3 Kebijakan pembangunan bias pertumbuhan ekonomi. Kebijakan 4 Patriarki di Tubuh Negara dan Masyarakat Adat. Perempuan

konlik isik berupa penyiksaan, teror. Kondisi kesehatan masyarakat terganggu, utamanya pada kesehatan reproduksi perempuan. Wilayah adat mereka tercemar bahan kimia yang dipakai dalam pengelolaan tambang emas dan perkebunan sawit. Rusaknya lingkungan dan ekosistem menyebabkan MHA, khususnya perempuan adat, mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. • Banyaknya Peraturan-Perundang-Undangan tidak Menjamin adanya Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat 117. Peraturan perundang-undangan sudah cukup banyak namun tidak menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat dan akses masyarakat terhadap SDA. Peraturan-peraturan tersebut tidak memadai untuk melindungi hak-hak MHA. Sebaliknya, peraturan- peraturan tersebut justru memberikan kesempatan yang lebih besar kepada korporasi untuk mendapatkan keuntungan melalui praktik-praktik diskriminatif oleh aparatur Negara. Hal ini menimbulkan konflik antarkesatuan MHA, dan konflik antara MHA dengan korporasi. • Ancaman Kekerasan, Kriminalisasi, dan Hilangnya Rasa Aman bagi MHA 118. Upaya MHA mempertahankan dan membela hak-hak adatnya justru telah mengakibatkan terhambat, terkurangi, danatau hilangnya hak atas rasa aman, hak atas keadilan, perlindungan dan kepastian hukum, dan persamaan di depan hukum. MHA sering mengalami intimidasi, penangkapan dan penahanan tanpa melalui proses hukum yang akuntabel. Konflik sosial antara warga MHA, salah satunya timbul akibat pemerintah dan korporasi yang kurang partisipatif dan transparan. Selain itu jugakurangnya peran dari pemerintah dalam penyelesaian konflik-konflik yang terjadi. Akibat tumpang-tindih klaim wilayah adat dan perbedaan pandangan tentang kehadiran korporasi maka kekerabatan antaranggota MHA, antara MHA dengan MHA lain, atau MHA dengan masyarakat lain menjadi rusak. 119. Tindakan kekerasanoleh TNI dan Polri terhadap MHA yang berupaya mempertahankan atau mengklaim kembali hak-haknya atas tanah dan hutan adat telah mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak atas keadilan, rasa aman, dan persamaan di depan hukum. • Kekerasan terhadap Perempuan Adat 120. Perempuan-perempuan adat terancam karena peran mereka penyedia pangan dan penjaga kesehatan keluargakomunitas dan spiritual semakin hilang. Hal ini termasuk pengetahuan asli mereka sebagai peramu obat-obatan tradisional, petani, dan atau perajin. Peran penting lainnya yang hilang, yakni peran mewariskan pengetahuan adat kepada generasi penerus. Akibatnya, generasi penerus tidak memiliki pengetahuan adat, yang pada akhirnya menuju kepada pemusnahan eksistensi MHA. 121. Banyak perempuan adat yang juga mengalami trauma dan ketakutan akibat kekerasan dan penangkapan terhadap mereka dan anggota keluarga mereka. Akibat kekerasan yang dialami, mereka mengalami trauma langsung dan tidak langsung. Tim Inkuiri juga menemukan bahwa para perempuan adat tidak memiliki hak berpartisipasi, mendapatkan informasi, dan mengambil keputusan. Hal ini terjadi karena tidak adanya jaminan hak pengelolaan dan memungut hasil hutan. Bagi perempuan adat hutan diperlukan agar mereka dapat menjalankan peran-peran produktif dan reproduktifnya penyedia pangan dan penjaga kesehatan keluarga dan komunitasnya serta pendukung ritual- ritual budayaspiritual. 122. Tidak dapat dikesampingkan kenyataan bahwa perempuan adat juga mengalami beban ganda ketika terjadi konflik mengenai SDA. Perempuan, yang harus berperan ekstra untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan pangan keluarga, juga mengalami pelanggaran hak atas rasa aman akibat ancaman, pelecehan, stigma, pengusiran, penganiayaan atau kriminalisasi. Di banyak tempat, mereka juga kehilangan hak atas pekerjaan yang layak karena terpaksa beralih profesi menjadi buruh harian atau musiman dan menambang batu, buruh perkebunanindustri, pekerja rumah tangga PRT, atau pekerja migran tanpa bekal pengetahuan yang cukup.

C. Karakteristik Khusus

123. Dari DKU di tujuh region ditemukan beberapa kondisi khusus dari beberapa MHA yang memberikan keterangan dalam DKU. Kondisi khusus tersebut menunjukkan keragaman dan kerumitannya serta penangannya secara khusus pula. Beberapa kondisi khusus yang ditemukan dalam Inkuiri Nasional Komnas HAM dipaparkan berikut ini. • Stigma Separatisme di Papua 124. Kekayaan Sumber Daya Alam SDA di Papua sangat melimpah. Emas, perak, ikan, hutan, rotan, dan minyak semuanya ada di sana. Papua memberikan sumbangan luar biasa besarnya kepada Indonesia setiap tahun. Namun, kondisi yang kaya tersebut ironisnya justru berbading terbalik dengan kondisi masyarakatnya. Berpuluh tahun rakyat Papua justru dikejar, ditangkap, disiksa, dipenjarakan, dibunuh, dan terus-menerus dilabel dengan stigma separatis, makar dan anggota OPM. Mereka juga dibuat tidak berdaya dan dimiskinkan secara struktural dan sistematis. 125. Tim Inkuiri menemukan bahwa dalam konteks Papua, isu keamanan dan politik lebih mengemuka dari pada isu pembangunan dan pemberdayaan. Berbagai tuntutan bagi adanya partisipasi masyarakat untuk menjamin dan melindungi hak-hak masyarakat adat akan tanah dan sumber daya alamnya lebih dianggap sebagai ancaman bagi stabilitas ekonomi dan politik. 126. Selain itu status otonomi khusus bagi Papua dalam kenyataannya belum mampu menyelesaikan konflik agraria dan pengelolaan SDA. Lagi-lagi, upaya mempertahankan dan membela hak-hak adat MHA ditanggapi dengan stigmatisasi mereka sebagai kelompok bersenjata atau Organisasi Papua Merdeka OPM. • MIFEE Merauke Integrated Food and Energy Estate 127. Pada kasus MIFEE Merauke Integrated Food and Energy Estate di Papua yang diangkat dalam DKU Tim Inkuiri mendengarkan keterangan dari anggota MHA dari Suku Malind. Program MIFEE adalah bagian dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia MP3EI khusus untuk koridor 6