. 2006. Aortic atherosclerotic disease and stroke. Circulation 114(1): 63–75.

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2013. Penyakit pada pembuluh darah. Dalam: Asrorudin M, Hartanto H, Darmaniyah N. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi ke-7. Jakarta: EGC.

Kustiyah I, Prasetyo A. 2003. Pengaruh berbagai variasi dosis ekstrak morinda citrifolia terhadap kadar lipid serum dan perkembangan lesi aterosklerosis pada aorta abdominalis tikus Wistar. Media Medika Indonesia; 38:4

Leong X, Ng C, Jaarin K, and Mustafa M. 2015. Effects of repeated heating of cooking oils on antioxidant content and endothelial function.Austin Journal of Pharmacology and Therapeutics 1(1): 2-5

.

Lusis AJ. 2010. Atherosclerocis. HNI Public Acces 407(6801): 233–241.

Manohara Gd, Normasari R, Febianti Z. 2015. Pengaruh pemberiaan ekstrak tauge kacang hijau (Vigna radiata (L)) terhadap ketebalan tunika intima-media aorta abdominalis pada tikus wistar jantan yang diberi stress fisik. Jurnal Pustaka Kesehatan Vol. 3, No. 3.

Mariod A, Matthaus B, Eichner K, Hussein IH. 2006. Frying quality and oxidative stability of two unconventional oils. Journal of the American Oils Chemists’ Society 83(6): 529-538.

Mescher, AL. 2012. Histologi dasar junquiera. Edisi ke-12 Jakarta: EGC.

Moore KL, Dalley AF. 2013.Anatomi Berorientasi Klinis. Jakarta: ERLANGGA.

Noor L. 2009. Pengaruh lama stress dan diet atherogenik terhadap pembentukan foam cell pada arteri koroner jantung tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley jantan [Skripsi]. Malang: Universitas Islam Negri Maulana Ibrahim Malik.


(71)

Noriko N, Elfidasari D, Perdana A, Wulandari N, Wijayanti W. 2012. Analisis penggunaan dan syarat mutu minyak goreng pada penjaja makanan di food court UAI. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains dan Teknologi Vol. 1, No. 3.

Notoatdmojo S. 2012. Metodelogi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka cipta

Oddang A, Sirajuddin S, Syam A. 2013. Analisis kadar asam lemak trans dalm penggorengan dan minyak bekas hasil penggorengan makanan jajanan di lingkungan workshop universitas hasanudin makasar. Universitas Hasanudin.

Paulsen F, Waschke J. 2013. Atlas anatomi manusia sobotta. Edisi ke-23. Jakarta: EGC

Price SA, Wlison LM. 2012. Penyakit jantung koroner. Dalam: Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA. Patofisiologi Konsep klinis proses - proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm; 1320-1331.

Rahayu A. 2006. Uji pendahuluan analisis nilai peroksida minyak jelantah bermerk dan tidak bermerk. [Skripsi]. Malang: Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Malang.

Sampurna. 2003. Pengaruh ekstral Allium sativum terhadap jumlah sel busa dan ketebalan dinding aorta abdominalis tikus wistar yang telah diinduksi adrenalin dan diet kuning telor .Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Sartika R. 2009. Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng( Deep frying) terhadap pembentukan asam lemak trans. Makara Sains Vol. 13, No. 1.

Siswanto W, Mulasari SA. 2015. Peningkatan peroksida minyak goreng curah. KESMAS Vol No 1, hlm: 1–10.

Soekimin, Japardi I, Sutysna H. 2014. Pengaruh pemberian jus buah pepaya terhadap gambaran histopatologi fatty streak pada dinding aorta abdominalis tikus wistar jantan hiperkolesterolemik. Jurnal Biomedi Vol. 6, No. 3.


(72)

Susenas. 2012. Badan Pusat Statistik dalam Buletin jendela data dan informasi kesehatan, Semester 1, 2013.

Susianti. 2013. Pengaruh minyak goreng bekas yang dimurnikan dengan buah mengkudu (Moringa Citrifolia) terhadap gambaran histopatologi hepar dan jantung tikus.MKA Vol 37 No. 2.

Sutysna H. 2013. Pengaruh pemberian jus buah pepaya (Carica Papalaya L) terhadap gambaran histopatologi fatty streak pada dinding aorta abdominalis tikus wistar jantan hiperkolesterolemik. [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara

TanKai X, Noor A, Omar, Low W, Aniza H, Santhana R, Kamsiah J, Faizah O. 2012. Reheated palm oil consumption .and risk of atherosclerosis: (Evidence at Ultrastructural). Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine.

Witmer LM. 2014. Clinical anatomy of the aorta. Centre for Osteopathic Regional Education. Hlm: 1-15

Zhou Z, Wang Y , Jiang Y, Diao Y, Strappe Y, Prenzler P, Ayton J and s Blanchard C. 2016. Deep-fried oil consumption in rats impairs glycerolipid metabolism, gut histology and microbiota structure. Lipid in Health and Disease 15: 86.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari penelitian yang suda dilakukan peneliti, dapat di simpulkan bahwa:

1. Terdapat pengaruh pemberian minyak jelantah terhadap ketebalan dinding aorta abdominal tikus putih (Rattus norvegicus)jantan galurSprague dawley.

2. Terdapat pengaruh jumlah penggorengan minyak jelantah terhadap ketebalan dinding aorta abdominal tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley.

5.2 Saran

Adapun saran bagi peneliti lain sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemberian minyak jelantah dengan menggunakan jenis bahan gorengan yang berbeda.

2. Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan cara pemberian yang berbeda.


(2)

61

3. Melakukan penelitian lebih lanjut tentang pemberian minyak jelantah dengan mengamati jenis organ aorta yang berbeda (Arcus aorta, ascenden aorta dan aorta thoracica)

4. Melakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan pewarnaan

Imunohistokimiaatau pewarnaan lainnya sehingga dapat mengidentifikasi perubahan yang spesifik pada sel tertentu pada aorta abdominal.

5. Melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengukur ketebalan pada masing-masing tunika baik itu tunika intima, tunika media dan tunika adventitia aorta abdominal.

6. Perlu dipertimbangkan untuk dilakukan adanya sosialisasi terkait bahaya dari penggunaan minyak jelantah karna dapat membahayakan tubuh.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adam JM. 2009. Dislipidemia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Siamandibrata M, Setiati S. : Ilmu Penyakit Dalam . Edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing. Hlm: 1984-1993.

Aladedunye FA, Przybylski R. 2009. Degradation and nutritional quality changes of oil during frying.J Am Oil Chem Soc 86:149–156.

Ayu DF, Hamzah FH. 2010. Evaluasi sifat fisiko-kimia minyak goreng yang digunakan oleh pedangang jajanan makanan di kecamatan tampan kota pekanbaru. SAGU Vol 9 No 1 : 4-14.

Gerald H, Daphne O. 2012. LDL as a cause of atherosclerosis. The Open Atherosclerosis & Thrombosis Journal 5:13-21.

Ilmi I, Khomsan A, Marliyati S. 2015. Kualitas minyak goeng dan produk gorengan selama penggorengan di rumah tangga Indonesia. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 4 (2).

Kearney J. 2010. Food consumption trends and drivers. Philosophical Transactions of the Royal Society of London. Series B, Biological Sciences 365(1554).

Ketaren S. 2008. Pengantar teknologi minyak dan lemak pangan. Jakarta: UI-Press.


(4)

Kronzon I, Tunick PA. 2006. Aortic atherosclerotic disease and stroke. Circulation 114(1): 63–75.

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2013. Penyakit pada pembuluh darah. Dalam: Asrorudin M, Hartanto H, Darmaniyah N. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi ke-7. Jakarta: EGC.

Kustiyah I, Prasetyo A. 2003. Pengaruh berbagai variasi dosis ekstrak morinda citrifolia terhadap kadar lipid serum dan perkembangan lesi aterosklerosis pada aorta abdominalis tikus Wistar. Media Medika Indonesia; 38:4

Leong X, Ng C, Jaarin K, and Mustafa M. 2015. Effects of repeated heating of cooking oils on antioxidant content and endothelial function.Austin Journal of Pharmacology and Therapeutics 1(1): 2-5

.

Lusis AJ. 2010. Atherosclerocis. HNI Public Acces 407(6801): 233–241.

Manohara Gd, Normasari R, Febianti Z. 2015. Pengaruh pemberiaan ekstrak tauge kacang hijau (Vigna radiata (L)) terhadap ketebalan tunika intima-media aorta abdominalis pada tikus wistar jantan yang diberi stress fisik. Jurnal Pustaka Kesehatan Vol. 3, No. 3.

Mariod A, Matthaus B, Eichner K, Hussein IH. 2006. Frying quality and oxidative stability of two unconventional oils. Journal of the American Oils Chemists’ Society 83(6): 529-538.

Mescher, AL. 2012. Histologi dasar junquiera. Edisi ke-12 Jakarta: EGC.

Moore KL, Dalley AF. 2013.Anatomi Berorientasi Klinis. Jakarta: ERLANGGA.

Noor L. 2009. Pengaruh lama stress dan diet atherogenik terhadap pembentukan foam cell pada arteri koroner jantung tikus putih (Rattus novergicus) galur Sprague dawley jantan [Skripsi]. Malang: Universitas Islam Negri Maulana Ibrahim Malik.


(5)

Noriko N, Elfidasari D, Perdana A, Wulandari N, Wijayanti W. 2012. Analisis penggunaan dan syarat mutu minyak goreng pada penjaja makanan di food court UAI. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains dan Teknologi Vol. 1, No. 3.

Notoatdmojo S. 2012. Metodelogi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka cipta

Oddang A, Sirajuddin S, Syam A. 2013. Analisis kadar asam lemak trans dalm penggorengan dan minyak bekas hasil penggorengan makanan jajanan di lingkungan workshop universitas hasanudin makasar. Universitas Hasanudin.

Paulsen F, Waschke J. 2013. Atlas anatomi manusia sobotta. Edisi ke-23. Jakarta: EGC

Price SA, Wlison LM. 2012. Penyakit jantung koroner. Dalam: Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA. Patofisiologi Konsep klinis proses - proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm; 1320-1331.

Rahayu A. 2006. Uji pendahuluan analisis nilai peroksida minyak jelantah bermerk dan tidak bermerk. [Skripsi]. Malang: Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Malang.

Sampurna. 2003. Pengaruh ekstral Allium sativum terhadap jumlah sel busa dan ketebalan dinding aorta abdominalis tikus wistar yang telah diinduksi adrenalin dan diet kuning telor .Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.

Sartika R. 2009. Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng( Deep frying) terhadap pembentukan asam lemak trans. Makara Sains Vol. 13, No. 1.

Siswanto W, Mulasari SA. 2015. Peningkatan peroksida minyak goreng curah. KESMAS Vol No 1, hlm: 1–10.

Soekimin, Japardi I, Sutysna H. 2014. Pengaruh pemberian jus buah pepaya terhadap gambaran histopatologi fatty streak pada dinding aorta abdominalis tikus wistar jantan hiperkolesterolemik. Jurnal Biomedi Vol. 6, No. 3.


(6)

Susenas. 2012. Badan Pusat Statistik dalam Buletin jendela data dan informasi kesehatan, Semester 1, 2013.

Susianti. 2013. Pengaruh minyak goreng bekas yang dimurnikan dengan buah mengkudu (Moringa Citrifolia) terhadap gambaran histopatologi hepar dan jantung tikus.MKA Vol 37 No. 2.

Sutysna H. 2013. Pengaruh pemberian jus buah pepaya (Carica Papalaya L) terhadap gambaran histopatologi fatty streak pada dinding aorta abdominalis tikus wistar jantan hiperkolesterolemik. [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara

TanKai X, Noor A, Omar, Low W, Aniza H, Santhana R, Kamsiah J, Faizah O. 2012. Reheated palm oil consumption .and risk of atherosclerosis: (Evidence at Ultrastructural). Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine.

Witmer LM. 2014. Clinical anatomy of the aorta. Centre for Osteopathic Regional Education. Hlm: 1-15

Zhou Z, Wang Y , Jiang Y, Diao Y, Strappe Y, Prenzler P, Ayton J and s Blanchard C. 2016. Deep-fried oil consumption in rats impairs glycerolipid metabolism, gut histology and microbiota structure. Lipid in Health and Disease 15: 86.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Hormon Testosteron Undekanoat (TU) Dan Medroksiprogesteron Asetat (MPA) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa dan Histologi Spermatogenesis Tikus Jantan (Rattus Novergicus L) Galur Sprague Dawley

4 46 157

Uji Efek Antifertilitas Serbuk Bawang Putih (Allium Sativum L.) Pada Tikus Jantan (Rattus Novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo Dan In Vitro

3 25 115

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

PENGARUH PEMBERIAN HERBISIDA PARAQUAT DIKLORIDA PER−ORAL TERHADAP DERAJAT KERUSAKAN ESOFAGUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

6 31 68

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK ZAITUN DAN MADU TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DIET TINGGI LEMAK

2 27 69

PENGARUH PEMBERIAN HERBISIDA GOLONGAN PARAQUAT DIKLORIDA PER-ORAL TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

3 13 78

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK JELANTAH PADA GAMBARAN HISTOPATOLOGI MIOKARDIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

0 4 65

PERBEDAAN ANGKA RESORPSI FETUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY TERHADAP PEMBERIAN ASAM FOLAT

1 14 63

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK JELANTAH TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI ARTERI KORONARIA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

0 13 66

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK JELANTAH TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

0 26 71